• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesiapan Interprofessional Education (IPE) mahasiswa semester akhir Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.2.2 Kesiapan Interprofessional Education (IPE) mahasiswa semester akhir Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU

Hasil analisa data mengenai kesiapan IPE mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU, terhadap 33 mahasiswa keperawatan dan 127 mahasiswa kedokteran menunjukkan bahwa pada mahasiswa keperawatan terdapat 97,0% mahasiswa dalam kategori kesiapan IPE tinggi, 3,0% mahasiswa dalam kategori efikasi diri sedang. Dan pada mahasiswa kedokteran

terdapat 96,1% mahasiswa dalam kategori kesiapan IPE tinggi, 3,9% mahasiswa dalam kategori kesiapan IPE sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar mahasiswa baik mahasiswa keperawatan maupun kedokteran memiliki kesiapan IPE yang sangat tinggi.

Pengkuran kesiapan menggunakan 18 pernyataan dengan 4 pilihan jawaban. Dari pernyataan tersebut diketahui jawaban responden yang mendekati

sangat setuju diantaranya yaitu “kemampuan kerja sama tim merupakan hal yang

sangat penting”, “belajar bersama mahasiswa profesi kesehatan lain akan

membantu mahasiswa menjadi anggota tim pelayanan kesehatan yang lebih baik”. Sementara jawaban tidak setuju muncul pada pernyataan “pembelajaran bersama mahasiswa profesi kesehatan lain adalah hal yang membuang waktu”, “pembelajaran bersama mahasiswa profesi kesehatan tidak saya butuhkan”. Berdasarkan indikator diketahui bahwa identitas profesi, kerjasama dalam kolaborasi, peran dan tanggung jawab mahasiswa keperawatan dan kedokteran memiliki tingkat frekuensi dan persentase hampir sama. Jawaban mahasiswa tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa keperawatan dan kedokteran menyadari pentingnya untuk belajar berkolaborasi.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran IPE ini adalah kejelasan standar kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa itu sendiri, sehingga adanya IPE akan memperjelas kontribusi setiap profesi kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan. Seperti yang diungkapkan oleh Sedyowinarso (2011) bahwa meskipun IPE dirancang untuk kelompok, pada akhirnya bertujuan untuk pengembangan masing-masing individu.

Komponen kesiapan IPE dibagi menjadi tiga komponen. Secara berurutan nilai rata-rata komponen kesiapan yang paling tinggi adalah komponen kerjasama dalam kolaborasi (97,0% mahasiswa keperawatan dan 96,9% mahasiswa kedokteran), kemudian identitas profesi (93,9% mahasiswa keperawatan dan 95,3 mahasiswa kedokteran), dan terakhir adalah komponen peran dan tanggung jawab (81,8% mahasiswa keperawatan dan 93,7% mahasiswa kedokteran). Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryakhiyati (2011) yang menunjukkan komponen kerjasama dalam kolaborasi memiliki nilai tertinggi sedangkan peran dan tanggung jawab memiliki nilai terendah pada dosen FK UGM.

Nilai tertinggi yang ditunjukkan pada komponen kerjasama dalam kolaborasi dapat diasumsikan bahwa mahasiswa keperawatan dan pendidikan dokter USU telah menyadari bahwa dengan model pemebalajaran terintegrasi seperti IPE ini dapat menjadikan mahasiswa siap untuk bekerja dalam tim. Sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa dalam IPE, diharapkan setiap mahasiswa memiliki kemampuan untuk: 1) berbagi sumber daya, keahlian dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama dalam praktik kolaboratif, 2) membangun komitmen dan mempertahankan partisipasi dalam suatu tim interprofesional, 3) mengenali saat ada ketidaksesuaian dalam praktik kolaborasi tersebut, 4) mengatasi masalah dan konflik menggunakan teknik penyelesaian masalah dan manajemen konflik yang tepat, 5) menggunakan pengambilan keputusan yang sesuai dengan tim kolaborasi (Interprofessional Education Consortium, 2002 dalam Fauziah, 2010).

Nilai rendah yang ditunjukkan pada komponen peran dan tanggung jawab dapat diasumsikan bahwa pemahaman antar profesi kesehatan tentang peran masing-masing profesi kesehatan pada mahasiswa kesehatan di USU perlu ditingkatkan. Pemahaman tentang peran dan tanggung jawab masing-masing profesi membuat profesional di bidang kesehatan akan memahami apa yang sebenarnya akan dilakukan tiap-tiap profesi dalam pekerjaannya (Gilbert et al, 2005). Dengan mengetahui peran dan tanggung jawab setiap profesi, maka pelaksanaan pembelajaran IPE akan semakin siap untuk bekerja bersama dalam tim (Morison et al, 2003).

Kesiapan mahasiswa terhadap IPE secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap kesiapan mahasiswa untuk bekerjasama di pendidikan profesi. Pada saat menempuh pendidikan profesi, mahasiswa akan menjumpai masalah teknis yang berbeda antar profesi sehingga dalam memecahkan masalah tersebut dibutuhkan kolaborasi antar profesi. Menurut Harjono (1990) kesiapan mahasiswa untuk memasuki dunia profesi adalah segala sesuatu yang harus disiapkan dalam melaksanakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan. Kesiapan mahasiswa semester akhir sebagai calon tenaga kerja merupakan suatu kondisi individu dari hasil pendidikan dan latihan atau keterampilan yang mampu memberikan jawaban terhadap situasi dalam suatu pelaksanaan pekerjaan. Kesiapan terhadap IPE bagi mahasiswa kesehatan, khususnya keperawatan dan kedokteran sangatlah penting. Hal ini dikarenakan setelah lulus kuliah, sebagian atau semua mahasiswa akan menghadapi satu jenjang pendidikan yaitu profesi. Mahasiswa yang akan menjadi calon pekerja akan belajar dan melatih diri untuk

siap menjadi tenaga kesehatan yang mampu bekerja sama dengan baik dengan tenaga kesehatan lainnya. Untuk itu, sebelum memasuki dunia profesi, mahasiswa perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Salah satu persiapan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan IPE sejak tahap perkulaiahan akademik.

Salah satu universitas yang telah menerapkan sistem pembelajaran

Interprofessional Education (IPE) adalah Universitas Gajah Mada. Penelitian yang dilakukan oleh A’la (2010), Fauziah (2010), dan Aryakhiyati (2011) tentang persepsi dan kesiapan terhadap IPE pada mahasiswa dan dosen pengajar Fakultas Kedokteran UGM menunjukkan hasil yang positif. Mayoritas mahasiswa tahap akademik menunjukkan kesiapan yang baik terhadap IPE (sebanyak 92,8%) dan sebanyak 86,8% mahasiswa memiliki persepsi yang baik terhadap IPE (A’la, 2010). Mahasiswa tahap profesi menunjukkan tingkat kesiapan yang baik terhadap IPE (sebanyak 87,97 %) dan sebanyak 83,46% menunjukkan mereka berada pada tingkat persepsi yang baik terhadap IPE.

Persepsi dan kesiapan yang tinggi pada mahasiswa terhadap IPE tidak diikuti dengan sistem pembelajaran interprofessional yang akan memfasilitasi dengan lebih baik mahasiswa dari satu disiplin ilmu untuk belajar dari disiplin ilmu lainnya. Pembelajaran bersama antardisiplin ilmu dapat meningkatkan keterampilan baru mahasiswa yang akan memperkaya keterampilan khusus yang dimiliki masing-masing disiplin dan mampu bekerja sama lebih baik dalam lingkungan tim yang terintegrasi. Saat ini Universitas Sumatera Utara masih dalam tahap memperkenalkan sistem pembelajaran IPE kepada mahasiswa dan kepada pihak-pihak terkait, untuk itu harus dibuat sebuah komitmen sehingga

pembelajaran interprofesional dapat diterapkan di institusi pendidikan dan diterapkan dalam kurikulum pendidikan di semua program pelayanan kesehatan untuk memastikan keberadaan tindakan kolaboratif yang berkelanjutan.

Kroboth dkk, (2005), menyebutkan dalam penyelenggaraan IPE diperlukan dukungan dan komitmen yang kuat dari semua stakeholder baik dari tingkat dekanat dari masing-masing profesi, pemerintah yang bertangung jawab terhadap seluruh pendidikan kesehatan dan juga administratif utama di tingkatan universitas. Para stake holder juga harus dapat mengetahui kebutuhan fakultas dalam penyelenggaran IPE diantaranya; mengenalkan IPE dalam tingkatan intrakurikuler (termasuk tingkat klinik) maupun program ekstrakurikuler, aturan yang mengatur mengenai fasilitasi IPE dan alokasi sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun dan menjaga keberlangsungan program. Apabila hal-hal tersebut tidak tersedia maka bisa menjadi penghambat terselenggaranya IPE. 5.2.3 Hubungan efikasi diri dengan kesiapan Interprofessional Education

(IPE) mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU Hasil penelitian efikasi diri dengan kesiapan IPE berhubungan secara positif dengan interpretasi nilai kekuatan hubungan rendah (r=0,332). Hasil analisa data memiliki nilai signifikan antara kedua variabel yaitu (p=0,000), dimana terdapat hubungan yang bermakna antara efikasi diri dengan kesiapan IPE mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesa penelitian ini diterima.

Wahyono (2004), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pelatihan efikasi diri dalam bidang pekerjaan akan meningkatkan kesiapan kerja pada calon

tenaga kerja. Hal ini menjelaskan bahwa dengan adanya efikasi diri dapat mempengaruhi kesiapan kerja calon lulusan. Keyakinan akan kemampuan dapat memberikan pengaruh dalam menetapkan jalannya kehidupan kerja seseorang (Betz & Hackett, 1986; Lent & Hackett, 1987). Rendahnya efikasi akan menutup perhatian pada pilihan lapangan pekerjaan meskipun di dorong oleh adanya kesempatan dan ketertarikan. (Bandura, 1997).

Penelitian yang dilakukan Reni, dkk (2008) tentang hubungan efikasi core skills dengan kesiapan kerja mahasiswa semester akhir Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan core skills seseorang dibutuhkan efikasi diri. Dimana, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara efikasi core skills dengan kesiapan kerja mahasiswa semester akhir. Analisis koefisien determinasi pada korelasi antara efikasi core skills dengan kesiapan kerja pada penelitian tersebut menunjukkan angka sebesar 0,548 yang berarti efikasi core skills memberikan sumbangan sebesar 54,8 % terhadap kesiapan kerja.

Sejalan dengan penelitian-penelitian tersebut, secara tidak langsung menjelaskan bahwa efikasi diri mempengaruhi kesiapan seseorang terhadap lingkungan baru. Dimana, mahasiswa semester akhir FK dan FKep adalah calon lulusan yang akan memasuki dunia profesi dan akan menerapkan tindakan kolaborasi atau Interprofessional di rumah sakit. Sehingga, dengan adanya efikasi diri yang baik maka semakin tinggi pula kesiapan seseorang menjalani suatu tindakan kerjasama/kolaborasi (IPE), sebaliknya semakin rendah efikasi diri seseorang, semakin rendah pula kesiapannya untuk menjalani tindakan kolaborasi.

BAB VI