• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX KESEJAHTERAAN PEMULUNG

9.5. Kesejahteraan Pemulung Menurut

Menurut indikator kesejahteraan BKKBN, keluarga dikatakan prasejahtera bila tidak memenuhi salah satu kriteria indikator keluarga sejahtera 1, yaitu anggota keluarga melaksanakan ibadah, makan dua kali sehari atau lebih, mempunyai pakaian yang berbeda-beda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian terluas dari lantai bukan tanah, bila anak atau anggota keluarga sakit, mereka akan dibawa ke sarana kesehatan/ petugas kesehatan. Keluarga dikatakan sejahtera 1 bila keluarga tersebut memenuhi seluruh kriteria keluarga sejahtera 1 atau tidak mampu memenuhi salah satu kriteria keluarga sejahtera 2. Kriteria keluarga sejahtera 2 adalah anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut secara teratur, minimal seminggu sekali keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk, seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir, luas lantai rumah paling kurang 8 m2 per penghuni rumah, seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir dalam keadaan sehat, paling kurang satu orang anggota keluarga yang berusia 15 tahun ke atas berpenghasilan tetap, seluruh anggota keluarga yang berusia 10 – 60 tahun bisa membaca tulisan latin, seluruh anak berusia 6 – 15 tahun bersekolah pada saat ini, bila anak hidup dua orang/lebih pada keluarga yang masih PUS, saat ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil). Namun, kriteria keluarga sejahtera 2 mengenai penggunaan alat kontrasepsi tidak digunakan dalam mengkaji kesejahtaraan pada penelitian ini.

a. Rutinitas beribadah

Sebagian besar (73,9 %) responden menyatakan jarang melakukan ibadah. Alasannya adalah mereka merasa tidak pantas sholat karena mereka sedang dalam keadaan kotor. Adapun sisanya sebanyak 26,1 persen mengaku rutin menjalankan ibadah, yakni ibadah sholat lima waktu. Alasannya adalah mereka menyadari kewajibannya sebagai seorang muslim. Oleh karena itu, biasanya ketika mereka bekerja mereka akan kembali ke bedengan di waktu-waktu sholat untuk berganti pakaian dan menunaikan sholat.

b. Frekuensi makan

Semua responden mengemukakan bahwa frekuensi makan mereka dua kali atau lebih dalam sehari, bahkan lebih banyak yang lebih dari dua kali sehari. Untuk responden yang hanya makan dua kali sehari sebanyak 30,4 persen, responden yang makan tiga kali sehari 60,9 persen, dan responden yang makan 4 kali sehari sebanyak 8,7 persen (Tabel 53). Frekuensi makan mereka banyak karena pekerjaan memulung ini sangat mengandalkan tenaga.

Tabel 53 Jumlah Keluarga Pemulung Menurut Frekuensi Makan Keluarga dalam Sehari, Juli 2005

Frekuensi Makan dalam Sehari Jumlah Persen

2 7 30,4

3 14 60,9

4 2 8,7

Total 23 100,0

c. Lauk (daging/ikan/telur) yang dikonsumsi dalam satu minggu

Lauk yang dikonsumsi pemulung dalam seminggu terakhir adalah ikan dan telur sebanyak 52,2 persen, selanjutnya ikan atau telur saja masing-masing sebanyak 13 persen. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 21,7 persen responden tidak memakan telur ataupun ikan dalam seminggu terakhir ini (Tabel 54).

Tabel 54 Jumlah Keluarga Pemulung Menurut Konsumsi Lauk dalam Seminggu Terakhir, Juli 2005

Lauk yang dikonsumsi dalam seminggu terakhir Jumlah Persen

Ikan dan telur 12 52,2

Ikan 3 13,0

Telur 3 13,0

Tidak 5 21,7

Total 23 100,0

d. Variasi berpakaian untuk tiap kegiatan

Hampir semua pemulung yaitu 91,3 persen memiliki pakaian yang berbeda-beda untuk di rumah, bekerja dan berpergian. Hanya sebesar 8,7 persen responden yang tidak memiliki pakaian yang berbeda-beda.

e. Bagian terluas dari lantai

Semua bagian terluas dari kamar (bedeng) yang ditinggali pemulung adalah tanah yang dilapisi oleh plastik. Fasililitas ini disediakan oleh lapak masing-masing. Permukaan tanah yang tidak rata membuat tidur pemulung menjadi tidak nyaman, kecuali bila diberi kasur.

f. Sarana/petugas kesehatan anggota keluarga

Pada umumnya, jika mereka merasa sakit, maka yang menjadi pilihan pertama adalah mengkonsumsi obat warung. Namun apabila sakit tidak kunjung sembuh, maka mereka baru memikirkan untuk berobat ke dokter atau puskesmas. Puskesmas dipilih karena biayanya yang terjangkau. Mengenai dokter, tidak semua dokter menjadi pilihan pemulung. Ada satu dokter yang menjadi pilihan pemulung. Dokter tersebut prakteknya tidak jauh dari bedeng pemulung. Selain itu dokter tersebut pun mengenakan biaya yang murah kepada pemulung. Bila penyakit bertambah parah, mereka baru akan ke rumah sakit. Dengan demikian, sarana atau petugas kesehatan yang banyak digunakan oleh responden adalah puskesmas yaitu sebanyak 52,1 persen dan dokter sebanyak 43,6 persen. Hanya seorang responden (4,3 %) memilih menggunakan fasilitas Lembaga

Kesehatan Cuma-cuma (LKC) (Tabel 53). Responden lain tidak menggunakan fasilitas LKC mereka tidak tahu prosedurnnya atau bahkan tidak tahu bahwa terdapat LKC sebagai lembaga kesehatan untuk kaum tidak mampu..

Tabel 55 Jumlah Keluarga Pemulung Menurut Sarana/ Petugas Kesehatan yang Digunakan, Juli 2005

Sarana/ Petugas Kesehatan yang Digunakan Keluarga

Pemulung Jumlah Persen

Dokter 10 43,6

LKC 1 4,3

Puskesmas 11 52,1

Total 23 100,0

g. Kepemilikan pakaian baru

Lebih dari separuh responden yaitu sebanyak 60,9 persen memiliki pakaian baru minimal satu dalam setahun terakhir ini. Adapun sisanya sebanyak 39,1 persen responden tidak memiliki pakaian baru minimal satu dalam setahun terakhir ini. Seringkali pemulung menerima pakaian bekas dari masyarakat sekitar.

h. Status tempat tinggal (bedengan)

Status tempat tinggal (bedengan) pemulung pada semua pemulung adalah dipinjamkan oleh lapak (bos pemulung).

i. Luas lantai rumah

Data pada Tabel 56 menunjukkan bahwa luas lantai tempat tinggal pemulung yang memenuhi syarat kesejahteraan yaitu 8 m2 per anggota rumahtangga, hanya terdapat pada satu responden (4,3 %), sedangkan lainnya yaitu 95,7 persen luas lantai rumah per anggota keluarganya kurang dari 8 m2. Berdasarkan hasil observasi ditemukan salah seorang responden yang memiliki 7 anggota keluarga menempati luas bedeng yang hanya 3 x 2,5 m2.

Tabel 56 Luas Lantai Tempat Tinggal Pemulung, Juli 2005

Luas Lantai Tempat Tinggal Pemulung Jumlah Persen

0,57 1 4,3 1,50 1 4,3 2,00 7 30,4 2,25 2 8,7 3,00 3 13,0 4,00 4 17,4 4,50 2 8,7 6,00 2 8,7 8,00 1 4,3 Total 23 100,0

j. Kesehatan anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir

Kesehatan anggota keluarga pemulung dalam tiga bulan terakhir ini pada umumnya menunjukkan tidak sehat karena lebih dari setengah total responden (65,2 %) responden mengalami keluhan kesehatan sehingga berakibat mereka tidak bisa melakukan pekerjaannya. Sisanya sebanyak 34,8 persen tidak mengalami keluhan kesehatan apapun pada anggota keluarganya.

k. Keteraturan penghasilan

Penghasilan yang diterima pemulung bersifat tidak teratur. Hal ini mengingat bahwa sampah sebagai bahan utama yang mereka cari jumlahnya tidak selalu menentu. l. Kemampuan membaca dan menulis anggota keluarga

Anggota keluarga responden yang telah berusia 6 tahun ke atas sebanyak 56,5 persen bisa membaca dan menulis walapun terkadang ada yang kurang lancar (Tabel 57).

Tabel 57 Kemampuan Membaca dan Menulis Anggota Keluarga, Juli 2005 Kemampuan membaca dan menulis anggota keluarga Jumlah Persen

Anggota keluarga tidak bisa membaca dan menulis 9 43,5 Anggota keluarga bisa membaca dan menulis 13 56,5

m. Tingkat pendidikan anak yang berusia 6 – 15 tahun

Hampir semua anak-anak pemulung tidak disekolahkan ataupun bila disekolahkan anak tersebut tidak berhasil menamatkan sekolahnya. Keluarga pemulung yang mempunyai anak berusia 6 – 15 tahun hanya 11 keluarga. Dari 11 keluarga tersebut, 90,9 persen anak-anak mereka tidak sekolah karena tidak ada biaya. Responden yang anaknya disekolahkan ini mempunyai dua orang anak dan kedua anaknya saat ini sedang menempuh pendidikan sekolah dasar. Ia menyadari bahwa bagaimanapun pendidikan untuk anak itu penting untuk diperjuangkan, seperti pernyataan berikut:

”....begini-begini saya mbak kalau buat pendidikan anak, saya usahakan nomor satu. Saya lebih baik sisihkan uang makan saya untuk bayar sekolah anak. Bukan apa-apa mbak, saya hanya gak kepingin anak saya nantinya kalau sudah besar susah seperti saya. Menyekolahkan anak itu seperti punya tabungan untuk hari tua. Sekarang kan kita orang tua yang membiayai mereka. Suatu saat nanti saya harap mereka yang ganti merawat kami (orang tua). Memang penghasilan dari suami saya tidak mencukupi, tapi saya coba bantu dengan berdagang kue ke sekolahan anak saya, atau saya drop saja. Lumayan buat tambahan keluarga mbak.”(Li/30 th/istri pemulung).

Sebenarnya keluarga responden pemulung banyak yang menginginkan anaknya sekolah. Mereka pun menyadari pentingnya pendidikan tetapi karena keterbatasan dana maka mereka akhirnya memutuskan untuk tidak menyekolahkan anaknya. Pada saat observasi berlangsung, terdapat anak keluarga pemulung yang baru lulus SD. Namun karena orang tuanya tidak ada biaya sedangkan jumlah anggota keluarganya cukup besar (5 orang) maka orang tuanya tidak dapat menyekolahkannya ke tingkat lanjutan walaupun sebenarnya anak tersebut menginginkannya. Berikut adalah pernyataannya:

“Saya baru saja lulus SD mbak, trus karena di desa saya nganggur, saya diajak orang tua saya kesini, buat bantu-bantu orang tua. Terkadang saya juga suka ikut bantu mulung. Sebenarnya saya ingin sekali sekolah, tapi karena tidak ada biaya maka saya tidak bisa melanjutkan sekolah. Kadang-kadang saya suka malu mbak, kalau lagi mulung ketemu dengan anak-anak SMP...”(Su/13 th/pemulung)

n. Kepemilikan tabungan

Sebagian besar pemulung tidak memiliki tabungan yaitu sebesar 65,2 persen. Alasannya adalah karena keuangan mereka sangat terbatas. Penghasilan yang didapat pada suatu hari akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja esok harinya atau melunasi hutang sebelumnya. Adapun responden yang memiliki tabungan sebanyak 34,8 persen. Alasan mereka menabung adalah mereka memiliki selisih antara penerimaan yang mereka dapatkan dengan pengeluaran. Biasanya sebagian dari uang tabungan ini ada yang dikirim ke daerah asalnya, namun lebih banyak yang mempergunakan tabungan ini untuk membayar cicilan kredit seperti televisi, motor, baju, dan bisa pula untuk membayar utang kepada tetangganya. Namun tabungan pemulung bukanlah tabungan yang melalui bank, melainkan hanya sebagai simpanan di bedeng.

Berdasarkan pemaparan tersebut, kesejahteraan seluruh keluarga pemulung menurut indikator BKKBN termasuk keluarga prasejahtera karena masih terdapat beberapa kriteria indikator kesejahteraan keluarga prasejahtera yang belum terpenuhi, diantaranya dilihat dari variasi berpakaian untuk kegiatan yang berbeda ketika bekerja dan di rumah tidak dimiliki oleh 8,7 persen keluarga dan bagian terluas dari lantai adalah tanah sebanyak 100 persen. Walaupun demikian, seluruh keluarga pemulung ternyata telah mampu memenuhi salah satu kriteria dari keluarga sejahtera 2, yaitu seluruh anggota keluarga pemulung telah menggunakan jasa dokter atau unit kesehatan resmi untuk berobat. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 8.

Dokumen terkait