• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesalahan (Schuld) Dalam Hukum Pidana

BAB III. KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGATURAN

B. Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana Narkotika

1. Kesalahan (Schuld) Dalam Hukum Pidana

Pembahasan masalah kesalahan (schuld) dalam hukum pidana merupakan

pembahasan yang sangat urgen mengingat, kesalahan merupakan “dasar” penjatuhan pidana bagi orang yang melakukan tindak pidana. Masalah “kesalahan” dipertimbangkan sebagai dasar untuk penjatuhan pidana yang berawal dari berkembangnya arah studi hukum pidana yang tidak hanya

berorientasi pada persoalan “perbuatan orang” (daad strafrecht), tetapi juga

berorientasi pada persoalan “orang” atau “pelaku tindak pidana” (dader

strafrecht). Pergeseran orientasi hukum pidana dari hukum pidana yang hanya berorientasi pada “perbuatan” (pidana) ke arah hukum pidana yang berorientasi pada ‘orang” (yang melakukan perbuatan pidana), merupakan titik awal masuknya “kesalahan” sebagai dasar pertimbangan dalam penjatuhan pidana yang sampai

sekarang tetap dianut.133

        istri dan dipandang sebagai melanggar hak suaminya. Hukum Islam pun menganggap yang melakukan zina itu hanya kaum istri, karena kaum laki-laki diperbolehkan kawin lebih dari seorang perempuan (poligami).

133

Lahirnya konsepsi baru ini dalam hukum pidana modern, maka seseorang yang dipidana tidaklah hanya cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang bersifat melawan hukum (perbuatan/tindak pidana). Apabila seseorang melakukan perbuatan dimana perbuatannya tersebut memenuhi rumusan tindak pidana (delik) dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, hal tersebut belumlah memenuhi syarat untuk dijatuhkannya pidana kepada orang itu. Orang yang melakukan tindak pidana itu dapat dijatuhi pidana, maka dalam pengertian dimintai pertanggungjawaban pidananya, masih perlu adanya syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan pidana itu mempunyai “kesalahan” atau “bersalah”. Dengan kata lain, orang yang melakukan perbuatan pidana itu harus dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya. Dengan logika yang demikian, maka sekalipun seseorang telah melakukan tindak pidana, kepadanya tidak dapat dijatuhi pidana apabila kemudian ternyata, bahwa orang melakukan perbuatan pidana tersebut adalah orang tidak

dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.134

Hukum pidana berlaku apa yang kemudian lazim disebut sebagai asas kesalahan (asas culpabilitas) yang menyatakan “tiada pidana tanpa kesalahan”.

Bahasa Belanda asas ini dirumuskan dengan rumusan : “Geen starf zonder

schuld” atau ”nulla poena sine culpa”. Negara-negara Anglo Saxon asas ini

nampak dengan adanya maxim : “Actus non facit reum, nisi mens sit rea” atau

lazim disebut dengan asas “mens rea”. Asas tiada pidana tanpa kesalahan

mempunyai arti bahwa untuk dapatnya diminta pertanggungjawaban pidana, yaitu       

134

dengan penjatuhan pidana, haruslah dapat dibuktikan, bahwa dalam diri seseorang yang telah melakukan tindak pidana itu ada “kesalahan”. Orang yang dalam dirinya tidak ada kesalahan, maka orang (yang telah melakukan tindak pidana) itu tidak dapat dijatuhi pidana. Dengan kata lain, orang itu tidak dapat dimintai

pertanggungjawaban pidana.135

Perkembangan hukum pidana yang terjadi di beberapa negara Anglo Saxon mengenal asas/prinsip “pidana tanpa kesalahan” (strict liability). Prinsip strict liability merupakan bentuk pertanggungjawaban dalam hukum pidana yang tidak membutuhkan adanya kesalahan. Prinsip ini menyatakan untuk penjatuhan pidana tidak diperlukan adanya kesalahan, cukup apabila perbuatan pidananya atau akibatnya telah terjadi. Prinsip ini biasanya diberlakukan pada beberapa jenis tindak pidana tertentu misalnya pada jenis tidak pidana yang tidak terlalu berat

atau pada tindak pidana yang menggangu ketertiban/kepentingan umum.136

KUHP yang berlaku sekarang tidak memuat secara tertulis asas tiada pidana kesalahan. Berlakunya asas ini hanya didasarkan pada hukum yang tidak tertulis, yaitu nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Sekalipun asas kesalahan ini tidak dirumuskan secara tertulis (dalam undang-undang), tetapi berlakunya asas kesalahan dalam hukum pidana ini telah menjadi pandangan universal yang diakui masyarakat di belahan manapun. Konsep rancangan KUHP baru tahun 2008, asas kesalahan (asas culpabilitas) akan dirumuskan secara eksplisit, yaitu

      

135 Ibid. 136

dalam Pasal 37 yang menyatakan, ”tidak seorang pun yang melakukan tindak

pidana tanpa kesalahan”.137

Asas tiada pidana tanpa kesalahan dalam hukum pidana lazimnya dipakai dalam arti tiada pidana tanpa kesalahan subjektif atau kesalahan tanpa dapat dicela. Hukum pidana juga, orang tidak dapat berbicara tentang kesalahan tanpa adanya perbuatan yang tidak patut, karena itu asas kesalahan diartikan sebagai tiada pidana tanpa perbuatan tidak patut yang objektif yang dapat dicelakan pada pelaku. Asas kesalahan ini adalah merupakan asas yang fundanmental dalam hukum pidana demikian fundamentalnya sehingga meresap dan mengema dalam

hampir semua ajaran dalam hukum pidana.138

Simons menyatakan kesalahan adalah keadaan batin (psychis) yang tertentu dari si pembuat dan hubungan antara keadaan batin (dari si pembuat) tersebut dengan perbuatannya yang demikian rupa, sehingga si pembuat dapat dipertanggunjawabkan atas perbuatannya. Sedangkan Van Hamel menyatakan kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan antara keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum. Karni, menggunakan istilah “salah dosa” untuk menyebut istilah “kesalahan” mengatakan, bahwa pengertian salah dosa mengandung celaan. Celaan ini menjadi tanggung jawab terhadap hukum pidana, Selanjutnya dikatakan, bahwa jika perbuatan dapat dan patut dipertanggungjawabkan atas si pembuat, si pembuat harus boleh dicela karena perbuatan itu, pebuatan itu mengandung       

137 Ibid.

138 D. Scraffmeister, N. Keijzer, E. Ph. Sutorios (Editor penerjemahan: J.E. Sahetapy), 1995, Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, hlm. 82.

perlawanan hak, perbuatan itu harus dilakukan baik dengan sengaja maupun

dengan lalai.139

Kesalahan (schuld) adalah unsur mengenai keadaan atau gambar batin

orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan. Kesalahan ini selalu melekat pada diri pelaku pelaku dan bersifat subjektif. Kesalahan berbeda dengan unsur melawan hukum yang dapat bersifat objektif dan dapat bersifat subjektif, bergantung pada reaksi rumusan dan sudut pandang terhadap rumusan tindak pidana tersebut. Unsur kesalahan yang mengenai keadaan batin pelaku adalah unsur yang menghubungkan antara perbuatan dan akibat serta sifat melawan hukum dengan si pelaku. Hanya dengan adanya hubungan antara ketiga unsur tadi dengan keadaan batin pembuatnya inilah, pertanggungjawaban dapat dibebankan

pada orang itu.140

Unsur-unsur yang terdapat dalam kesalahan oleh para ahli hukum antara lain:141

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti si

pelaku dalam keadaan sehat dan normal;

2. Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya, baik yang

disengaja (dolus) maupun karena kealpaan (culpa);

3. Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan.

      

139

 Teguh Praseyto, Op. Cit., hlm. 79.

140 Adami Chazawi, Op Cit. hlm. 91. 

141 Bambang Poernomo, 1992, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 137.

Roeslan Saleh menyatakan dalam bukunya “Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Pidana” bahwa tiga unsur kesalahan itu tidak dapat

dipisah-pisahkan, yang satu tergantung pada yang lain berturut-turut.142

Dokumen terkait