• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian Perubahan Kelas Penutup Lahan terhadap Kawasan Budidaya RTRW Kabupaten Kendal Tahun 2006

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

6. Kesesuaian Perubahan Kelas Penutup Lahan terhadap Kawasan Budidaya RTRW Kabupaten Kendal Tahun 2006

Berdasarkan RTRW kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun anggaran 2006, kawasan budidaya merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang kondisi dan potensi sumber alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan usaha) maupun pemenuhan kegiatan permukiman. Kawasan budidaya terbagi dalam 2 aspek utama yang pertama, yaitu kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari kawasan tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan lahan kering, tanaman tahunan atau perkebunan dan kawasan hutan produksi. Aspek yang kedua yaitu kawasan budidaya non-pertanian yang terdiri dari kawasan perikanan, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan permukiman.

Pada penelitian ini dalam mengetahui kesesuaian pengaruh perubahan penutup lahan RTRW kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006, digunakan data berupa peta arahan kawasan budidaya yang terdiri dari 5 kawasan budidaya yaitu Perkebunan, Permukiman, Tegalan, Sawah dan Tambak seperti pada gambar 50 berikut.

Berdasarkan peta arahan kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006 tersebut, langkah selanjutnya untuk mengetahui kesesuaianya adalah dengan menampalkan atau meng-overlay-kan dengan peta persebaran penutup lahan tahun 2009. Dari proses langkah tersebut maka akan diketahui persebaran jenis penutup lahan ke dalam area kawasan budidaya yang dijelaskan pada tabel 14 berikut.

Tabel 14. Persebaran Penutup Lahan Tahun 2009 di Kawasan Budidaya

No Klasifikasi Penutup

Lahan

Kawasan Budidaya RTRW Pada DAS

Perkebu-nan (Ha) Permukim-man (Ha) Tegalan (Ha) Sawah (Ha) Tambak (Ha) 1 Awan 223,07 0 207,83 0 0 2 Hutan 523,05 0 134,19 0 0 3 Hutan Produksi 518,13 14,98 0 0 0 4 Lahan Terbuka 0 236,82 0 0 0 5 Mangrove 0 0 0 0 0 6 Perkebunan 2.535,51 422,18 203,20 0 0 7 Permukima n 174,57 3.096,01 0 1.216,93 0 8 Tegalan 1.529,53 108,11 2.952,35 476,25 0 9 Kebun Campur 1.125,22 151,33 586,92 0 0 10 Sawah 482,78 560,95 212,95 3.989,47 0 11 Semak Belukar 0 0 0 0 0 12 Tambak 41,86 0 130,83 0 334,00 13 Tubuh Air 127,98 10,26 11,20 49,60 0 Jumlah 7.281,70 4.600,64 4.439,47 5.732,25 334,0

Sumber: Pengolahan Data

Dari tabel persebaran penutup lahan tersebut, maka dapat diketahui persebaran penutup lahan apa saja yang masuk pada lokasi wilayah kawasan

budidaya yang diperuntukan. Sehingga dari hasil tersebut dapat diketahui tingkat kesesuaian antara pengaruh perubahan penutup lahan dengan kawasan arahan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006 yang dijelaskan pada tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Kesesuaian Kawasan Budidaya dengan Hasil Klasifikasi Land Cover

Tahun 2009 NO Kawasan

Budidaya

Luas Kawasan Budidaya Kesesuaian Kawasan Budidaya (Ha) Presentase Kesesuaian Luas Total (Ha) Masuk DAS (Ha) 1 Perkebunan 25.159,3 7.281.7 2535,51 34,82% 2 Permukiman 13.112,86 4.600,64 3.096,01 67,29% 3 Tegalan 9.211,22 4.439,47 2.952,35 66,50% 4 Sawah 17.073,30 5.732,25 3.971,39 69,28% 5 Tambak 2.272,26 334 334 100%

Sumber: Pengolahan Data

Berdasarkan pada hasil pengolahan data yang terdiri dari tabel persebaran penutup lahan dan hasil kesesuaian antara penutup lahan dengan peta kawasan arahan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006, maka dapat di uraikan penjelasan berikut ini.

a. Kawasan Tanaman Tahunan atau Perkebunan

Berdasarkan pada uraian RTRW, kawasan ini adalah kawasan yang dperuntukan bagi perkebunan yang menghasilkan baik bahan pangan maupun bahan baku industri. Kawasan budidaya perkebunan RTRW Kabupaten Kendal yang masuk pada wilayah DAS adalah Kecamatan

Patean, Singorojo dan Kecamatan Limbangan, dan apabila dilihat berdasarkan lokasi, wilayah tersebut adalah sesuai secara peruntukan kawasan budidaya perkebunan. Tetapi apabila dilakukan overlay dengan peta penutup lahan perkebunan hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2009, persebaran perkebunan tidak sesuai dengan peta arahan budidaya tanaman tahunan/perkebunan.

Pada tabel kesesuaian antara penutup lahan dengan peta kawasan arahan budidaya Kabupaten Kendal dihasilkan; luas kawasan budidaya adalah 25.159,30 ha, yang masuk pada wilayah DAS sebesar 7.281,70 ha dengan presentase kesesuaian 34,82% dengan membandingkan luas kesesuaian kawasan budidaya dengan land cover 2009 dan secara umum tidak sesuai. Berdasarkan pada tabel persebaran penutup lahan yang masuk pada kawasan perkebunan antara lain. Awan 223,07 ha, Hutan 523,05 ha, Hutan Produksi 518,13, Permukiman 174,57, Perkebunan 2.535,51 ha, Tegalan 1.529,53, Kebun Campuran 1.125,22 ha, Sawah 482,78, Tambak 41,86 ha dan Tubuh air 127,98 ha. Peta kesesuaian perkebunan dapat dilihat pada gambar 51 berikut.

b. Kawasan Permukiman

Adalah kawasan yang diperuntukan bagi permukiman dengan kata lain untuk menampung penduduk yang ada di Kabupaten Kendal sebagai tempat hunian dengan fasilitas sosialnya. Kawasan ini mencakup perkampungan yang ada dan arahan bagi perluasanya. Kebijaksanaan pemanfaatan ruangnya didasarkan pada tujuan untuk mengembangkan kawasan permukiman yang terkait dengan kegiatan budidaya pertanian yang meliputi pengembangan desa-desa pusat. Berdasarkan peta arahan rencana kawasan budidaya permukiman sebagian besar berada di wilayah bagian hilir DAS yaitu Kecamatan Patebon, Kangkung, Cepiring, Kota Kendal, Patebon, Gemuh, dan Pegandon.

Berdasarkan hasil overlay antara kawasan budidaya dan peta hasil klasifikasi permukiman, terdapat kesesuaian baik pada lokasi arahan penggunaan wilayah maupun berdasarkan ketepatannya. Perbedaan atau kesalahan antara kawasan budidaya dan hasil klasifikasi lebih pada wilayah yang dipersiapkan (direncanakan) sebagai luapan dan perluasan kawasan permukiman. Berdasarkan hasil overlay dihasilkan. Luas kawasan budidaya adalah 13.112,86 ha, masuk DAS seluas 4.600,64 ha, dengan presentase kesesuaian 67,29% berdasarkan perbandingan luas kesesuaian kawasan budidaya dengan luas kawasan budidaya masuk DAS dan secara umum tidak sesuai. Persebaran Land Cover pada permukiman antara lain. Hutan produksi, 14,98, Lahan Terbuka 236,82 ha, Perkebunan 422,18 ha, Permukiman 3.096,01 ha, Tegalan 108,11 ha, Kebun Campur 151,33 ha Sawah 560,95 ha dan Tubuh air 10,26 ha. Peta kesesuaian pada gambar 52 berikut ini.

c. Kawasan Budidaya Tegalan/Ladang (Tanaman Pangan Lahan Kering)

Adalah kawasan yang diperuntukan bagi tanaman lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura atau tanaman pangan. Lokasi yang masuk pada wilayah DAS yaitu di Kecamatan, Patean, Gemuh, Kangkung, Cepiring, Patebon, Kendal dan Kecamatan Pegandon. Mengacu pada arahan lokasi kawasan budidaya, wilayah tegalan pada kawasan hilir terpusat di Kecamatan Pegandon. Tetapi pada hasil klasifikasi yang dilakukan, disekitar Kecamatan Kangkung, Cepiring, Kota Kendal dan Patean tersebar area tegalan yang tidak sesuai dengan peta arahan budidaya. Hal tersebut dikarenakan pengaruh dari otomatisasi metode klasifikasi yang pada kawasan lain mempunyai ciri yang sama atau mendekati dengan obyek tegalan akan teridentifikasi sebagai tegalan.

Berdasarkan pada hasil penelitian luas kawasan budidaya adalah 9.211,22 ha, masuk DAS sebesar 4.4439,47 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 66,50% dengan membandingkan kesesuaian kawasan dengan luasan budidaya masuk DAS dan secara umum tidak sesuai. Berdasarkan persebaran land Cover 2009 yang masuk kawasan budidaya antara lain: Awan 207,83 ha, Hutan 134,19 ha, Perkebunan 203,20 ha, Tegalan 2.952,35 ha, Kebun Campur 586,92 ha, Sawah 212,95 ha, Tambak 130,83 ha dan Tubuh air 11,20 ha. Peta kesesuaian tegalan dapat diamati pada gambar 53 berikut.

d. Kawasan Budidaya Sawah (Tanaman Pangan Lahan Basah)

Adalah kawasan yang diperuntukan bagi tanaman pangan lahan basah, dimana pengairanya dapat diperoleh secara alamiah maupun secara teknis. Kawasan budidaya sawah yang masuk pada wilayah DAS adalah Kecamatan Kota Kendal sebagian, Kangkung, Cepiring, Patebon, Gemuh, dam Kecamatan Pegandon.

Berdasarkan hasil overlay yang dilakukan antara kawasan budidaya dan hasil klasifikasi penutup lahan sawah/persawahan didapatkan nilai kesesuaian sebesar 69% atau seluas 3.971,39 ha dari total luasan budidaya yang masuk DAS sebesar 5.751,54 ha. Sisanya diprediksikan terjadi alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman atau daerah terbangun berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan. Berdasarkan hasil overlay dihasilkan luas kawasan budidaya 17.073,30 ha, masuk DAS 5.732,25 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 69,28% dan secara umum tidak sesuai. Dihasilkan dari perbandingan kesesuaian kawasan budidaya dengan luas kawasan arahan masuk DAS. Berdasarkan tebel persebaran land cover 2009 yang masuk kawasan arahan selain sawah terdiri dari, Permukiman 1.216,93 ha, Tegalan 476,25 ha dan Tubuh Air sebesar 49,60 ha. Peta kesesuaian arahan kawasan budidaya dapat diamati pada gambar 54 berikut ini.

e. Kawasan Budidaya Rawa/Empang (Tambak/Perikanan)

Kawasan perikanan adalah kawasan yang diperuntukan bagi usaha pengembangan perikanan. Berdasarkan tempat pembudidayaan dibedakan menjadi kawasan pengembangan budidaya laut, pengembangan budidaya tambak, kolam dan mina padi. Pada penelitian ini mengenai gejala perubahan penutup lahan hanya pengembangan wilayah tambak yang dijadikan tolak ukur kesesuaian. Lokasi berdasarkan kawasan budidaya berada di sepanjang garis pantai Kabupaten Kendal dan yang masuk ke dalam wilayah DAS adalah Kecamatan Patebon, Cepiring dan Kecamatan Kendal.

Pada peta arahan rencana kawasan budidaya tambak, lokasi sebagian besar berada di Kecamatan Kaliwungu dan Kota Kendal. Pada tabel kesesuaian dihasilkan luas kawasan budidaya 2.272,26 ha, masuk dan yang sesuai DAS sebesar 334 ha. Berdasarkan hasil overlay yang dilakukan antara hasil klasifikasi penutup lahan dan kawasan budidaya memiliki nilai sebesar 100% yang artinya pada kawasan peta arahan tata ruang yang masuk dan sesuai pada DAS. Hal tersebut disebabkan karena penutup lahan tambak yang memiliki luasan lebih besar dari pada peta arahan kawasan budidaya tambak. Berikut merupakan gambar peta 55 kesesuaian budidaya tambak.

B. PEMBAHASAN

1. Prosedur Pengolahan Citra

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan teknik penginderaan jauh multi-temporal, karena metode teknik tersebut memiliki banyak kelebihan. Menurut Prahasta (2008) metode penginderaan jauh memiliki kemampuan mencakup wilayah studi yang sangat bervariasi mulai dari kecil hingga luas (koprenhensif), dapat memberikan gambaran unsur-unsur spasial yang berkoprehensif dengan bentuk-bentuk geometri relatif (dan hubungan ketetanggaan) yang benar, periode pengukuran (pengamatan) relatif singkat dan dapat diulang kembali dengan cepat dan konsisten (presisi), skala (akurasi data spasial) yang didapat bervariasi dari yang kecil hingga besar, kecenderungan dalam mendapatkan data yang paling terbaru, biaya keseluruhanya, waktu dan sebagainya yang terhitung murah .

Prosedur kerja pengolahan data yang dilaksanakan pertama kali adalah pengolahan citra, yaitu dengan memanfaatkan data multispektral berupa citra landsat 5 tahun 1992, 2002 dan citra landsat 7 tahun 2009 yang didapatkan peneliti dengan menguduh langsung di www.glovis.usgs.gov. Prosedur pengolahan citra yang diterapkan pada penelitian ini sama dengan pengolahan citra pada umunya, yaitu dengan bantuan program ER-Mapper. Prosedur pengolahan citra tersebut antara lain: (a) Impor data, impor data yang diterapkan pada penelitian ini merupakan langkah awal prosedur agar citra dapat dilanjutkan pada fungsi lanjut berikutnya. Impor data pada ketiga citra landsat tersebut secara prosedur sama yaitu dengan mengimpor 7 band pada

masing-masing citra. (b) Koreksi geometrik, koreksi geometrik pada pengolahan terdiri dari beberapa tahapan, dimana prosedur pengolahanya pada masing-masing citra berbeda. Koreksi geometrik pada pengolahan citra ini dengan membandingkan citra yang dianggap telah terkoreksi yaitu citra satelit Landsat tahun 1987. Pada citra Landsat 5 tahun 1992 dilaksanakan prosedur koreksi geometrik dengan menggunakan triangulation sebanyak 54 GCP (Ground Control Point) polynomial sebanyak 58 GCP, sedangkan pada tahun 2002 digunakan koreksi triangulation sebanyak 42 GCP dan polynomial

sebanyak 66 GCP. Dan tahun 2009 digunakan koreksi triangulation sebanyak 42 GCP dan polynominal sebanyak 53 GCP.

Perbedaan penerapan pengolahan tersebut dikarenakan kondisi citra masing-masing tahun berbeda. (c) Koreksi Radiometrik, koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan gangguan atmosferik bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi dan didapatkan hasil pengolahan yang maksimal. Tahapan koreksi radiometrik pada penelitian ini berbeda penerapanya, karena kondisi citra setiap tahunya yang digunakan juga berbeda. Untuk mengetahui perbedaan kondisi gangguan tersebut, dapat diketahui dengan menggali informasi nilai minimum pada hasil statistik masing-masing citra. (d) Crooping (Pemotongan Citra), prosedur pemotongan citra diterapakan untuk memfokuskan pada wilayah yang dijadikan kajian penelitian.

Penerapan pemotongan citra pada penelitian ini sama dengan penerapan pada umumnya, yang berbeda adalah penentuan batas DAS

(Daerah Aliran Sungai) Bodri yang merupakan wilayah kajian penelitian diproses secara dijital. DAS menurut Linsley (1980) dalam Direktorat dan Konservasi Sumberdaya Air (2005) menyebut DAS sebagai” A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”.

Secara umum DAS didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkanya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Dari pengertian “kawasan yang dibatasi igir bukit” maka dalam penentuan batas DAS secara dijital digunakan data satelit DEM (Digital Elevation Model) 90 meter tahun 2000, DEM 90 meter menurut Raharjo (2009) SRTM (Shutle Radar Topography Mission) merupakan pesawat ulang-alik yang mempunyai misi untuk mendapatkan data penginderaan jauh berupa elevasi atau ketinggian permukaan bumi, data ini selanjutnya dikenal sebagai

digital elevation model. Dari data ketinggian tersebut dihasilkan batas DAS Bodri dengan bantuan program ILWIS 3.0.

2. Supervised Classification

Pada proses penerapan metode ini ditentukan terlebih dahulu dua belas kelas penutup lahan yang merupakan hasil dari modifikasi rekalkulasi penutup lahan Departemen Kehutanan yang dijadikan training area. Dua belas kelas penutup lahan tersebut adalah Hutan, Hutan Produksi, Lahan Terbuka,

Mangrove, Perkebunan, Permukiman, Tegalan, Kebun Campuran, Sawah, Semak Belukar, Tambak, dan Tubuh Air, dimana dalam pengenalan obyek penutup lahan didasarkan pada kunci interpretasi citra, hasil survei dan pengumpulan informasi di lapangan. Dari proses supervised classification

tersebut, secara otomatis akan dihasilkan data berupa peta raster dan luasan masing-masing kelas penutup lahan beserta nilai statistik yang dihasilkan. Proses dan hasil tersebut sesuai dengan penjelasan Purwadhi dan Sanjoto (2008) klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispektral yang berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan bantuan komputer. Konsep penyajian data dalam bentuk numeris/grafik atau diagram klasifikasi terbimbing yang didasarkan pada pengenalan pola spektral (spectral pattern recognition).

3. Perubahan Kelas Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992-2009

Berdasarkan pengolahan data tersebut maka akan diketahui hasil luasan masing-masing kondisi penutup lahan yang dapat di amati pada tabel 8 pada untuk tahun 1992, tabel 9 untuk tahun 2002, dan tabel 10 untuk tahun 2009. Kemudian dibandingkan untuk mengetahui perubahan penutup lahan yang terjadi yang dapat diamati pada tabel 11. Dari kondisi tersebut maka diketahui perubahan penutup lahan sebagai berikut (a) Hutan selama kurun waktu 1992-2009 keteraturan perubahan penutup lahan hutan berkurang sebesar 210 ha/tahun. Berdasarkan intensitas berkurangnya tersebut dan pengamatan di lapangan, perubahan alih fungsi hutan banyak di pengaruhi oleh aktifitas perkebunan dan perkembangan lahan pertanian.

Pada titik fokus pengamatan proses perubahan yang terjadi adalah alih fungsi hutan menjadi tegalan, kebun campuran, dan perkebunan. (b) Hutan produksi, selama selang waktu tahun 1992-2009 intesitas perubahan penutup lahan sebesar 169 ha/tahun, perubahan tersebut banyak dipengaruhi oleh alih fungsi hutan produksi menjadi kebun campuran, lahan pertanian maupun permukiman. (c) Lahan terbuka keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 176,83ha/tahun. (d) Mangrove dalam kurun waktu tahun 1992-2009 keteraturan perubahan sebesar 0,05ha/tahun, kondisi tersebut dipengaruhi oleh aktifitas pembukaan tambak. (e) Perkebunan, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 297 ha/tahun, kondisi tersebut dipengaruhi oleh alih fungsi semak belukar yang begitu besar. (f) Permukiman, keteraturan perubahan selang waktu 17 tahun sebesar 28,73 ha/tahun.

Perluasan permukiman banyak disebakan oleh adanya perubahan alih fungsi sawah menjadi permukiman yang sejalan dengan perkembangan permukiman di Kabupaten Kendal seperti pada tabel 12. (g) Tegalan,

keteraturan perubahan dalam kurun waktu 17 tahun antara tahun 1992-2009 sebesar 325,5 ha/tahun. (h) Kebun campuran, keteraturan perubahan penutup lahan dari tahun 1992-2009 sebesar 330,34 ha/tahun, kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh akibat perubahan semak belukar yang terjadi secara besarbesaran. (i) Sawah, keteraturan perubahan tahun 1992 hingga 2009 sebesar -30,26 ha/tahun yang sebagian besar beralih fungsi menjadi permukiman.

Pada perkembangan luasan antara sawah dan tegalan pada penelitian ini saling mempengaruhi, hal tersebut berkaitan dengan tanggal perekaman

citra yang digunakan yang berpengaruh terhadapa sistem penanaman. Pada musim kemarau lahan sawah sebagian besar beralih fungsi menjadi tegalan, hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh Wahyunto, dkk (2007) bahwa lahan sawah di Indonesia pada umunya digunakan untuk bertanam padi. Tetapi selain untuk bertanam padi, lahan sawah juga ditanami palawija, sayur-sayuran, tebu, tembakau dan lain-lain baik secara rotasai maupun tumpang sari. (j) Semak belukar, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 507 ha/tahun. Alih fungsi semak belukar banyak yang berubah menjadi kebun campuran dan perkebunan. (k) Tambak dengan keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 1,42 ha/tahun, perluasan kawasan tambak dipengaruhi oleh perkembangan garis pantai akibat dari sedimentasi. Dan yang terakhir adalah (l) tubuh air tahun 1992-2002 turun sebesar 37% sebesar 738,34 ha dari 1.997,08 ha menjadi 1.258,74 ha pada tahun 2002 dan pada tahun 2002-2009 mengalami peningkatan sebesar 11,34% sebesar 142,74 ha menjadi 1.401,48 ha pada tahun 2009.

Perubahan penutup lahan yang terjadi di DAS Bodri sebagian besar adalah berkurangnya suatu jenis penutup lahan tetapi pada jenis penutup lahan lainya mengalami kenaikan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Purwadhi dan Sanjoto (2008) alih fungsi atau perubahan penutup/penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan yang lainya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan yang lainya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang

berbeda. Lama waktu perubahan disesuaikan dengan tujuan pengamatan atau penelitian.

Hasil uji keakuratan interpretasi citra supervised classification yang dilaksanakan dapat diamati pada tabel 13 dan gambar 43. Berdasarkan hasil uji keakuratan citra dihasilkan tingkat kesesuaian sebesar 88%, yang artinya dari 110 titik uji yang dilaksanakan terdapat kesalahan sebesar 13 titik uji. Nilai ambang minimum untuk diterimanya suatu pemetaan yang berbasis penginderaan jauh adalah sebesar 85%, sehingga data hasil klasifikasi terbimbing dalam penelitian ini dapat diterima atau digunakan. Metode uji kesesuaian tersebut sama yang dilaksanakan oleh Mufarika (2008) yaitu dengan membandingkan jumlah titik uji kesesuaian yang akurat dengan jumlah titik keseluruhan yang di survei/uji.

4. Pengaruh Perubahan Penutup Lahan Terhadap Kawasan Budidaya Kabupaten Kendal

Berdasarkan RTRW kawasan budidaya Kabupaten Kendal tahun 2006, kawasan budidaya merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang kondisi dan potensi sumber alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan usaha) maupun pemenuhan kegiatan permukiman. Kawasan budidaya terbagi dalam 2 aspek utama yang pertama, yaitu kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari kawasan tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan lahan kering, tanaman tahunan atau perkebunan dan kawasan hutan produksi. Aspek yang kedua yaitu kawasan budidaya

non-pertanian yang terdiri dari kawasan perikanan, pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan permukiman.

Uji kesesuaian dalam penelitian ini adalah meng-overlay-kan peta kawasan budidaya pada RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Kendal tahun 2006 dengan hasil perubahan penutup lahan akhir yaitu penutup lahan tahun 2009. Hasil overlay antara data tersebut dapat diamati pada tabel 14 dan tabel 15, secara umum pengolahan ini adalah membandingkan persebaran penuutp lahan dengan kawasan budidaya yang masuk DAS.

Dari pengolahan tersebut maka dihasilkan: (a) Kawasan budidaya perkebunan tidak sesuai karena tingkat presentase kesesuaian hanya 34,82% dari luas kawasan budidaya adalah 25.159,30 ha, yang masuk pada wilayah DAS sebesar 7.281,70 ha, (b) Kawasan budidaya permukiman tidak sesuai karena tingkat presentase kesesuaian hanya 67,29%, berdasarkan perbandingan luas kesesuaian kawasan budidaya dengan luas kawasan budidaya masuk DAS. (c) Tegalan, berdasarkan pada hasil penelitian luas kawasan budidaya adalah 9.211,22 ha, masuk DAS sebesar 4.4439,47 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 66,50% dan dapat dikatakan tidak sesuai. (d) Sawah, berdasarkan hasil overlay dihasilkan luas kawasan budidaya 17.073,30 ha, masuk DAS 5.732,25 ha dengan presentase kesesuaian sebesar 69,28% dan dapat dikatakan tidak sesuai, dan (e) Tambak, berdasarkan hasil overlay yang dilakukan antara hasil klasifikasi penutup lahan dan kawasan budidaya memiliki nilai sebesar 100%.

BAB V