• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, rumusan masalah dan untuk tercapainya penelitian ini dengan didukung tinjuan teoritis dan tinjauan peneliti terdahulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecendrungan kecurangan akuntansi, maka secara skematis kerangka konseptual dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

H2

H1

Gambar 3.1Kerangka Konsep

Kerangka konseptual pada gambar 3.1 menunjukkan bahwa pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, dan komitmen organisasi merupakan variabel

Perilaku tidak etis

Komitmen Organisasi Kesesuaian Kompensasi Pengendalian Internal Kecendrungan Kecurangan Akuntansi

independen. Perilaku tidak etis sebagai variabel intervening dan kecendrungan kecurangan akuntansi sebagai variabel dependen. Variabel intervening ini berfungsi untuk memediasi hubungan dan menjelaskan sifat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dengan adanya pengendalian internal yang efektif, kesesuaian kompensasi, dan komitmen organisasi yang baik diharapkan dapat menurunkan perilaku tidak etis dan kecendrungan kecurangan akuntansi.

3.2. Hipotesis

Pengendalian internal merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun yang tidak berwujud (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang). Dengan adanya pengendalian internal, kecurangan akuntansi dapat diminimalisir. menyatakan bahwa pengendalian yang efektif mengurangi kecendrungan kecurangan akuntansi. Naruedomkul (2011), Ahmad (2008), Thoyibatun (2012), Sari dkk (2012), Soetkino (2011), Sijabat (2009), dan Wilopo (2006) juga mendukung pendapat ini.

Menurut teori keadilan (Equity Theory), jika seseorang merasa kompensasi yang mereka terima sama dengan yang diterima orang lain atas kontribusi yang serupa, mereka akan percaya bahwa mereka diperlakukan secara baik dan adil oleh organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa pemberian kompensasi yang memadai membuat manajemen bertindak sesuai keinginan pemegang saham, yaitu memberikan informasi sebenarnya tentang keadaan perusahaan. Pemberian

kompensasi ini diharapkan mengurangi kecendrungan kecurangan akuntansi. Irianto, dkk (2012), Thoyibatun (2012), dan Sijabat (2009) mendukung pendapat ini. Sementara Wilopo (2006) mendapatkan hasil yang berbeda. Wilopo (2006) berpendapat bahwa kompensasi yang sesuai yang diberikan perusahaan ternyata tidak menurunkan kecendrungan kecurangan akuntansi. Soetkino (2011) juga mendukung pendapat ini.

Keterikatan karyawan dengan organisasi dibangun dan dijaga atas dasar kerelaan untuk saling memberi dan menerima keunggulan kompetensi dari kedua pihak. Perhatian terhadap pentingnya komitmen dalam organisasi telah berkembang menjadi dua aliran pemikiran. Aliran pemikiran pertama adalah pendekatan dari kontrol ke pendekatan komitmen yang dipelopori oleh Walton, yang melihat strategi komitmen sebagai suatu pendekatan yang lebih bersifat imbalan pada pengelolaan sumber daya manusia. Menurut aliran pertama ini, bahwa kinerja karyawan meningkat jika pendekatan yang berorientasi pada kontrol dihilangkan dalam mengelola karyawan dan diganti dengan strategi komitmen.

Aliran pemikiran kedua adalah keunggulan bangsa Jepang yang telah sukses memotivasi karyawan dengan mendapatkan komitmen yang penuh dari karyawan terhadap nilai-nilai organisasi, yang mana pendekatan ini disebut juga hearts and minds approach, Mark ( 1994). Dengan adanya komitmen organisasi, diharapkan kecurangan yang dilakukan karyawan dapat diminimalisir.Penelitian ini menghipotesiskan:

H1: Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, dan Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap Kecendrungan Kecurangan Akuntansi

AICPA menjelaskan bahwa pengendalian internal sangat penting, antara lain untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan. Douglas McGregor mengemukakan konsep teori X dan Y dalam bukunya

The Human Side Enterprise. Teori X menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan. Dalam bekerja, para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Thoyibatun (2012), Wilopo (2006), Soetkino (2011) dan Sijabat (2009) menyatakan Pengendalian Internal berhubungan dengan Perilaku Tidak Etis.

Kompensasi bagi organisasi/perusahaan berarti penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja (Nawawi, 2008:315). Kesesuaian kompensasi merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan. Keadilan merupakan

“jantungnya” sistem kompensasi. Keadilan dalam kompensasi dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga) bagian,, yaitu: keadilan individual, keadilan internal, dan keadilan eksternal. Apabila terjadi ketidakadilan, maka akan berdampak pada menurunnya daya tarik pekerjaan, yang pada akhirya akan mengakibatkan meningkatnya perputaran karyawan, ketidakpuasan terhadap pekerjaan maupun absensi. Ketidakpuasan dalam memberikan kompensasi ini juga dapat mendorong karyawan untuk berperilaku tidak etis dan melakukan kecurangan akuntansi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Teori X dari Douglas McGregor juga mengemukakan bahwa

pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi karyawan untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan perusahaan. Irianto (2012) menyatakan Sistem Kompensasi yang baik merupakan faktor penentu Perilaku Etis. Thoyibatun (2012), Sijabat mendukung pendapat ini. Sementara Setkino (2011) dan Wilopo (2006) menentang pendapat ini.

Komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; (3) keyakinan tertentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi, Luthans (2006). Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Jika seorang pegawai memiliki komitmen organisasi yang tinggi, maka rasa tanggungjawab nya terhadap organisasi akan tinggi pula. Sehingga pegawai yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan menjauhkan diri dari perilaku-perilaku yang tidak etis yang dapat menghancurkan organisasinya. Wilks (2011) menyatakan Komitmen Organisasi yang baik berhubungan negatif dengan Perilaku Tidak Etis.

Sidharta mengungkapkan bahwa salah satu hal yang menyuburkan praktek kecurangan adalah kegilaan manusia terhadap uang. Semua manusia membutuhkan uang. Tidak ada seorang pun yang tidak butuh uang. Seyogyanya, orang yang menguasai uang, akan tetapi pada suatu saat dan tingkat tertentu, orang dapat diperbudak oleh uang, sehingga uang beralih menguasai manusia. Dalam keadaan

seperti itu, uang dapat mempengaruhi etika dan moral (Pranasari dan Meliala, 1991:109). Kecintaan pada Uang menyebabkan kepuasan gaji rendah dan dapat mengurangi komitmen organisasi dan berakibat dengan meningkatnya Perilaku Tidak Etis, Tang et, al. (2004).

Berdasarkan teori ini, dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak etis manusia yang disebabkan oleh uang dapat mendorong manusia untuk melakukan kecurangan akuntansi. Tang et, al (2004), Wilopo (2006), Sari mendukung pendapat ini. Sementara Thoyibatun (2012) menentang pendapat ini. Penelitian ini menghipotesiskan:

H2: Hubungan Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kecendrungan Kecurangan Akuntansi menjadi hubungan tidak langsung dengan masuknya Perilaku Tidak Etis sebagai Intervening

BAB IV

Dokumen terkait