Hubungan Efikasi Diri dengan Kesiapan
Interprofessional
Education (IPE)
Mahasiswa Ilmu Keperawatan dan Pendidikan
Dokter USU
SKRIPSI
Oleh
Zevelyn Grace Sirait 111101126
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hubungan Efikasi Diri dengan Kesiapan
Interprofessional
Education (IPE)
Mahasiswa Ilmu Keperawatan dan Pendidikan
Dokter USU
SKRIPSI
Oleh
Zevelyn Grace Sirait 111101126
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Title of the Thesis : Correlation between Self-Efficacy and Inter-professional
Education (IPE) Preparedness in the Students of the
Nursing Science and the Medical School, USU
Name : Zevelyn Grace Sirait
Std. ID Number : 111101126
Study Program : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)
Academic Year : 2014-2015
Abstract
Qualified health service system is changing, both in technological advancement and the increase in health service quality. Collaboration in the form of IPE learning system among health professions should be introduced as early as possible during attending lectures. Self-efficacy is individual confidence in one’s self upon his ability in doing his task or an action to achieve a certain goal. The objective of the research was to find out the correlation between self-efficacy and inter-professional education (IPE) in students of the Nursing Science and the Medical School, USU. The research was descriptive correlation study. The samples were 160 students of the Nursing Science and the Medical School, USU, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires on demographic data, self-efficacy, and IPE preparedness. The result of the research showed that 57.5% of the respondents had high self-efficacy, (69.7% of them were the Nursing students and 54.3% of them were the Medical students), 96.2% of the respondents had high IPE preparedness (97% of them were the Nursing students and 96.1% of them were the Medical students). The result of Spearman rank coefficient correlation test showed that p-value = 0.000 (p < 0.05) which indicated that there was significant correlation between self-efficacy and IPE preparedness, correlation value (r) = 0.332 which indicated that the correlation was in poor category and correlation direction was (+). The conclusion of the research was that the higher the self-efficacy was, the higher the IPE preparedness.
Judul :Hubungan Efikasi Diri dengan Kesiapan
Interprofessional Education (IPE) Mahasiswa Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU
Nama : Zevelyn Grace Sirait
NIM : 111101126
Program : Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Tahun Akademik : 2014/2015
Abstrak
Sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas terus mengalami perubahan, baik dalam hal kemajuan teknologi maupun peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan adanya kolaborasi dalam bentuk sistem pembelajaran IPE antar profesi kesehatan yang sebaiknya diperkenalkan sejak dini pada tahap perkuliahan. Efikasi diri sebagai suatu keyakinan individu terhadap diri sendiri akan kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan kesiapan interprofessional education (IPE) mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan pengambilan sampel
purposive sampling, pada 160 mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner efikasi diri dan kesiapan IPE. Hasil penelitian adalah tingkat efikasi diri mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU mayoritas tinggi yaitu 57.5% (mahasiswa keperawatan 69.7% dan mahasiswa kedokteran 54.3%), kesiapan IPE mayoritas tinggi yaitu 96.2% ( mahasiswa keperawatan 97,0% dan mahasiswa kedokteran 96,1%). Dari uji koefisien korelasi Spearman rank didapat nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara efikasi diri dengan kesiapan IPE, kekuatan korelasi (r) =0,332 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori lemah dan arah korelasi (+). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi efikasi diri, maka semakin tinggi pula kesiapan terhadap IPE.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya skripsi yang berjudul : Hubungan Efikasi Diri dengan Kesiapan Interprofessional Education (IPE) Mahasiswa Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU , dapat diselesaikan dengan baik.
Selama proses skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan,
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik mulai dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, tentulah akan terasa sangat sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Salbiah, S.Kp., M.Kep. selaku pembimbing yang telah meluangkan
banyak waktu dan perhatiannya, serta penuh kesabaran dalam memberikan masukan, arahan, dukungan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp., M.Pd. selaku dosen penguji I yang telah
memberi masukan untuk memperbaiki skripsi ini.
5. Ibu Diah Arruum, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen penguji II yang telah
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya Drs. Budiman Sirait, M.Pd. dan Ibu saya Dra. Ramean Sinaga yang telah memberikan bantuan, dukungan material dan moral serta doa demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, juga abang
saya Doddy Boy Nanda Prima Sirait yang telah memberikan dukungan dan doa untuk saya.
8. Sahabat-sahabat terbaik saya Desi, Friska, Junjungan, Loravina, Tabita, Wanda serta semua teman-teman S1 2011 Fakultas Keperawatan yang telah membantu dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat jauh saya Ongki, Natalia, Ayu, Moris yang juga telah memberikan semangat dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.
10. KTB Narwastu dan PKK saya yang terkasih Kak Natalisda Halawa, yang juga telah mendukung dan mendoakan saya selalu.
11. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh
pendidikan dan penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dan
penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak untuk hasil yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih
Medan, 7 Juli 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN ORISINILITAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR SKEMA ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1. Latar belakang ... 1
2. Rumusan Masalah ... 5
3. Tujuan Penelitian ... 5
4. Pertanyaan penelitian ... 5
5. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7
1. Efikasi diri ... 7
2. Kesiapan IPE ... 12
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 19
1. Kerangka Penelitian ... 19
2. Definisi operasional ... 20
3. Hipotesa penelitian ... 21
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 22
2. Populasi dan sampel ... 22
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23
4. Pertimbangan Etik ... 24
5. Instrumen Penelitian ... 24
6. Uji validitas dan realibilitas instrumen ... 27
7. Pengumpulan Data ... 28
8. Analisa Data ... 28
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
1. Hasil penelitian ... 30
2. Pembahasan ... 34
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
1. Kesimpulan ... 42
2 . Saran ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penjelasan Tentang Penelitian ... 53
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden ... 54
Lampiran 3 Instrumen Penelitian ... 55
Lampiran 4 Hasil Reliabilitas Kuesioner ... 64
Lampiran 5 Hasil Penelitian ... 66
Lampiran 6 Master Tabel ... 71
Lampiran 7 Jadwal Tentatif Penelitian ... 82
Lampiran 8 Taksasi Dana ... 83
Lampiran 9 Surat Validitas Kuesioner ... 85
Lampiran 10 Surat Etik Penelitian ... 86
Lampiran 11 Surat Uji Reliabilitas Kuesioner ... 86
Lampiran 12 Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner ... 87
Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 88
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian ... 89
Lampiran 15 Surat Permohonan Selesai Penelitian ... 90
Lampiran 16 Surat Selesai Penelitian ... 94
Lampiran 17. Surat Keaslian Terjemahan ... 96
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi operasional variabel penelitian... 20
Tabel 4.1 Populasi dan Sampel ... 23
Tabel 4.2 Gambaran distribusi item Efikasi Diri ... 25
Tabel 4.3 Gambaran distribusi item Kesiapan IPE ... 26
Tabel 4.4 Panduan interpretasi hasil Uji hipotesa ... 29
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi ... 31
Tabel 5.2 Distribusi Tingkat efikasi diri mahasiswa FK dan FKep ... 32
Tabel 5.3 Distribusi Tingkat efikasi diri berdasarkan indikator ... 32
Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Kesiapan IPE mahasiswa FK dan FKep ... 33
Tabel 5.5 Distribusi Tingkat kesiapan IPE berdasarkan indikator ... 34
Title of the Thesis : Correlation between Self-Efficacy and Inter-professional
Education (IPE) Preparedness in the Students of the
Nursing Science and the Medical School, USU
Name : Zevelyn Grace Sirait
Std. ID Number : 111101126
Study Program : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep)
Academic Year : 2014-2015
Abstract
Qualified health service system is changing, both in technological advancement and the increase in health service quality. Collaboration in the form of IPE learning system among health professions should be introduced as early as possible during attending lectures. Self-efficacy is individual confidence in one’s self upon his ability in doing his task or an action to achieve a certain goal. The objective of the research was to find out the correlation between self-efficacy and inter-professional education (IPE) in students of the Nursing Science and the Medical School, USU. The research was descriptive correlation study. The samples were 160 students of the Nursing Science and the Medical School, USU, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by distributing questionnaires on demographic data, self-efficacy, and IPE preparedness. The result of the research showed that 57.5% of the respondents had high self-efficacy, (69.7% of them were the Nursing students and 54.3% of them were the Medical students), 96.2% of the respondents had high IPE preparedness (97% of them were the Nursing students and 96.1% of them were the Medical students). The result of Spearman rank coefficient correlation test showed that p-value = 0.000 (p < 0.05) which indicated that there was significant correlation between self-efficacy and IPE preparedness, correlation value (r) = 0.332 which indicated that the correlation was in poor category and correlation direction was (+). The conclusion of the research was that the higher the self-efficacy was, the higher the IPE preparedness.
Judul :Hubungan Efikasi Diri dengan Kesiapan
Interprofessional Education (IPE) Mahasiswa Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU
Nama : Zevelyn Grace Sirait
NIM : 111101126
Program : Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Tahun Akademik : 2014/2015
Abstrak
Sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas terus mengalami perubahan, baik dalam hal kemajuan teknologi maupun peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat ditingkatkan dengan adanya kolaborasi dalam bentuk sistem pembelajaran IPE antar profesi kesehatan yang sebaiknya diperkenalkan sejak dini pada tahap perkuliahan. Efikasi diri sebagai suatu keyakinan individu terhadap diri sendiri akan kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan kesiapan interprofessional education (IPE) mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan pengambilan sampel
purposive sampling, pada 160 mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi, kuesioner efikasi diri dan kesiapan IPE. Hasil penelitian adalah tingkat efikasi diri mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU mayoritas tinggi yaitu 57.5% (mahasiswa keperawatan 69.7% dan mahasiswa kedokteran 54.3%), kesiapan IPE mayoritas tinggi yaitu 96.2% ( mahasiswa keperawatan 97,0% dan mahasiswa kedokteran 96,1%). Dari uji koefisien korelasi Spearman rank didapat nilai p sebesar 0,000 (p<0,05) yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara efikasi diri dengan kesiapan IPE, kekuatan korelasi (r) =0,332 yang mengidentifikasikan bahwa kekuatan hubungan dalam kategori lemah dan arah korelasi (+). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi efikasi diri, maka semakin tinggi pula kesiapan terhadap IPE.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas terus mengalami perubahan, baik dalam hal kemajuan teknologi maupun prosedur layanan kesehatan yang
digunakan (Siegler & Whitney, 2000). Sistem pelayanan kesehatan yang masih terpisah-pisah dan kurangnya komunikasi sering menimbulkan persepsi yang
salah antar profesi (Ternov & Akelsson, 2005). Hal tersebut menimbulkan kerawanan terjadi kesalahan medik (medical error). Kasus kematian akibat
medical error sangat tinggi jumlahnya jika dibandingkan dengan penyebab yang lain. The Institute of Medicine (IOM) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 40.000-100.000 klien meninggal akibat medical error di pelayanan kesehatan di AS. Di Australia, kesalahan medik mengakibatkan 18.000 kematian dan lebih dari 50.000 pasien menjadi cacat setiap tahun (IHI, 2004).
Salah satu hal yang menjadi tantangan bagi institusi kesehatan adalah bagaimana agar bisa mendayagunakan tenaga kerja kesehatan yang ada secara optimal untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, keluarga, dan masyarakat
dengan biaya yang efektif (IPEC, 2011). Menurut Keith (2008), kunci pelayanan yang komprehensif dengan biaya yang efisien adalah dengan meningkatkan
kolaborasi yang efektif antar tenaga kesehatan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
WHO di dalam Framework of Action on Interprofessional Education and
menyangkut banyak aspek kehidupan tidak bisa dilakukan hanya dengan sistem uniprofesional.
Interprofesional education (IPE) merupakan salah satu sistem pendidikan yang dicetuskan WHO sebagai sistem pendidikan yang terintegrasi untuk menyiapkan praktek kolaborasi. IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi belajar
dan mampu berkolaborasi dalam meningkatkan kesehatan (CAIPE, 2011). Pelaksanaan IPE yang efektif dapat menghasilkan praktek kolaborasi yang efektif
juga (WHO, 2010). IPE merupakan langkah penting dalam mempersiapkan kesiapan praktek kolaborasi tenaga kesehatan yang lebih baik. Banyak negara maju yang memasukkan IPE ke dalam kurikulum pendidikan (Wilhelmsson et al., 2011). CIHC (2007) menyatakan bahwa dengan penerapan IPE pada pendidikan akademik dapat meningkatkan kualitas praktek dalam proses menjalani profesi,
sehingga dapat memberikan dampak positif terhadap pelayanan kesehatan. Pada saat menempuh pendidikan profesi, mahasiswa akan menjumpai masalah teknis
yang berbeda antar profesi sehingga dalam memecahkan masalah tersebut dibutuhkan kolaborasi antar profesi.
Penelitian IPE pada mahasiswa di institusi pendidikan kesehatan sudah
mulai dilakukan. Salah satu hasil penelitian nasional terbaru mengenai persepsi dan kesiapan mahasiswa kesehatan terhadap IPE telah dilakukan oleh
Sedyowinarso dkk., (2011) menunjukkan mahasiswa kesehatan Indonesia
memiliki persepsi yang baik terhadap IPE sebanyak 73,62% dan sebanyak 79,90% mahasiswa memiliki kesiapan yang baik terhadap IPE. Hasil penelitian ini
IPE dalam sistem pendidikan ilmu kesehatan di Indonesia (Sedyowinarso dkk.,
2011).
IPE sudah mulai diperkenalkan di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2014. Saat ini wujud konkrit penerapan IPE di FK dan FKep USU masih belum terlihat. Banyaknya hambatan dalam proses pengembangan seperti penanggalan
akademik, peraturan akademik, lahan praktek klinik, sumber keuangan, kekurangan pengajar interdisipliner, tingkat persiapan peserta didik, dan
sebagainya menjadi faktor yang memungkinan IPE belum dapat dikembangkan sampai saat ini (ACCP, 2009). Penelitian tentang persepsi dan kesiapan IPE merupakan bentuk riset awal yang paling penting dan paling sering dilakukan di
beberapa negara yang telah menerapkan dan mulai mengembangkan IPE. Namun sampai dengan saat ini belum ada riset yang meneliti tentang IPE di Universitas
Sumatera Utara.
Perkembangan IPE sangat membutuhkan sikap dan keinginan mahasiswa
untuk bekerja sama (Barnsteiner, 2007). Antusiasme dan kemauan mahasiswa terhadap sesuatu yang baru dapat dijadikan sebagai patokan kesiapan. Kesiapan merupakan sikap psikologis yang harus dimiliki seseorang sebelum melakukan
sesuatu (Slameto, 2003). Menurut Ker et al (2003), penerimaan mahasiswa terhadap pemahaman tentang profesi lain merupakan suatu pendekatan yang harus
Terdapat satu aspek yaitu aspek kepribadian yang diduga mempengaruhi peran seseorang dalam sebuah tim (Wilhelmsson et al., 2011). Ketika bekerja dalam tim, kepribadian seseorang akan terekspresikan dalam kecenderungan untuk mengambil atau menghindari peran tertentu (Cardona dan Wilkinson, 2006). Salah satu aspek kepribadian yang mempengaruhi peran tersebut adalah
efikasi diri. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati (2010) yang meneliti tentang pengaruh efikasi diri terhadap peran
dan cara pengambilan keputusan dalam teamwork, dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang memiliki efikasi diri yang baik akan menetapkan tujuan yang tinggi dan berpegang teguh pada tujuannya. Sebaliknya,
seseorang yang memiliki efikasi diri yang lemah akan berkomitmen lemah pada tujuannya, sehingga terjadi ketidakpatuhan terhadap pemenuhan kulitas pekerjaan
yang dilakukan. Efikasi diri mendorong proses kontrol diri untuk
mempertahankan prilaku yang dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas pekerjaan
(Bandura 1982 dalam Kott, 2008)
Berdasarkan teori- teori tersebut, maka individu dengan efikasi diri yang baik memiliki ciri-ciri yang dapat mendukung untuk pelaksanaan teamwork yang efektif. Mahasiswa FK dan Fkep USU merupakan salah satu institusi pendidikan di Indonesia yang menghasilkan profesional di bidang kesehatan. Oleh sebab itu,
Collaborative (IPEC) pada mahasiswa semester akhir Fakultas Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan
masalah “Bagaimana hubungan efikasi dengan kesiapan Interprofessional
Educationmahasiswa Ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU?”. 3. Pertanyaan Penelitian
3.1 Bagaimana efikasi diri mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU?
3.2 Bagaimana kesiapan mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan
pendidikan dokter USU terhadap IPE?
3.3 Bagaimana hubungan efikasi diri dengan kesiapan IPE mahasiswa
semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU?
4. Tujuan
4.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan kesiapan IPE mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan
dokter USU.
4.2 Tujuan Khusus
4.2.1 Mengidentifikasi efikasi diri mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU meliputi kognitif,
4.2.2 Mengidentifikasi kesiapan mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU terhadap IPE meliputi
identitas profesi, kerjasama dalam kolaborasi, peran dan tanggung jawab
4.2.3 Mengetahui hubungan antara efikasi diri dan kesiapan IPE
mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU
5. Manfaat penelitian
5.1 Bagi pendidikan keperawatan
5.1.1 Sebagai salah satu bahan pertimbangan institusi terhadap
pengembangan pembelajaran Interprofessional Education
khususnya pada mahasiswa kesehatan, sehingga mahasiswa lulusan
mampu berkolaborasi dalam dunia profesi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
5.1.2 Sebagai wacana ilmiah dan acuan untuk melaksanakan penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya yang menyangkut tentang IPE.
5.2 Bagi pelayanan keperawatan
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pembelajaran IPE dan
hubungan efikasi diri dengan kesiapan Interprofessional Education
khususnya pada mahasiswa keperawatan. 5.3 Bagi penelitian keperawatan
Sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Efikasi diri
1.1 Pengertian efikasi diri
Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang ingin dicapai (Bandura 1986
dalam Thakar, 2009). Menurut Kahn (2011) efikasi diri merupakan persepsi individu akan kapasitasnya dalam menyelesaikan suatu tugas. Bonar (2002 dalam Kahn, 2011) mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan diri yang tinggi
akan kemampuan diri untuk menggunakan kemampuan kontrol dirinya ( self-control). Cain (2005 dalam Kahn, 2011) mengartikan efikasi sebagai kepercayaan diri akan kemampuan diri dalam melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk hasil yang diinginkan.
Menurut Matlin (2004 dalam Sulistyawati, 2010) seseorang yang memiliki efikasi dri yang tinggi, mampu mengatur kehidupan mereka untuk lebih berhasil. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ames (2001 dalam Balkis, 2011)
bahwa efikasi diri merupakan keyakinan dasar yang memimpin seseorang untuk mencapai kesuksesan atau keberhasilan. Seseorang dengan efikasi diri yang
tinggi ketika awalnya tidak berhasil, mereka akan mencoba cara yang baru, dan bekerja lebih keras. Ketika masalah timbul, seseorang dengan efikasi diri yag kuat tetap tenang dalam menghadapi masalah dan mencari solusi, bukan memikirkan
Bandura (1997) mengemukakan bahwa efikasi diri sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan core skills seseorang. Kemampuan core skills sendiri terdiri dari kemampuan komunikasi, kemampuan angka atau numeracy, kemampuan IT, kemampuan belajar, dan kemampuan kerja sama. Wahyono (2004) menemukan bahwa pelatihan efikasi diri dalam bidang pekerjaan akan
meningkatkan kesiapan kerja pada calon tenaga kerja.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah
keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam menghadapi masalah, mencari solusi, dan meningkatkan kesiapan kerja pada calon tenaga kerja.Efikasi diri menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi dirinya dan
berperilaku.
1.2 Mekanisme efikasi diri
Menurut teori kognitif sosial bandura (1986), setiap individu memiliki sistem diri yang memungkinkan mereka melakukan langkah pengawasan atas pikiran,
perasaan, motivasi, dan aktivitas mereka sendiri. Sisem ini memberikan mekanisme referensi dan susunan subfungsi untuk merasa, mengatur, dan mengevaluasi perilaku, sebagai hasil dari saling keterikatan antara sistem dan
sumber-sumber lingkungan pengaruh tersebut. Hal ini memberikan sebuah fungsi pengaturan diri dengan memberikan kemampuan mengaruhi proses kognitif dan
aksi kepada setiap idividu, dan kemudian merubah lingkungannya.
Bandura (1986) juga menjelaskan bahwa melalui proses refleksi diri, seseorang mampu mengevaluasi pengalaman dan proses berpikirnya. Menurut
apa yang telah mereka capai tidak selalu menjadi prediktor untuk capaian-capaian berikutnya. Hal tersebut karena kepercayaan yang mereka pegang mempengaruhi
secara luas cara bertindak mereka. Akhirnya perilaku seseorang di mediasi oleh kepercayaan tentang kemampuan mereka dan sering kali dapat diprediksi dengan usaha ini. Hal ini tidak berarti seseorang dapat menyelesaikan tugas diluar
kemampuannya semata-mata dengan keyakinan bahwa mereka mampu. Untuk berfungsi secara kompeten, seseorang membutuhkan keserasian antara
kepercayaan-kepercayaan diri pada satu sisi, dan kemampuan serta pengetahuan di sisi lain. Sehingga, efikasi diri merupakan faktor penting pada tahap pertama bagaimana pengetahuan dan kemampuan yang baik dibutuhkan.
1.3 Perkembangan Efikasi Diri
Bandura (1986) menyatakan bahwa efikasi diri berkembang secara teratur
sesuai tumbuh kembang, usia, pengalaman dan perluasan lingkungan. Bayi mulai mengembangkan efikasi dirinya sebagai usaha untuk melatih pengaruh
lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial dan kecakapan berbahasa yang hampir secara konstan digunakan dan ditujukan pada lingkungan. Awal dari
perkembangan efikasi diri dipusatkan pada orang tua kemudian dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya dan orang dewasa lainnya.
Pada usia sekolah, proses pembentukan efikasi diri secara kognitif terbentuk dan berkembang termasuk pengetahuan, kemampuan berpikir, kompetisi dan interaksi sosial baik sesama teman maupun guru. Pada usia remaja, efikasi diri
individu belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Pada usia dewasa, efikasi diri meliputi penyesuaian pada masalah perkawinan, menjadi orang tua,
dan pekerjaan. Sedangkan pada masa lanjut usia, efikasi diri berfokus pada penerimaan dan penolakan terhadap kemampuannya, seiring dengan penurunan kondisi fisik dan intelektualnya.
1.4 Dimensi efikasi diri
Menurut Bandura (1997 dalam Sulistiyawati, 2010) terdapat tiga dimensi dari
efikasi diri pada diri manusia, yaitu : a. Dimensi tingkat (level)
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa
mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan
terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk
memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas
kemampuan yang di rasakannya. b. Dimensi kekuatan (strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya,
Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tiggi level taraf
kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. c. Dimensi generalisasi (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu
merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau
pada serangkain aktivitas dan situasi yang bervariasi.
1.5 Proses Pembentukan Efikasi Diri
Menurut Corsini (2002 dalam Siregar, 2012) efikasi diri terbentuk melalui
empat proses, yaitu: kognitif, motivasi, afektif dan seleksi yang berlangsung sepanjang kehidupan.
a. Kognitif
Yaitu kemampuan untuk memikirkan cara-cara yang digunakan, dan
merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu fungsi berpikir adalah untuk memprediksi kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Semakin efektif kemampuan seseorang dalam
analisis berpikir dan dalam berlatih, maka akan mendukung seseorang bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Motivasi
Yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri melalui pikirannya untuk melakukan tindakan dan membuat keputusan serta mencapai tujuan yang
individu untuk mewujudkan tindakan yang diharapkan. Tiap-tiap individu berusaha memotivasi diriya dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang
akan dilakukan, mengantisipasi pikiran sebagai latihan untuk mencapai tujuan, dan merencanakan tindakan yang akan dilaksanakannya. Motivasi dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan.
c. Afektif
Yaitu kemampuan individu untuk mengatasi perasaan emosi yang
ditimbulkan dari diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi berperan pada pengaturan diri individu terhadap pengaruh emosi. Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dengan mengontrol kecemasan dan perasaan
depresif yang menghalangi pola pikir yang besar untuk mencapai tujuan.
d. Seleksi
Yaitu kemampuan individu untuk melakukan pertimbangan secara matang dalam memilih perilaku dan lingkungannya. Individu akan menghindari aktivitas
dan situasi yang diyakini melebihi kemampuan yang mereka miliki, tetapi mereka siap melakukan ativitas menantang dan situasi yang mereka rasa mampu untuk mengendalikannya.
2. Interprofesional Education (IPE)
2.1 Definisi IPE
IPE adalah metode pembelajaran yang interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana belajar berkolaborasi untuk mewujudkan
interpersonal, kelompok, organisasi dan hubungan antar organisasi sebagai proses profesionalisasi (Royal College of Nursing, 2006). IPE dapat terjadi ketika dua atau lebih mahasiswa dari program studi kesehatan yang berbeda belajar bersama yang bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan kualitas pelayanan kesehatan (CAIPE, 2002).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa di dalam dunia kesehatan, IPE dapat terwujud apabila para mahasiswa dari berbagai
program studi di bidang kesehatan serta disiplin ilmu terkait berdiskusi bersama mengenai konsep pelayanan kesehatan dan bagaimana kualitasnya dapat ditingkatkan demi kepentingan masyarakat luas. Secara spesifik, IPE dapat
dimanfaatkan untuk membahas isu-isu kesehatan maupun kasus tertentu yang terjadi di masyarakat supaya melalui diskusi interprofesional tersebut ditemukan
solusi-solusi yang tepat dan dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien. Penerapan IPE diharapkan dapat membuka mata masing-masing profesi, untuk
menyadari bahwa dalam proses pelayanan kesehatan, seorang pasien menjadi sehat bukan karena jasa dari salah satu profesi saja, melainkan merupakan konstribusi dari tiap profesi yang secara terintegrasi melakukan asuhan kesehatan
(HPEQ, 2011).
2.2 Manfaat dan Tujuan IPE
Interprofessional education dalam dunia pendidikan tinggi di bidang kesehatan bertujuan untuk membantu mempersiapkan mahasiswa profesi kesehatan untuk nantinya mampu terlibat dan berkontribusi aktif positif dalam
Gambar 2.1 Framework for action on interprofessional education & collaboration practice (WHO, 2010)
Gambar 2.1 memperlihatkan bagaimana IPE memegang peranan penting
yaitu sebagai jembatan agar di suatu negara collaborative practice dapat dilaksanakan. IPE berdampak pada peningkatan apresiasi siswa dan pemahaman
tentang peran, tanggung jawab, dan untuk mengarahkan siswa supaya berpikir kritis dan menumbuhkan sikap profesional (Galle & Rolelei, 2010).
World Health Organization (WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa banyak sistem kesehatan di negara-negara di dunia yang sangat terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan masalah kesehatan di negara itu
sendiri. Hal ini kemudian disadari karena permasalahan kesehatan sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan, dan untuk dapat memecahkan satu
persatu permasalahan tersebut atau untuk meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri, tidak dapat dilakukan hanya dengan sistem uniprofessional. Kontribusi berbagi disiplin ilmu ternyata memberi dampak positif dalam penyelesaian
Mahasiswa harus mampu memahami konsep IPE sedini mungkin untuk dapat bersama-sama memecahkan masalah kesehatan di kemudian hari.
Mahasiswa yang sejak awal mampu bekerja secara interprofesi diharapkan sudah siap untuk memasuki dunia kerja dan masuk ke dalam tim collaborative practice.
Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai
kemudian menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah atau untuk
peningkatan kualitas kesehatan (Thistlethwaite & Monica, 2010).
2.3 Metode Pembelajaran IPE
Beberapa metode pembelajaran IPE yang dapat diterapkan menurut CFHC
IPE 2014 adalah : 1. Kuliah klasikal
IPE dapat diterapkan pada mahasiswa menggunakan metode pembelajaran berupa kuliah klasikal. Setting perkuliahan melibatkan beberapa pengajar dari berbagai disiplin ilmu (team teaching) dan melibatkan mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum terintegrasi dari berbagai profesi kesehatan. Kuliah dapat berupa sharing
keilmuan terhadap suatu masalah atau materi yang sedang dibahas. 2. Kuliah Tutorial (PBL)
Setting kuliah tutorial dapat dilakukan dengan diskusi kelompok kecil yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan.
Mereka membahas suatu masalah suatu masalah dan mencoba
Modul yang digunakan adalah modul terintegrasi. Dosen berupa team teaching dari berbagai profesi dan bertugas sebagai fasilitator dalam diskusi tersebut.
3. Kuliah Laboratorium
Kuliah laboratorium dilaksanakan pada tatanan laboratorium. Modul yang
digunakan adalah modul terintegrasi yang melibatkan mahasiswa yang berasal dari berbagai profesi kesehatan.
4. Kuliah Skills Laboratorium
Skills Laboratorium merupakan metode yang baik bagi IPE karena dapat mensimulasikan bagaimana penerapan IPE secara lebih nyata. Dalam
pembelajaran skills laboratorium, mahasiswa dapat mempraktekkan cara berkolaborasi dengan mahasiswa dari berbagai profesi dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada pasien. 5. Kuliah Profesi/Klinis-Lapangan
Pendidikan profesi merupakan pendidikan yang dilakukan di rumah sakit dan di komunitas. Pada pendidikan profesi mahasiswa dihadapkan pada situasi nyata di lapangan untuk memberikan pelayanan kepada pasien nyata. Melalui
pendidikan profesi, mahasiswa dapat dilatih untuk berkolaborasi dengan mahasiswa profesi lain dalam kurikulum IPE.
2.4 Hambatan IPE
Berbagai penelitian mengenai hambatan IPE sudah banyak dilakukan. Hambatan ini terdapat dalam berbagai tingkatan dan terdapat pada
penting untuk mengatasi hambatan-hambatan ini sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi praktik kolaborasi hingga
perubahan sistem pelayanan kesehatan (Sedyowinarso, dkk., 2012).
Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah penanggalan akademik, peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek
klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian profesional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar
interdisipliner, kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap waktu
(ACCP, 2009).
2.5 Kesiapan terhadap IPE
Kesiapan (readiness) merupakan keseluruhan sifat atau kekuatan yang membuat seseorang beraksi dengan cara tertentu. Kesiapan dapat dilihat dari
antusiasme dosen dan keinginan dosen terhadap penerimaan sesuatu yang baru. Kesiapan dosen sangat mempengaruhi pelaksanaan IPE (Parsell & Bligh, 2009). Dosen yang siap dan mampu untuk menerapkan IPE adalah syarat mutlak dari
penerapan IPE. Kesiapan IPE dapat dilihat dengan tiga domain umum yaitu: 1) identitas profesional, 2) teamwork, 3) peran dan tanggung jawab. Ketiga domain ini saling berhubungan dalam membangun kesiapan untuk penerapan IPE (Lee, 2009).
Identitas profesi merupakan suatu hal yang penting karena hal ini menjadi
Fauziah,2010) menjelaskan identitas profesi adalah komponen kunci dari sebuah profesionalisme yang merupakan bagian integral dari filosofi pelayanan
kesehatan. Identitas profesi harus dikembangkan seiring perkembangan zaman. Ini dapat dilakukan melalui interaksi dengan profesi lain untuk membentuk dasar pemahaman mengenai interprofesional antar tenaga kesehatan.
Teamwork dalam kolaborasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki mahasiswa dalam IPE. Kompetensi teamwork meliputi: 1) kekompakan tim, yaitu kekuatan tim yang membuat anggotanya untuk tetap setia menjadi bagian sebuah tim yang merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi sebuah tim, 2) saling percaya, yaitu sebuah sikap positif dari anggota tim terhadap
anggota yang lainnya, meliputi perasaan, mood dan lingkungan internal kelompok, 3) berorientasi kolektif, maksudnya sebuah keyakinan bahwa
pendekatan secara tim merupakan cara yang lebih kondusif dari pendekatan secara personal dalam menyelesaikan persoalan, 4) mementingkan kerja sama, yaitu
sikap positif yang ditunjukkan anggota tim dengan mengacu pada bekerja sebagai tim (ACCP, 2009).
Peran menurut Robbins (2000 dalam Fauziah, 2010) merupakan
seperangkat perilaku yang diharapkan pada seseorang dengan posisi yang diberikan dalam unit sosial. Pemahaman terhadap peran masing-masing terbentuk
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan landasan berpikir untuk melakukan
penelitian. Berdasarkan penjelasan teori pada tinjauan pustaka maka peneliti ingin melihat gambaran efikasi diri berdasarkan proses pembentukan efikasi, dan
gambaran kesiapan IPE berdasarkan tiga domain umum menurut Lee tahun 2009.
Menurut Corsini (2002), ada empat aspek pembentukan efikasi diri yang dapat menggambarkan efikasi diri seseorang. Aspek tersebut adalah kognitif, motivasi,
afektif, seleksi. Kemudian, untuk kesiapan Interprofessional Education terdapat 3 domain umum yaitu: 1) identitas profesi, 2) kerjasama dalam kolaborasi, 3) peran dan tanggung jawab (Lee, 2009).
Dengan demikian kerangka konseptual dalam penelitian tentang hubungan efikasi diri dengan kesiapan kolaborasi interprofesional mahasiswa semester akhir
profesi ilmu keperawatan dan kedokteran adalah
Skema 3.1 : Kerangka konsep penelitian
KESIAPAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION
1. Identitas Profesi
2. Kerjasama dalam kolaborasi 3. Peran dan tanggung jawab EFIKASI DIRI
2. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi operasional variabel penelitian
3. Hipotesa Penelitian
(Ho) : Tidak ada hubungan efikasi diri dengan kesiapan Interprofessional Education (IPE) mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Desain penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi yang
bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara efikasi diri dengan kesiapan
Interprofessional Education mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU.
2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU. Melalui data yang berhasil dikumpulkan peneliti diketahui bahwa populasi mahasiswa semester akhir
keperawatan adalah 130 orang dan populasi mahasiswa semester akhir kedokteran adalah 509 orang (Direktori USU, 2014).
2.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumusan Arikunto (2002) yang menyatakan bahwa jika populasi kurang dari 100 maka penelti dapat
mengambil semua populasi sebagai sampel penelitian. Jika populasiya lebih dari 100 maka peneliti dapat mengambil sampel penelitian 10-15% atau 20-25%.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel penelitian 25% dari total populasi tiap mahasiswa. Berdasarkan uraian tersebut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
Tabel 4.1 Populasi dan Sampel
Kedokteran 509 orang 127 orang
Jumlah 639Orang 160 orang
2.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang dipilih adalah nonprobability sampling
dengan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kriteria inklusi dan eklusi tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Mahasiswa S1 keperawatan dan pendidikan dokter yang sedang menjalani tahap akhir perkuliahan akademik
2. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed
consent..
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keperawatan dan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada April –
Juni 2015.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin serta rekomendasi dari
Sumatera Utara, peneliti mulai melakukan pengumpulan data dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent) kepada mahasiswa sebagai responden. Sebelum mahasiswa mengisi dan mendatangani lembar persetujuan, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan, prosedur penelitian yang akan dilakukan. Jika mahasiwa bersedia untuk menjadi objek
penelitian, maka harus mendatangani lembar persetujuan. Jika mahasiswa tidak bersedia, maka mahasiswa berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama
proses pengumpulan data berlangsung.
Peneliti tidak memaksa dan tetap menghargai haknya. Peneliti menjaga identitas mahasiswa dengan memakai kode tertentu serta tidak mencampuri
hal-hal yang bersifat pribadi dari mahasiswa (Anonimity). Kerahasiaan informasi mahasiswa dijamin oleh peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden juga
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Confidentiality). Jika dalam pengisian kuesioner mahasiswa kurang mengerti, maka peneliti memberikan
penjelasan. Setelah seluruh kuesioner dijawab mahasiswa, kemudian
dikembalikan kepada peneliti. .
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner efikasi diri disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka dan untuk
kuesioner kesiapan interprofessional education (IPE) dimodifikasi dari kuesioner
Readiness for Interprofessional Learning Scale (RIPLS).
a. Bagian pertama tentang data demografi meliputi: kode responden, jenis kelamin, usia, semester, dan fakultas
b. Bagian kedua tentang efikasi diri yang berisi tentang indikator proses pembentukan efikasi diri yang dapat menggambarkan efikasi diri mahasiswa secara ordinal. Kuesioner pada bagian ini terdiri dari 27 pernyataan tertulis
dengan 4 pilihan jawaban, untuk pernyataan positif selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2 dan tidak pernah diberi skor 1.
Tabel 4.2 Gambaran Distribusi Item Kuesioner Efikasi Diri
Aspek Item
Positif Negatif
Kognitif 1,2,3,4 5,6,7,8
Motivasi 9,10,11.12 13,14,15
Afektif 19,20,21,22,23,24 16,17,18
Selektif 26,27 25
Untuk menentukan panjang kelas (interval), menggunakan rumus sebagai berikut (Hidayat, 2007).
p = �� ��
�� �
p = panjang kelas interval
Rentang = nilai tertinggi – nilai terendah
Banyak kelas = jumlah kategori
Dimana nilai tertinggi adalah 108 dan terendah adalah 27. Maka
jawaban 83-108), sedang ( jika total skor jawaban 55-82) dan rendah ( jika total skor jawaban 27-54) , sehingga panjang kelasnya ialah 27.
c. Bagian ketiga tentang kuesioner kesiapan IPE yang berisi tentang beberapa pernyataan terkait dengan kesiapan mahasiswa dalam mengikuti IPE. Kuesioner pada bagian ini diadopsi dari kuesioner Readiness for Interprofessional Learning Scale (RIPLS). Kuesioner ini terdiri dari 18 pernyataan tertulis yang mencakup tiga aspek kesiapan kolaborasi interprofesional, dengan 4 pilihan jawaban disetiap
pernyataan dan menggunakan skala likert. Untuk pilihan sangat setuju diberi skor 4, setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju diberi skor 1.
Tabel 4.3 Gambaran Distribusi Kesiapan IPE
Untuk menentukan panjang kelas (interval), menggunakan rumus yang sama dengan kuesioner efikasi diri. Dimana nilai tertinggi adalah 72 dan terendah
adalah 18. Maka rentangnya adalah 54. Banyak kelasnya ialah 3 yaitu tinggi ( jika total skor jawaban 54-72), sedang ( jika total skor jawaban 36-53), dan rendah (
jika total skor jawaban 18-35), sehingga panjang kelasnya ialah 18.
Dimensi Item
Positif Negatif
1. Identitas profesi 1,3,6 10,11
2. Kerjasama dalam
kolaborasi
2,4,5,7,8,13,16,17 -
3. Peran dan tanggung
jawab
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas
instrument diuji kelayakannya dengan cara mengoreksi instrumen dan dilakukan penilaian oleh tenaga ahli yang berkompeten dibidangnya yaitu dosen keperawatan Universitas Sumatera Utara. Uji validitas yang dilakukan adalah
validitasi isi (content validity) yaitu dengan memberikan instrument kepada para pakar yang menguasai topik yang akan diteliti untuk mengetahui sampai sejauh
mana instrument tersebut dapat mewakili faktor yang diteliti (Dempsey & Dempsey, 2002). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang
rendah. Kuesioner efikasi diri yang digunakan dalam penelitian ini divalidasi oleh 1 dosen keperawatan yang ahli dibidangnya yaitu Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp,
MNS dengan nilai CVI adalah 0,814. Sedangkan kuesioner kesiapan
interprofessional education (IPE) yang digunakan dalam penelitian ini divalidasi oleh 2 dosen yang ahli di bidangnya juga yaitu dr. Dedi Ardinata, M.Kes, dan Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS dengan nilai CVI adalah 0,855.
Uji reabilitas pada penelitian ini dilakukan sebelum pengumpulan data
kepada sampel yang memenuhi kriteria seperti sampel yaitu sebanyak 60 orang. Uji reabilitas untuk kuesioner efikasi diri dan kesiapan IPE menggunakan uji cronbac’h alpha dengan menggunakan program komputerisasi. Suatu instrumen
dikatakan reliabel jika memiliki reliabilitas lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995). Hasil uji reabilitas yang diperoleh untuk kuesioner variabel efikasi diri
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas
Keperawatan USU. Kemudian peneliti menjumpai mahasiswa dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Mahasiswa yang tidak bersedia, maka peneliti tidak akan memaksa dan menghargai haknya. Mahasiswa yang bersedia untuk
diteliti maka peneliti memberikan informed consent untuk dibaca dan
ditandatangani. Kemudian mahasiswa yang sudah menandatangani informed consent akan diberi kuesioner untuk diisi. Setelah memperoleh seluruh data responden, maka data dikumpulkan untuk diolah.
8. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan data, kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kemudian memasukkan (entry) data
ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program SPSS.
8.1. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan prosedur yang dilakukan untuk menganalisa
data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungger, 1995). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik
8.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yaitu analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel independen terhadap dependen. Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan menggunakan uji statistik korelasi spearman rank. Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah korelasinya.
Tabel 4.4 Panduan interpretasi hasil uji hipotesa berdasarkan kekuatan korelasi,nilai p, dan arah korelasinya
No. Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan korelasi 0,00-0,199
0,20-0,399 antara dua variabel yang diuji
Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji
3. Arah korelasi + (positif)
- (negatif)
Searah, semakin besar nilai suatu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan efikasi diri dengan kesiapan Interprofessional Education (IPE) mahasiswa keperawatan dan pendidikan dokter USU. Penelitian ini dimulai pada 3 April
sampai dengan tanggal 8 Juni di fakultas keperawatan dan pendidikan dokter USU dengan jumlah responden 160 orang.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian dibagi atas empat bagian yaitu distribusi karakteristik data demografi responden, efikasi diri mahasiswa semester akhir FKep dan FK,
kesiapan interprofessional education (IPE) mahasiswa semester akhir FKep dan FK, serta mengidentifikasi ada tidaknya hubungan efikasi diri dengan kesiapan
interprofessional education (IPE) mahasiswa semester akhir FKep dan FK. 5.1.1 Distribusi Karakteristik Data Demografi Responden
Deskripsi karakteristik mahasiswa terdiri dari jenis kelamin, usia, semester, dan fakultas. Data karakteristik ditampilkan hanya untuk melihat distribusi demografi dari mahasiswa saja dan tidak akan dianalisis terhadap
hubungan efikasi diri dengan kesiapan IPE mahasiswa FKep dan FK. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa dalam penelitian ini berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 128 (80%), mayoritas usia mahasiswa adalah 20 tahun yaitu sebanyak 63 (39,4%), mayoritas mahasiswa berada pada semester 6 yaitu sebanyak 127 (79,4%), dan sebanyak 127 (79,4) adalah mahasiswa fakultas
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik
5.1.2 Efikasi diri mahasiswa FKep dan FK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 33 mahasiswa keperawatan, sebanyak 23 mahasiswa (69,7%) memiliki efikasi diri tinggi, dan dari 127
mahasiswa kedokteran, sebanyak 68 mahasiswa (53,5%) memiliki efikasi diri yang tinggi. Berdasarkan hasil analisa data sebanyak 160 mahasiswa keperawatan
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase efikasi diri mahasiswa fakultas keperawatan dan pendidikan dokter usu (n=160)
Efikasi Diri Keperawatan Kedokteran Total (%)
f % F %
Tinggi 23 69.7 69 54.3 57.5
Sedang 10 30.3 58 45.7 42.5
Total 33 100 127 100 100
Sumber: Data Primer
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase efikasi diri berdasarkan 4 indikator (n=160)
Efikasi Diri Keperawatan Kedokteran Total (%)
f % F %
Dari hasil analisis data distribusi frekuensi dan persentase tersebut diketahui bahwa mayoritas mahasiswa, baik mahasiswa keperawatan maupun
mahasiswa kedokteran memiliki kesiapan yang tinggi terhadap Interprofessional Education (IPE). Data distribusi frekuensi dan persentase kesiapan
Interprofessional Education (IPE) dapat dilihat pada tabel 5.4
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase kesiapan IPE mahasiswa fakultas keperawatan dan pendidikan dokter usu (n=160)
Kesiapan IPE Keperawatan Kedokteran Total (%)
F % F %
Tinggi 32 97.0 122 96.1 96.3
Sedang 1 3.0 5 3.9 3.7
Total 33 100 127 100 100
Sumber: Data Primer
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase kesiapan IPE berdasarkan 3 indikator (n=160)
Kesiapan IPE Keperawatan Kedokteran Total
5.1.4 Hubungan Efikasi diri dengan Kesiapan Interprofessional Education (IPE) mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU
Analisis hubungan efikasi diri dengan kesiapan interprofessional education (IPE) mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU,diukur dengan menggunakan uji korelasi spearman rank. Hasil analisa data yang dilakukan dengan uji korelasi spearman rank didapat koefisien korelasi (r) hubungan efikasi diri dengan kesiapan interprofessional education (IPE)
mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU yaitu (r) 0,332 dengan tingkat signifikan (p) 0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara hubungan efikasi diri dengan kesiapan
Interprofessional Education (IPE) dengan kekuatan hubungannya lemah dan positif.
Tabel 5.6 Hasil analisa hubungan efikasi diri dengan kesiapan interprofessional education (IPE) mahasiswa ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU (n=160).
Variabel r p
Efikasi diri 0,332 0,000
Kesiapan IPE
α = 0,01 (2-tailed)
5.2 Pembahasan
5.2.1 Efikasi diri mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU
Teori sosial kognitif Bandura mengemukakan efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam menghadapi masalah, mencari
solusi, dan meningkatkan kesiapan kerja pada calon tenaga kerja, serta menentukan bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi dirinya dan
berperilaku ( Bandura, 1986). Bandura juga menyatakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan individu dalam memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu tindakan yang diperlukan untuk
mencapai suatu hasil tertentu. Dengan memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki kemampuan maka akan menimbulkan pada diri seseorang bahwa ia pun
siap untuk bekerjasama karena ia yakin ia memiliki kemampuan.
Efikasi diri seperti yang diungkapkan oleh Bandura (1986) merupakan
mekanisme psikologis yang penting dalam self influence, yaitu mempengaruhi diri. Bandura menyatakan: Jika orang tidak yakin bahwa mereka dapat menghasilkan efek yang dinginkan dan mencegah hal yang tidak dinginkan
dengan tindakan mereka, maka mereka memiliki sedikit dorongan untuk dapat menjalin suatu hubungan kerjasama. Efikasi diri merupakan faktor penting dalam
kesiapan bekerjasama seseorang, karena apapun yang menjadi faktor kesiapan bekerjasama, berakar dari keyakinan utama untuk membuahkan hasil yang diinginkan. Efikasi diri juga merupakan keyakinan terhadap kemampuan
serangkaian tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dari situasi yang dihadapi.
Hasil analisa data mengenai efikasi diri mahasiswa semester akhir ilmu keperawatan dan pendidikan dokter USU, terhadap 33 mahasiswa keperawatan dan 127 mahasiswa kedokteran menunjukkan bahwa pada mahasiswa
keperawatan terdapat 69,7% mahasiswa dalam kategori efikasi diri tinggi, 30,3% mahasiswa dalam kategori efikasi diri sedang. Dan pada mahasiswa kedokteran
terdapat 54,3% mahasiswa dalam kategori efikasi diri tinggi, 45,7% mahasiswa dalam kategori efikasi diri sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar mahasiswa, baik mahasiswa keperawatan maupun kedokteran memiliki efikasi
diri yang cukup tinggi.
Pengkuran efikasi diri menggunakan 27 pernyataan. Dari pernyataan
tersebut diketahui jawaban mahasiswa yang paling tinggi adalah terkait dengan Afektif. Sementara nilai terendah berada pada indikator selektif. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa pada indikator kognitif dan afektif pada item soal 1,2,3,4,5,6,7,8,16,17,18,19,20,21,22,23,24, mahasiswa keperawatan memiliki skor yang lebih tinggi daripada kedokteran, sementara pada indikator motivasi dan
selektif pada item soal 9,10,11,12,13,14,15,25,26,27 mahasiswa kedokteran memiliki skor yang lebih tinggi daripada mahasiswa keperawatan.
Tindakan diatur oleh pikiran manusia. Kebanyakan perilaku manusia bertujuan dan diatur oleh pemikiran-pemikiran yang mewujudkan tujuan-tujuan yang bernilai. Efikasi diri yang lebih tinggi pada mahasiswa keperawatan
yang digunakan, dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan, serta mengatur tantangan tujuan yang lebih tinggi untuk
diri individu dan komitmen individu yang lebih kuat. Melalui proses kognitif, individu bukan hanya dinilai dari intelektual atau kepintaran melainkan dengan pemikaran akan cara-cara yang akan digunakan dalam mengatasi masalah.
Penelitian yang dilakukan Ramachandran (2004) menunjukkan bahwa individu yang memiliki pemikiran akan keyakinan efikasi diri yang tinggi membayangkan
skenario-skenario sukses yang memberikan tuntunan yang positif dan dukungan untuk prestasi (performance). Sejalan dengan penelitian tersebut, secara kognitif penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran dan orientasi
mahasiswa untuk menghadapi situasi yang menekan dengan strategi pengelolaan diri yang efektif yang menjadi dasar penilian tingkat keyakinan efikasi diri yang
dimiliki mahasiswa. Hal ini dapat dilihat pada analisis data bahwa sebanyak 69,7% mahasiswa keperawatan dan 58,3% mahasiswa kedokteran memiliki
kognitif yang tinggi.
Efikasi diri memainkan peran dalam pengaturan diri dari motivasi. Individu memotivasi dirinya dan menuntun tindakannya lebih dulu dengan
pemikiran ke masa depan. Individu menyusun tujuan-tujuan untuk dirinya dan merencanakan bagian-bagian tindakan yang dirancang untuk mewujudkan masa
depan. Keyakinan akan efikasi diri mempengaruhi motivasi dalam beberapa cara : efikasi diri menentukan tujuan yang ditetapkan individu untuk dirinya, berapa banyak usaha yang dikeluarakan berapa lama individu bertahan dalam meghadapi
motivasi, penelitian ini memunjukkan adanya motivasi yang tinggi pada mahasiswa, yang dapat dilihat dari analisis data bahwa sebanyak 78,8%
mahasiswa keperawatan dan 78,7% mahasiswa kedokteran memiliki motivasi yang tinggi. Ramachandran (2004) menemukan bahwa ketika mahasiswa kesehatan dihadapkan dengan rintangan dan kegagalan, individu yang mempunyai
keraguan akan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau segera berhenti. Sedangkan, individu yang mempunyai keyakinan yang kuat akan kemampuannya
akan berusaha sekuat tenaga lebih keras lagi ketika mengalami kegagalan. Ketekunan yang kuat mempengaruhi pencapaian prestasi.
Efikasi diri terbentuk melalui afektif seseorang. Efikasi diri berpengaruh
pada stress dan depresi manusia. Efikasi diri berperan dalam mengontrol pikiran-pikiran yang menghasilkan stress dan depresi. Keyakinan akan efikasi diri juga
memainkan perannya dalam mengontrol stressor yang membangkitkan kecemasan (Bandura 1997 dalam Siregar 2012). Dari analisis data diketahui bahwa afektif
mahasiswa keperawatan lebih tinggi dari kedokteran. Peneliti mengamsusikan bahwa mahasiswa keperawatan lebih mampu dalam mengontrol pikiran yang menghasilkan stress dan depresi daripada mahasiswa kedokteran. Ramachandran
(2004) menemukan bahwa individu yang percaya bahwa dirinya sanggup mengontrol ancaman-ancaman, tidak mengalami gangguan pikiran. Sedangkan,
ditemukan bahwa 87,9% mahasiswa keperawatan dan 82,7% mahasiswa kedokteran memiliki afektif yang tinggi.
Keyakinan akan kemampuan diri mempengaruhi tipe-tipe aktivitas dan lingkungan yang individu pilih. Ramachandran (2004) mengemukakan bahwa individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cendeng selektif dalam memilih
lingkungan dan pilihan yang baik. Pada penelitian ini, diperole data bahwa sebanyak 60,6% mahasiswa keperawatan dan 76,4% mahasiswa kedokteran
memiliki tingkat selektif yang tinggi. Proses selektif akan mempengaruhi tingkat efikasi diri seseorang. Siregar (2012), menemukan bahwa pilihan seseorang terhadap suatu aktivitas atau lingkungan menggambarkan keyakinan diri
seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya.
Frank Pajares (2002), menjelaskan bahwa ada banyak penelitian yang
membuktikan bahwa self efficacy memberikan sentuhan pada setiap aspek kehidupan orang. Apakah itu mereka berpikir produktif, kelemahan diri, pesimis
atau optismis. Hal ini menjelaskan bahwa dengan adanya self efficacy pada diri seseorang akan semakin meningkatkan keyakinannya pada kemampuan dirinya. Karena dengan tidak memiliki self efficacy maka individu tersebut akan tidak yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan. Rizvi, dkk (2005) menemukan bahwa keyakinan akan kemampuan dibutuhkan untuk meningkatkan kesiapan seseorang
terhadap lingkungan yang baru.
Penelitian yang dilakukan Diyan, dkk (2008) tentang hubungan efikasi diri dengan tindakan kolaborasi di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan,
diri dan tindakan kolaborasi perawat RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan. Semakin tinggi efikasi diri tugas perawat, semakin tinggi motivasi
perawat dalam melaksanakan kolaborasi.
Sejalan dengan hal tersebut, pada penelitian ini ditemukan bahwa efiaksi diri memiliki hubungan positif dengan kesiapan IPE mahasiswa ilmu keperawatan
dan pendidikan dokter USU. Efikasi diri merupakan suatu kepribadian yang diperlukan untuk memecahkan masalah baik masalah pribadi, sosial, dan
pekerjaan serta membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas. Efikasi diri yang baik diperlukan oleh mahasiswa semester akhir keperawatan dan kedokteran untuk siap memasuki dunia profesi. Hal ini dikarenakan ketika mahasiswa
semester akhir keperawatan dan kedokteran memiliki efikasi diri yang tinggi maka mahasiswa semester akhir akan memiliki kesiapan untuk bekerja sama
dengan profesi lainnya dirumah sakit yang tinggi pula dan sebaliknya ketika mahasiswa semester akhir keperawatan dan kedokteran memiliki efikasi diri yang
rendah maka kesiapan untuk bekerjasama dengan tim profesi lainnya pun akan rendah.
5.2.2 Kesiapan Interprofessional Education (IPE) mahasiswa semester akhir Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter USU
Hasil analisa data mengenai kesiapan IPE mahasiswa semester akhir ilmu
keperawatan dan pendidikan dokter USU, terhadap 33 mahasiswa keperawatan dan 127 mahasiswa kedokteran menunjukkan bahwa pada mahasiswa keperawatan terdapat 97,0% mahasiswa dalam kategori kesiapan IPE tinggi, 3,0%
terdapat 96,1% mahasiswa dalam kategori kesiapan IPE tinggi, 3,9% mahasiswa dalam kategori kesiapan IPE sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar
mahasiswa baik mahasiswa keperawatan maupun kedokteran memiliki kesiapan IPE yang sangat tinggi.
Pengkuran kesiapan menggunakan 18 pernyataan dengan 4 pilihan
jawaban. Dari pernyataan tersebut diketahui jawaban responden yang mendekati
sangat setuju diantaranya yaitu “kemampuan kerja sama tim merupakan hal yang
sangat penting”, “belajar bersama mahasiswa profesi kesehatan lain akan
membantu mahasiswa menjadi anggota tim pelayanan kesehatan yang lebih baik”. Sementara jawaban tidak setuju muncul pada pernyataan “pembelajaran bersama mahasiswa profesi kesehatan lain adalah hal yang membuang waktu”,
“pembelajaran bersama mahasiswa profesi kesehatan tidak saya butuhkan”.
Berdasarkan indikator diketahui bahwa identitas profesi, kerjasama dalam kolaborasi, peran dan tanggung jawab mahasiswa keperawatan dan kedokteran
memiliki tingkat frekuensi dan persentase hampir sama. Jawaban mahasiswa tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa keperawatan dan kedokteran menyadari pentingnya untuk belajar berkolaborasi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran IPE ini adalah kejelasan standar kompetensi yang harus dicapai oleh mahasiswa itu sendiri, sehingga
adanya IPE akan memperjelas kontribusi setiap profesi kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan. Seperti yang diungkapkan oleh Sedyowinarso (2011) bahwa meskipun IPE dirancang untuk kelompok, pada akhirnya bertujuan untuk