• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesaksian Palsu

Dalam dokumen Makalah Aqidah Akhlaq Konsep Alam Semest (Halaman 36-40)

KONSEP AKHIR ZAMAN, AKHLAQ PRIBADI DAN AKHLAQ DALAM KELUARGA

F. Al-Masiih ad-Dajjal dalam Talmud

3. Kesaksian Palsu

   

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”32

2. Mungkir Janji

Orang yang melakukan mungkir janji menandakan ia memiliki kepribadian yang lemah. Sifat ini mencabut kasih sayang dan mendatangkan yang kemudharatan. Mungkir janji menyebabkan waktu terbuang sia-sia dan melahirkan angan-angan kosong. Oleh karena itu Rasulullah SAW memasukkan mungkir janji sebagai salah satu sifat orang-orang munafik. (HR. Muslim)

3. Kesaksian Palsu

Kebohongan jenis ini mendatangkan kemudharatan besar bagi masyarakat. Kesaksian palsu adalah salah satu dari dosa-dosa besar. Dan salah satu sifat Ibaadurrahmaan

(hamba-hamba Allah yang akan mendapat kasih sayang-Nya) ialah tidak memberi kesaksian palsu:

        



“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”. 33

4. Fitnah

Biasanya orang menfitnah orang lain dengan maksud untuk menjatuhkan nama baik orang lain. Fitnah akan mendatangkan yang besar bagi masyarakat. Oleh karena itu Allah memerintahkan kita untuk bersikap tabayyun (menyelidiki kebenaran suatu berita) sebelum mempercayai berita orang fasik, supaya tidak mendatangkan malapetaka bagi orang yang tidak bersalah.

5. Gunjing

Orang yang melakukan sifat ini menandakan bahwa jiwanya sakit, tidak ada yang menjadi keinginannya kecuali melihat orang bertengkar dan bermusuhan. Allah

32 QS.Al-Anfaal 8: 27

memberikan perumpamaan orang yang menggunjingkan orang lain seperti orang yang memakan bangkai saudaranya:

              

“....Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya....”34

Sebaik-baik senjata melawan gunjing adalah tidak mendengarkannya.35

B. AMANAH

Amanah artinya dipercaya, seakar dengan kata iman. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Amanah dalam arti sempit adalah memelihara titipan dan mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedagkan dalam arti luas amanah mencakup banyak hal: Menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dan lain sebagainya.36

C. ISTIQOMAH

Secara estimologis, istiqomah berasal dari kata istiqaama-yastaqiimu, yang berarti tegak lurus. Dalam terminologi Akhlaq, istiqamah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Seorang yang beristiqomah adalah laksana batu karang di tengah-tengah lautan yang tidak bergeser sedikitpun walaupun diterjang ombak berkali-kali.37

Perintah untuk beristiqomah ada dalam Al-Qur’an. Allah berfirman:

         

       

“Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan

34 QS. Al-Hujuraat 49: 12

35Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. Kuliah Akhlaq, Yogyakarta : september 2012. Cet : ke – XII, hlm. 85 - 88

36Ibid, hlm. 89

yang Maha Esa, Maka tetaplah pada jalan yang Lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya,”38

D. IFFAH

Secara estimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga berarti kesucian tubuh.

Secara terminologis, iffah adalah memeilhara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan, jabatan ataupun rupa akan tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh karena itu, seseorang yang ingin menjaga kehormatannya haruslah ia menjauhi semua yang dilarang Allah SWT dengan cara mengendalikan hawa nafsu.39 E. MUJAHADAH

Istilah mujahadah berasal dari kata jaahada-yujaahidu-mujaahadah-jihaad yang berarti mencurahkan segala kemampuan. Dalam konteks akhlaq, mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah SWT.

Objek Mujahadah

Secara terperinci, objek mujahadah ada enam hal:

1. Jiwa yang selalu mendorong seseorang untuk melakukan kedurhakaan atau dalam istilah Al-Qur’an fujjaar.

2. Hawa nafsu yang tidak terkendali, yang menyebabkan seseorang melakukan apa saja untuk memenuhi hawa nafsunya itu tanpa mempedulikan larangan-larangan Allah, dan tanpa mempedulikan mudharat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.

3. Syaithan yang selalu menggoda umat manusia untuk memperturutkan hawa nafsu sehingga mereka lupa kepada Allah SWT dan untuk selanjutnya lupa kepada diri mereka sendiri.

4. Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan sehingga mengalahkan kecintaan kepada Akhirat, padahal keberadaan manusia di dunia hanya bersifat sementara, secara individual sampai maut datang menjemput, dan secara umum sampai kiamat datang.

5. Orang-orang kafir dan munafik yang tidak pernah berpuas hati sebelum orang-orang yang beriman kembali menjadi kufur.

6. Para pelaku kemaksiatan dan kemunkaran, termasuk dari orang-orang yang mengaku berfirman sendiri, yang tidak hanya merugikan mereka sendiri, tapi juga merugikan masyarakat.40

38 QS. Fushilat 41: 6

39Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A. Kuliah Akhlaq, Yogyakarta : september 2012. Cet : ke – XII, hlm. 103

F. SYAJA’AH

Syaja’ah artinya berani, tapi berani bukan dalam arti menantang dan bukan pula berani menuruti hawa nafsu. Syaja’ah memiliki maksud berani yang berlandaskan kebenaran dandilakukan dengan penuh pertimbangan.

Keberanian tidaklah ditentukan oleh kekuatan fisik tetapi ditentukan oleh kekuatan hati dan kebersihan jiwa. Betapa banyak orang yang secara fisik besar dan kuat tapi hatinya lemah, pengecut. Sebaliknya betapa banyak yang dari segi fisiknya lemah tetapi hatinya seperti hati singa

Kemampuan pengendalian diri waktu marah, sekalipun dia mampu melampiaskannya adalah contoh keberanian yang lahir dari hati yang kuat dan jiwa yang bersih.41

G. TAWADHU’

Tawadhu’ artinya rendah hati, lawan dari sombong atau takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri.

Sikap tawadhu’ terhadap sesama manusia adalah sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan Kemahakuasaan Allah SWT atas segala hamba-Nya. Orang yang tawadhu’ menyadari bahwa apa saja yang dia miliki baik bentuk rupa yang cantik-tampan, ilmu pengetahuan, harta, kekayaan, pangkat dan sebagainya adalah semata-mata karunia dari Allah SWT.42

H. MALU

Malu (Al-hayaa’) adalah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu apabila melakukan sesuatu yang tidak patut maka ia akan terlihat gugup atau mukanya merah.

Sifat malu dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, malu kepada Allah SWT; kedua malu kepada diri sendiri; dan yang ketiga malu kepada orang lain. Ketiga rasa malu tersebut harus ditumbuhkan dan dipelihara terus menerus oleh seorang Muslim. Lebih-lebih malu terhadap Allah, karena malu kepada Allah inilah yang menjadi sumber dari dua jenis malu yang lainnya. Dan malu kepada Allah SWT adalah malu yang bersumber dari iman, dari keyakinan bahwa Allah SWT selalu melihat, mendengar dan mengawasi segala apa yang kita lakukan.43

I. SABAR

Secara estimologis, sabar (ash-shabr) berarti menahan dan mengekang. Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah.

41Ibid, hlm. 116

42Ibid, hlm. 123

Menurut Imam al-Ghazali, sabar merupakan ciri khas manusia. Binatang dan malailkat tidak memerlukan sifat sabar karena binatang diciptakan tunduk sepenuhnya kepada hawa nafsu, bahkan hawa nafsu itulah satu-satunya yang mendorong binatang untuk bergerak atau diam. Binatang juga tidak memiliki kekuatan untuk menolak hawa nafsunya. Sedangkan malaikat, tidak memerlukan sifat sabar karena memang tidak ada hawa nafsu yang harus dihadapinya. Malaikat selalu cenderung kepada kesucian, sehingga tidak diperlukan sifat sabar untuk memelihara dan mempertahankan kesuciannya itu.44

J. PEMAAF

Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Dalam bahasa Arab sifat pemaaf tersebut disebut dengan al-‘afwu yang secara etimologis berarti kelebihan atau yang berlebih45, sebagi mana terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 219:

     

“.... Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan."....”

Dalam dokumen Makalah Aqidah Akhlaq Konsep Alam Semest (Halaman 36-40)

Dokumen terkait