• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organ Hati

Secara makrokopis warna hati pada perlakuan RVm dan R3 menunjukkan warna hati yang lebih gelap dibanding dengan perlakuan R0, R1 dan R2 (Gambar 11). Warna yang lebih gelap ini disebabkan adanya kelainan di hati akibat aktivitas hati yang bekerja keras untuk menetralisir zat-zat racun yang masuk kedalam tubuh babi. Curcumin pada dosis yang tepat dapat memperbaiki kondisi hati akan tetapi bila dosisnya berlebihan akan memberikan fungsi yang sebaliknya.

Keterangan Gambar Organ Hati

RVm

Warna Hati Lebih Gelap

R0

R1

Warna Hati Lebih Cerah

R2

Warna Hati Lebih Cerah

R3

Warna Hati Lebih Gelap

Gambar 11 Pengaruh perlakuan terhadap organ hati (makroskopis)

Pengaruh curcumin dan virginiamicin terhadap hati secara mikrokopis dapat dilihat pada Gambar 12. diketahui bahwa virginiamicin yang diberikan terus menerus dapat mengakibatkan peradangan pada hati seperti terjadi dengan perlakuan Rvm dimana terdapat pendarahan dan berwarna gelap, sama dengan R3. Sedangkan pada perlakuan R0 tanpa antibiotik dan dosis 120 dan 160 ppm curcumin menunjukkan jaringan hati yang tidak terganggu dan tidak terdapat peradangan atau kelainan-kelainan lain.

Keterangan Gambar Organ Hati Perlakuan

Rvm

Organ Hati Gelap tidak Cerah.

R0

Organ Hati Cerah Tidak ada Kelainan

63

R1

Organ Hati Cerah Tidak ada Kelainan

R2

Organ Hati Cerah Tidak ada Kelainan.

R3

Organ Hati Pecah-

pecah dan Gelap tidak Cerah

Gambar 12 Pengaruh perlakuan terhadap Organ Hati (Mikroskopis)

Sedangkan perlakuan pemberian 200 ppm curcumin (R3) menunjukkan hati menjadi tidak kompak, atau berongga, disini terdapat pengeluaran bahan yang berlebihan pada hati sehingga masa hati menjadi berkurang, diketahui bahwa hati adalah organ yang berfungsi selain untuk menetralkan racun yang masuk ketubuh juga ia berfungsi untuk menyimpan makanan. Pemberian zat yang berbahaya atau yang berlebihan dapat mengakibatkan hati bekerja keras untuk mengeluarkan zat tersebut atau menetralisirnya, bila melebihi kemampuannya maka akan terjadi kerusakan jaringan hati.

Usus Halus

Pemberian virginiamicin dan curcumin terhadap organ usus halus diperlihatkan pada keutuhan dan bentuk villi usus (Gambar 13). Pada perlakuan antibiotik virginiamicin (Rvm) dalam ransum babi memperlihatkan bentuk villi yang kompak akibat aktifitas virginiamicin yang ada di permukaan usus membunuh beberapa bakteri patogen sehingga memperluas permukaan serap.

Pada perlakuan R0 dan R1 terlihat bentuk villi usus yang tidak kompak aktivitas mikroorganisme atau toksin yang masuk kedalam usus babi, dan pada perlakuan R2 (160 ppm) memperlihatkan villi usus yang kompak dan utuh sehingga bidang penyerapan makanan cukup baik, sementara pada perlakuan

R3 (200 ppm) villi usus kelihatan mengkerut dan sedikit meluruh, dengan demikian perlakuan R2 (160 ppm) cukup baik untuk menjaga sistem penyerapan makanan dalam usus babi.

Keterangan Gambar Organ Usus Halus Rvm

Vili Usus Utuh dan Kompak

R0

Villi usus ada yang Rusak atau terlepas Cukup Banyak

R1

Villi Usus ada yang Rusak atau Terlepas

R2

Villi Usus Kompak dan Utuh

R3

Villi Usus Mengkerut dan Meluruh Sebagian

65

Organ Ginjal

Ginjal merupakan organ untuk membuang sisa metabolisme tubuh, juga selain untuk mempertahankan cairan tubuh juga untuk membuang racun atau benda asing yang masuk tubuh. Pemberian antibiotik dan curcumin pada ginjal dapat dilihat pada Gambar 14. Perlakuan Rvm dan 200 ppm curcumin (R3) dapat mengakibatkan perubahan warna dan pengerasan pada ginjal, bila cukup lama penggunaannya dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.

Perlakuan Gambar

Rvm

Pendarahan peradangan, dan warna ginjal agak gelap

R0

Tidak ada peradangan dan cerah

R1

Tidak ada Peradanga dan Cerah

R2

Tidak ada peradangan

R3

Ada Peradangan dan Warna Ginjal agak Gelap

Analisis Finansial

Pemberian curcumin dan virginiamicin dalam ransum babi untuk pemacu pertumbuhan terhadap keuntungan dan biaya dapat dilihat pada Tabel 19. Penambahan virginiamicin dan curcumin dalam ransum babi mengakibatkan penambahan biaya ransum perkilogramnya dibanding dengan ransum R0, akan tetapi penambahan ini diikuti dengan meningkatkan pendapatan atau penjualan, pada akhirnya keuntungan harian pemberian ransum dengan curcumin dan virginiamicin jadi lebih besar dibanding dengan ransum R0 (tanpa kedua- duanya).

Tabel 19 Analisis finansial akibat pemberian virginiamicin dan curcumin dalam ransum babi.

Perlakuan Biaya Penjualan Keuntungan B/C Rasio

Ransum (Rp) (Rp) (Rp) Rvm 4594.20 9516.60 4922.40 1.07 R0 4331.03 7617.15 3286.13 0.76 R1 4688.78 8913.15 4224.37 0.90 R2 4832.60 9648.90 4816.30 1.00 R3 4929.10 10174.05 5244.95 1.06

Keuntungan harian yang terbesar diperoleh pada perlakuan R3 (Rp 5244.95) dan terkecil adalah perlakuan R0 (Rp 3286.13). Pemberian dosis curcumin yang semakin tinggi mengakibatkan peningkatan keuntungan harian, sehingga pemberian dosis 160 ppm curcumin (R2) mampu menyamai ransum virginiamicin, bahkan ransum R3 (200 ppm) lebih tinggi dari viginiamicin. Bila dilihat secara B/C Rasio diperoleh bahwa pemberian 50 ppm virginiamicin dan 160 dan 200 ppm curcumin (R2 dan R3) memiliki nilai B/C rasio lebih dari satu, yang artinya secara finansial penggunaan curcumin dan virginiamicin pada dosis tersebut layak digunakan dalam sistem usaha produksi babi.

67

Hasil Penelitian Tahap II

Penelitian pada tahap ini adalah ingin melihat pengaruh 160 ppm curcumin yang ditambahkan dalam ransum babi periode finisher yang di infeksi oleh Escherichia coli terhadap penampilan produksinya.

Pengaruh Pemberian Curcumin dan E.coli terhadap Konsumsi, PBBH dan Konversi Ransum.

Hasil yang diperoleh selama penelitian, pengaruh curcumin dan E.coli dalam ransum babi finisher terhadap penampilan produksi dapat dilihat pada Tabel 20. Pemberian Escherichia coli dan curcumin dalam ransum babi hasil analisis ragam berbenda nyata (P<0.05) terhadap konsumsi, pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum (Lampiran 10). Pemberian E. coli dapat menurunkan PBBH dan memperburuk konversi ransum, hal ini karena babi yang terinfeksi E. coli mengalami penyakit Enteritis colibacillosis yang mengganggu sistem penyerapan makanan babi (Sihombing 1997). Buruknya PBBH dan konversi ransum oleh E. coli pendapat Church (1984) dikarenakan stress dan infeksi E.coli telah merusak kondisi tubuh, dalam waktu singkat curcumin (dua bulan periode finisher) belum mampu memulihkan efek dari infeksi tersebut. tantangan ini.

Tabel 20 Rataan penampilan produksi babi dengan tantangan E. coli

Perlakuan Penampilan Produksi

Ransum Konsumsi Ransum PBBH Konversi

(g/ekor/hari) (g/ekor/hari) (feed/gain)

R0 2941.20 ab 700.00 b 4.21 b

R1 2984.70 a 801.39 a 3.73 c

R2 2862.20 b 625.00 c 4.58 a

R3 2897.30 b 650.00 c 4.46 a

Rataan 2921.33±38.70 694.10±21.48 4.24±0.12

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (P<0.05). Perlakuan Ransum yang diberikan adalah sebagai berikut :

Ro : Ransum penelitian (tanpa curcumin) R1 : Ro ditambah curcumin 160 ppm. R2 : Ro ditambah Escherichia coli R3 : R1 ditambah Escherichia coli

Pemberian curcumin dalam jumlah yang tepat tanpa cekaman E. coli dapat memperbaiki konsumsi, PBBH dan konversi ransum, hal ini disebabkan curcumin berperan aktif untuk memperbaiki sistem pencernaan dengan menurunkan relaksasi usus, sekresi kelenjar-kelenjar pencernaan. Walaupun

pertumbuhan babi penelitian masih lebih rendah dibandingkan rekomendari NRC (1998) yaitu 820 gram/hari hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan bahan baku ransum dan bangsa babi yang di gunakan.

Curcumin yang di berikan dalam ransum yang terinfeksi E. coli terlihat ada penambahan PBBH dan perbaikan konversi ransum akan tetapi perbaikan ini tidak signifikan dikarenakan kerusakan usus oleh E. coli memang akan menurunkan percepatan pertumbuhan yang sangat nyata, sedangkan curcumin belum mampu memperbaiki kerusakan tersebut dalam waktu singkat. Terbukti bahwa curcumin dalam penelitian ini dapat meningkatkan konsumsi ransum akan tetapi peningkatan ini tidak sebanding dengan penurunan awal yang disebabkan infeksi E. coli. Hasil penelitian ini meneguhkan bahwa mekanisme kerja dari feed additive dari tumbuhan/ herbal, memerlukan waktu yang panjang berbeda dengan feed additive sintetis, selain itu dalam tatalaksana pemeliharaan babi diharuskan untuk menjaga kebersihan kandang dari infeksi bakteri pathogen supaya pemberian feed additive herbal dapat optimum. Pendapat ini di dukung oleh Haryanto (1994), jaringan yang terdapat dalam kunyit berkhasiat sebagai penambah nafsu makan sehingga zat-zat makanan semakin tercukupi untuk pertumbuhan.

Pengaruh Pemberian Curcumin dan E. Coli terhadapKarakteristik Karkas Infeksi ransum babi dengan Escherichia coli dan penambahan curcumin terhadap karakteristik karkas dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Karakteristik karkas akibat pemberian curcumin dan E. Coli dalam ransum babi.

Parameter Ransum Perlakuan

R0 R1 R2 R3 Rataan

Bobot Potong (kg) 102.58b 108.67a 98.00 c 99.58 c 102.21 ± 0.31 Bobot Karkas (kg) 74.75 b 84.33 a 69.50 c 71.50 c 75.15 ± 6.12 Persentase Karkas (%) 76.69 77.68 76.11 76.24 76.68 ± 1.36

T L P (cm) 2.78ab 3.03a 3.02a 2.36b 2.81± 0.39

Loin Eye Area (cm2) 40.58ab 43.05 a 37.12 b 39.67 ab 40.10± 3.74 Keterangan : TLP : Tebal Lemak Punggung. Superskrip berbeda pada baris

yang sama, berbeda nyata (P<0.05)

Infeksi E. coli terhadap karakteris karkas (Tabel 21), menyebabkan terjadinya penurunan bobot potong dan bobot karkas dan tebal lemak punggung, akan tetapi kombinasi dengan curcumin mampu memperbaiki LEA. Kejadian ini

69

dapat dijelaskan bahwa penurunan bobot potong akan diikuti oleh penurunan bobot karkas, karena kedua hal ini berhubungan sinergis, lain halnya dengan tebal lemak punggung dan LEA adalah hubungan yang antagonis, penurunan tebal lemak punggung akan meningkatkan luas LEA.

Penurunan bobot potong dan karkas pada perlakuan ransum babi yang terinfeksi E. coli disebabkan karena perkembangbiakan bakteri Escherichia coli dalam saluran pencernaan cukup tinggi, melebihi angka populasi normal akhirnya terjadilah diare pada babi. Bakteri Escherichia coli dalam saluran pencernaan ternak akan menghasilkan endotoksin yang dapat meningkatkan pengeluaran cairan dan elektrolit. Pengeluaran cairan elektrolit tubuh akan mengakibatkan dehidrasi, yang berakibat kolapsnya sistem peredaran darah yang diikuti stress dan mempengaruhi nafsu makan pada ternak (Board 1988). Pemberian curcumin dan infeksi E. coli terhadap persentase karkas tidak menunjukkan perbedaan, hal ini disebabkan karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot potong, rasio ini akan mengakibatkan hubungan yang yang sinergis bahwa akan memberikan perbandingan yang tetap, artinya persentase karkas cenderung sama pada bangsa babi yang sama, contoh bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula, kecuali pada bangsa dan ransum babi yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan organ kepala dan jeroan.

Luas urat daging mata rusuk rataan keseluruhan adalah 40.10 ± 3.74 cm2, nilai ini masih berada dalam kisaran normal 39 - 42 cm2 (Figueroa 2001). Pemberian curcumin pada babi yang terinfeksi Escherichia coli berpengaruh terhadap luas urat daging mata rusuk babi yang terinfeksi Escherichia coli (R3). Dengan adanya curcumin (feed additive) pada ransum R3 menyebabkan masih mampu memperbaiki absorbsi protein pembentuk daging, dengan meningkatkan kecernaan makanan, sekresi enzim-enzim pencernaan dan menurunkan peristaltik usus, sehingga memberikan waktu penyerapan zat-zat makanan lebih lama dan efektif.

Curcumin mempengaruhi kerja syaraf dan hipofisa serta organ hati untuk meningkatkan produksi dan mensekresi cairan empedu untuk meningkatkan kecernaan lemak (Sirait 1985). Meningkatnya eksksresi asam empedu dan metabolisme kolesterol akan mempengaruhi perlemakan dalam karkas, lemak yang tipis pada bagian loin sangat mempengaruhi ukuran luas urat daging mata rusuk, karena terdapat korelasi antara luas urat daging mata rusuk dan tebal

lemak disekitar loin. Curcumin juga mempengaruhi kerja syaraf dan hipofisa serta organ hati meningkatkan produksi dan mensekresi cairan empedu dan meningkatkan kecernaan lemak yang mempengaruhi produksi daging, serta mampu merangsang sekresi hormon dari kelenjar barrier pada dinding usus halus. Selanjutnya hormon tersebut merangsang sekresi enzim dari pankreas untuk memproduksi dan mensekresikan enzim-enzim pencernaan dimana cairan pankreas ini berperan dalam pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein (Kiso 1985). Daya cerna protein adalah ukuran untuk pertumbuhan dan perkembangan sehingga dapat meningkatkan ukuran luas urat daging mata rusuk pada ternak.

Dokumen terkait