• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPROFESI MAHASISWA FARMASI DAN ILMU KEPERAWATAN PADA PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPROFESI MAHASISWA FARMASI DAN ILMU KEPERAWATAN PADA PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusunoleh : RIMA FATHU NI`MAH

20120350069

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusunoleh : RIMA FATHU NI`MAH

20120350069

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTARPROFESI MAHASISWA FARMASI DAN ILMU KEPERAWATAN PADA PEMBELAJARAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusunoleh :

RIMA FATHU NI’MAH

20120350069

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 20 Juni 2016 Dosen Pembimbing

Dra.Salmah Orbayinah,M.Kes.,Apt NIK : 19680229199409173008

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Nurul Maziyyah, M.Sc., Apt Indriastuti C., M.Sc., Apt NIK : 19881018201410173231NIK : 198505262010044173121

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Rima Fathu Ni’mah NIM : 20120350069 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis inibenar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentukapapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal ataudikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis laintelah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan ini.

Yogyakarta, 20 Juni 2016 Yang membuat pernyataan

(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka berpikir (Abdullah bin Abbas)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada

Tuhanmulah engkau berharap

(QS. Al-Insyirah,6-8)

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah,

niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang selama ini tercurahkan, serta shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas diberikan nya kemudahan serta kelancaran dalam

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

Saya persembahkan karya ini kepada orang-orang terkasih, tersayang dan berarti dalam hidup saya

Abi Suma Jarmaji dan Ummi Ari Yudanti

Terimakasih untuk segala dukungan yang tidak bisa diuraikan satu demi satu. Terimakasih telah menjadi bagian dari indahnya perjuangan dalam penulisan karya ini. Terimakasih untuk tidak pernah lelah memotivasi dan

memberikan doa disetiap langkah perjalanan karya tulis ilmiah ini. Adikku Munaya Farhana dan Rahma Zidny Taqiya

Terimakasih untuk semua senyum, canda tawa dalan menghibur di setiap langkah. Terimakasih untuk selalu menjadi pendengar yang baik dalam

perjuangan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa

Farmasi dan Ilmu Keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education(IPE)Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah

kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan para sahabatnya.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah initidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya dalam memudahkan segala penelitian yang dilakukan.

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi izin dalam pelaksanaan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Aptselaku Ketua Program Studi Farmasi.

(8)

vii

5. Abi Suma Jarmaji dan Ummi Ari Yudanti selaku orang tua atas jasa-jasanya, kesabaran, do’a dan tidak pernah lelah mendidik serta

memberikan cinta kepada penulisdan memotivasi penuh.

6. Munaya Farhana dan Rahma Zidny Taqiya selaku adik tercinta atas motivasi dan semangat nya.

7. Sahabat-sahabat,Niswah, Imas, Piak, Teta, Elin, Icha, Ayda, Intan, Tika, Ziana dan Sekaratas kebersamaannya selama ini.

8. Kak Laksmi dan Kiki yang telah memberikan banyak dukungan, serta membantu selama pembuatan karya tulis ilmiah ini.

9. Teman-teman satu bimbingan Dwi, Ryan, Cakra, Seftina, Rifa untuk perjuangannya.

10.Teman-teman Farmasi 2012 dan TBO Sedatif FKIK UMY.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah memberikan kelancaran atas jalannya Karya Tulis Ilmiah ini. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.Hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya agar mendapat kemudahan dan manfaat khususnya bagi penulis dan bagi kita semua, Amin.Wasalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 20 Juni 2016

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

A. Interprofessional Education(IPE) ... 8

1. DefinisiInterprofessional Education ... 8

2. Tujuan Interprofessional Education ... 9

3. Manfaat Interprofessional Education ... 10

4. Kompetensi dalam Interprofessional Education ... 11

5. Hambatan Pelaksanaan Interprofessional Education ... 11

6. Gambaran Pelaksanaan Interprofessional Education ... 13

7. Metode Pembelajaran Interprofessional Education ... 13

8. Interprofessional Education FKIK UMY ... 13

B. Komunikasi ... 20

1. Definisi Komunikasi ... 20

2. Komponen-Komponen Kemampuan Komunikasi ... 21

3. Prinsip-prinsip Komunikasi ... 27

4. Macam-Macam Kemampuan Komunikasi ... 27

5. Fungsi Kemampuan Komunikasi ... 28

6. Kemampuan Komunikasi Antar Profesi ... 28

7. Mahasiswa Farmasi dan Ilmu Keperawatan FKIK UMY... 30

8. Peran Profesi Kesehatan Farmasi dan Ilmu Keperawatan ... 30

C. Kerangka Konsep ... 35

D. Kerangka Empiris ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Desain penelitian ... 37

(10)

ix

C. Populasi dan Sampel... 37

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 38

1. Kriteria Inklusi... 38

2. Kriteria Eksklusi ... 38

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 38

1. Variabel Penelitian ... 38

2. Definisi Operasional ... 39

F. Instrumen Penelitian ... 39

G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 42

H. Cara kerja ... 45

I. Skema Langkah Kerja ... 46

J. Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Karakteristik Responden ... 49

B. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPEFKIK UMY ... 50

C. Kategori komponen komunikasi antar profesi ... 51

D. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada masing-masing program studi ... 58

E. Kategori komponen komunikasi antar profesi pada masing-masing program studi 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. KESIMPULAN ... 61

B. SARAN ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 7

Tabel 2. Kompetensi dalam IPE ... 11

Tabel 3. Komponen kuesioner kemampuan komunikasi sebelum validasi ... 40

Tabel 4. Komponen kuesioner kemampuan komunikasi setelah validasi ... 42

Tabel 5. Tingkat Realibilitas Berdasarkan Nilai Alpha ... 44

Tabel 6. Karakteristik responden mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan FKIK UMY yang mengikuti program pembelajaran IPE ... 44

Tabel 7. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPE FKIK UMY ... 50

Tabel 8. Distribusi frekuensi komponen kuesioner terhadap tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPE FKIK UMY ... 52

Tabel 9. Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi masing-masing program studi pada pembelajaran IPE FKIK UMY ... 58

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

(13)

12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat permohonan untuk bersedia menjadi responden ... 67

Lampiran 2. Pernyataan menjadi responden ... 69

Lampiran 3. Kuesioner penelitian ... 70

Lampiran 4. Uji validitas dan realibilitas kuesioner ... 75

(14)

13 INTISARI

Terwujudnya pelayanan kesehatan yang efektif didasarkan pada adanya praktik kolaborasi profesi kesehatan yang kompeten dan mampu bekerjasama dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang efektif dapat mengurangi tingkat kejadian pada medication error. Salah satu kompetensi yang mendukung diantaranya adalah kemampuan komunikasi antar profesi kesehatan. Interprofessional Education adalah program pembelajaran yang memberikan kesempatan mahasiswa dalam praktek pada tingkat kemampuan komunikasi yang menjadi komponen penting dalam terciptanya pelayanan efektif antar profesi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional EducationFKIK UMY.

Penelitian ini menggunakan metode descriptive dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non probabilitysample secara accidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang yang terdiri dari 50 mahasiswa Profesi Ilmu Keperawatan dan 50 orang mahasiswa tingkat strata satu (S1) program studi Farmasi yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data melalui kuesioner yang mengacu pada Interpersonal Communication Inventory (ICI). Analisis data yang dilakukan berdasarkan kategori kemampuan komunikasi yang meliputi kategori “sangat baik”, “baik”,”cukup”, “kurang” dan “sangat kurang”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada program pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori ”baik” yaitu 69%.Komponen komunikasi dalam kuesioner yang perlu ditingkatkan adalah komponen perhatian dan kemampuan menghadapi perbedaan(kategori cukup) serta kekuasaan (kategori kurang).Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori “baik”.

(15)

14

ABSTRACT

The realization of an effective health service is based on the practice of collaborative healthcare professionals, which is competent and capable to work in the service. Effective health service can reduce the incidence rate of medication error. One of the competence to support is the communication skills between the health professions. Interprofessional Education is a learning program that provides an opportunitiesin a practice at the level of communication skills which become an important component in the creation of an effective interprofessional healts services.This study aims to determine The Level of Interprofessional Communication Skills of Pharmacy Students and Nursing Students in Interprofessional Education’s Learning of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University.

This study used descriptive design with cross-sectional approach. Sampling technique using non-probability sample in accidental sampling. The sample are 100 students consisting from 50 of Nursing Profession, and 50 students of undergraduate Pharmacy major that has fulfilled the inclusion criteria. Collecting data through questionnaires, which refers to the Interpersonal Communication Inventory (ICI). The analysis of data was performed based on the categories in the score of the questionnaire obtained communication skills.

The results of the study showed that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing students in the Interprofessional Education’s learning program of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category which is 69%. Communication components in the questionnaire that needs to be improved is component of attention and the capacity to deal with the differences (enough category) and the power (less category). The conclusion from this study is that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing students in interprofessional education’s learning of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category.

(16)
(17)

dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang efektif dapat mengurangi tingkat kejadian pada medication error. Salah satu kompetensi yang mendukung diantaranya adalah kemampuan komunikasi antar profesi kesehatan. Interprofessional Education adalah program pembelajaran yang memberikan kesempatan mahasiswa dalam praktek pada tingkat kemampuan komunikasi yang menjadi komponen penting dalam terciptanya pelayanan efektif antar profesi.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional EducationFKIK UMY.

Penelitian ini menggunakan metode descriptive dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non probabilitysample secara accidental sampling. Sampel berjumlah 100 orang yang terdiri dari 50 mahasiswa Profesi Ilmu Keperawatan dan 50 orang mahasiswa tingkat strata satu (S1) program studi Farmasi yang telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data melalui kuesioner yang mengacu pada Interpersonal Communication Inventory (ICI). Analisis data yang dilakukan berdasarkan kategori kemampuan komunikasi yang meliputi kategori “sangat baik”, “baik”,”cukup”, “kurang” dan “sangat kurang”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada program pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori ”baik” yaitu 69%.Komponen komunikasi dalam kuesioner yang perlu ditingkatkan adalah komponen perhatian dan kemampuan menghadapi perbedaan(kategori cukup) serta kekuasaan (kategori kurang).Kesimpulan penelitian ini adalah tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran Interprofessional Education FKIK UMY memiliki kategori “baik”.

(18)

the service. Effective health service can reduce the incidence rate of medication error. One of the competence to support is the communication skills between the health professions. Interprofessional Education is a learning program that provides an opportunitiesin a practice at the level of communication skills which become an important component in the creation of an effective interprofessional healts services.This study aims to determine The Level of Interprofessional Communication Skills of Pharmacy Students and Nursing Students in Interprofessional Education’s Learning of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University.

This study used descriptive design with cross-sectional approach. Sampling technique using non-probability sample in accidental sampling. The sample are 100 students consisting from 50 of Nursing Profession, and 50 students of undergraduate Pharmacy major that has fulfilled the inclusion criteria. Collecting data through questionnaires, which refers to the Interpersonal Communication Inventory (ICI). The analysis of data was performed based on the categories in the score of the questionnaire obtained communication skills.

The results of the study showed that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing students in the Interprofessional Education’s learning program of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category which is 69%. Communication components in the questionnaire that needs to be improved is component of attention and the capacity to deal with the differences (enough category) and the power (less category). The conclusion from this study is that the level of interprofessional communication skills of pharmacy students and nursing students in interprofessional education’s learning of Medicine and Health Sciences Faculty Muhammadiyah Yogyakarta University has a “good” category.

(19)

BABI

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Profesi kesehatan tidaklah cukup jika hanya menjadi seorang profesi kesehatan yangberjiwa professional.Iklim globalsaat ini menuntut profesi kesehatan untuk menjadi seorang profesi kesehatan yang lebih dariseorang profesi yang berjiwa professional, tetapi diharapkan dapat menjadi profesi kesehatan yang berjiwainterprofessional (World Health Organization, 2010). Pernyataan ini menuntut profesi kesehatan untuk meningkatkan kinerja di bidang kesehatan terutama dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif terhadap masyarakat. Keith (2008) menyatakan kunci dari sebuah pelayanan kesehatan yang bermutu adalah dengan meningkatkan kolaborasi efektif antar profesi kesehatan dengan adanya hubungan antar profesi kesehatan yang berlandaskan pendidikan interprofessional.

Pelayanan kesehatan yang efektif dapat diciptakan salah satunya dengan menghindari timbulnya serta kemungkinanmedication error. Medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien salah satunya akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan dalam pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat dicegah (MENKES, 2004). Salah satu penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan komunikasi atau kurangnya kemampuan dalam komunikasi antara penulis resep (prescriber) dengan pembaca resep (Rahmawati dan Oetari, 2002). Pada penelitian yang dilakukan oleh Johns Hopkins University di United States didapatkan bahwa medication error merupakan kejadian dengan peringkat

(20)

ketiga terbesar setelah penyakit jantung dan kanker. Hal ini menyatakan bahwa pentingnya mengurangi kejadian tersebut dengan salah satunya mengurangi sumber penyebab dalam medication error yaitu dalam hal komunikasi.

Angka kejadian medication error di Amerika Serikat yaitu 2-14% dari jumlah pasien dengan 1-2% yang menyebabkan kerugian pasien, umumnya terjadi karena proses peresepan yang salah. Medication error diperkirakan mengakibatkan 7000 pasien meninggal per tahun di AS(Williams, 2007).Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit swastamenunjukkan bahwa dari 229 resep, ditemukan 226 resep yang terdapat medication error. Pada 226 medication error, 99.12% merupakan kesalahan peresepan,3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak lengkap (Perwitasari, 2010). Pencegahan terhadap medication error tentunya dapat dilihat dari fase-fase medication error yang pernah terjadi. Beberapa hal tersebut dapat disebabkan dari kemampuan komunikasi yang buruk, baik secara tulisan maupun secara lisan (Coehan, 1991).

(21)

Salah satu konsep yang dicetuskan oleh WHO adalah Interprofessional Education (IPE) sebagai program pembelajaran yang melibatkan dua atau lebih profesi kesehatan untuk belajar mengenal antar profesi dengan profesi lainnya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat(Lorente, 2006).Interprofessional Educationmerupakan kegiatan pendidikan yang menggunakan pendekatan dalam pembelajaran interaktif antar professional untuk mengembangkan praktik kolaboratif antar professi(Freeth, 2002).Interprofessional Educationmerupakan praktek kolaborasi dengan memadukan ilmu keterampilan, sikap dan perilaku profesional dalam terciptanya praktek kolaborasi interprofessional yang efektif (Freeth & Reeves, 2004).

Interprofessional Educationmengedepankan komponen-komponen penting dalam pembelajarannya, diantara komponen tersebut adalah komponen pada kemampuan komunikasi.. Area penting dari pendidikan interprofessional dalam menciptakan kolaborasi yang baik adalah dengan memiliki keterampilan dan wawasan tentang kolaborasi yang perlu dikembangkan untuk terciptanya pendidikan yang interprofessional(Gilbert, 2000).

(22)

penyuluh dan konselor bagi pasien, pengelola pelayanan keperawatan dan pekerjaan keperawatan lain dalam UU tersebut.

Kemampuan komunikasi dalam IPE diharapkan dapat memberikan hal yang positif bagi pelayanan kesehatan di masyarakat, dengan adanya sikap saling menghormati antar profesi kesehatan dan saling menghormati peran profesi masing-masing.Salah satunya dapat dilakukan dengan mengedepankan tingkat kemampuan komunikasi yang baik, bermutu dan efektif.Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY merupakan perguruan tinggi yang melakukan program pembelajaran IPE antar profesi kesehatan sejak bulan September tahun 2013 yang telah melalui proses trial sejak bulan November 2012-Juli 2013. Pada program pembelajaran IPE terdiri dari mahasiswa dengan program studi pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, farmasi dan ilmu keperawatan. Pada penelitian kali ini tingkat kemampuan komunikasi yang diteliti yaitu pada komunikasi antar mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan.

(23)

mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan. Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surah An-Naml ayat 89 :

ْ

نمءاجةنسح لابهلفر يخاه نم مهو نمعزفذئم وينونمآ

"Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan)yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu adalah orang-orang yang amantentram, dari kejutan yang dahsyat pada hari (kiamat) itu." (QS.27:89).

B.Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPEFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta?

C.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPEFKIK UMY. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(24)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pengelola institusi pendidikan untuk menerapkan IPE dalam kurikulum sebagai inovasi yang baru.

b.Bagi Institusi Klinik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan praktek IPE untuk menghasilkan profesi kesehatan yang memiliki tingkatkemampuan komunikasi yang baik antar profesi. Serta dalam mewujudkan kolaborasi antar profesi kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan bermutu terutamadalam bidang kefarmasian dan ilmu keperawatan.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis

mengenaitingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada IPE di FKIK UMY.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang IPE yang pernah dilakukan dan perbedaan dengan penelitian ini dapat dicermati pada Tabel 1.

Tabel 1.Keaslian Penelitian

No. Nama/

Tahun Judul

Metode penelitian dan

(25)
(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Interprofessional Education(IPE) 1. DefinisiInterprofessional Education

Interprofessional Education (IPE) merupakan konsep pendidikan yang dicetuskan oleh WHO sebagai pendidikan yang terintegrasi.WHO merancang programpembelajaranIPEdisertaisuatu kerangka sistem pendidikan kesehatan, dimana terdiri dari sekelompok grup kecil yang diikuti oleh mahasiswa program studi ilmukesehatan yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Mahasiswa tersebutmelakukan kegiatan secara bersama dalam membangun sebuah hubungan komunikasi,sehingga dapat memberikan perencanaan mengenai perawatan pasien dengan optimal dan menyeluruh, serta pembatasan wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bidang.Sehingga tidak ada diskriminasi yang akan timbul pada pelaksanaan dalam melakukan komunikasi antar profesi.Menurut UK Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE), pembelajaran interprofesional merupakansuatu pembelajaran dengan memberikan kesempatan bagi profesi kesehatan untuk belajar dengan, dari, dan tentang antar sesama profesi kesehatan dalammenjalinhubungankomunikasi yang baik hingga terciptanya keefektifan komunikasi pada kolaborasi profesi kesehatan. IPE merupakan hal yang potensial sebagai media kolaborasi antar profesi kesehatan dengan menanamkan pengetahuan dan skill dasar antar profesi sejak masa pendidikan (Mendez, 2008).

(27)

Pernyataan ini didukung dengan pendapat Coster(2008) yang memperkuat pendapat Mendez (2008) bahwa IPE merupakan hal penting demimengembangkan konsep komunikasi pada kerja sama antar profesi dengan memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang positif antar profesi yang terlibat di dalamnya.

Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2002) mengutarakan bahwa IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan berkolaborasi bersama, saling belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-masing antar profesi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi agar terciptanya kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan yang baik di masyarakat. Serta menghindari adanya tumpang tindih pada pelaksaan proses pelayanan kesehatan di masyarakat.

2. Tujuan Interprofessional Education

(28)

3. Manfaat Interprofessional Education

Menurut CIHC (2009), manfaat dari IPE adalah penerapan praktek secara langsung dengan dukungankemampuan komunikasi antar profesi yang dapat meningkatkan pelayanan dan menghasilkan kinerja yang positif serta maksimal dalam memberikan pelayanan di masyarakat, meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang memerlukan kerja secara kolaborasi, manjadi lebih baik dan merasakan kenyamanan terhadap pengalaman dalam belajar bagi mahasiswa. Serta secara fleksibel dapat diterapkan dalam berbagai kesempatan di kemudian hari. Hal tersebut juga dinyatakan oleh WHO (2010) tentang salah satu manfaat dari pelaksanaan praktek IPE yaitu strategi ini dapat mengubah cara berinteraksi dalam kemampuan berkomunikasi antar profesi kesehatan dengan profesi lain dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat.

(29)

4. Kompetensi dalam Interprofessional Education

American College of Clinical Pharmacy (ACCP, 2009) membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan bekerjasama dalamtim.

Tabel 1.Kompetensi dalam IPE

No Kompetensi Utama

IPE Komponen Kompetensi

1. Pengetahuan Strategi Asosiasi Penilaian Situasi

Karakteristik Anggota Tim

Pengetahuan akan tugas tim – tanggung jawab yang spesifik

2. Keterampilan Fleksibelitas/adaptasi Pemantauan Kerja

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kemampuan komunikasi merupakan salah satu poin komponen yang ada pada komponen utama dalam IPE yaitu pada keterampilan.

5. Hambatan Pelaksanaan Interprofessional Education

(30)

akademik, peraturan akademik, tempatkegiatan, evaluasi, pengembangan SDM pengajar, dana, kebutuhan SDM pengajar, tingkat persiapan mahasiswa, logistik, komitmen terhadap waktu.

Pada IPE FKIK UMY hambatan yang dialami yaitu dalam hal waktu dan perbedaan strata pendidikan dalam proses tersebut. Waktu yang diberikan pada mahasiswa prodi ilmu keperawatan lebih diprioritaskan kepada persiapan IPE dikarenakan prodi ilmu keperawatan telah menempuh strata sarjana (S1) sehingga lebih berfokus pada kegiatan dalam strata profesi. Sedangkan pada prodi farmasi dimana masih dalam strata sarjana (S1) persiapan dalam IPE masih belum diberikan secara lengkap. Tahapan IPE yang tidak dilalui oleh prodi farmasi yaitu pada kuliah umum IPE, presentasi kasus, refleksi kasus dan tes sumatif. Hambatan lainyaitu pada ketidakmudahan bagi antar profesi dalam menciptakan serta memadukan cara berkomunikasi yang baik antar profesi dalam melakukan sebuah program pembelajaran IPE.

(31)

6. Gambaran Pelaksanaan Interprofessional Education

IPE di Indonesia merupakan hal baru bagi dunia institusi pendidikan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) merupakan salah satu institusi pendidikan yang telah melakukan program pembelajaran IPE sejak tahun 2013, IPE diterapkan di FKIK UMY yang ikut serta di dalamnyaadalah mahasiswa dengan empat program studi yaitu program studi pendidikan dokter, pendidikan dokter gigi, farmasi, dan ilmu keperawatan.

7. Metode Pembelajaran Interprofessional Education

Pembelajaran IPE dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya adalah metode pada keterampilan klinik antar profesi kesehatan, menggunakan sistem dokumentasi kesehatan elektronik, pembelajaran berbasis masalah, serta studi kasus yang berfokus terhadap pasien (Barnsteiner, 2007).

8. Interprofessional Education FKIK UMY

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY merupakan perguruan tinggi yang melakukan program pembelajaran antar profesi kesehatan IPE sejak bulan September tahun 2013, dan telah melalui proses trial semenjak bulan November 2012-Juli 2013.Beberapa poin yang ada pada IPE FKIK UMY dapat dilihat sebagai berikut :

a. Karakteristik mahasiswa IPE

(32)

mengikuti IPE kali ini merupakan mahasiswa yang telah mengikuti pembelajaran hingga tingkat pendidikan profesi, sedangkan untuk prodi farmasi yang diikut sertakan pada IPE kali ini merupakan mahasiswa dengan tingkat strata satu (S1) atau tingkat sarjana. Perbedaan tingkat pendidikan ini disebabkan prodi farmasi belum memiliki mahasiswa dengantingkat pendidikan profesi. Mahasiswa yang ikut pada pembelajaran IPE merupakan mahasiswa yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar terkait kemampuan komunikasi interpersonal, serta mahasiswa yang belum pernah berinteraksi secara langsung dengan pasien.

b. Modul pembelajaran IPE

Modul IPE FKIK UMY merupakan buku panduan dan petunjuk yang digunakan selama pembelajaran IPE.Modul yang ada telah di kelompokkan menjadi berbagai topikmengenai beberapa penyakit.Topik tersebut diantaranya adalah topikmengenaipenyakit diabetes mellitus, HIV/AIDS, stroke, osteo arthritis, TBC, drug abuse, trauma, malaria, abortus kriminalis dan penyakit gondok. Pemilihan topik pada modul IPE didasarkan atas penyakit kronis yang sering muncul di masyarakat.

(33)

c. Tahapan pembelajaran IPE

Pada pembelajaran IPE FKIK UMY terdapat alur yang akandilakukan oleh mahasiswa.Pada awal pembelajaran IPE, mahasiswa dengan empat program studi tersebut akan dikelompokkan ke dalam tiap kelompok yang beranggotakan 10-15 mahasiswa dengan empat profesi yang berbeda. Kemudian setiap kelompok tersebut akan membentuk kolaborasi bersama dalam menyelesaikan kasus atau masalah yang akan diberikan sesuai dengan pasien yang ditangani.Tahapan tersebut antara lain adalah:

1) Kuliah pengenalan IPE

Perkuliahan yang dilakukan pada tahapan awal pembelajaran IPE merupakan kuliah mengenai pengenalan dasar IPE yang dimaksudkan agar mahasiswa memiliki gambaran mengenai kegiatan yang akan dilakukan pada saat IPE. Pengenalan tersebut meliputi hal-hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan dalan kegiatan atau proses pembelajaran IPE.

2) Bedside Teaching (BST)

(34)

profesionalisme, dan mempelajari bagaimana pendekatan setiap profesi kepada pasien seperti yang telah diajarkan.

Pembelajaran IPE merupakan salah satu metode pengajaranmahasiswapada komunitas klinik yang memungkinkan dosen pembimbing memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai dengan tujuan, dan karakteristik individual mahasiswaberdasarkan pembelajaran (Nursalam, 2002). Oleh karena itu pemilihan dan penerapan metode bimbingan klinik dalam kondisi tertentu dengan metodebedside teaching sangat dimungkinkan.

Proses BST dilakukan dengan panduansetiap dosen pembimbing dari masing-masing prodi, diharapkan dengan adanya pengawasan, menghindarkan adanya kekeliuran atau kemungkinan hal yang tidak diingakan pada interaksi antar sesama profesi serta antar profesi dengan pasien.Durasi yang dilakukan selama BST berkisar 20-30 menit untuk seluruh program studi.

Menurut penelitian Williams K (2008) keuntungan BSTdiantaranya adalahmudahnya dilakukan observasi secara langsung, menggunakan kemampuan mahasiswa antar profesi, kesempatan untuk membentuk ketrampilan klinik mahasiswa antar profesi, klarifikasi dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.Langkah BST meliputi :

a) Membuat peraturan dasar

(35)

memberikan kemudahaan pasien dalam menangkap pertanyaan dan penjelasan yang diberikan.

b) Perkenalan

Perkenalan dilakukan oleh seluruh mahasiswa, dalam hal ini empat mahasiswa program studi yang ada. Hal ini dilakukan dengan maksud meminta izin serta kesediaan pasien untuk dilakukan penangan bersama dari empat program studi yang ada.

c) Anamnesa

Anamnesa atau pemberian beberapa pertanyaan yang terkait dengan masalah kesehatan atau penyakit yang diderita oleh pasien yang dilakukan oleh mahasiswa prodi pendidikan dokter atau pendidikan dokter gigi. Anamnesa dilakukan sesuai penyakit yang dikeluhkan oleh pasien.

d) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui secara pasti penyakit yang diderita pasien.

e) Pemeriksaan penunjang

(36)

f) Diskusi

Penyampaian informasi dan diskusi serta pertanyaan yang dilakukan setelah tahapan awal hingga akhir, dengan memastikan pasien merasa nyaman serta dapat berperan aktif dalam diskusi tersebut.

3) Tutorial Klinik

Hamalik (2004) mengemukakan bahwa tutorial adalah bimbingan pembelajaran dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, dan motivasi agar pembelajaran mahasiswa dapat efisien dan efektif. Tutorial klinik dalam pembelajaran IPE dilakukan setelah kegiatan BST dengan berbasis kasus penyakit kronis yang ditemukan di masyarakat sesuai dengan pasien yang didapatkan.

(37)

Pada tahapan tutorial klinik,ditentukan salah seorang mahasiswa yang akan bertugas menjadi seorang ketua dan salah satu mahasiswa yang bertugas sebagai notulen. Tugas seorang ketua pada tahapan tutorial klinikadalah sebagai pengendali jalannya kegiatan tutorial agar berlangsung dengan efektif. Tugas dari seorang notulen adalahsebagai pencatat hal penting pada saat kegiatan diskusi dilakukan.

Kriteria dari pemilihan kasus tutorial klinik terdiri dari kasus penyakit kronis, kasus pasien rawat inap maupun rawat jalan, dan kasus yang ditentukan bersama oleh dosen pendamping IPE.Terdapat 3 aspek yang dinilai dalam tutorial klinik, yaitu keaktifan diskusi, kerjasama kelompok, dan kualitas. Umpan balik dosen pendamping IPE juga akan diberikan dalam kegiatan tutorial klinik. Bentuk umpan balikadalah tentang pembahasan yang telah dilakukan pada saat diskusi, hal yang harus dikoreksi dan dikembangkan dan EBM, serta penilaian hasil diskusi tiap mahasiswa.

4) Presentasi Kasus

(38)

5) Refleksi Kasus

Refleksi kasus meliputi proses pengungkapan kembali atas observasi, analisis dan evaluasi dari pengalaman klinik yang di terima oleh setiap mahasiswa. Refleksi kasus dilakukan sebanyak satu kali ketika mahasiswa melakukan program pembelajaran IPE.

Pelaksanaan refleksi kasus dilakukan oleh mahasiswa yang melakukan pembelajaran IPE. Tahap ini dimulai dengan mendiskripsikan kasus klinik. Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan evaluasi, yaitu menentukan penyelesaian dari kasus tersebut serta mengungkapkan cara berfikir dan solusi alternatif yang dilakukan. Pada tahap terakhir mahasiswa IPE menganalisis atau mengungkapkan pendapat berdasar evidence terhadap kasus dan menyusun kesimpulan yang berisi rencana tindak lanjut.

6) Tes Sumatif

Tes sumatif merupakan tes tulis yang diberikan kepada mahasiswa dalam program pembelajaran IPE dengan tujuan mengevaluasi proses pembelajaran IPE.

B.Komunikasi

1. Definisi Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau

(39)

Komunikasi menjelaskan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dipahami secara bersama (Mulyana, 2005).

Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, perilaku, baik langsung secara lisan maupun non lisan(Uchjana dan Octavia, 2006).

Kemampuan komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui simbol atau lambang yangdapat menimbulkan efek berupa tingkah laku yang dilakukan dengan media-media tertentu.

2. Komponen-Komponen Kemampuan Komunikasi

Menurut Bienvenue (1987) komponen-komponen dari kemampuan komunikasi secara umum diantaranya adalah:

a. Pengungkapan diri

Pengungkapan diri adalah kemampuan seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain yang meliputi pikiran atau pendapat, keinginan, perasaan maupun perhatian (Gainau, 2009). Pengungkapan diri yang baik akan mempengaruhi antar profesi dalam penyelesaian masalah yang akan timbul pada masing-masing antar profesi. Hal ini dilihat dari pendapat dan keinginan yang dengan mudah dikeluarkan dengan adanya pengungkapan diri yang baik.

(40)

kasus yang terjadi. Manfaat lain yaitu dalam membangun hubungan yang lebih dekat sehingga memberikan kenyamanan pada antar profesi dalam berkomunikasi. Keterbukaan dan rasa percaya akan timbul dalam komunikasi yang telah didasari dengan hubungan yang lebih dekat.

Manfaat dalam pengembangan keterampilan berkomunikasi juga didapatkan dari pengungkapan diri, ketika pengungkapan diri dilakukan dengan baik maka antar profesi dapat menginformasikan hal secara jelas dengan memandang situasi yang baik. Rasa tidak percaya diri juga akan berkurang dengan adanya pengungkapan diri serta dapat mempermudah dalam pemecahan berbagai masalah yang ada secara bersama.

(41)

b. Kesadaran diri

Menurut Steven J. Stein, and Book, Howard E (2003) kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali perasaan dan merasakanpengaruh perilaku seseorang terhadap orang lain. Kemampuan tersebut diantaranya; kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan seseorang, membela diri dan mempertahankan pendapat, kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan berdiri dengan kaki sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan orang dan menyenangi diri sendiri meskipun seseorang memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan mewujudkan potensi yang seseorangmiliki dan merasa senang (puas) dengan potensi yang seseorang raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).

c. Evaluasi dan feedback

Suchman (Arikunto dan Jabar,2010) mengatakan bahwa, “evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan”.

(42)

d. Kemampuan mengekspresikan diri

Kemampuan mengekspresikan diri merupakan salah satu kemampuan asertif, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Steven (2000) bahwa kemampuan asertif meliputi tiga komponen daar diantaranya kemampuan mengekspresikan diri.Didukung oleh Sugiyo (2005) bahwa kemampuan mengekspresikan diri merupakan penegasan yang dilakukanindividu dalam sikap dan perilaku. Hal ini akan mendukung dalam meningkatkan kemampuan komunikasi yang baik antar profesi.

e. Perhatian

Sumadi Suryabrata (2006) mengemukakan pengertian perhatian sebagai pemusatan tenaga psikis yang tertuju kepada suatu objek, dan perhatian terhadap sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukannya. Hal ini menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kemampuan komunikasi, karena perhatian merupakan proses awal yang dilakukan dalam sebuah komunikasi serta penyampaian suatu hal. Jika masih didapatkan kategori yang cukup, maka perlu dilakukan peningkatan perhatian dalam kemampuan komunikasi antar profesi pada pembelajaran IPE.

(43)

pengaruh besar, penyebab dapat dilihat dari jenjang berbeda yang dimiliki antar profesi dalam IPE kali ini. Farmasi pada tingkat pendidikan strata satu (S1) sedangkan program studi ilmu keperawatan pada tingkat pendidikan profesi.

f. Kemampuan mengatasi perasaan

Kemampuan mengatasi perasaan adalah kemampuan dimana seseorang dapat mengendalikan perasaan nya dengan baik. Pendapat Steven (2000) yang mengatakan pengatasan perasaan yang dimiliki individu akan membuat kepercayaan diri meningkat dalam mengungkapkan pendapat.

g. Klarifikasi

Klarifikasi merupakan tahapan dalam penjernihan atau penegasan suatu hal. Klarifikasi dapat dilakukan untuk mempertegas sesuatu hal atau masalah yang sedang diselesaikan. Diharapkan dengan adanya klarifikasi kasus atau masalah yang sedang dihadapi menemukan kejelasan dan dapat mempermudah proses pengerjaan masalah yang dikaji.

h. Penghindaran

Penghindaran yang dimaksud dalam merupakan penghindaran dari konflik yang dapat timbul dalam suatu pembelajaran atau masalah. Sehingga dapat dikatakan dengan adanya penghindaran, potensi konflik kecil maupun besar kemungkinan tidak akan timbul dari suatu pembelajaran atau masalah yang ada.

(44)

yang dirasa tidak dikehendaki. Salah satunya adalah penghindaran terhadap konflik.

i. Kekuasaan

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan sesuai dengan kewenangan yang diberikan,dan kekuasaan memiliki kemampuan mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari individu (Miriam Budiardjo,2002). Salah satu contoh kewenangan dalam bidang kesehatan adalah kewenangan setiap profesi dalam memegang peran profesinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

j. Kemampuan menghadapi perbedaan

Kemampuan menghadapi perbedaan adalah kemampuan dimana antar profesi mampu menghadapi perbedaan yang didapatkan dalam berkomunikasi. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan strata pendidikan dari komunikasi antar profesi tersebut dan perbedaan dalam kesiapan IPE. Perbedaan strata pendidikan menurut Wardhani (2004) dapat menjadi faktor dari adanya sikap yang lebih dominan dari masing-masing individu.

k. Penerimaan dukungan

(45)

1. Prinsip-prinsip Komunikasi

Menurut Taibi-Kahler atau Kahler Communication Washington, D.C. (Courses Process Communication Model, 2003) tujuan praktis komunikasi dalam sebuah pelayanan kesehatan adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan pendidikan agar mampu memahami dan menerapkan tujuan praktis sebagai berikut dalam prinsip-prinsip dalam komunikasi kesehatan yaitu :

a. Menjadi komunikator yang dapat berinteraksi dengan baik. b. Merangkai pesan dalam bentuk verbal maupun non-verbal dalam

bidang kesehatan.

c. Mampu menentukan media yang digunakan dan sesuai dalam konteks kesehatan.

d. Menemukan segmen komunikan yang sesuai dengan konteks dalam komunikasi kesehatan.

e. Mengelola feedback atau dampak pesan kesehatan yang sesuai dengan kehendak komunikator dan komunikan.

f. Mengatasi berbagai hambatan dalam komunikasi kesehatan. g. Memegang teguh prinsip-prinsip dalam riset yang ada dalam hal

kesehatan.

2. Macam-Macam Kemampuan Komunikasi

(46)

akan kejadian yang terjadi disekitarnya. (2) Kemampuan komunikasi publik, yaitu merupakan interaksi yang terjadi dalam sebuah diskusi besar.Memberikan materi, pertanyaan atau mempresentasikan sebuah kasus pada sebuah diskusi merupakan contoh dari sebuah komunikasi publik. (3) Kemampuan komunikasi interpersonal, yaitu interaksi antara dua orang atau lebih. Komunikasi ini akan menjadi komunikasi yang efektif jika komunikasi tersebut mampumenciptakan efek atau dampak berupa pemecahan masalah, berbagai ide pengambilan keputusan dan pengembangan pribadi.

3. Fungsi Kemampuan Komunikasi

Menurut Onong Uchiana Effendi (2006) bahwa fungsi komunikasi diantaranya sebagai public information, public education, public persuation dan sebagaipublic entertainment.

4. Kemampuan Komunikasi Antar Profesi

Kemampuan komunikasi merupakan suatu kemampuan dalam proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya (Nursalam, 2007).Terutama kemampuan komunikasi antar profesi di bidang kesehatan.Seorang mahasiswa perawat diharuskan mempunyai kemampuan berkomunikasi yang efektif terutama dalam berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pelayanan pasien(Poore, Cullen, Schaar, 2014).

(47)

dengan baik akanmemberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu sertaantar profesi. Tatanan klinik seperti rumah sakit pada sebuah unit pelayanan kesehatan yang dinyatakan sebagai salah satu sistem yang mempunyai kepentingan yang tinggi di dalamnya dalam unsur kemampuan komunikasi.

Kemampuan komunikasi di lingkungan rumah sakit salah satunya diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem kemampuan komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut.Hal ini sesuai dengan pendapat Ellis (2000) yang menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah kemampuan komunikasi yang buruk.

(48)

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Cahyani (2011) yang berjudul “Kemampuan Komunikasi Interpersonal Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM

pada pelaksanaan kegiatan IPE” didapatkan hasil bahwa kemampuan interpersonal mahasiswa sebelum mengikuti kegiatan IPE mayoritas sedang dan setelah kegiatan IPE mayoritas tinggi. Sehingga dapat dilihat bahwa dengan kegiatan IPE mampu berpengaruh pada kemampuan komunikasi secara signifikan dalam pembelajaran IPE tersebut. Serta mendapatkan mayoritas tinggi untuk kemampuan komunikasi pada mahasiswa yang telah melakukan kegiatan IPE. 7. Mahasiswa Farmasi dan Ilmu Keperawatan FKIK UMY

(49)

WHO (1997) mencetuskan sebuah pernyataan yang bisa menjelaskan mengenai peran profesi kesehatan dalam hal ini farmasi sebagai contoh. Istilah tersebut disebut Nine Stars of Pharmacist yang di dalamnya mencakup :

a. Care-Giver

Seorang farmasis merupakan profesional kesehatan yang memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien, berinteraksi secara langsung, meliputi pelayanan klinik, analitik, teknik, sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP no. 51, 2009), dalam hal peracikan obat, memberi konseling, konsultasi, monitoring, visit, dan kegiatan lainnya.

b. Decision-Maker

Seorang farmasi merupakan seorang yang mampu menetapkan/ menentukan keputusan terkait pekerjaan kefarmasian, misalnya memutuskan dispensing, penggantian jenis sediaan, penyesuaian dosis, yang bertujuan agar pengobatan lebih aman, efektif dan rasional.

c. Communicator

Seorang farmasi diharuskan mempunyai keterampilan berkomunikasi yang baik, sehingga pelayanan kefarmasian dan interaksi antar profesi kesehatan berjalan dengan baik, dalam hal konseling dan konsultasi obat kepada pasien, dan melakukan visit ke bangsal/ruang perawatan pasien.

d. Manager

(50)

e. Leader

Seorang farmasi diharuskan menjadi pemimpin dalam memastikan terapi berjalan dengan aman, efektif dan rasional, misalnya sebagai direktur industri farmasi, direktur marketing, dan sebagainya.

f. Life-Long Learner

Seorang farmasi diharuskan memiliki semangat belajar sepanjang waktu, karena informasi/ilmu kesehatan terutama farmasi berkembang dengan pesat, sehingga perlu meng-update pengetahuan dan kemampuan.

g. Teacher

Seorang farmasi dituntut dalam mendidik generasi selanjutnya, yang mendidik dan menyampaikan informasi kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya yang membutuhkan informasi.

h. Research

Seorang farmasi merupakan seorang peneliti terutama dalam penemuan dan pengembangan obat-obatan yang lebih baik, disamping itu farmasi juga bisa meneliti aspek lainnya misal data konsumsi obat, kerasionalan obat, pengembangan formula, penemuan sediaan baru.

i. Entrepreneur

(51)

Pada penjabaran istilah Nine Stars of Pharmacist dapat terlihat bahwa pentingnya kemampuan komunikasi dalam terciptanya praktik pelayanan farmasi yang efektif di masyarakat. Terutama dalam communicator yang dengan jelas menggambarkan bahwa peran farmasi dalam mengembangkan kemampuan komunikasi antar profesi memiliki andil yang besar.

Perawat memiliki beberapa hal yang sama dalam peran yang melibatkan kemampuan komunikasi, menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan (1989) adalah : a. Care Giver

(52)

b. Teacher

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

c. Manager

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuan pasien.

d. Research

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

e. Consultant

Peran consultantadalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan.Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

f. Collaborator

(53)

berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. C.Kerangka Konsep

= area yang diteliti

= area yang tidak diteliti

Gambar 1.Kerangka konsep Mahasiswa

program studi Farmasi dan Ilmu Keperawatan FKIK UMY

(54)

D.Kerangka Empiris

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain penelitian

Pada penelitian ini jenis atau rancangan penelitian yang digunakan adalah descriptive yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisa gambaran atau deskripsi mengenai suatu masalah secara obyektif dengan menggunakan pendekatan cross-sectional.Metode penelitian dengan pendekatan cross-sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu antara variabel independen dan variabel dependen (Nursalam, 2011).

B.Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-September 2015. Peneliti memilih FKIK UMY sebagai tempat penelitian dengan alasan sejak tahun 2013 FKIK UMY telah menerapkan pembelajaran IPE yang merupakan program pembelajaran dengan inovasi baru pada kurikulum pembelajaran yang ada di Indonesia.

C.Populasi dan Sampel

Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan program studi ilmu keperawatan pada tingkat profesi dan mahasiswa program studi farmasi pada tingkat strata satu(S1) FKIK UMY. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non probality sample secara accidental sampling, yaitu

(56)

teknik pengambilan sampel dengan didasarkan pada kenyataan bahwa sampel tersebut kebetulan muncul dan sampel tersebut merupakan sampel yang sesuai dengan sampel yang diinginkan oleh peneliti yaitu 100 responden yang berasal dari 50 orang responden prodi farmasi dan 50 orang responden dengan prodi ilmu keperawatan.

D.Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria Inklusi

Mahasiswa FKIK UMY prodi ilmu keperawatan tingkat pendidikan profesi dan prodi farmasi tingkat strata satu (S1)dengan kriteria :

a. Telah mengikuti program pembelajaran IPE dan saling berkolaborasi antar profesi.

a. Menetap di Yogyakarta.

b. Bersedia menjadi responden penelitian. 2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang pada saat penelitian dilakukan,sedang dalam keadaan tidak berada dalam lingkungan institusi pendidikan yaitu Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

E.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel bebas : IPE

(57)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini meliputi program pembelajaran IPE dan kemampuan komunikasi antar profesi terhadap mahasiswa prodi ilmu keperawatan tingkat pendidikan profesi dan prodi farmasi tingkat strata satu (S1).

a. Program pembelajaran IPE yang dilakukan terhadap antar profesi kesehatan FKIK UMY prodi ilmu keperawatan tingkat pendidikan profesi dan prodi farmasi tingkat strata satu (S1) yang memberikan pembelajaran dengan konsep kerjasama antar profesi kesehatan dengan tujuan menghasilkan mahasiswa yang mampu berkomunikasi antar profesi kesehatan dalam menyelasaikan kasus dalam masyarakat dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang efektif bagi masyarakat.

b. Tingkat kemampuan komunikasi dalam IPE adalah kemampuankomunikasi respondenyang mencakup komponen pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan feedback, kemampuan mengekspresikan diri, perhatian, kemampuan mengatasi masalah, klarifikasi, penghindaran, kekuasaan serta kemampuan menghadapi perbedaan.

F. Instrumen Penelitian

(58)

penelitian. Kuesioner ini telah dimodifikasi sehingga menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

ICI awal mulanya dibuat oleh Bienvenue (1987) yang terdiri dari 40 item pertanyaan namun telah dimodifikasi menjadi 33 pertanyaan oleh peneliti dikarenakan ada 7 pertanyaan yang tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Pada kuesioner tersebuthasil yang didapatkan akan dikategorikan dalam kategori“sangat baik”, “baik”, “cukup”, “kurang” dan “sangat kurang” (Syah, 1995)

Kuesioner ini mencakup 11 komponen yang ada, yaitu komponen pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan feedback, kemampuan mengekspresikan diri, perhatian, kemampuan mengatasi perasaan, klarifikasi, penghindaran, kekuasaan, kemampuan menghadapi perbedaan dan penerimaan dukungan.Adapun komponen pada kuesioner dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 1.Komponen kuesioner kemampuan komunikasi sebelumuji validasi dan realibilitas

No. Komponen Item Pertanyaan

1. Pengungkapan diri 23, 24, 26, 27, 28, 32 2. Kesadaran diri 9, 11, 31, 35, 36, 39, 22 3. Evaluasi dan feedback 13, 14, 33, 40, 16 4. Kemampuan mengekspresikan diri 1, 3, 6, 8, 19

5. Perhatian 34, 30

6. Kemampuan mengatasi perasaan 12, 17, 40, 25

7. Klarifikasi 2, 4, 5, 18

8. Penghindaran 7, 15, 18

9. Kekuasaan 10, 29

10. Kemampuan menghadapi perbedaan 20, 21 11. Penerimaan dukungan 37, 38

(59)

Kuesioner ini telah dilakukakan validiasi oleh Lestari (2012) menggunakan rumus korelasi product moment (korelasi person) dengan taraf signifikansi 95% terhadap 50 responden.Item dianggap valid apabila memenuhi angka r > r tabel (0,279) dengan standar error 5%.Uji validitas tersebut diperoleh hasil antara 0,283-0,585 yang berarti rentang berada lebih besar dari r atau r > r tabel sehingga kuesioner kemampuan komunikasi interpersonal tersebut dapat dikatakan valid.

Lestari (2012) juga melakukan pengujian reliabilitas kuesioner kemampuan komunikasi interpersonal ini terhadap 50 responden menggunakan rumus alpha chronbach dan diperoleh hasil 0,872. Realibilitasnya dinyatakan dalam koefisien dengan angka 1,00 berarti realibilitas instrument semakin tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kuesioner ini memiliki realibilitas yang tinggi.

(60)

yang diinginkan. Sehingga total item komponen pada kuesioner tersebut menjadi 10 item komponen.

Komponen yang hilang merupakan komponen penerimaan dukungan. Hal ini dimaksudkan agar data yang didapatkan dapat sesuai dengan penelitian yang diinginkan yaitu tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada mahasiswa farmasi dan ilmu keperawatan pada pembelajaran IPE FKIK UMY.

Komponen yang digunakan oleh peneliti berdasar ketentuan yang telah disebutkan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2.Komponen kuesioner kemampuan komunikasi setelah uji validasi dan realibilitas

No. Komponen Item Pertanyaan

1. Pengungkapan diri 20, 21, 23, 24, 28 2. Kesadaran diri 7, 9, 19, 31, 27, 31, 32 3. Evaluasi danfeedback 11, 29, 33, 13

4. Kemampuan mengekspresikan diri 1, 2, 5, 6, 16

5. Perhatian 30, 26

6. Kemampuan mengatasi perasaan 10, 14, 22

7. Klarifikasi 3, 4

8. Penghindaran 12, 15

9. Kekuasaan 8, 25

10. Kemampuan menghadapi perbedaan 17, 18 G.Uji Validitas dan Realibilitas

(61)

tersebut merupakan hal yang mencerminkan secara tepat keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur. Untuk menggunakan validitas yang diinginkan, terlebih dahulu dilakukan pencarian referensi mengenai teori pengukuran yang akan dipakai. Teori tersebut dengan demikian akan memberikan pengukuran yang akan digunakan sehingga dapat menghasilkan suatu validitas baik nantinya (Cook&Beckman,2006).

Realiabilitas berasal dari kata reliability yang berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran memiliki keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan yang dapat dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya apabiladalam beberapakali pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 2011).

Pada penelitian kali ini dilakukan uji validitas yang dilanjutkan dengan uji realibilitas pada instrumen penelitian. Instrumen penelitian kali ini menggunakan kuesioner dari InterpersonalCommunication Inventory (ICI) yang diberikan kepada 100 responden yang termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini. Kuesioner yang telah diuji validasi dan realibilitas tersebut kemudian diberikan kepada 100 responden yang telah dipilih secara acak. Responden yang diikutsertakan merupakan 50 responden dari program studi farmasi dan 50 responden dari program studi ilmu keperawatan.

(62)

(2006) mengatakan bahwa dalam menentukan ukuran sampel pada uji validasi dan realibilitas jika sampel >30 dan<500 adalah jumlah yang tepat digunakan pada sebuah penelitian. Didukung oleh pernyataan Sukardi (2004) bahwa hukum statistika dalam menentukan jumlah sampel, yaitu semakin besar jumlah sampel semakin menggambarkan keadaan populasi. Keterbatasan sampel atau responden pada penelitian ini mengharuskan peneliti hanya dapat mengambil 40 reseponden saja yang digunakan untuk melakukan uji validitas dan realibilitas. Responden yang diikutsertakan bukan merupakan responden yang diikutsertakan pada penelitian utama, namun responden yang digunakan diluar dari 100 responden yang diikutsertakan pada peneltian ini.

Hasil interpretasi data yang didapatkan (Lampiran 4) pada tabel Case Processing Summary menjelaskan mengenai jumlah responden yangdigunakan yaitu berjumlah 40 orang. Pada tabel Realibility Statistic terlihat bahwa nilai alpha cronbach adalah 0.90 dengan jumlah pertanyaan sebanyak 33 item. Nilai ini dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa nilai r berada diantara 0.80-1.00 sehingga dikatakan tingkat realibilitasnya tinggi. Pada Johnson & Christensen (2012) juga menyatakan apabila koefisien alpha cronbach ≥ 0,7 maka dapat dikatakan instrumen tersebut reliabel.

Tabel 5.Tingkat Realibilitas Berdasarkan Nilai Alpha Besarnya Nilai r Interpretasi

(63)

Pada tabel bagian Corrected Item Total Correlation semua variabel memiliki nilai r > r tabel (0.312). Rentang yang didapatkan dari setiap item pertanyaan adalah 0.411-0.768, hal ini menyatakan bahwa rentang tersebut memiliki nilai lebih besar dari r tabel (0.321). Nilai pada r tabel telah ditetapkan untuk setiap jumlah responden yang digunakan, untuk 40 jumlah responden yang digunakan pada penelitian ini r tabel yang digunakan adalah 0.312 pada signifikansi 5% (Lampiran 5). Dengan demikian semua item pertanyaan pada kuesioner yang digunakan pada penelitian kali ini dapat dinyatakan valid.

H.Cara kerja

Langkah kerja dalam penelitian ini adalah :

1. Tahap persiapan dilakukan oleh peneliti dengan menentuka tema, judul dan instrument penelitian. Mencari tinjauan pustakan yang di sesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan, kemudian melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing.

2. Tahap pelaksanaan dilakukan oleh peneliti dengan pengambilan data mahasiswa FKIK UMY prodi ilmu keperawatan tingkat pendidikan profesi dan prodi farmasi tingkat strata satu (S1) yang sedang menetap di Yogyakarta.

(64)

I. Skema Langkah Kerja

J. Analisis Data

Pada analisis data, langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan pengolahan data. Kegiatan dalam mengolah data menurut Cholid Narbuko dan Achmadi (2002) adalah sebagai berikut :

a. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isi dari data yang didapatkan.Editing juga digunakan untuk pengecekan kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan.

Gambar 1.Skema Langkah Kerja

Tahap Persiapan a. Mencari tinjauan pustaka dan jurnal b. Mempersiapkan kuesioner

c. Menentukan dan mencari informasi sampel yang akan digunakan

Tahap pengambilan data

Tahap pengumpulan

data Tahap pengolahan data

(65)

b. Scoring

Scoring merupakan kegiatan untuk memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu diberi penilaian atau skor.Jika jawaban bernilai positif akan mendapatkan skor 4 pada pilihan “selalu”, skor 3 pada pilihan “sering”, skor 2 pada pilihan“jarang” dan skor 1 pada pilihani “tidak pernah”.Jika item pertanyaan bernilai negatifmaka akan berlaku

skor sebaliknya yaitu skor 4 pada pilihan “tidak pernah”, skor 3 pada pilihan “jarang”, skor 2 pada pilihan “sering” dan skor 1 pada pilihan “selalu”.

Jawabanpada pengisian kuesionerdikatakan “selalu” jika frekeuensi dalam melakukan dan merasakan kegiatan yang ada pada item pertanyaan kuesioner tersebut dirasa terus dilakukan. Dikatakan “sering” jika frekeunsi melakukan kegiatan tersebut tidak setiap saat, dikatakan “jarang” jika frekuensi merasakan serta melakukan kegiatan

pada item pertanyaan tersebut dirasa hampir tidak setiap saat. Dikatakan “tidak pernah” jika responden merasa sama sekali tidak

merasakan dan melakukan kegiatan yang ditanyakan pada item pertanyaan tersebut.

c. Coding

(66)

Berdasarkan hasil penjumlahan serta penilaian skor jawaban dari data kuesioner yang diperoleh, menurut Syah (1995) dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Sangat baik jika persentase skor adalah 81-100%. 2. Baik jika persentase skor adalah 61-80%. 3. Cukup jika persentase skor adalah 41-60%. 4. Kurang jika persentase skor adalah 21-40%. 5. Sangat kurang jika persentase skor adalah >20%. Persentase skor ini didapatkan dari rumus :

Persentase (%)

Keterangan :

∑p= jumlah skor yang didapatkan mahasiswa

∑q=jumlah skor maksimum yang didapatkan mahasiswa

∑q berasal dari nilai skor tertinggi yaitu skor bernilai 4 yang

Gambar

Tabel 1.Kompetensi dalam IPE
Gambar 1. Kerangka konsep
Tabel 1.Komponen kuesioner kemampuan komunikasi sebelumuji    validasi dan realibilitas
Tabel 2.Komponen kuesioner kemampuan komunikasi setelah uji validasi dan realibilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa tingkat stres akademik yang dialami mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin berada pada kategori

1) Kemampuan komunikasi adalah kemampuan mahasiswa Prodi Farmasi angkatan 2012 dan 2013 dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan pasien simulasi sesama mahasiswa

Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi pendidikan ilmu keperawatan yaitu sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam perencanaan, pengembangan pembelajaran

Judul : Analisis Persepsi, Motivasi, dan Kesiapan Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sumatera Utara pada Interprofessional Education (IPE).. Peneliti : Winda

Persepsi mahasiswa keperawatan tentang perilaku integritas akademik bervariasi, masih banyak perilaku yang dianggap tidak melanggar dan dilakukan oleh mahasiswa maupun teman

Mayoritas mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UIN Alauddin Makassar memiliki persepsi baik terhadap IPE dengan persentase 92,3% dan tidak ada nilai persepsi yang

Format PICOS systematic Review: interprofessional education sebagai upaya mengembangkan kemampuan perawat berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain PICOS Framework Kriteria

SENAT MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKes MEDISTRA INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1 – FARMASI S1 – KEBIDANAN S1 – PROFESI KEBIDANAN – KEBIDANAN DIII – NERS