• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bagan 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa merupakan segala kegiatan siswa baik fisik maupun psikis seperti kegiatan visual, lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, mental dan emosional

Hasil Belajar Daya ingat 10 % baca dengar 20 % melihat gambar 30 % menonton video menyaksikan pertunjukkan mengamati demostrasi 50 %

berpartisipasi dalam lokakarya

Menganalisis, merancang, mengevaluasi, berkreasi merancang pembelajaran berkolaborasi

70 %

melakukan simulasi pengalaman nyata melakukan pertunjukkan/presentasi 90 % Menjelaskan, mendefinisikan, membuat daftar Menunjukkan/ demonstrasi, menerapkan, latihan

17

dalam mengolah pengalaman belajar. Sesuai delapan aktivitas siswa yang telah dijabarkan, indikator penilaian yang digunakan untuk menilai aktivitas siswa dalam penelitian ini adalah:

1. Mendengarkan guru menyampaikan materi pembelajaran (kegiatan mendengar)

2. Memperhatikan video/gambar yang ditunjukkan (kegiatan visual) 3. Keaktifan bertanya siswa dalam pembelajaran (kegiatan lisan)

4. Menjawab pertanyaan atau berpendapat (kegiatan mental, emosional) 5. Membuat catatan dari penjelasan guru (kegiatan menulis)

6. Melaksanakan kegiatan diskusi kelompok (kegiatan mendengar) 7. Mempresentasikan hasil diskusi (kegiatan lisan)

8. Menyimpulkan materi pelajaran (kegiatan menulis)

Semakin terlibat aktif, berpikir kritis akan semakin besar pula daya ingat siswa terhadap materi. Adanya kesinambungan aktivitas siswa melalui daya ingat yang diperoleh, dapat terlihat pada hasil belajar.

2.1.7 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah penguasaan konsep (Rifa’i dan Anni 2012: 69). Sedangkan Abdurrahman (dalam Jihad dan Haris 2012: 14) mendefinisikan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar Menurut Bloom (dalam Suprijono 2012: 6-7), hasil

18

belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluasion (menilai).

Berdasarkan pendapat oleh para ahli, dapat disimpulkan hasil belajar merupakan suatu bentuk perubahan perilaku mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penelitian ini memfokuskan penilaian pada aspek kognitif yaitu pengetahuan siswa pada hasil belajar PKn materi keputusan bersama dengan indikator sebagai berikut:

1. menjelaskan pengertian keputusan bersama (C2);

2. membedakan antara keputusan sendiri dan bersama (C3); 3. menyebutkan lima nilai dasar keputusan bersama (C1);

4. menyebutkan empat cara pengambilan keputusan bersama (C1) 5. menjelaskan pengambilan keputusan secara musyawarah (C2); 6. menjelaskan pengambilan keputusan secara voting (C2); 7. menjelaskan pengambilan keputusan secara aklamasi (C2); 8. menjelaskan bentuk-bentuk keputusan (C2);

9. menjelaskan contoh bentuk keputusan bersama di lingkungan keluarga (C2);

10. menjelaskan contoh bentuk keputusan di sekolah (C2); 11. menjelaskan contoh bentuk keputusan di masyarakat (C2).

19

2.1.8 Model Time Token

Model time token digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali (Huda 2014: 239). Sesuai pendapat Rahmat Widodo (dalam Shoimin 2014: 216), model time token untuk mengajarkan keterampilan sosial, sehingga menghindari siswa yang dominan atau pendiam. Model time token mengajak semua siswa aktif belajar berbicara di depan umum, untuk mengungkapkan pendapatnya tanpa harus merasa takut atau malu.

Langkah-langkah model time token sebagai berikut: (1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran; (2) Guru mengondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning ); (3) Guru memberi tugas kepada siswa; (4) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu kurang lebih 30 detik per kupon pada tiap siswa; (5) Guru meminta siswa menyerahkan satu kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh bicara lagi sementara yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak menyampaikan pendapatnya; (6) Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa.

Sedangkan menurut Suprijono (2012: 133) langkah-langkah model time token yaitu: (1) Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi; (2) Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu kurang lebih 30 detik; (3) apabila telah berbicara kupon diserahkan; (4) siswa yang telah habis kuponnya tidak

20

boleh bicara lagi, sedangkan yang masih punya kupon harus berbicara sampai kupon habis, dan seterusnya.

Sependapat dengan Aqib (2014: 33) langkah-langkah time token adalah 1) mengkondisikan siswa berdiskusi (cooperative learning); 2) tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu 30 detik, dengan nilai sesuai waktu keadaan; 3) jika telah selesai berbicara kupon yang dipegang siswa diserahkan, setiap berbicara satu kupon; 4) siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh bicara lagi, dan yang masih punya kupon harus menghabiskannya. Langkah-langkah model time token yang digunakan dalam penelitian adalah: (1) Menentukan tujuan pembelajaran; (2) Menyampaikan materi pembelajaran; (3) Mengkondisikan siswa berdiskusi kelompok; (4) Memberikan tugas kepada siswa; (5) Membagikan dua kupon berbicara dengan waktu 30 detik per kupon pada siswa; (6) jika telah selesai berbicara kupon yang dipegang siswa diserahkan, setiap berbicara satu kupon; (7) siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh bicara lagi, sedangkan yang masih punya kupon harus berbicara sampai kupon habis, dan seterusnya.

Berdasarkan langkah-langkah model time token memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran.

2.1.9 Kelebihan dan Kekurangan Model Time Token

Menurut Huda (2014: 241) model time token memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi; (2) menghindari dominasi siswa yang pandai berbicara atau yang tidak berbicara sama sekali; (3) meningkatkan kemampuan siswa dalam

21

berkomunikasi; (4) mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain; (5) tidak memerlukan banyak media pembelajaran. Didukung Shoimin (2014: 217) kelebihan model time token: (1) siswa menjadi aktif dalam pembelajaran; (2) menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberikan masukan, dan keterbukaan terhadap kritik; (3) guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui.

Kekurangan model time token, yaitu : (1) digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja; (2) tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlahnya terlalu banyak; (3) memerlukan banyak waktu untuk persiapan; (4) kecenderungan untuk sedikit menekankan siswa yang pasif dan membiarkan siswa yang aktif untuk tidak berpartisipasi lebih banyak di kelas ( Huda 2014: 241). Guru harus memerhatikan kelebihan dan kekurangan model guna dijadikan acuan kegiatan pembelajaran.

2.1.10 Teori Belajar yang Mendukung Model Time Token

2.1.10.1 Teori Belajar Kognitif

Menurut Suprijono (2012: 22) belajar merupakan peristiwa mental dikarenakan dorongan otaknya bukan behavioral atau respons terhadap hal yang ada. Teori kognitif menekankan belajar sebagai proses internal yaitu aktivitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Konsep- konsep terpenting dalam teori kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, Bruner, dan Ausubel.

22

Menurut Piaget (dalam Rifa’i dan Anni, 2012:32-35) perkembangan kognitif terdiri atas empat tahap, yaitu:

1) Tahap sensorimotorik (usia 0-2 tahun). Pada tahap ini bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengordinasikan pengalaman indera dengan gerakan motorik, bayi memperlihatkan pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia dan menjelang akhir tahap ini bayi menunjukkan pola sensorimotorik yang lebih kompleks.

2) Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun). Pemikiran lebih bersifat simbolis, egoisentries, dan intuitif sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional. Pemikiran pada tahap ini dibagi menjadi dua sub-tahap yaitu simbolik dan intuitif.

3) Tahap operasional konkret, (usia 7-11 tahun). Siswa dapat mengoperasikan berbagai logika, namun masih berbentuk benda konkrit, dan dapat berpikir logis untuk memecahkan masalah konkret. 4) Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun) siswa dapat berpikir

abstrak, idealis, dan logis. Pemikiran operasional formal tampak lebih jelas dalam memecahkan masalah verbal.

Teori Piaget merupakan proses dimana anak secara aktif membangun kemampuan pemahaman melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi dalam lingkungannya ( Trianto 2011: 14).

Konsep perkembangan kognitif juga dikembangkan Jerome Bruner (dalam Suprijono 2012: 24) meliputi tiga tahap: (1) Tahap enaktif yaitu individu melakukan aktivitas dalam memahami lingkungan dengan

23

pengetahuan motorik; (2) Tahap ikonik yaitu memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal; (3) Tahap simbolik yaitu individu mampu memiliki ide-ide abstrak melalui simbol bahasa, logika, dan sebagainya.

Bruner, David Ausubel (dalam Isjoni 2011: 35) mengemukakan pembelajaran harus bermakna yaitu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang dimiliki struktur kognitif siswa. pembelajaran yang bermakna lebih menekankan bagaimana melaksankan proses pembelajaran dan kualitasnya sehingga bahan pelajaran tidak hanya dihafal atau diingat melainkan ada yang dipraktekkan dalam situasi nyata. Untuk memperlancar proses tersebut dibutuhkan bimbingan guru baik lisan atau contoh tindakan.

2.1.10.2 Teori Konstruktivisme

Menurut Suprijono (2012: 40) pembelajaran berbasis konstruktivisme merupakan belajar artikulasi yaitu proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi. Belajar tidak hanya mengonstruksikan makna dan mengembangkan pikiran akan tetapi memperdalam proses melalui eksplorasi ide-ide dengan kondisi nyata.

Siregar,dkk (2010:41) belajar menurut teori konstruktivisme adalah suatu proses pembentukan pengetahuan yang dilakukan oleh siswa secara aktif dalam kegiatan berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

Teori belajar konstruktivisme mendukung model time token karena dalam permbelajaran siswa akan mendapatkan stimulus dari model sehingga

24

dapat membangun pengetahuannya sendiri mengenai materi yang diajarkan guru sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Penerapan model time token perlu disesuaikan terhadap karakteristik siswa sehingga materi yang disampaikan dapat terserap dengan baik.

2.1.11 Karakteristik Siswa SD

Piaget (dalam Taufiq,dkk 2010: 2.8) membagi perkembangan kognitif anak dalam beberapa tahap sesuai dengan rentang usianya, seperti tahap sensori motor (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun), tahap operasional formal ( > 11 tahun).

Berdasarkan teori Piaget, siswa SD berada dalam tahap operasional konkret, anak mampu mengoperasikan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkret. Anak mampu menyusun rangkaian (seriation) yakni operasi kongkrit untuk mengurutkan dimensi kuantitatif, dan penglihatan (transitivity) yakni kemampuan untuk mengkombinasikan hubungan-hubungan secara logis guna memahami kesimpulan tertentu ( Rifa’i dan Anni 2012: 34).

Oleh karena itu, siswa sebaiknya terlibat langsung dan aktif dalam pembelajaran guna memahami materi. Guru juga dapat menggunakan media- media konkrit, apabila benda yang sesungguhnya tidak dapat ditunjukkan bisa menggunakan gambar, lebih-lebih untuk materi non eksak seperti Pendidikan Kewarganegaraan yang sebagian materi adalah hafalan.

25

2.1.12 Pembelajaran PKn di SD

PKn yaitu pendidikan yang menyangkut status formal warga negara yang diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2006 yang berisi tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Winataputra (2009: 1.20) menyebutkan ada empat isi pokok pendidikan kewarganegaraan, yaitu: (1) Kemampuan dasar dan kemampuan kewarganegaraan; (2) Standar muatan kurikulum dan pembelajaran; (3) Indikator pencapaian; (4) Rambu-rambu umum pembelajaran sebagai rujukan alternatif bagi para guru.

Ruang lingkup PKn secara umum meliputi: (1) Persatuan dan Kesatuan, (2) Norma Hukum dan Peraturan, (3) HAM, (4) Kebutuhan warga Negara, (5) Konstitusi Negara, (6) Kekuasaan Politik, (7) Kedudukan Pancasila, dan (8) Globalisasi. PKn SD terdiri dari 24 standar kompetensi dijabarkan dalam 53 kompetensi dasar. Menurut Mulyasa (dalam Ruminiati 2008: 1.26), delapan kelompok tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

2. Norma, Hukum, dan Peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa

26

dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, dan hukum dan peradilan internasional.

3. Hak Asasi Manusia (HAM), meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, kemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

4. Kebutuhan Warganegara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan rnengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

5. Konstitusi Negara, meliputi proklamasi kemerdekaañ dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.

6. Kekuasan dan Politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi-pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi. 7. Kedudukan Pancasila, meliputi kedudukan pancasila sebagai dasar

negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.

8. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

27

Berdasarkan ruang lingkupnya, pembelajaran PKn di SD memiliki peranan penting guna pembentukan karakter siswa, mengembangkan pengetahuan tentang kewarganegaraan, serta menumbuhkan rasa patriotisme sejak dini mengingat pengaruh negatif globalisasi yang semakin sulit dicegah. Salah satu ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan yaitu kebutuhan warga negara termasuk didalamnya materi keputusan bersama.

2.1.13 Keputusan Bersama

Materi penelitian adalah Pendidikan kewarganegaraan kelas V semester

genap “Keputusan Bersama”. Keputusan merupakan suatu pilihan atau ketetapan, yang diambil oleh seseorang atau sekelompok orang untuk dilakukan. Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan dan pemikiran. Secara umum keputusan dibagi menjadi dua, yaitu keputusan pribadi dan keputusan bersama.

1. Keputusan Pribadi

Keputusan pribadi merupakan keputusan yang sifatnya pribadi atau individual. Artinya keputusan hanya ditujukan untuk kepentingan diri sendiri dan tidak menyangkut orang lain. Contohnya, ketika kamu sedang belajar, tiba-tiba temanmu datang untuk mengajak bermain. Kamu tentu akan berpikir, apakah akan menerima ajakan temanmu atau menolaknya dan tetap belajar. Ketika kita sudah menentukan pilihan berarti kita telah membuat keputusan. Keputusan yang kamu tentukan akan menjadi tanggung jawabmu.

28

2. Keputusan bersama

Keputusan bersama merupakan keputusan yang diambil atas dasar keputusan dan kesepakatan bersama. Keputusan bersama diambil untuk memutuskan sesuatu yang menjadi kepentingan orang banyak. Ciri-ciri keputusan bersama yaitu:

a. Keputusan yang diambil merupakan keputusan untuk kepentingan bersama melibatkan lebih dari satu orang secara langsung maupun tidak langsung

b. Keputusan bersama harus dilakukan dan tidak diganggu gugat

c. Hasil keputusan bersama diambil berdasarkan hasil musyawarah atau mufakat

d. Hasil keputusan bersama harus diterima oleh semua pihak dengan ikhlas, bertanggungjawab dan lapang dada.

Beberapa hal yang perlu dilakukan agar keputusan membuahkan hasil tanpa meninggalkan masalah antara lain: (1) Saling memahami dan menghargai pendapat orang lain; (2) memahami persoalan yang dimusyawarahkan; (3) mengutamakan kepentingan umum; (4) menerima masukan baik kritik, usul, maupun saran; (5) tidak memaksakan kehendak dalam mengambil keputusan; (6) menerima keputusan yang sudah disepakati; (7) melaksanakan keputusan dengan sebaik-baiknya.

Cara pengambilan keputusan bersama diantaranya musyawarah, mufakat dan pengambilan suara (voting). Sewaktu bermusyawarah kadang dijumpai anggota musyawarah yang setuju dan tidak setuju, sehingga seorang pemimpin

29

rapat harus menampung pendapat peserta musyawarah supaya kesepakatan bisa disetujui.

Keputusan juga bisa dilakukan melalui voting, yaitu penentuan keputusan didasarkan pada suara terbanyak yang biasanya muncul apabila kesepakatan belum bisa diputuskan secara musyawarah mufakat namun bisa juga keputusan voting itu sengaja dibuat. Ada kalanya keputusan bersama tidak diambil dengan cara mufakat ataupun voting, tetapi dengan cara aklamasi yaitu pernyataan setuju secara lisan dari seluruh anggota kelompok. Aklamasi bukanlah jalan yang mutlak. Aklamasi bisa sah atau diterima jika seluruh peserta menyuarakan untuk setuju. Artinya, jika ada peserta yang menyatakan tidak setuju maka aklamasi tidak berlaku.Tidak semua keputusan dalam musyawarah selalu sesuai dengan keinginan kita. Jika keputusan itu tidak sesuai dengan keinginan kita, maka jangan sampai memaksakan kehendak, apa yang sudah diputuskan harus ditaati dan dilaksanakan. ( Widihastuti,dkk 2008: 78-91).

Materi keputusan bersama mengajarkan pada siswa akan pentingnya menghargai pendapat orang lain sehingga dapat diimplementasikan menggunakan model time token yang menekankan aktivitas masing-masing siswa.

2.1.14 Implementasi Model Time Token dalam Pembelajaran PKn Materi

“Keputusan Bersama”

Berdasarkan pendapat para ahli, berikut implementasi penerapan model time token dalam pembelajaran PKn materi keputusan bersama pada tabel:

30

Tabel 2.1

Implementasi Model Time Token Langkah-langkah Model Time

Token (*)

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Menentukan tujuan pembelajaran

Guru mengkondisikan siswa sebelum memulai pembelajaran

Siswa menyiapkan diri

mengikuti pembelajaran Guru memberi motivasi kepada

siswa

Siswa bernyanyi bersama- sama

Guru melakukan apersepsi guna menggali pengetahuan siswa

Siswa menjawab pertanyaan guru

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran

Siswa memperhatikan tujuan pembelajaran

2. Menyampaikan materi pembelajaran

Guru menyampaikan materi pembelajaran dan menunjukkan gambar/ video

Siswa memperhatikan

gambar/video dan bertanya jawab tentang materi

3. Mengkondisikan siswa

berdiskusi kelompok

Guru mengkondisikan kelas untuk berdiskusi dengan membentuk 4-5 siswa per kelompok

Siswa mengkondisikan diri sesuai kelompok masing- masing

4. Memberikan tugas kepada siswa

Guru memberi tugas berupa soal kepada siswa

Siswa dapat berdiskusi menyelesaikan soal yang diberikan.

5. Membagikan dua kupon berbicara dengan waktu 30 detik per kupon pada siswa

Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu kurang lebih 30 detik per kupon pada tiap siswa.

Siswa menuliskan jawaban masing-masing dan membuat catatan penting

6. Jika telah selesai berbicara kupon yang dipegang siswa diserahkan, setiap berbicara satu kupon

Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar.

Siswa menyerahkan kupon

berbicara sewaktu

menyampaikan jawaban atau memberi komentar

7. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh bicara lagi, sedangkan yang masih punya kupon harus berbicara sampai kupon habis, dan seterusnya

Guru memberikan kesempatan siswa lainnya untuk berbicara agar semua siswa aktif

Siswa menyampaikan pendapatnya terkait materi

8. Menyimpulkan pembelajaran

Guru membimbing siswa

menyimpulkan pembelajaran

Siswa bersama guru

menyimpulkan pembelajaran Sumber : *__Suprijono (2013: 133), Aqib (2014: 33) dan Shoimin (2014: 216).

2.1.15 Keefektifan Model Time Token dalam Pembelajaran PKn

Etzioni dalam Hamdani (2011: 194) kualitas adalah mutu atau keefektifan, efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan

31

pembelajaran. Pencapaian tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Aspek- aspek efektivitas belajar, yaitu: 1) peningkatan pengetahuan; 2) peningkatan keterampilan; 3) perubahan sikap; 4) perilaku; 5) kemampuan adaptasi; 6) peningkatan integrasi; 7) peningkatan partisipasi; 8) peningkatan interaksi cultural.

Slameto (2013: 92) syarat-syarat yang diperlukan dalam pembelajaran efektif diantaranya; 1) belajar secara aktif, mengembangkan kemampuan intelektual, berpikir kritis, menganalisis, mengerjakan sesuatu; 2) variasi metode, penyajian bahan lebih menarik perhatian siswa sehingga kelas lebih hidup; 3) motivasi guna meningkatkan kegiatan belajar; 4) guru harus mampu menciptakan suasana demokratis, lingkungan yang saling menghormati, menghargai, berdiskusi, tanggung jawab, dan lain-lain. 5) pengajaran remedial, sebagai diagnose kesulitan belajar siswa.

Dapat disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran dapat dicapai dengan memenuhi syarat-syarat pembelajaran yaitu peningkatan pengetahuan, keterampilan, partisipasi, perubahan sikap sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Penelitian ini menggunakan model time token guna memberikan kesempatan seluruh siswa berbicara mengungkapkan ide/gagasan masing- masing. Setiap siswa mendapatkan dua kupon berbicara yang dapat diserahkan apabila ingin berpendapat. Siswa yang telah habis kuponnya tidak boleh berbicara lagi, sampai kupon semua teman-temannya juga habis. Guru

32

menerangkan materi, kemudian memberikan tugas pada masing-masing kelompok. Setelah selesai mengerjakan setiap siswa boleh menjawab soal yang dibahas dengan menyerahkan kuponnya. Masing-masing siswa bebas berpendapat sehingga penilaian guru per individu.

Time token mendorong siswa berpikir aktif dan terlibat langsung dalam pembelajaran. Meminimalisir adanya siswa yang dominan sebab semuanya memiliki kesempatan sama. Aktivitas siswa dalam pembelajaran diamati melalui lembar observasi sehingga guru dapat lebih mudah melakukan penilaian. Keefektifan model terhadap materi PKn keputusan bersama dengan membandingkan nilai pretest dan posttest kelas kontrol dan eksperimen didukung deskripsi aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan model time token.

2.2

KAJIAN EMPIRIS

Penelitian yang relevan sebagai pendukung peneliti mengenai keefektifan model time token terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa adalah:

Penelitian “The Effectiveness Of Cooperative Learning” oleh Chin-Min Hsiung pada Januari 2012 Journal of Engineering Education Vol.101, No. 1. Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa kelompok yang menggunakan pembelajaran kooperatif menunjukkan hasil lebih baik tes tertulis daripada kelompok pembelajaran secara individual.

Cooperative Learning In Distance Learning: A Mixed Methods Study” oleh Meling, dkk pada bulan Juli 2012 Vol.5 No. 2. Hasil penelitian

33

menyimpulkan kelompok yang menggunakan cooperative learning mendapat hasil yang lebih baik daripada kelompok tradisional.

Effect Of Cooperative Learning On Secondary School Students’

Mathematics Achievement” oleh Zulkarnain,dkk pada Februari 2013 Creative Education Vol.4, No.2, 98-100. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang siqnifikan terhadap rata-rata hasil belajar Matematika diantara kelompok pembelajaran kooperatif dengan kelompok tradisional. Analisis data mengungkapkan bahwa siswa dalam kelompok pembelajaran kooperatif mengalami peningkatan pemahaman materi dan perkembangan kepercayaan dirinya.

Dari ketiga hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat persamaan yaitu model cooperative learning memberikan pengaruh positif atau efektif terhadap hasil belajar siswa. Keterkaitan dengan penelitian ini sebab model time token termasuk jenis cooperative learning sehingga dapat dijadikan jurnal pendukung.

Penelitian Ichsani,dkk “Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Time Token Arends di Sekolah

Dasar” pada Agustus 2014 Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 3, No 8.

Hasil analisis data tahap baseline menunjukkan bahwa kemampuan berbicara siswa pada aspek kebahasaan mencapai 61,45% dan aspek non kebahasaan mencapai 47,39%, sehingga diberikan tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif time token arends untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

34

Penelitian Perwitasari,dkk “Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui Model Time Token Arends dengan Media Audio Visual pada tahun 2014 Joyful Learning Journal Vol 3 (1). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan dalam setiap variabel setiap siklusnya, tingkat pencapaian hasil belajar klasikal siswa siklus I sebesar 71,41%, siklus II sebesar 79,48% dan siklus III 89,74%. Sedangkan perolehan ketuntasan klasikal yang mencapai indikator keberhasilan =80% terpenuhi pada siklus III. Model time token arends dengan media Audio Visual terbukti dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PKn kelas V SDN Tambakaji 03 Semarang.

Penelitian oleh Ichsani dan Perwitasari juga dapat dijadikan pendukung penelitian sebab terdapat beberapa kesamaan yaitu model time token meningkatkan kualitas pembelajaran dan kemampuan berbicara siswa.

Dokumen terkait