• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

4. Perubahan Kelas Penutup Lahan DAS Bodri Tahun 1992-2009

Berdasarkan pengolahan data citra dan proses klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang disajikan di atas, maka akan diketahui proses perubahan penutup lahan di DAS Bodri dalam kurun waktu 1992-2002 dan 2002-2009 yang terdiri dari dua belas klasifikasi sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Berikut dokumentasi contoh kondisi lapangan ke-dua belas sampel klasifikasi di DAS Bodri:

Hutan Hutan Produksi Lahan Terbuka

Lokasi: Desa Pangertoyo, Linbangan Kendal

Lokasi: Desa Puguh, Pegandon Kendal

Lokasi: Desa Ngareanak, Singorojo Kendal

Mangrove Perkebunan Permukiman

Lokasi: Desa Wonosari, Patebon Kendal

Lokasi: Desa Bebengan, Singorojo Kendal

Lokasi: Desa Gemuhblanten, Gemuh Kendal

Tegalan Kebun Campuran Sawah

Lokasi: Desa Kartika Jaya, Patebon Lendal

Lokasi: Desa Kaliputih, Singorojo Kendal

Lokasi: Desa Kedungboto, Limbangan Kendal

Semak Belukar Tambak Tubuh Air

Lokasi: Desa Cacaban, Singorojo Kendal

Lokasi: Desa Kartika Jaya, Patebon Kendal

Lokasi: Desa Triharjo, Gemuh Kendal

Tabel 11. Perubahan Kelas Penutup Lahan Tahun 1992-2009 No Penutup Lahan Periode Tahun 1992-2002

Perubahan Periode Tahun

2002-2009 Perubahan Keterangan Tahun 1992 (ha) Tahun 2002 (ha) Selisih (ha) Presentase Perubahan Tahun 2002 (ha) Tahun 2009 (ha Selisih (ha) Presentase Perubahan Perkembangan penutup lahan pada DAS Bodri cenderung mengalami peningkatan luasan, dari tahun 1992 hingga 2009 luasan DAS meningkat sebesar 243,48 ha dengan intensitas peningkatan 14,3 ha/tahun yang merupakan pengaruh dari perkembangan sedimentasi sungai Bodri 1 Awan 2.624,79 83,25 2.541,54 -96,8% 83,25 1.721,97 1.638,72 +1.968,43% 2 Hutan 17.994,10 12.843,2 5.150,9 -28,6% 12.843,2 14.421,60 1.578,4 +12.28% 3 Hutan Produksi 4.349,03 3.148,83 1.200,2 -27,6% 3.148,83 1.467,72 1.681,11 -53,38% 4 Lahan Terbuka 227,27 1.387,71 1.160,44 +510,6% 1.387,71 857,34 530,37 -38,21% 5 Mangrove 9,75 3,24 6,51 -66,8% 3,24 8,82 5,58 +172,2% 6 Perkebunan 8.641,04 10.656,27 2.015,23 +23,3% 10.656,27 13.699,89 3.043,62 +28,56% 7 Permukiman 4.667,35 4.804,56 137,21 +2,9% 4.804,56 5.155,83 351,27 +7,3% 8 Tegalan 7.260,38 10.022,04 2.761,66 +38% 10.022,04 12.793,77 2.771,73 +27,67% 9 Kebun Campur 1.720,67 2.993,22 1.272,55 +74% 2.993,22 7.336,44 4.343,22 +145,10 10 Sawah 6.820,63 8.256,14 1.435,51 +21% 8.256,14 6.306,12 1.950,02 -23,62% 11 Semak Belukar 8.838,66 9.821,34 982,68 +11,1% 9.821,34 213,12 9.608,22 -97,83% 12 Tambak 1.575,85 1.502,64 73,21 -4,6% 1.502,64 1.599,93 97,29 +6,47% 13 Tubuh Air 1.997,08 1.258,74 738,34 -37% 1.258,74 1.401,48 142,74 +11,34% Total Luasan 66.726,60 66.781,25 54,65 +0,08% 66.781,25 66.970,08 188,83 0,3%

Berdasarkan tabel perubahan penutup lahan tersebut, dapat diketahui rincian perubahan penutup lahan DAS Bodri berdasarkan dua belas kenampakan penutup lahan sebagai berikut.

a. Hutan

Hutan pada penelitian ini merupakan penutup lahan dengan jenis vegetasi campur dengan sifat atau ciri alami. Perubahan penutup lahan hutan disinyalir banyak dipengaruhi oleh aktifitas perkebunan dan sebagian dipengaruhi oleh pertanian lahan kering atau tegalan.

Gambar 16. Grafik Penutup Lahan Hutan

Pada gambar grafik 16, periode waktu tahun 1992-2002 kondisi cenderung berkurang seluas 5.150,9 ha dari tahun 1992 menjadi 12.843,2 ha. Pada periode tahun 2002-2009 cenderung terjadi peningkatan luasan menjadi 14.421,60 ha pada tahun 2009. Keteraturan perubahan penutup lahan hutan berkurang sebesar 210 ha/tahun. Meningkatnya luasan perkebunan dari tahun 1992 sebesar 8.641,04 ha menjadi 13.699,89 di tahun 2009 dan tegalan atau pertanian lahan kering dari tahun 1992 sebesar 7.260,38 ha menjadi 12.793,77 ha di tahun 2009 disinyalir merupakan akibat dari semakin berkurangnya luasan hutan. Kondisi tersebut dapat di amati pada gambar 17 di bawah ini.

Berdasarkan peta penutup lahan hutan tersebut pada tahun 1992, 2002 dan 2009 secara umum persebaran berada di Kabupaten Kendal (Kecamatan Singorojo, Candiroto ,Gemuh, Pegandon, Limbangan, Patean) Kabupaten Temanggung (Kecamatan Tretep, Jumo dan Kandangan) serta di Kabupaten Semarang (Kecamatan Sumowono). Analisis titik pengamatan perkembangan penutup lahan hutan mengambil contoh di sekitar Kecamatan Singorojo tahun 1992-2009. Berdasarkan pengamatan tersebut perubahan penutup lahan hutan di Kecamatan Singorojo banyak yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian, kebun campuran, dan sebagian besar adalah perkebunan, hal tersebut dapat di amati pada gambar 18 berikut ini.

Hutan Tahun 1992 Land Cover 2009

: Batas Kecamatan Hutan Tegalan

Hutan Kebun Campuran Hutan Perkebunan

Pada gambar 22, area yang dilingkari merupakan wilayah yang menjadi titik fokus pengamatan. Fokus pengamatannya adalah analisis perubahan pada penutup lahan hutan (hijau tua) menjadi tegalan (kuning), kebun campuran (biru muda) dan perkebunan (abu-abu) selama kurun waktu 1992-2009. Dari analisis tersebut alih fungsi lahan hutan banyak dipengaruhi oleh berbagai macam aktifitas baik secara langsung maupun tidak.

b. Hutan Produksi/HTI (Hutan Tanaman Industri)

Hutan produksi merupakan seluruh kenampakan hamparan hutan tanaman yang sudah ditanami termasuk hutan tanaman dengan jenis vegetasi hutan jati. Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan pada tahun 1992 hutan produksi memiliki luas sebesar 4.349,10 ha pada kurun waktu tahun 1992 hingga 2002 berkurang sebesar 27,6% seluas 1.200,2 ha dan pada kurun waktu 2002 hingga 2009 kembali berkurang sebesar 53,38% seluas 1.681,11ha dengan intesitas perubahan penutup lahan dari tahun 1992-2009 sebesar 169 ha/tahun yang dapat diamati pada gambar 19 berikut.

Wilayah pengamatan penutup lahan hutan produksi mengambil contoh di Kecamatan Pagendon, dengan menbandingkan peta penutup lahan tahun 1992 dan 2009. Terjadi alih fungsi hutan produksi menjadi kebun campuran, perkebunan dan permukiman yang dapat di amati pada gambar 20.

Hutan Produksi Tahun 1992 Land Cover 2009 : Batas Kecamatan

Hutan Produksi Kebun Campur

Hutan Produksi Permukiman

Gambar 20. Alih Fungsi Hutan Produksi Kecamatan Pagendon

Area yang dilingkari pada gambar 25 adalah lokasi yang menjadi titik pengamatan. Dari gambar tersebut terjadi perubahan dari hutan produksi (hijau muda) menjadi kebun campuran (biru muda) dan permukiman (merah). Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, persebaran penutup lahan dapat diamati pada gambar peta 21 berikut.

c. Lahan Terbuka

Lahan Terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara hutan, permukiman, perkebunan dan jalan, berwarna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus, yang merupakan pengaruh dari adanya pembukaan lahan. Kondisi lahan terbuka tahun 1992 memiliki luas sebesar 227,27 ha, kemudian pada kurun waktu 10 tahun di tahun 2002 mengalami peningkatan luasan hingga 1.387,71 ha atau sebesar 510,6%. Pada kurun waktu antara tahun 2002-2009 penutup lahan terbuka berkurang 38,21% sebesar 530,37 ha menjadi 857,34 ha dengan keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 176,83ha/tahun dapat diamati pada gambar 22 berikut.

Gambar 22. Grafik Penutup Lahan Lahan Terbuka

Hasil penelitian berupa data luasan kondisi persebaran lahan terbuka tidak terfokuskan pada satu wilayah saja, tetapi menyebar merata hampir diseluruh kawasan DAS. Kondisi tersebut dapat diamati pada gambar persebaran lahan terbuka tahun 1992, 2002 dan 2009 pada gambar 23 berikut.

Analisis pengamatan lahan terbuka mengambil contoh perkembangan antara tahun 2002-2009 yang berada di Kecamatan Singorojo. Karena pada perkembangan tahun 2002-2009 di Singorojo terjadi perubahan yang signifikan antara lahan terbuka di satu area kemudian menjadi perkebunan di tahun 2009 seperti pada gambar 24 berikut.

Lahan Terbuka Tahun 1992 Land Cover 2009 : Batas Kecamatan

: Lahan Terbuka-Perkebunan

Gambar 24. Alih Fungsi Perkebunan di Kecamatan Singorojo

Gambar yang dilingkari merupakan titik fokus dari pengamatan perubahan lahan terbuka, dari gambar tersebut alih fungsi lahan terbuka (coklat) beralih fungsi menjadi kebun campuran (abu-abu). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan lokasi (Kecamatan Singorojo) banyak ditemui perkebunan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan lahan terbuka dalam skala besar di kawasan hulu tersebut bisa diartikan sebagai pembukaan lahan baru yang akan diperuntukan untuk perkebunan.

d. Mangrove

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan mangrove banyak terdapat di Kecamatan Patebon yang hidup di sepanjang garis pantai dan di antara penutup lahan tambak, yang sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami.

Gambar 25. Grafik Penutup Lahan Mangrove

Pada kurun waktu tahun 1992 hingga 2002 berkurang luasan mangrove sebesar 66,8% seluas 6,51 ha dari tahun 1992 seluas 9,75 ha menjadi 3,24 ha pada tahun 2002. Pada kurun waktu 7 tahun hingga tahun 2009 kondisi mangrove kembali mengalami penigkatan sebesar 172% seluas 5,58 ha menjadi 8,82 ha. Keteraturan perubahan sebesar 0,05ha/tahun, perkembangan mangrove dalam kurun waktu 1992-2002-2009. Berkurangnya luasan mangrove disinyalir terjadi akibat dari pengaruh aktifitas tambak seperti pembukaan tambak baru. Sedangkan peningkatan luasan mangrove merupakan pengaruh positif dari penanaman/reboisasi mangrove disekitar garis pantai dan tambak. Persebaran piksel mangrove sebagian besar berada di Kecamatan Patebon seperti pada gambar 26.

e. Perkebunan

Perkebunan/Kebun, merupakan seluruh kenampakan hamparan kebun (perkebunan) yang sudah ditanami, merupakan penampakan berupa vegetasi atau tanaman hutan yang sifatnya budidaya. Perkebunan pada penelitian ini merupakan perkebunan yang mencakup skala kecil maupun besar.

Gambar 27. Grafik Penutup Lahan Perkebunan

Berdasarakan gambar 27, grafik perkembangan penutup lahan tahun 1992-2002 terjadi peningkatan luasan sebesar 23,2% seluas 2.015,23 ha dari 8.641,04 menjadi 10.656,27 ha pada tahun 2002. Dalam kurun waktu hingga tahun 2009 berkurang luasan sebesar 28,56 % seluas 3043,62 ha menjadi 13.699,89 ha, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 297 ha/tahun.. Peningkatan luasan perkebunan dipengaruhi oleh adanya perkembangan kawasan perkebunan tahun 2009 yang sebelumnya adalah semak belukar, alih fungsi tersebut ditunjukan pada kondisi citra tahun 1992, 2002 dan 2009 berikut.

Gambar 28. Analisis Proses Perubahan Land Cover Pada Citra

Gambar 28, kondisi citra A dan B masing-masing adalah kondisi tahun 1992 dan 2002, pada area yang dilingkari (A dan B) berdasarkan kunci interpretasi citra yaitu tekstur yang kasar, dengan diselingi oleh vegetasi dan singkapan tanah menunjukan wilayah tersebut adalah semak/belukar. Pengenalan semak belukar juga didukung oleh peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) Kabupaten Temanggunh tahun 2002. Kemudian pada citra tahun 2009 (C), lokasi tersebut tidak lagi bercirikan sebagai semak belukar, dengan tekstur agak halus dan tidak lagi ditemui singkapan-singkapan tanah. Setelah dilaksanakan uji kesesuaian citra, lokasi tersebut telah berubah alih fungsi menjadi perkebunan seperti pada gambar 29 dokumentasi berikut.

Citra tahun 1992 dan 2002 teridentifikasi sebagai semak belukar mengacu pada peta RBI

dan kunci interpretasi citra.

Citra tahun 2009, pada semak belukar terjadi perubahan land cover menjadi perkebunan dan

kebun campuran.

Gambar 29. Dokumentasi Kebun Sengon tahun 2009, lokasi: Desa Gemawang, Kecamatan Jumo Temanggung

Berdasarkan penjelasan tersebut, berikut merupakan alih fungsi penutup lahan menjadi perkebunan pada hasil klasifikasi terbimbing tahun 1992-2009 fokus pengamatan Bodri atas sekitar Kecamatan Jumo.

Land Cover 1992 Perkebunan Tahun 2009

: Batas Kecamatan

Hutan Perkebunan Semak Belukar Perkebunan

Gambar 30. Alih Fungsi Lahan menjadi Perkebunan Kecamatan Jumo Pengamatan gambar 30, area yang dilingkari perkembangan luasan perkebunan dipengaruhi oleh 2 jenis penutup lahan yaitu perubahan hutan dan semak belukar menjadi perkebunan. Berikut merupakan persebaran kondisi perkebunan tahun 1992, 2002 dan 2009 pada gambar 31.

f. Permukiman

Permukiman dalam penelitian ini diartikan sebagai kawasan yang dihuni manusia dan terbangun, yang sebagian besar berada di kawasan hilir DAS Bodri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan periode tahun 1992 hingga 2009 kawasan permukiman mengalami peningkatan sebesar 2,9% seluas 137,21 ha dari 4.667,35 ha menjadi 4.804,56 ha. Pada periode waktu 2002-2009 permukiman kembali mengalami peningkatan sebesar 7,3% seluas 351,27 ha, dari sebelumnya 4.804,56 ha menjadi 5.155,83 ha di tahun 2009 hal tersebut diamati pada gambar 32.

Gambar 32. Grafik Penutup Lahan Permukiman

Keteraturan perubahan selang waktu 17 tahun sebesar 28,73 ha/tahun. Hal tersebut apabila dibandingkan data jumlah penduduk Kabupaten Kendal memiliki persamaan yaitu tren peningkatan jumlah penduduk dalam kurun waktu 1992, 2002 dan 2009 yang dapat dilihat dalam tabel 12.

Tabel 12. Jumlah Penduduk Kabupaten Kendal

Tahun Jumlah Penduduk

1992 476.159

2002 887.286

2009 964.568

Sumber: BPS Jawa Tengah

Peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap kawasan permukiman secara langsung, karena manusia membutuhkan lahan untuk tempat tinggalnya. Selain itu kawasan permukiman dapat pula dijadikan sebagai acuan mengenai benar atau tidaknya data yang disajikan. Parameter yang digunakan adalah dengan memperhatikan jumlah penduduk setiap tahunnya. Apabila dalam jangka waktu lama kawasan permukiman mengalami peningkatan berarti data tersebut dapat dibenarkan, sebaliknya apabila dalam jangka waktu yang lama kawasan permukiman dan jumlah penduduk berkurang atau fluktuatif maka data tersebut tidak dapat diterima dengan catatan dalam kawasan penelitian tidak terjadi bencana dan perpindahan penduduk dalam skala yang besar atau transmigrasi. Titik pengamatan perubahan penutup lahan mengambil contoh di Kecamatan Cepiring berikut. Persebaran piksel permukiman hampir merata di seluruh bagian DAS hilir maupun hulu yang dapat dilihat pada peta persebaran permukiman pada halaman 95.

g. Tegalan atau Pertanian Lahan Kering

Tegalan dalam penelitian ini terdapat 2 jenis tanaman, yaitu pertanian lahan kering dengan tanaman palawija yang terdapat di pesisir/hilir DAS Bodri dan sebagian hulu serta pertanian lahan kering dengan tanaman sayur-sayuran yang berada di hulu Kecamatan Tretep. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kurun waktu tahun 1992 hingga 2002 terjadi peningkatan luasan dari 7.260,38 ha menjadi 10.022,04 ha sebesar 38% seluas 2.761,66 ha. Pada kurun waktu berikutnya yaitu 2002-2009 terjadi peningkatan sebesar 27,67 % atau 2.771,73ha menjadi 12.793,77ha pada tahun 2009. Keteraturan perubahan dalam kurun waktu 17 tahun anatara tahun 1992-2009 sebesar 325,5 ha/tahun dapat di amati pada gambar 34.

Gambar 34. Grafik Tegalan (Pertanian Lahan Kering)

Perkembangan luasan pertanian lahan kering selain pengaruh dari alih fungis lahan, sedikit banyak juga dipengaruh oleh tanggal perekaman citra satelit. Tanggal perekaman citra banyak yang diambil antara bulan maret-september, hal ini dikarenakan bulan-bulan tersebut masuk pada musim kemarau yang artinya kondisi citra yang dihasilkan bagus sedikit awan dan bayangan. Data yang digunakan dalam pengolahan ini adalah

data citra perekaman tanggal 02 juli 1992, 05 agustus 2002, dan 05 juni 2009. Sehingga pada kondisi sawah tadah hujan yang sifat penanamanya mengikuti kondisi musim, pada musim kemarau akan berubah menjadi sistem pertanian lahan kering dengan jenis vegetasi palawija yang nantinya apabila masuk pada musim penghujan akan kembali ditanami padi. Kondisi tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi terhadap data yang dihasilkan. Analisis perubahan tegalan tersebut mengambil contoh di Kecamatan Patebon tahun 2002-2009.

Land Cover Tahun 2002 Tegalan Tahun 2009 : Batas Kecamatan

Sawah Tegalan

Gambar 35. Alih Fungsi Sawah menjadi Tegalan di Kecamatan Patebon Pengaruh perbedaan interpretasi tersebut dapat diamati pada area yang dilingkari pada gambar 36. Pada kondisi penutup lahan tahun 2002 seluruhnya adalah sawah, tetapi di tahun 2009 lokasi tersebut diselingi dengan warna kuning yang dalam penelitian ini merupakan tegalan. Persebaran pertanian lahan kering atau tegalan di DAS Bodri dapat di amati pada gambar 36 berikut.

h. Kebun campuran atau Pertanian lahan kering campur semak

Kebun campura apabila hanya menganalisa berdasarkan kunci interpretasi sulit terdeteksi, sehingga dibutuhkan data pendukung berupa peta penggunaan lahan atau hasil cek lapangan untuk memastikan kondisi

real di lapangan. Luasan kebun campuran mengalami perluasan, dimulai pada periode tahun 1992-2002 luasan kebun campur berkembang sebesar 74% seluas 1.272,55 ha menjadi 2.993,22 ha pada tahun 2002 yang sebelumnya tahun 1992 seluas 1.720,67 ha. Kemudian pada periode tahun 2002-2009 luasan kebun campur kembali mengalami perluasan sebesar 145,1% menjadi 4.343,22 ha dengan keteraturan perubahan penutup lahan dari tahun 1992-2009 sebesar 330,34 ha/tahun, kondisi tersebut ditampilkan pada gambar grafik 37 berikut.

Gambar 37. Grafik Penutup Lahan Kebun Campur

Berdasarkan grafik tersebut terjadi kecenderungan peningkatan penutup lahan kebun campuran yang banyak dipengaruhi alih fungsi lahan seperti hutan dan semak belukar. Pada penjelasan penutup lahan perkebunan di atas telah dijelaskan terdapat indikasi terjadi alih fungsi dari semak belukar menjadi perkebunan dan kebun campur. Kondisi tersebut mempengaruhi perkembangan luasan kebun campuran. Perubahan

semak belukar menjadi kebun campuran di Kecamatan Kandangan tahun 1992-2009.

Land Cover Tahun 1992 Kebun Campuran Tahun 2009 : Batas Kecamatan

Semak Belukar Kebun Campuran

Gambar 38. Alih Fungsi Semak Belukar Pengamatan di Kecamatan Kandangan Lokasi yang dilingkari pada gambar 38 merupakan wilayah yang menjadi titik fokus pengamatan perkembangan kebun campuran, dari pengamatan tersebut terjadi alih fungsi lahan semak belukar menjadi kebun campuran pada periode tahun 2002 hingga 2009. Perkembangan luasan kebun campuran tidak hanya dipengaruhi oleh berubahnya semak belukar yang berkembang menjadi kebun campur, tetapi juga pengaruh dari alih fungsi hutan menjadi kebun campuran. Persebaran piksel kebun campuran sebagian besar berada di Kecamatan Pagendon, Singorojo, Patean, Jumo, Kandangan, Tretep, Candiroto, Sumowono dan Limbangan. Persebaran penutup lahan kebun campuran tahun 1992, 2002 dan 2009 dapat diamati pada gambar 39 berikut.

i. Sawah atau Persawahan

Sawah dapat dikenali dengan memperhatikan pola pematang, tetapi pada kondisi sawah yang berada di hulu DAS yang menggunakan sistem terasering yang dapat dikenali dengan menambahkan data pendukung atau survei lapangan apabila diperlukan. Pada penelitian ini berdasarkan hasil cek lapangan, sawah terbagi menjadi 2 yaitu sawah irigasi dan sawah tadah hujan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pada periode tahun 1992 hingga 2002 terjadi peningkatan luasan sebesar 21% seluas 1.435,51 ha menjadi 8.256,14 ha pada tahun 2002. Kemudian pada periode tahun 2002-2009 berkurang sebesar 23,62%% seluas 1.950,02ha menjadi 6.306,12 pada tahun 2009. Intesitas perubahan tahun 1992 hingga 2009 sebesar 30,26 ha/tahun, perkembangan sawah dapat di amati pada gambar grafik 40 berikut.

Gambar 40. Grafik Penutup Lahan Sawah

Persebaran piksel sawah atau persawahan dalam penelitian ini berada hampir di seluruh kawasan DAS dari ujung hilir hingga di bagian hulu DAS, seperti pada gambar 41 berikut.

j. Semak Belukar

Seluruh kenampakan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali (mengalami suksesi) namun belum/ tidak optimal, atau lahan kering dengan liputan pohon jarang (alami) atau lahan kering dengan dominasi vegetasi rendah (alami). Pada penelitian ini pengenalan obyek semak belukar menggunakan kunci interpretasi yang didukung dengan peta penggunaan lahan Kabupaten Temanggung.

Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan, pada periode tahun 1992 hingga tahun 2002 semak belukar mengalami peningkatan sebesar 11,1% seluas 982,68 ha menjadi 9.821,34 ha pada tahun 2002 yang sebelumnya memiliki luasan sebesar 8.838,66 ha tahun 1992. Pada periode tahun 2002-2009 semak belukar berkurang sebesar 97,83% seluas 9.608,22 ha menjadi 213,12 ha pada tahun 2009, keteraturan perubahan dari tahun 1992 hingga 2009 sebesar 507 ha/tahun. Kondisi tersebut dapat diamati pada gambar grafik 42 berikut.

Gambar 42.Grafik Semak Belukar

Berdasarkan gambar grafik 42, luasan pada semak belukar cenderung berkurang. Pada analisa perubahan semak belukar yang

mengambil contoh di Kecamatan Kandangan antara tahun 1992-2009 terjadi perubahan yang cukup komplek dari semak belukar menjadi kebun campur, perkebunan dan tegalan seperti pada gambar 44 di bawah ini.

Semak Belukar Tahun 1992 Land Cover Tahun 2009 : Batas Kecamatan

Semak Belukar Kebun Campuran Semak Belukar Perkebunan Semak Belukar Tegalan

Gambar 43. Alih Fungsi Semak Belukar di Kecamatan Kandangan

Berdasarkan gambar 43, lokasi yang dilingkari merupakan titik pengamatan perubahan semak belukar yang terjadi. Dari titik pengamatan tersebut dalam kurun waktu 1992-2009 terjadi perubahan alih fungsi semak belukar menjadi kebun campuran, perkebunan dan tegalan. Sedangkan persebaran piksel semak belukar secara umum berada di kawasan hulu DAS di Kecamatan Pegandon, Singorojo, Patean, Candiroto, Tretep, Jumo, Kandangan, Limbangan dan Kecamatan Sumowono seperti pada gambar 44.

k. Tambak

Tambak merupakan kawasan budidaya ikan berupa pematang-pematang berpola yang berada di sekitar garis pantai. Pada hasil luasan yang didapat periode tahun 1992 hingga 2002 penutup lahan tambak berkurang sebesar 4,60% seluas 73,21 ha dari tahun 1992 sebesar 1.575,85 ha menjadi 1.502,64 ha yang disebabkan lebih pada aktifitas pembukaan tambak. Kemudian pada periode tahun 2002-2009 tambak mengalami peningkatan luasan sebesar 6,47% atau 97,29 ha menjadi 1.599.93 ha pada tahun 2009. Keteraturan perubahan tahun 1992-2009 sebesar 1,42 ha/tahun, Kondisi tersebut digambarkan pada gambar grafik 45.

Gambar 45. Grafik Penutup Lahan Tambak

Peningkatan luasan tambak sedikit banyak dipengaruhi oleh perluasan daratan akibat pengaruh dari sedimentasi dari Sungai Bodri. Perkembangan tambak di sepanjang garis pantai akan berpengaruh terhadap eksistensi dari mangrove, karena akan terjadi pembukaan mangrove untuk tambak. Persebaran piksel tambak berada di sepanjang garis panti Kecamatan Patebon dan Kecamatan Weleri seperti pada gambar 46.

l. Tubuh Air

Tubuh air dalam penelitian ini lebih pada kenampakan dari sungai dan sebagian kecil genangan-genangan air. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kondisi tubuh air pada tahun 1992-2002 turun sebesar 37% sebesar 738,34 ha dari 1.997,08 ha menjadi 1.258,74 ha pada tahun 2002 dan pada tahun 2002-2009 mengalami peningkatan sebesar 11,34% sebesar 142,74 ha menjadi 1.401,48 ha pada tahun 2009. Kondisi tersebut dapat diamati pada gambar grafik 47.

Gambar 47. Grafik Penutup Lahan Tubuh Air

Peningkatan dan berkurangnya kawasan tubuh air dipengaruhi oleh kondisi musim pada citra yang digunakan setiap tahunya, kondisi berbeda menyebabkan luasan tubuh air yang sebagian besar adalah sungai akan memiliki luasan yang berbeda pula. Persebaran piksel tubuh air pada DAS di tunjukan pada gambar 48 di bawah ini.