• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerusakan hepar

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 31-39)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

A. Hepar

2. Kerusakan hepar

Kondisi toksisitas hepar dipersulit oleh berbagai kerusakan hepar dan mekanisme yang menyebabkan kerusakan tersebut. Hepar sering menjadi organ sasaran zat toksikan karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal dan setelah toksikan diserap lalu dibawa oleh vena porta ke dalam hepar (Lu, 1995).

Kerusakan hepar karena zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia, dosis yang diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik. Semakin tinggi konsentrasi suatu senyawa yang diberikan maka respon toksik yang ditimbulkan semakin besar. Kerusakan hepar dapat terjadi segera atau setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Kerusakan dapat berbentuk nekrosis hepatosit, kolestasis, atau timbulnya disfungsi hepar secara perlahan-lahan (Amalina, 2009).

Hepatotoksisitas akibat senyawa kimia merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap senyawa kimia yang diberikan karena hepar merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan asing yang masuk. Sebagaimana yang dinyatakan Robins and Kumar (1992) bahwa kerusakan sel hepar jarang disebabkan oleh suatu substansi secara langsung, melainkan seringkali oleh metabolit toksik dari substansi yang bersangkutan.

Hepar merupakan organ paling sering rusak (Lu, 1995). Karena metabolisme obat/ berbagai senyawa terutama terjadi dalam hepar, sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan organ ini menjadi sangat besar (Powell and Piper, 1989). Apabila proses metabolisme tidak berjalan dengan normal, maka akan menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit yang terjadi di hepar. Sel-sel yang terdapat di hepar akan terdeposit sehingga akan mengalami perubahan (Sherwood, 2001). Selain itu, hepar juga mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan dengan kapasitasnya yang lebih tinggi dalam proses biotransformasi toksikan. Akan tetapi paparan oleh berbagai bahan toksik secara berlebih dapat menyebabkan kerusakan hepar.

Kerusakan hepar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu kerusakan hepar akut dan kerusakan hepar kronis. Kerusakan hepar akut disebabkan karena virus, obat-obatan, alkohol dan keadaan iskemik. Kerusakan hepar akut ditandai dengan adanya penyakit kuning, hipoglikemia, gangguan elektrolit dan asam-basa, ensefalopati hepar, dan kenaikan serum enzim yang berhubungan dengan kasus nekrosis hepar. Kerusakan hepar akut memiliki angka kematian yang tinggi. Sedangkan kerusakan hepar kronis yaitu hepatitis kronis, sirosis hepar dan hepatoma (Chandrasoma and Taylor, 1995). Mekanisme kerusakan sel hepar karena obat (Gambar 3) :

1. Apabila reaksi energi tinggi melibatkan enzim sitokrom p-450 menyebabkan ikatan kovalen obat dengan protein intrasel, maka akan terjadi disfungsi intraseluler berupa hilangnya gradien ion, penurunan kadar ATP, dan disrupsi aktin pada permukaan hepatosit yang menyebabkan pembengkakan sel.

2. Disrupsi aktin pada membran kanalikuli dapat menghalangi aliran bilier menyebabkan kolestasis. Kolestasis bersama dengan proses kerusakan intrasel akan menyebabkan akumulasi asam empedu sehingga menyebabkan kerusakan hepatosit lebih lanjut.

3. Reaksi hepatoseluler yang melibatkan senyawa besi heme akan menyebabkan timbulnya ikatan kovalen antara enzim dengan obat sehingga reaksi enzimatik tidak bekerja.

4. Obat dengan molekul kecil berfungsi sebagai hapten membentuk kompleks apoprotein yang bermigrasi dalam bentuk vesikel. Vesikel kemudian

menginduksi sel T untuk membentuk antibodi atau menginduksi respon sitotoksik sel T dan sitokin.

5. Obat yang bersifat imunogenik dapat mengaktifasi Tumor Necrosis Factor-α (TNF-Factor-α) sehingga memicu terjadinya apoptosis.

6. Obat yang menghambat proses oksidasi dan sistem respirasi mitokondria, akan menyebabkan penumpukan Reactive Oxygen Species/Reactive Ntrogen

Species (ROS/RNS), gangguan sintesis ATP. Selama sel tidak mendapat

energi dari proses oksidatif, maka akan terjadi glikolisis anaerob yang memproduksi ATP dan energi. Akibatnya, produksi asam laktat meningkat menyebabkan DNA inti memadat, sehingga sintesis RNA baru dan protein akan terhenti. Selain itu, akumulasi ROS/RNS yang berlebihan dapat memacu proses apopotosis (Lee, 2003).

Jenis-jenis kerusakan hepar yang dapat timbul dari berbagai jenis senyawa toksik :

1. Steatosis (Perlemakan hepar)

Perlemakan hepar adalah keadaan dimana lemak yang terdapat di hepar melebihi 5% dari berat hepar normal (Soemarto, 1996). Secara teoritis lemak dapat mengalami akumulasi di hepar melalui beberapa mekanisme (Gambar 4) yaitu,

a. Peningkatan transfer lemak atau asam lemak dari usus ke hepar. Makanan berlemak dikirim melalui sirkulasi terutama dalam bentuk kilomikron. Lipolisis pada jaringan adiposa melepaskan asam lemak kemudian bergabung dengan trigliserida di dalam adiposit, tetapi beberapa asam lemak dilepaskan ke dalam sirkulasi dan diambil oleh hepar, sisa kilomikron juga dikirim ke hepar.

b. Peningkatan sintesis asam lemak atau pengurangan oksidasi di mitokondria, keduanya akan meningkatkan sintesis trigliserida melalui proses esterifikasi. c. Gangguan pengeluaran trigliserida keluar dari sel hepar. Pengeluaran trigliserida dari sel hepar tergantung ikatannya dengan apoprotein, fosfolipid dan kolesterol untuk membentuk very low density lipoprotein (VLDL). d. Kelebihan karbohidrat yang dikirim ke hepar dapat dirubah menjadi asam

Gambar 4 : Patogenesis perlemakan hepar (Zivkovic, German, and Sanyal 2007).

2. Nekrosis Hepar

Nekrosis hepar merupakan kematian hepatosit dan merupakan kerusakan hepar akut. Beberapa zat kimia dapat menyebabkan nekrosis akut (Lu, 1995). Nekrosis ditandai dengan pembengkakan sel, kebocoran, disintegrasi nukleus, dan adanya sel-sel inflamasi. Nekrosis sel hepar fokal adalah nekrosis yang terjadi secara acak pada satu sel atau sekelompok kecil sel pada seluruh daerah lobulus-lobulus hepar. Nekrosis ini dikenali pada biopsi melalui badan asidofilik (councilman) yang merupakan sel hepar nekrotik dengan inti piknotik atau lisis dan sitoplasma terkoagulasi berwarna merah muda. Selain itu dapat dikenali juga pada daerah lisis sel hepar yang dikelilingi oleh kumpulan sel kupffer dan sel radang. Nekrosis zona sel hepar adalah nekrosis sel hepar yang terjadi pada regio-regio yang identik disemua lobulus hepar, sedangkan nekrosis submasif merupakan nekrosis sel hepar yang meluas melewati batas lobulus, sering menjembatani daerah portal dengan vena sentralis (bridging necrosis).

(Chandrasoma and Taylor, 2005). Nekrosis dapat dideteksi dengan pengujian biokimia plasma (atau serum) untuk enzim yang dihasilkan di sitosol, aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) yang mendominasi enzim di hepatosit dan aktivitas enzim LDH yang terdapat di berbagai jaringan (Gregus and Klaaseen, 2001).

3. Kolestasis

Kegagalan produksi atau pengeluaran empedu merupakan definisi dari kolestasis. Kolestasis dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak, vitamin dan juga terjadi penumpukan asam empedu, bilirubin, dan kolesterol di hepar (Depkes RI, 2007).

4. Sirosis Hepar

Sirosis hepar adalah penyakit hepar menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hepar yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hepar akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hepar kronis dan terjadinya pengerasan dari hepar yang akan menyebabkan penurunan fungsi hepar dan bentuk hepar yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi

portal. Pada sirosis dini biasanya hepar membesar, kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.

Secara fungsional sirosis hepar dibagi menjadi:

a. Sirosis hepar kompensata atau sirosis hepar laten, yang berarti belum adanya gejala klinis yang spesifik. Skrining adalah cara untuk mengetahui penyakit ini.

b. Sirosis hepar dekompensata atau Active Liver Cirrhosis, dimana terdapat gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hepar kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hepar (Nurdjanah, 2007).

Secara morfologi sirosis hepar bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu: a. Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa tebal, besarnya bervariasi dan terdapat nodul besar di dalamnya sehingga terjadi regenerasi parenkim (Lawrence, 2005).

b. Mikronodular

Sirosis mikronodular ditandai dengan terbentuk septa tebal teratur yang terdapat dalam parenkim hepar, mengandung nodul halus dan kecil tersebar diseluruh lobul

(Lawrence, 2005).

c. Kombinasi antara bentuk makronodular dan mikronodular

Menurut Gall seorang ahli penyakit hepar, membagi penyakit sirosis hepar atas:

a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronodular atau

subacute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi

jaringan nekrosis.

b. Nutritional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronodular,

sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.

c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis (Nurdjanah, 2007).

5. Kanker Hepar

Kanker pada hepar yang banyak terjadi yaitu Hepatocellular carcinoma (HCC) yang merupakan komplikasi dari hepatis kronis yang serius terutama karena virus hepatitis B, C dan hemochromatosis (Lu, 1995).

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 31-39)

Dokumen terkait