• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Cara Penelitian

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 63-69)

BAB III. METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi daun M. tanarius.

Determinasi daun M. tanarius dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri tanaman M. tanarius pada buku acuan determinasi dan disesuaikan dengan kunci determinasinya. Determinasi dilakukan di Unit II Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang diperoleh dari Paingan, Yogyakarta pada bulan Februari 2015. Daun yang dipilih adalah daun yang masih segar, muda, berwarna hijau dan tidak berlubang.

3. Pembuatan serbuk daun M. tanarius

Daun M. tanarius dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Setelah bersih daun diangin-anginkan hingga kering kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 30°C selama 3 hari. Daun yang telah kering kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan nomer mesh 50 untuk mendapatkan serbuk daun M. tanarius yang lebih halus.

4. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius

Penetapan kadar air bertujuan mengetahui kadar air dalam serbuk agar memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu kurang dari 10% (Dirjen POM, 1995). Serbuk dimasukkan ke dalam alat moisture balance ± 5 g. Bobot serbuk kering ditimbang sebagai bobot sebelum pemanasan. Serbuk kemudian dipanaskan pada suhu 110°C selama 15 menit. Serbuk yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan. Selisih bobot sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan kadar air serbuk daun M. tanarius.

5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Serbuk daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi. 40 gram serbuk dilarutkan dengan 100 ml pelarut metanoldan 100 ml air di dalam labu erlenmeyer pada suhu kamar 24 jam menggunakan shaker dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner dengan bantuan pompa vakum . Hasil saringan dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya

kemudian digunakan rotary vaccum evaporator untuk memisahkan cairan penyari. Setelah itu, dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 45°C hingga didapatkan ekstrak dengan bobot tetap. Proses remaserasi tetap dilanjutkan hingga ekstrak menjadi bening.

6. Pembuatan fraksi daun M. tanarius

Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut heksan dan etanol 1:1 dengan metode maserasi. Ekstrak pekat ditimbang dan dilarutkan dengan pelarut heksan dan etanol 1:1 ke dalam labu erlenmeyer dimana volume pelarut disesuaikan dengan bobot ekstrak 1:5. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring dan corong buchner dengan bantuan pompa vakum. Hasil saringan dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya kemudian digunakan rotary

vaccum evaporator. Setelah itu, dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam

pada suhu 45°C hingga didapatkan fraksi dengan bobot tetap. Proses remaserasi tetap dilanjutkan hingga fraksi menjadi bening.

Rendemen fraksi merupakan selisih berat cawan berisi fraksi dan berat cawan kosong. Rata-rata rendemen dihitung dari jumlah bobot fraksi dari semua replikasi per jumlah replikasi. Persentase rendemen FHEMM didapatkan dari total jumlah bobot fraksi per total jumlah bobot ekstrak dikalikan 100%. Persentase rendemen FHEMM merupakan banyaknya fraksi yang didapatkan dari ekstrak daun M. tanarius.

7. Pembuatan larutan CMC-Na 1%

5,0 gram CMC-Na yang telah ditimbang seksama didispersikan ke dalam 250 ml air mendidih dan didiamkan selama 24 jam hingga CMC-Na mengembang di dalam gelas beaker. Larutan CMC-CMC-Na 1% yang telah mengembang dipindahkan ke labu takar 500 ml dan di add 250 ml sisa air mendidih hingga tanda batas.

8. Pembuatan suspensi FHEMM

Sejumlah FHEMM ditimbang kemudian diujikan kelarutannya terlebih dahulu di dalam olive oil dan CMC-Na 1%. Berdasarkan hasil pengujian, FHEMM mempunyai kelarutan yang paling besar terhadap CMC-Na 1%. Dari hasil orientasi, didapatkan jumlah FHEMM yang dapat larut dalam CMC-Na 1% adalah 600 mg dalam 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi suspensi FHEMM sebesar 600 mg/25 ml.

9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida

Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), larutan karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dengan perbandingan volume CCl4 dan pelarut adalah 1:1. Pelarut yang digunakan yaitu olive

oil.

10. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis toksin karbon tetraklorida. Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), dosis hepatotoksin CCl4 yang dapat

menyebabkan kerusakan sel-sel hepar pada tikus yaitu sebesar 2 ml/kgBB yang diberikan secara intraperitonial (i.p).

b. Penetapan konsentrasi fraksi daun M. tanarius. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut fraksi dapat terlarut sempurna dalam pelarut CMC-Na 1%. Konsentrasi fraksi yang dapat ditetapkan yaitu 600 mg/25 ml.

c. Penetapan dosis fraksi daun M. tanarius. Penetapan dosis FHEMM diperoleh berdasarkan konsentrasi dan volume FHEMM yang disesuaikan dengan berat badan tertinggi tikus. Dosis tertinggi yang dapat ditetapkan yaitu 137,14 mg/kgBB. Peringkat dosis II ditetapkan dengan menurunkan seperdua dari dosis tertinggi (½ x 137,14 mg/kgBB) = 68,57 mg/kgBB) dan peringkat dosis I ditetapkan dengan menurunkan seperdua dari peringkat dosis II (½ x 68,57 mg/kgBB = 34,28 mg/kgBB)

d. Penetapan waktu pencuplikan darah. Hewan uji terdiri dari 5 ekor tikus yang diambil darahnya pada jam ke-0, 24, dan 48. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata.

11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji yang digunakan sebanyak 30 ekor tikus yang dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok perlakuan.

a. Kelompok I merupakan kontrol negatif yaitu CMC-Na 1% yang diberikan secara per oral selama 6 hari beturut-turut dan dilakukan pengukuran darah pada jam ke-24.

b. Kelompok II merupakan kontrol hepatotoksin CCl4 yang dilarutkan dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial (i.p) dan dilakukan pengukuran darah pada jam ke-24.

c. Kelompok III merupakan kontrol FHEMM jangka panjang dimana kontrol diberikan FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara per oral dan dilakukan pengukuran darah pada jam ke-24.

d. Kelompok IV-VI merupakan kelompok perlakuan FHEMM dengan 3 peringkat dosis yaitu dosis 1 atau dosis terendah sebesar 34,28 mg/kgBB, dosis II atau dosis tengah sebesar 68,57 mg/kgBB, dan dosis III atau dosis tertinggi sebesar 137,14 mg/kgBB yang diberikan selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara per oral dan pada hari ke-7 diberikan CCl4. Pengukuran darah dilakukan pada jam ke-24 setelah penyuntikan CCl4.

12. Pengukuran aktivitas LDH

Pengukuran aktivitas LDH dilakukan di Laboratorium Bethesda Yogyakarta. Alat yang digunakan yaitu konelab prime 30 dan atau cobas 501 (ROCHE). Reagen yang digunakan yaitu reagen serum LDH (Thermo Scientific). Hasil pengukuran dinyatakan dengan satuan U/L. Pengukuran sampel dimulai dengan pembuatan serum darah tikus terlebih dahulu. Pertama-tama, sampel darah

sebanyak 2-3 ml dimasukkan dalam tabung vaccum, kemudian sampel dibiarkan membeku ± 15-30 menit. Setelah itu, tabung darah dimasukkan ke dalam alat

centrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit yang akan membentuk 2

lapisan dimana lapisan atas merupakan serum dan lapisan bawah merupakan sel-sel darah. Serum diambil dan sel-selanjutnya dilakukan pengukuran. Persiapan reagen dimulai dengan mencampurkan substrat bersama 11,4 ml air yang sudah dipurifikasi ke dalam tabung kerucut 15 ml hingga larut, kemudian tambahkan 0,6 ml Assay buffer ke dalamnya dan lindungi dari cahaya hingga siap digunakan. Pengukuran aktivitas serum LDH dilakukan dengan panjang gelombang 490 nm dan 680 nm.

Dalam dokumen PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (Halaman 63-69)

Dokumen terkait