V. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
5.2 Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan masyarakat Kaltim cenderung membaik seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kaltim pada triwulan IV 2014. Tingkat kesejahteraan masyarakat ini dapat diukur dari angka kemisikinan di Kaltim. Pada semester kedua 2014, angka kemiskinan tercatat sebesar 6,31% atau lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi semester pertama 2014 dan semester kedua 2013 (Grafik V.7). Jika dilihat jumlahnya, penduduk miskin pada semester kedua 2014 tercatat sebesar 252,68 ribu orang. Jumlah ini juga lebih rendah dari posisi semester pertama 2014 dan semester kedua 2013 yang masing- masing tercatat sebesar 253,60 ribu orang dan 248,69 ribu orang (Grafik V.8).
Grafik V.7 Persentase Penduduk M iskin Kaltim
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah
Grafik V.8 Jumlah Penduduk M iski n Kaltim
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah
Tingkat kemiskinan yang masih tinggi ini tidak lepas dari dampak perlambatan ekonomi dalam jangka panjang yang terjadi di Kaltim. Selain dampak perlambatan ekonomi, tingginya tingkat kemiskinan juga tidak lepas dari angka inflasi yang menyebabkan penurunan Garis Kemiskinan (GKM) pada semester kedua 2014 dibandingkan dengan bulan semester pertama 2014. Pada semester kedua 2014 Garis Kemiskinan yang diukur oleh BPS adalah sebesar Rp444.248/kapita/bulan dengan komposisi makanan dan nonmakanan sebesar 71% berbanding 29%. Garis kemiskinan ini tercatat naik dari periode survei sebelumnya, yakni semester pertama 2014 yang tercatat sebesar Rp431.560/kapita/bulan (Grafik V.9). Jika dilihat lebih lanjut, terdapat korelasi positif antara tingkat inflasi dengan angka GKM, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menekan angka kemiskinan, pemerintah daerah perlu pula fokus kepada menjaga stabilitas harga yang berujung pada inflasi yang rendah dan stabil (Grafik V.10). Lebih lanjut, barang-barang konsumsi utama masyarakat miskin adalah beras untuk
Jml. Tenaker TPT SD Kebaw ah 579,622 3.95% SM P 310,359 7.48% SM A / SM K 588,398 10.95% Perguruan Tinggi 199,087 5.87% Tot al 1,677,466 7.38%
Pendidikan Tert inggi yang Dit amat kan
Ags-2014 - 2 4 6 8 10 12
Mar Sep Mar Sep Mar Sep 2012 2013 2014
Desa Kota Kaltim (%) - 50 100 150 200 250 300
Mar Sep Mar Sep Mar Sep 2012 2013 2014
Kota Desa (ribu orang)
71
kelompok makanan serta perumahan, listrik dan bensin untuk nonmakanan. Secara total, keempat komoditas tersebut menyumbang 78 86% pengeluaran penduduk miskin, sehingga stabilitas harga pada keempat komoditas tersebut akan sangat menentukan naik turunnya angka kemiskinan di Kaltim.
Grafik V.9 Garis Kemiskinan Kaltim
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah
Grafik V.10 Garis Kemiskinan & Inflasi Kaltim
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah
Apabila dilakukan analisis lebih dalam, tingkat kemiskinan dapat diukur keparahannya melalui dua indeks yang disurvei oleh BPS, yakni indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan mengukur jarak antara penduduk miskin dengan garis kemiskinan sehingga semakin tinggi nilai indeks mengindikasikan semakin jauh perbedaan antara pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan. Indeks kedua yaitu keparahan kemiskinan yang mengukur ketimpangan antar penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks keparahan kemiskinan mengindikasikan semakin tingginya kesenjangan antar penduduk miskin. Pada semester kedua 2014, indeks kedalaman kemiskinan Kaltim tercatat membaik menjadi 0,279 (Grafik V.11). Apabila dilihat lebih lanjut, kedalaman kemiskinan di pedesaan Kaltim jauh lebih buruk dibandingkan kedalaman kemiskinan di perkotaan. Lebih lanjut, perbaikan keparahan kemiskinan juga terjadi di Kaltim pada semester kedua 2014. Indeks keparahan kemiskinan pada semester pertama tercatat sebesar 0,176. Sama halnya dengan fenomena yang terjadi kedalaman kemiskinan, kondisi keparahan kemiskinan di pedesaan Kaltim lebih buruk dibandingkan dengan perkotaan (Grafik V.12).
Grafik V.11 Kedalaman Kemiskinan Kaltim
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah
Grafik V.12 Keparahan Kemiskinan Kaltim
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah
Secara umum, tingkat keyakinan masyarakat masih positif sebagaimana ditunjukkan dengan angka indeks saldo bersih di atas 100 (Grafik V.13). Dari sisi pendapatan, masyarakat memperkirakan bahwa penghasilan mereka pada enam bulan yang akan datang masih tetap
- 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 450,000 500,000
Mar Sep Mar Sep Mar Sep 2012 2013 2014 GKM Non Makanan GKM Makanan (Rp/kapita/bulan) - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sep Mar Sep Mar Sep 2012 2013 2014 Perubahan GKM Inflasi c-to-c (%) - 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
Mar Sep Mar Sep Mar Sep 2012 2013 2014
Desa Kota Kaltim
- 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Mar Sep Mar Sep Mar Sep 2012 2013 2014
72
optimis dengan kecenderungan membaik sebagaimana tercermin pada Indeks Ekspektasi Penghasilan (Grafik V.14). Kondisi rata-rata Indeks Ekspektasi Penghasilan sebesar 131,50 lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 130,33. Kondisi ini mencerminkan bahwa responden tetap optimis terhadap penghasilan mereka pada enam bulan yang akan datang. Optimisme tersebut berasal dari adanya kenaikan gaji/omset usaha (41,58%), akan membuka usaha sampingan (27,72%), akan ada anggota keluarga yang memperoleh pekerjaan (26,73%) dan akan beralih pekerjaan/bidang usaha yang lebih baik (3,96%). Lebih lanjut, berdasarkan rilis BPS Prov. Kaltim, tingkat konsumsi Kaltim pada periode triwulan IV 2014 sebesar 115,13, lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 110,3 (Grafik V.15).
Grafik V.13 Indeks Keyakinan Konsumen Kaltim Grafik V.14 Indeks Penghasilan Kaltim
Grafik V.15 Indeks Tingkat Konsumsi Kaltim
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, diolah
BO KS V.1
Respon Pelaku U saha Terhadap
W acana Kenaikan U pah M inimum Provinsi (U MP) Tahun 2015
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan kepada pelaku usaha dilarang membayar upah tenaga kerjanya lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahunnya. Bagi pelaku usaha, upah minimum yang terlalu tinggi dapat menyebabkan tingginya labor cost. Sebaliknya, upah minimum yang terlalu tinggi juga dapat memberikan dampak negatif bagi perekonomian yaitu menyebabkan berkurangnya penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain, upah minimum yang terlalu
- 20 40 60 80 100 120 140 160 JAN MAR ME I JU L
SEP NOP JAN MAR ME
I JU L SE PT N OV JAN MA R T ME I JU L SEPT NOP 2012 2013 2014 Indeks Keyakinan Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Ekspektasi Konsumen - 20 40 60 80 100 120 140 160 180 JAN MAR ME I JU L SE P N OP JAN MAR ME I JU L SE PT N OV JAN MAR T ME I JU L SE PT N OP 2012 2013 2014 Kondisi Penghasilan Ekspektasi Penghasilan
104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 IV I II III IV 2013 2014
73
rendah akan memengaruhi kesejahteraan buruh yang kemudian dapat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian khususnya dari sisi konsumsi masyarakat.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai rspon pelaku usaha terhadap kenaikan UMP, pada bulan Oktober 2015, Kantor Perwakilan BI Kaltim telah melakukan quick survey yang bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku para pelaku usaha dalam merespon wacana kenaikan UMP tahun 2015. Metode survei yaitu menggunakan purposive sampling kepada 55 responden pelaku usaha yang mencakup berbagai sektor seperti bank, hotel, konstruksi, pengangkutan, perdagangan, dll. Responden tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu primer, sekunder dan tersier (Grafik V.16). Responden yang masuk dalam kategori primer adalah pelaku usaha dari sektor raw material seperti pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan pertambangan. Kategori sekunder adalah pelaku usaha yang mengolah raw material seperti sektor industri, listrik dan konstruksi. Sementara kategori tersier adalah pelaku usaha dari sektor jasa-jasa dan perdagangan.
Berdasarkan hasil survei (Grafik V.17), terlihat bahwa sebanyak 38% responden akan menaikkan gaji/upah tenaga kerja sebesar persentase kenaikan UMP dan 33% responden akan menaikkan gaji/upah tenaga kerja namun belum dapat memastikan berapa persentase kenaikannya. Hasil survei juga menunjukkan bahwa sebanyak 60% responden telah mempertimbangkan tingkat inflasi dalam menetapkan upah tenaga kerjanya. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha di Kalimantan Timur telah mempertimbangkan kesejahteraan tenaga kerjanya dalam menentukan tingkat upah.
Grafik V.16 Komposisi Responden Survei Grafik V.17 Respon Pelaku Usaha Terhadap Kenaikan U M P
Pada Grafik V.18 terlihat bahwa sebanyak 64% dari responden memperkirakan bahwa kenaikan UMP tahun 2015 akan berpengaruh terhadap margin usaha mereka. H al ini tentu saja tidak mengherankan mengingat bahwa sejalan dengan kenaikan UMP tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya operasional yang lebih besar khususnya upah tenaga kerja.
Walaupun pada saat dilakukan survei belum diketahui seberapa besar kenaikan UMP tahun 2015, para pelaku usaha sudah dapat memperkirakan seberapa besar penurunan margin usaha yang akan mereka alami sebagai akibat dari kenaikan UMP tersebut. Berdasarkan Grafik V.19, pelaku usaha yang paling tinggi memperkirakan penurunan margin usahanya berasal
14% 11%
75%
Primer Sekunder Tersier
38% 33% 29% 0%
M enaikkan gaji/upah sebesar persentase kenaikan UM P 2015 M enaikkan gaji/upah, namun persentase kenaikannya belum dapat
dipastikan Belum langsung menaikkan gaji/upah
tenaga kerja M enaikkan gaji/upah, bahkan persentase kenaikannya lebih tinggi dari
UM P
74
dari kategori primer yaitu menurun sebesar 14,00% dan diikuti oleh kategori tersier sebesar 12,48%. Sementara, untuk kategori sekunder memperkirakan margin usaha mereka akan turun 10,00%.
Grafik V.18 Perkiraan Pelaku U saha M engenai D ampak Kenaikan U M P 2015
Grafik V.19 Perkiraan Persentase Penurunan M argin U saha Atas D ampak Kenaikan U M P 2015
Upaya utama yang akan dilakukan oleh pelaku usaha dalam meminimalisir kenaikan UMP tahun 2015 adalah dengan menaikkan harga jual sebanyak 48,1% responden (Grafik V.20). Sejalan dengan hal tersebut, sebanyak 55% responden juga menyatakan akan menaikkan harga jual apabila ternyata kenaikan UMP melebihi perkiraan mereka (Grafik V.21).
Grafik V.20 U paya yang D ilakukan Pelaku U saha Grafik V.21 Strategi yang D iambil Pelaku U saha
rata-rata persentase maksimal kenaikan UMP 2015 yang masih dapat diterima oleh pelaku usaha tanpa harus menaikkan harga jual adalah sebesar 11,43%. Terlihat pula bahwa pelaku usaha dari kategori sekunder dapat menerima kenaikan UMP hingga 19,33% tanpa harus menaikkan harga jual mereka, diikuti oleh kategori tersier yang masih dapat menerima kenaikan UMP maksimal sebesar 10,89%. Sementara itu, kategori primer hanya dapat menerima kenaikan UMP maksimal sebesar 8,25% tanpa harus menaikkan harga jual mereka (Grafik V.22).
60% 40%
Penet apan Upah Tenaga Kerja Telah M empert imbangkan inf lasi
Ya Tidak 14,00% 12,48% 10,00% Primer Tersier Sekunder Rata-rata = 12,41% 48,1% 21,5% 13,9% 8,9% 7,6%
M enaikkan Harga Jual Barang / Jasa M enetapkan Sistem Kontrak Tenaga
Kerja
Pengurangan Jml Tenaga Kerja Upaya Lainnya M elakukan otomatisasi produksi
55% 13% 12% 10% 4% 4% 3%
Menaikkan harga jual Strategi lainnya Menetapkan Sistem Kontrak TK Pengurangan jumlah tenaga kerja Penundaan investasi Penundaan ekspansi Mengganti TK dengan mesin
75 Grafik V.22 Persentase M aksimal Kenaikan U M P 2015 Yang M asih D apat diterima Pelaku U saha (M enurut
Kategori) Tanpa H arus M enaikkan H arga Jual
Kesimpulan:
Pelaku usaha di Provinsi Kalimantan Timur telah mempertimbangkan kesejahteraan tenaga kerjanya, terlihat dari hasil survei bahwa dalam menentukan gaji/upah tenaga kerja, pelaku usaha telah mempertimbangkan tingkat inflasi dan akan menaikkan gaji/upah tenaga kerja seiring dengan kenaikan UMP tahun 2015.
Hasil survei menunjukkan bahwa kenaikan UMP tahun 2015 akan berpengaruh terhadap margin usaha dan hal tersebut akan direspon dengan menaikkan harga jual oleh pelaku usaha. Ini artinya, kenaikan UMP tahun 2015 kemungkinan akan berdampak terhadap kenaikan harga-harga secara umum.
Pada kenyataanya, kenaikkan UMP tahun 2015 mencapai sebesar Rp139.811 atau naik 7,41% dari periode sebelumnya, yaitu dari Rp1.886.315 pada 2014 menjadi Rp2.026.126 pada 2015. Oleh karena itu, berdasarkan hasil survei, kenaikan UMP tahun 2015 ini seharusnya tidak terlalu berpengaruh terhadap harga jual dari pelaku usaha dari ketiga kategori responden yaitu primer, sekunder dan tersier, karena ketiga kategori tersebut dapat menerima kenaikan UMP sebesar dari 8,25% hingga 19,33% tanpa harus menaikkan harga jual mereka (Grafik 5.1.7). Dengan demikian, kenaikkan UMP akan lebih berpengaruh terhadap tingkat upah tenaga kerja ataupun biaya operasional dari para pelaku usaha tersebut.
19,33% 10,89% 8,25% Sekunder Tersier Primer Rata-rata = 11,43% Kategori
76