• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTAR PROFESI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DAN FARMASI YANG TERPAPAR INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) DI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTAR PROFESI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DAN FARMASI YANG TERPAPAR INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE) DI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Farmasi pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh USWATUN NISWAH

20120350060

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTAR PROFESI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DAN FARMASI YANG TERPAPAR INTERPROFESSIONAL EDUCATION(IPE)DI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Farmasi pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh USWATUN NISWAH

20120350060

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

TINGKAT KEMAMPUAN KOMUNIKASI ANTAR PROFESI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DAN FARMASI YANG TERPAPAR INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) DI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun oleh USWATUN NISWAH

20120350060

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 18 Agustus 2016 Dosen Pembimbing

Dra.Salmah Orbayinah, M.Kes., Apt NIK 19680229199409173008

Dosen Penguji 1 Dosen Penguji 2

Indriastuti Cahyaningsih, M.Sc., Apt. Bangunawati Rahajeng, M.Si., Apt NIK 198505262010044173121 NIK 19701105201104173154

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Uswatun Niswah

NIM : 20120350060

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya tulis saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 27 April 2016 Yang membuat pernyataan

(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.

(Ar-Rahman 13)

Yesterday is history. Tomorrow is a mystery. But today is a gift. That is why it is called PRESENT.

(Master Oogway, Kungfu Panda)

I have no special talents. I am just passionately curious.

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT dan shalawat serta salam kepada Rosulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya

dapat menyelesaikan KTI ini:

Karya ini saya persembahkan untuk orang-orang tercinta yang berpengaruh besar terhadap hidup saya

Kedua orangtua saya Abi Zainul Ma`arif dan Ummi Siti Aminah (Alm) Sudah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, sudah mendo’akan dan memberikan semangat tanpa henti hingga saya menyelesaikan karya ini, terima kasih

untuk abi yang tak letih bekerja untuk keluarga, ucapan terimakasih tak cukup untuk membalas kebaikan kalian, semoga ummi bahagia disana.

Kakak saya Syifa Shibghoh Imaniyah dan Kedua adik saya Himmah Mumminah dan Ihsanul Azmi

Buat kalian yang selalu bikin kangen suasana rumah, yang selalu menjadi alasan pulang setelah Ummi dan Abi, terima kasih untuk do’a dan dukungannya, semoga kita semua

selalu dalam lindungan Allah.

Sahabat kecil saya Syafrida, Lia, Tita dan Ulul

Menjadi teman terbaik dari SD sampai sekarang, yang selalu mendengarkan curhatan dari yang bahagia sampai yang sedih, semoga hingga dewasa nanti kita bisa menjadi sahabat

yang tak terputuskan.

Sahabat saya Rima Fathu Ni`mah dan Imas Nurhayati

Kalian sudah hadir ditengah-tengah perjuangan saya menjadi sarjana, hampir setiap hari dihabiskan bersama, berjuang bersama, susah senang kuliah dirasakan bersama, selalu

ada kata-kata hebat dan tangan yang menguatkan, pasti akan ada rindu untuk semua kebersamaan ini, semoga kita lulus dengan predikat yang memuaskan dan menjadi

Apoteker kebanggaan dunia.

Teman teman terbaik Irna Nurrohmah, Dwi Wahyuni, Moch. Anugrah Firzatullah, M. Rizqi Maulana

Terima kasih sudah menjadi pelipur lara, teman canda tawa, teman seperjuangan yang memberikan semangat luar biasa, kalian para calon Apoteker muda yang tak akan

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’aliakum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul

”Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi pada Mahasiswa Program Studi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi yang Terpapar Interprofessional Education di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”. Sholawat serta salam kepada Nabi

Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari peran berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An. M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk menyelesaikan karya ini.

(8)

vii

4. Dra. Salmah Orbayyinah, M.Kes., Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan karya ini.

5. Ibu Indriastuti Cahyaningsih, M.Sc., Apt selaku dosen penguji 1 dan Ibu Bangunawati Rahajeng selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan waktunya untuk memberikan kritik dan saran yang membangun dalam perbaikkan karya ini.

6. Keluarga besar Bapak Zainul ma`arif dan Ibu Siti Aminah (Almh) yang selalu memberikan do’a dan semangat hingga karya ini diselesaikan.

7. Sahabat tercinta selama perjuangan sarjana ini Rima Fathu Ni`mah dan Imas Nurhayati

8. Teman-teman tercinta yang sudah menjadi pengganti keluarga Irna Nurrohmah, Dwi Wahyuni, Moch. Anugrah Firzatullah, M. Rizqi Mulana 9. Teman-teman seperjuangan KTI Septina Wulandari, Rifa Atria Muda,

Chakra Hadi, M. Facriannor yang selalu menjadi motivasi dalam menyelesaikan karya ini.

10.Teman-teman seperjuangan Farmasi 2012 yang selalu ada dari awal kuliah hingga akhir

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 5 Juni 2015

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

D. MANFAAT PENELITIAN... 5

E. KEASLIAN PENELITIAN ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Interprofessional Education (IPE) ... 8

1. Definisi IPE ... 8

2. Tujuan Interprofessional Education (IPE)... 9

3. Metode pelaksanaan IPE ... 10

4. Hambatan dalam IPE ... 11

B. Interprofessional Education (IPE) di FKIK UMY ... 12

1. Karakteristik Mahasiswa ... 12

2. Modul Kegiatan IPE ... 13

3. Alur Kegiatan IPE ... 13

C. Komunikasi ... 16

1. Definisi ... 16

2. Komponen komunikasi ... 17

3. Kolaborasi yang Efektif Antar Profesi ... 18

BAB III METODE PENELITIAN... 21

(10)

ix

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

1. Kriteria Inklusi ... 21

2. Kriteria Ekslusi ... 22

D. Variabel dan Definisi Operasional ... 22

1. Variabel Penelitian ... 22

2. Definisi Operasional ... 22

E. Instrumen Penelitian ... 23

F. Uji Validitas dan Realibilitas Instrument ... 25

1. Uji Validitas ... 25

2. Uji Reliabilitas ... 25

G. Cara Kerja ... 25

H. Skema Langkah Kerja... 27

I. Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Validitas dan Reliabilitas ... 30

1. Validitas ... 30

2. Reliabilitas ... 30

B. Karakteristik Responden ... 31

C. Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. ... 33

D. Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa Berdasarkan Program Studi di FKIK UMY ... 37

E. Keterbatasan Penelitian ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Modifikasi Kisi-kisi Instrumen ... 24 Tabel 2. Karakteristik Responden Mahasiswa FKIK UMY ... 32 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Mahasiswa Farmasi FKIK UMY. ... 33 Tabel 4. Uji Komparatif Komponen Kemampuan Komunikasi Antar Profesi

Mahasiswa FKIK UMY. ... 35 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Komponen Komunikasi Antar Profesi pada

Mahasiswa Profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan

Farmasi yang Terpapar IPE. ... 34 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat permohonan untuk bersedia menjadi responden. ... 46

Lampiran 2. Surat persetujuan menjadi responden. ... 47

Lampiran 3. Kuisioner Penelitian ... 48

Lampiran 4. Hasil Validasi dan Realiablity ... 52

(14)

xiii INTISARI

Peran masing-masing profesi kesehatan di Indonesia belum berjalan maksimal sehingga angka kejadian human eror dalam pelayanan kesehatan masih tinggi. Perlu dilakukan penataan ulang dari sistem pendidikan kesehatan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara professional yang ditanamkan sejak dini. Interprofessional Education (IPE) adalah sistem pembelajaran bagi mahasiswa dibidang kesehatan untuk melakukan kerjasama atau berkolaborasi dengan melakukan peran masing-masing dalam menangani suatu masalah kesehatan yang berorientasi pada pasien. Komunikasi Antar Profesi merupakan bagian terpenting untuk berkolaborasi dalam pembelajaran IPE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi setelah mengikuti pembelajaran IPE di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sample secara quota sampling. Sampel berjumlah seratus mahasiswa yang terdiri dari 50 mahasiswa pada masing-masing program studi yaitu Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data melalui kuisioner mengacu pada Interprofessional Communication Inventory (ICI) yang dikategorikan menggunakan skala likert dengan kategori tinggi, sedang, rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat komunikasi antar profesi mahasiswa Profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Strata Satu (S1) Farmasi sebagian besar dalam kategori tinggi dengan presentase 58% (58 mahasiswa dari 100 mahasiswa). Kesimpulan penelitian ini: Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada Mahasiswa profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi setelah mengikuti pembelajaran IPE dalam kategori tinggi.

(15)

xiv ABSTRACT

The role of each health Profession in Indonesia is not running maximally yet, so that the number of human errors happen in terms of health service are remain high. There is a need for reconstruction of health educational system, so that can give a health service professionally which has been inculcated early. Interprofessional education (IPE) is a learning system for students in health studies to do a cooperation or collaboration by doing their own role in dealing with a patient oriented health case. Interproffesional communication is the most important part to collaborating in IPE studies.

This research’s purpose is to know about the level of interproffesional communication skill of physician professional education study program and pharmacy after take a part of IPE studies in Medical and Health Science Faculty, Muhammadiyah University of Yogyakarta. This research use descriptive method with cross sectional approach. The sampling use the non probability sample according to quota sampling. With 100 students as a sample that’s consist 50 students from both major which is Medical and Pharmacy who are meet the inclusion criteria. The data is taken by a questionnaire refer to interproffesional communication inventory (ICI) which categorized by using a likert scale in high, medium, and low category.

The result of this research shows that the level of interprofessional communication of medical and pharmacy student mostly in high category with percentage 58% (58 out of 100 students). The conclusion of this research: the level of interprofessional communication in medical and pharmacy students after take a part of IPE studies is in high category.

(16)
(17)

tinggi. Perlu dilakukan penataan ulang dari sistem pendidikan kesehatan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara professional yang ditanamkan sejak dini. Interprofessional Education (IPE) adalah sistem pembelajaran bagi mahasiswa dibidang kesehatan untuk melakukan kerjasama atau berkolaborasi dengan melakukan peran masing-masing dalam menangani suatu masalah kesehatan yang berorientasi pada pasien. Komunikasi Antar Profesi merupakan bagian terpenting untuk berkolaborasi dalam pembelajaran IPE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi setelah mengikuti pembelajaran IPE di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sample secara quota sampling. Sampel berjumlah seratus mahasiswa yang terdiri dari 50 mahasiswa pada masing-masing program studi yaitu Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data melalui kuisioner mengacu pada Interprofessional Communication Inventory (ICI) yang dikategorikan menggunakan skala likert dengan kategori tinggi, sedang, rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat komunikasi antar profesi mahasiswa Profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Strata Satu (S1) Farmasi sebagian besar dalam kategori tinggi dengan presentase 58% (58 mahasiswa dari 100 mahasiswa). Kesimpulan penelitian ini: Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada Mahasiswa profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi setelah mengikuti pembelajaran IPE dalam kategori tinggi.

(18)

ABSTRACT

The role of each health Profession in Indonesia is not running maximally yet, so that the number of human errors happen in terms of health service are remain high. There is a need for reconstruction of health educational system, so that can give a health service professionally which has been inculcated early. Interprofessional education (IPE) is a learning system for students in health studies to do a cooperation or collaboration by doing their own role in dealing with a patient oriented health case. Interproffesional communication is the most important part to collaborating in IPE studies.

This research’s purpose is to know about the level of interproffesional communication skill of physician professional education study program and pharmacy after take a part of IPE studies in Medical and Health Science Faculty, Muhammadiyah University of Yogyakarta. This research use descriptive method with cross sectional approach. The sampling use the non probability sample according to quota sampling. With 100 students as a sample that’s consist 50 students from both major which is Medical and Pharmacy who are meet the inclusion criteria. The data is taken by a questionnaire refer to interproffesional communication inventory (ICI) which categorized by using a likert scale in high, medium, and low category.

The result of this research shows that the level of interprofessional communication of medical and pharmacy student mostly in high category with percentage 58% (58 out of 100 students). The conclusion of this research: the level of interprofessional communication in medical and pharmacy students after take a part of IPE studies is in high category.

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fenomena yang terjadi saat ini menunjukan bahwa peran masing-masing profesi kesehatan di Indonesia belum berjalan maksimal, dapat dilihat ketika berada di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit jarang terlihat adanya komunikasi yang baik antar tenaga kesehatan. Dengan demikian dibutuhkan pembelajaran lebih lanjut untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bekerjasama yang baik antar profesi. Penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2006) tentang komunikasi antara petugas kesehatan dengan penderita tuberkolosis di puskesmas kota Surakarta mendapatkan hasil bahwa kemampuan komunikasi antar profesi masih kurang efektif.

The Joint Commision (2005) menyatakan bahwa kegagalan dalam

komunikasi adalah penyebab utama terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebesar 60%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dougherty et al (2005) menyatakan bahwa kerjasama antar profesi kesehatan

merupakan kunci utama untuk keberhasilan terapi pada pasien dan mengurangi terjadinya error. Pekerjaan yang dilakukan dokter dan ahli farmasi sebenarnya bersifat saling melengkapi (komplementer) secara hipotetikal dapat dikatakan bahwa kerja sama tersebut dapat memberikan pengaruh positif terhadap keluaran pasien (patient outcome).

(20)

2

tenaga kesehatan tidak mungkin bekerja sendirian untuk memberikan pelayanan yang optimal (ACCP, 2009). Kurangnya kemampuan komunikasi tersebut terjadi karena tidak adanya pelatihan atau pendidikan penerapan

kolaborasi antar tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan kemampuan

kolaborasi antar tenaga kesehatan dapat melalui perubahan proses

pendidikan profesional. Metode yang dapat digunakan adalah

melalui interprofessional education (Liaw, Siau, Zhou, & Lau, 2014).

Interprofessional education (IPE) merupakan bagian integral dari

pembelajaran professional kesehatan, profesi kesehatan belajar bersama

dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien secara bersama-sama

(kolaborasi) dalam lingkungan interprofesional. Model ini berfungsi untuk

mempersiapkan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan berkolaborasi

dengan tenaga kesehatan yang lain dalam sistem kesehatan yang kompleks

(Becker, Hanyok, & Walton-Moss, 2014). Sistem pendidikan kesehatan yang sudah ada perlu dilakukan penataan ulang sesuai dengan rekomendasi dari Institut Of Medicine (IOM) dalam “Health Professions Education” sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan secara professional untuk meningkatkan wawasan serta keterampilan serta sikap bekerja secara efektif (ACCP, 2009).

Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE)

(21)

Advancement of Interprofessional Education menjelaskan bahwa pembelajaran interprofessional adalah kesempatan sebuah profesi untuk belajar tentang satu sama lain.

Di Indonesia praktek pembelajaran IPE masih belum berkembang. Sistem pembelajaran model IPE ini hanya dilakukan oleh beberapa Institusi pendidikan di Indonesia, salah satunya di FKIK UMY. IPE FKIK UMY dilaksanakan sejak tahun 2013, melibatkan mahasiswa profesi dari Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, Keperawatan dan S1 Farmasi. Kegiatan dalam praktek pembelajaran IPE seperti BST dan tutorial untuk mendiskusikan tentang pemecahan suatu masalah terkait penyakit pasien (Modul kegiatan IPE).

(22)

4

Komunikasi merupakan suatu interaksi dimana terdapat dua orang atau lebih yang sedang membangun atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lain yang pada akhirnya akan tiba dimana mereka saling memahami dan mengerti (Rogers & O. Lawrence Kincaid, 2012). Etika berkomunikasi dalam kolaborasi hendaknya menggunakan kalimat yang sopan dan baik agar dapat diterima dan dipahami oleh lawan bicara, seperti ayat Al-Quran dibawah ini yang menerangkan untuk berkata yang baik sehingga tidak akan menyakiti hati orang lain:

Artinya: Perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).

(23)

Melihat dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan peninjauan seberapa besar tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan farmasi setelah mengikuti pembelajaran IPE. Peneliti memilih di FKIK UMY agar dapat dijadikan sebagai acuan untuk lebih mengembangkan IPE sebagai sistem pembelajaran. Dengan komunikasi yang baik dan efektif diharapkan untuk kedepannya dapat meningkatkan kolaborasi dalam penanganan pasien.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas permasalahannya adalah: Bagaimana tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa Farmasi dan Profesi Kedokteran di FKIK UMY setelah terpapar IPE?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

Mengetahui tingkat kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa Farmasi dan Profesi Kedokteran di FKIK UMY setelah terpapar IPE.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

(24)

6

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Pengembangan IPE yang diterapkan pada institusi sebagai sarana berkomunikasi antar profesi diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu melakukan praktik kolaborasi yang baik ketika terjun di dunia kerja.

b. Bagi Mahasiswa

Mengetahui pentingnya pembelajaran IPE untuk meningkatkan komunikasi antar profesi ketika berkolaborasi.

c. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dalam melakukan penelitian di bidang Farmasi, serta menambah pengetahuan peneliti mengenai IPE.

d. Bagi Peneliti lain

Sebagai acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait kegiatan IPE, sehingga dapat dikembangkan untuk melakukan kolaborasi yang lebih baik.

E. KEASLIAN PENELITIAN

(25)
(26)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Interprofessional Education (IPE)

1. Definisi IPE

Menurut WHO (2010), IPE merupakan suatu proses yang dilakukan dengan melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar belakang profesi dan melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, adanya interaksi sebagai tujuan utama dalam IPE untuk berkolaborasi dengan jenis pelayanan meliputi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.

Menurut American Collage of Clinical Pharmacy (ACCP) tahun 2009 Interprofessional dalam dunia kesehatan merupakan bentuk perawatan kesehatan yang melibatkan berbagai profesi kesehatan. IPE merupakan hal yang potensial sebagai media kolaborasi antar professional kesehatan dengan menanamkan pengetahuan dan skill dasar dalam masa pendidikan (Mendez et al, 2008).

(27)

profesinya sendiri, luar profesinya sendiri, dan dengan pasien atau klien serta keluarganya.

Komunikasi terjadi ketika berkolaborasi dalam IPE, hal yang harus diperhatikan ketika berkolaborasi adalah adanya rasa saling menghargai dan rasa saling percaya, sebab dengan profesi lain sikap untuk berkonsultasi ketika terdapat sesuatu yang tidak dimengerti merupakan elemen yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan praktek IPE. Istilah Interproffesional biasa digunakan untuk menggambarkan praktek klinik yang melibatkan pasien, dan masalah pasien akan ditangani secara mandiri atau terpisah sesuai dengan kompetensi masing-masing profesi sebagai tanggung jawab atas area yang ditangani sesuai bidangnya (The Canadian Interprofessional Health Collaborative, 2009).

2. Tujuan Interprofessional Education (IPE)

(28)

10

Menurut WHO (2010), hasil dari pelaksanaan IPE dapat dikelompokkan menurut domain, antara lain (1) kerja tim: mampu menjadi seorang pemimpin dan mengetahui hambatan dalam kerja tim; (2) peran dan tanggungjawab: mampu memahami area kompetensi masing-masing profesi dan melakukannya dengan penuh tanggung jawab; (3) komunikasi: mampu mengungkapkan pendapat dan mampu menjadi pendengar yang baik terhadap anggota tim yang lain; (4) pembelajaran dan refleksi yang kritis: menggambarkan adanya hubungan yang kritis dalam tim, mentransfer Interprofessional learning ke dalam lingkungan kerja; (5) hubungan dengan

dan mengenali kebutuhan pasien: mampu bekerjasama dalam kepentingan pasien sebagai mitra dalam manajemen perawatan; (6) etika praktik: memahami pandangan dari stereotype dari diri sendiri dan profesi lain, mengakui bahwa pandangan yang dimiliki oleh setiap petugas kesehatan itu sama pentingnya dan berlaku.

3. Metode pelaksanaan IPE

(29)

dan diharapkan hasilnya dapat memberikan tindakan yang sesuai pada pasien (Modul Kegiatan IPE).

Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2010) menyatakan tentang pengaruh model pembelajaran tutorial yang melibatkan mahasiswa keperawatan dan kedokteran terhadap peningkatan hasil pendidikan interprofessional. Hasilnya pembelajaran dengan tutorial efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interprofessional. Dengan adanya komunikasi yang baik juga dapat meningkatkan kerjasama interprofessional. 4. Hambatan dalam IPE

Saat ini praktik pembelajaran IPE telah diterapkan selama beberapa dekade, banyak ditemukannya hambatan yang telah diidentifikasi. Hambatan dalam IPE ini terdapat pada pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya ataupun sikap. Oleh karenanya sangat penting diperlukan tindakan dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi berjalannya praktek kolaborasi yang efektif hingga dapat merubah sistem pelayanan kesehatan (ACCP, 2009).

(30)

12

promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan, beasiswa, system penggajian, dan komitmen terhadap waktu (ACCP, 2009).

Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dapat dilakukan dengan penyesuaian jadwal antar profesi yang bersangkutan, adanya sikap disiplin dan saling memahami untuk terciptanya komunikasi dan kedisiplinan yang baik, menyiapkan bahan diskusi di hari sebelumnya, financial yang cukup untuk pengadaan fasilitas pendukung dalam IPE.

B. Interprofessional Education (IPE) di FKIK UMY

Sejarah dimulainya IPE sebagai pembelajaran di FKIK UMY sejak tahun 2013, namun sebelum diterapkan untuk mahasiswa secara formal dilakukan simulasi praktik IPE pada tahun 2012 sebagai landasan dilanjutkannya program pendidikan kesehatan IPE di FKIK UMY hingga sekarang.

1. Karakteristik Mahasiswa

(31)

2. Modul Kegiatan IPE

Modul dalam praktik pembelajaran IPE ini digunakan sebagai penuntun untuk melakukan kegiatan IPE tersebut dan akan dibagikan kepada masing-masing mahasiswa, modul berisi proses pembelajaran IPE dan penyakit yang akan digunakan sebagai bahan untuk kegiatan IPE. Modul ini terdiri dari modul untuk Diabetes Mellitus, HIV/AIDS, Stroke, Osteo Arthritis, Tuberkulosis, Drug abuse, Trauma, Malaria, Abortus dan Gondok.

3. Alur Kegiatan IPE

Dalam kegiatan IPE di FKIK UMY terdapat beberapa alur kegiatan yang harus diikuti setiap mahasiswa sehingga kegiatan IPE dapat berjalan dengan baik sehingga dapat mengurangi hambatan yang akan muncul. Untuk alur kegiatan IPE dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 1. Alur Kegiatan IPE Tes Sumatif

Kuliah interaktif IPE

Kuliah panel “peranprofesi”

Kuliah interaktif “Komunikasi” Bedside Teaching (BST) 1. Program Studi Pendidikan Profesi Dokter 2. Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Gigi 3. Program Studi Farmasi

4. Program Studi Ilmu Keperawatan

Tutorial Klinik

Presentasi Kasus

(32)

14

a. Bedside Teaching (BST) merupakan salah satu kegiatan dari pembelajaran IPE yang memiliki tujuan, yaitu mengajarkan keterampilan klinis (keterampilan klinik dasar maupun prosedural) dan mengamati pencapaian keterampilan klinis dengan memberikan feedback. Dalam kegiatan BST terdapat beberapa aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu :

b. Langkah BST:

1) Persiapan (Sebelum BST)

Dosen pendidik IPE memberitahukan rencana kegiatan BST kepada pasien dan keluarga pasien dan meminta persetujuan, dosen pendidik klinik menentukan tujuan belajar, kemudian dosen pendidik klinik meminta peserta mempersiapkan diri dengan mereview konsep terkait keterampilan yang akan dipelajari.

2) Pelaksanaan (saat) BST :

Dosen pendidik klinik memperkenalkan diri dan mahasiswa IPE kepada pasien atau keluarga, dosen pendidik klinik mempersiapkan pasien ikut terlibat aktif dalam kegiatan BST, dosen pendidik klinik dan mahasiswa IPE.

3) Hal- hal yang dapat diajarkan dari kegiatan BST adalah: a) Kemampuan wawancara medis

b) Kemampuan pemeriksaan fisik dan keterampilan prosedural c) Keputusan klinik

(33)

f) Kompetensi klinis keseluruhan c. Tutorial klinik

Pembelajaran berbasis kasus nyata yang ditemui di klinik, dilakukan dengan interaksi dalam diskusi kelompok dan dapat disimpulkan hasilnya.

1) Pelaksanaan tutorial klinik

Di awali dengan serangkaian kegiatan mandiri, dilanjutkan dengan pertemuan bersama dosen pendidik klinik IPE, diadakan dua kali pertemuan tutorial dan dimulai setelah kegiatan BST

2) Langkah-langkah tutorial

Dosen pendidik klinik IPE menentukan mahasiswa IPE yang bertugas menyiapkan kasus, masing-masing tim IPE membuat resume pemeriksaan dalam format analisis kasus, dosen pendidik klinik berperan sebagai fasilitator dan asesor (menilai proses dan kualitas diskusi), dan nilai langsung diberikan pada akhir diskusi.

d. Persentasi kasus

Mahasiswa IPE mampu melaporkan kasus klinik secara lengkap berikut langkah – langkah secara bertahap dan lengkap. Persentase kasus difasilitasi oleh perwakilan dosen pembimbing masing – masing program studi. Langkah – langkah yang dilakukan dalam persentase kasus adalah:

(34)

16

2) Pengisian rekam medis lengkap

3) Pembahasan, yang dilengkapi dengan teori dan data Evidence Based Medicine (EBM)

4) Persentase dengan menggunakan power point e. Refleksi kasus

Refleksi kasus meliputi proses pengungkapan kembali atas observasi, analisis dan evaluasi dari pengalaman klinik yang didapat peserta. Refleksi kasus dilakukan 1 kali setiap mahasiswa dan dipersentasekan kepada 1 dosen pembimbing klinik IPE.

f. Tes sumatif

Tes sumatif merupakan tes tulis yang diberikan kepada mahasiswa IPE untuk mengevaluasi proses pembelajaran terhadap IPE. Tes tulis ini berisikan sekitar 30 soal yang harus dikerjakan oleh setiap mahasiswa IPE. C. Komunikasi

1. Definisi

Komunikasi adalah interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Dapat dikatakan komunikasi yang sehat jika menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan dan perkembangan pribadi. Dalam dunia kesehatan banyak situasi yang dapat mempertemukan profesi satu dengan yang lain yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005).

(35)

alasan dapat terjadinya gagal dalam berkomunikasi adalah kurangnya informasi yang kritis, salah mempersepsikan informasi, dengan perintah yang tidak jelas melalui telepon, dan melewatkan perubahan status informasi (O`Daniel and Rosenstein, 2008).

2. Komponen komunikasi

Berlangsungnya proses komunikasi terjadi ketika terdapat dua orang atau lebih yang bisa disebut sebagai pengirim dan penerima pesan, dimana terdapat kontak antar profesi yaitu yang terjadi didalam individu itu sendiri dengan individu yang lain. Dalam bidang kesehatan terjadi komunikasi antar profesi yang dapat terjadi antara farmasi dan dokter ketika melakukan pelayan kesehatan kepada masyarakat. Adanya suatu proses interaksi yang terjadi didalam komunikasi ini membuat kita harus belajar apa saja komponen yang terdapat dalam komunikasi, dapat dilihat dari proses komunikasi yang terjadi hingga pesan dapat diterima.

Menurut Barnlund, 2008 dalam suatu proses komunikasi paling sedikit harus terdiri dari 3 komponen yaitu:

1. Sumber (source) Adalah seorang atau organisasi/lembaga yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau memutuskan untuk berkomunikasi dengan menyampaikan informasi, gagasan, sikap dan perasaannya kepada orang lain.

(36)

18

3. Penerima (recieive) Adalah seseorang yang mempunyai hak untuk membalas, mempresepsikan atau mengartikan pesan.

3. Kolaborasi yang Efektif Antar Profesi

Pekerjaan yang dilakukan dokter dan ahli farmasi sebenarnya bersifat saling melengkapi (komplementer) dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap keluaran pasien (patient outcome). Wujud kolaborasi antara dokter dan ahli farmasi anatar lain misalnya: penelusuranan informasi riwayat obat yang lengkap dan akurat; penyediaan informasi obat yang lege artis; pemanfaatan evidence-based prescribing; deteksi dini kesalahan peresepan obat ; pemantauan obat (meningkatkan keamanan obat); meningkatkan cost-effectiveness dalam peresepan obat; meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan masing-masing pihak demi kepuasan pasien. Kolaborasi yang tidak optimal dapat merugikan pasien (Crezena, 2009).

Agar komunikasi terjalin dengan efisien, interaksi/ komunikasi harus masuk dalam sebuah sistem (team terpadu misalnya) ada kesempatan untuk memperkenalkan diri dan menjelaskan peran ahli farmasi pada pengelolaan pasien yang bersangkutan. Selanjutnya, baik dokter maupun ahli farmasi dapat saling berbagi (dari sudut pandang masing-masing) dan berdiskusi tentang pengelolaan pasien tersebut. Dengan sistem yang dibangun seperti di atas maka kesalahan akibat misscomunication dapat dihindari (Crezena, 2009).

(37)

yang harus dilalui baik secara formal mau pun informal, adapun langkah-langkah dalam berkolaborasi adalah masing-masing pihak harus sepakat untuk membangun kolaborasi ini. Langkah berikutnya adalah menetapkan peran dan fungsi masing-masing dalam pengelolaan pasien. Batasan kegiatan masing-masing pihak perlu disepakati secara rinci dengan berpatokan pada kesepakatan pemikiran yang telah dicapai sebelumnya bahwa keselamatan dan kepuasan pasien adalah yang utama (Crezena, 2009).

D. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Interprofessional

(38)

20

A. Keterangan Empiris

Dalam penelitian ini, peneliti melihat tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat kemampuan komunikasi antar profesi setelah mengikuti pembelajaran IPE. Salah satu yang mendukung tingkat komunikasi antar profesi adalah penerapan IPE sejak bangku perkuliahan. Kemungkinan mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran IPE memiliki tingkat kemampuan komunikasi antar profesi yang tinggi.

(39)

21 A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional (belah lintang), yaitu menganalisis hubungan antara variable

independen dan variable dependen dalam penelitian melalui pengukuran pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2003). Pengukuran variabel hanya dilakukan pada waktu yang bersamaan (satu waktu).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada bulan Mei-September 2015.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa FKIK UMY tahap profesi Program Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan mahasiswa strata satu (S1) Farmasi. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah Non Probability Sample secara Quota Sampling yaitu pengambilan sampel

(40)

22

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter (PSPPD) dan S1 Farmasi FKIK UMY yang sudah mengikuti pembelajaran IPE. b. Mahasiswa PSPPD dan S1 Farmasi FKIK UMY yang sedang berada

di Yogyakarta.

c. Mahasiswa PSPPD dan S1 Framasi FKIK UMY yang bersedia menjadi responden penelitian.

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang pada saat penelitan sedang cuti atau tidak berada dalam lingkungan institusi pendidikannya.

D. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel tergantung, sebagai berikut:

a. Variabel bebas : Interprofessional Education (IPE) b. Variabel tergantung : Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar

Profesi 2. Definisi Operasional

(41)

Pendidikan Profesi Dokter dan S1 Farmasi. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Pembelajaran Interprofessional Education (IPE) di FKIK UMY merupakan sistem pembelajaran yang melibatkan dua atau lebih mahasiswa tahap pendidikan akademik yang diikuti oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter, Program Studi Pendidikan Profesi Dokter gigi, ilmu keperawatan dan farmasi dalam tahap akademik FKIK UMY.

b. Komunikasi Antar profesi adalah komunikasi antar profesi mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi dimana terdapat interaksi dalam kelompok kecil untuk menerima, mengirim atau menanggapi pesan satu sama lain secara langsung sehingga akan mencerminkan wujud dari komunikasi aktif yang dapat mendukung kerjasama tim.

c. Interpersonal Communication Inventary (ICI) suatu instrumen tentang komunikasi yang dapat digunakan sebagai acuan untuk alat ukur dalam penelitian.

(42)

24

E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuisioner yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi antar profesi pada responden. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Interprofessional Comumunication Inventary (ICI) yang diadopsi dan

dimodifikasi agar sesuai untuk digunakan dalam penelitian sehingga menghasilkan perhitungan yang lebih akurat.

ICI dibuat pertama kali oleh Bienvenu (1976) yang terdiri dari 40 item pertanyaan dengan jawaban sering, kadang-kadang dan jarang dengan menggunakan skala likert yang nantinya akan dikategorikan dalam rentang tinggi, sedang dan rendah. Pada kuisioner ini terdapat 11 komponen yaitu pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan feedback, ekspresi diri, perhatian, kemampuan mengatasi perasaan, klarifikasi, penghindaran, kekuasaan, kemampuan menghadapi perbedaan, penerimaan dukungan.

(43)

Pada penelitian ini peneliti memodifikasi kusioner dari ICI dengan maksud memfokuskan komponen pertanyaan untuk komunikasi antar profesi sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan, dimana akan dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas sebelum menyebarkan kuisioner terhadap responden. Adapun kisi-kisi instrumen yang diadopsi serta dimodifikasi dapat dilihat dalam tabel 1.

Tabel 1. Modifikasi Kisi-kisi Instrumen

No Komponen Item Pertanyaan

1. Pengungkapan diri 23, 24, 26, 28, 32 2. Kesadaran diri 9, 11, 31, 36, 39, 22 3. Evaluasi dan penerimaan umpan balik 13, 33, 40, 16 4. Kemampuan mengekspresikan diri 3, 6, 8, 19

5. Perhatian 34, 30

6. Kemampuan mengatasi masalah 12, 17, 40, 25

7. Klarifikasi 2, 4, 18

8. Penghindaran 15, 18

9 Kekuasaan 10, 29

10 Kemampuan menghadapi perbedaan 20, 21

F. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen 1. Uji Validitas

(44)

26

2. Uji Reliabilitas

Pada penelitian ini, uji kuisioner komunikasi antar profesi terhadap 30 responden menggunakan rumus alpha chronbach dan diperoleh hasil 0,941. Realibilitas dinyatakan dalam koefisien dengan angka antara 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien mendektai angka 1,00 berarti reliabilitas instrumen semakin tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, berarti kuisioner tersebut mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi.

G. Cara Kerja

Secara umum jalannya penelitian dilakukan dengan dalam 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyusunan laporan, adapun uraian tahapannya sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini dilaksanakan antara bulan April 2015 sampai dengan bulan Juni 2015, adapun tahap persiapan pada penelitian ini meliputi:

a. Menetapkan tema, judul penelitian dengan melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing pada bulan April 2015.

b. Melakukan adopsi instrumen penelitian untuk penyusunan kuisioner dan mencari jurnal, referensi dan teori pendukung hingga presentasi proposal pada bulan Juni 2015 sampai dengan dimulainya penelitian 2015.

(45)

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dimulai dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas untuk kuisioner terhadap 40 responden mahasiswa tahap profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan S1 Farmasi FKIK UMY, untuk menjamin data yang valid dalam pengambilan dan pengumpulan data, peneliti menemui responden secara langsung ketika sedang melaksanakan kegitan IPE di AMC dan selanjutnya akan dilakukan analisis data. Hasil dari uji validitas dan reliabilitas tersebut akan menjadi acuan kuisioner yang disebarkan pada sampel peneliti untuk dilakukannya pengamatan lebih lanjut.

3. Tahap penyusunan laporan.

Data terkumpul dan dilakukan analisis data kemudian akan dibahas sehingga dapat ditarik kesimpulan yang akhirnya semua hasil yang diperoleh akan disusun menjadi sebuah laporan penelitian pada bulan Juni sampai September 2015.

H. Skema Langkah Kerja

Gambar 1. Skema Langkah Kerja

Persiapan Mempersiapkan kuisioner Menentukan judul, tema Mencari jurnal, refrensi

Uji validitas dan reliabilitas Revisi proposal

Pelaksanaan

Analisis data Kesimpulan

(46)

28

I. Analisis Data

Adapun langkah-langkah setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan editing, coding, tabulating, analiting dengan penguraian sebagai berikut:

1. Editing

Suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah isian pada lembar pada pengumpulan data (kuesioner) sudah cukup baik sebagai upaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut. Pada saat melakukan penelitian, apabila ada soal yang belum oleh responden maka responden diminta untuk mengisi kembali dan apabila ada jawaban ganda pada kuesioner maka dianggap salah.

2. Coding

Mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut kriteria tertentu dengan memberikan kode untuk setiap pertanyaan, kode dari item pada kuisioner ini antara lain; nilai 4 untuk selalu; nilai 3 untuk sering; nilai 2 untuk jarang; nilai 1 untuk tidak pernah. Untuk pertanyaan unfavorable penelitian akan dibalik menjadi 4,3,2,1 untuk masing-masing pilihan jawaban yang telah disebutkan diatas.

3. Tabulating

(47)

4. Analiting

Mengolala data dengan menggunakan program perhitungan data statistik di komputer sebagai media hitung. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mendeskripsikan variabel penelitian dengan membuat tabel frekuensi dan presentase (%) terhadap tingkat kemampuan komunikasi antar profesi. Dari kuesioner dapat dihitung skor total yang diperoleh oleh setiap responden, kemudian skor total tersebut diubah ke dalam bentuk persentase dengan rumus :

P =

Keterangan:

P : hasil presentase

F : hasil pencapaian/skor total tiap responden N : hasil pencapaian maksimal/skor maksimal

Hasil presentase dari pencapaian setiap responden kemudian diinterprestasikan ke dalam beberapa kategori menurut pedoman sebagai berikut (Arikunto, 2006): tinggi jika skor 76%-100%, sedang jika skor 56%-75% dan rendah jika skor <55%.

N x %

(48)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur (instrumen) yang digunakan memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik sehingga dapat mengahasilkan data yang sesuai dengan yang diukur, pengujian data melalui uji validitas dan reliabilitas data. Pengujian dilakukan menggunakan 30 responden yang terdiri dari 10 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan 20 Mahasiswa Farmasi.

Pengujian ini menggunakan rumus korelasi product moment (korelasi pearson) dengan taraf signifikansi 5%. Item dianggap valid jika r hitung lebih besar dari r tabel. Berdasarkan kuesioner penelitian yang terdiri atas 33 item pertanyaan menunjukkan hasil perhitungan korelasi untuk skor setiap butir pernyataan memiliki nilai korelasi (r tabel) diatas 0,361 dan hasil r hitung antara 0,401 sampai 0,653 sehingga dapat dikatakan bahwa semua item pertanyaan pada kuesioner tersebut valid dan dapat digunakan untuk mengukur variabel pada penelitian.

2. Reliabilitas

(49)

reliabilitas untuk variabel dikatakan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari r tabel atau mendekati nilai nol.

Hasil uji keandalan instrumen penelitian menunjukkan koefisien realibility alpha (r hitung) 0.94 lebih besar dari (r tabel) 0.361, sehingga dapat disimpulkan

bahwa 33 item instrumen penelitian reliabel dan dapat digunakan dalam pengujian hipotesis. Sesuai dengan Santoso (2001) nilai reliabilitas dilakukan dengan membandingkan antara nilai koefisien reliabilitas (r hitung) dengan r tabel sebagai berikut:

1. Apabila nilai alpha > r tabel, pada level convidence 95% (α= 0,05), maka instrumen tersebut dianggap reliabel.

2. Apabila nilai alpha < r tabel, pada level convidence 95% (α = 0,05), maka kuesioner tersebut tidak reliabel.

B. Karakteristik Responden

(50)

32

Tabel 2. Karakteristik Responden Mahasiswa FKIK UMY

Karakteristik Frekuensi (F) Presentase(%)

Program Studi Program Studi Pendidikan Profesi

Dokter

50 50%

Farmasi 50 50%

Jenis Kelamin

Laki-laki 37 37%

Perempuan 63 63%

Total Responden 100 100%

Gambaran dari tabel karakteristik responden diatas memenuhi data yaitu Program studi, Jenis kelamin dan skor akhir penilaian kuisioner. Berdasarkan tabel 3 diatas, jumlah responden pada penelitian ini sejumlah 100 mahasiswa yang terdiri dari Program Studi Pendidikan Profesi Dokter 50 orang dan Farmasi 50 orang, berdasarkan jenis kelamin jumlah kelompok terbanyak adalah perempuan sejumlah 63 orang (63%) dan laki-laki sejumlah 37 orang (37%).

(51)

C. Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuisioner yaitu kuisioner Interpersonal Communication Inventory (ICI) yang telah dimodifikasi sesuai

dengan penelitian yang dilakukan, kuisioner ini digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi antar profesi yang dimiliki oleh responden penelitian. Kemampuan komunikasi antar profesi dapat dikategorikan menjadi kategori tinggi, sedang dan rendah.

Distribusi frekuensi kemampuan komunikasi antar profesi yang dimiliki oleh mahasiswa FKIK UMY Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi yang telah mengikuti pembelajaran IPE dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Antar profesi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Mahasiswa Farmasi FKIK UMY.

No. Kategori Frekuensi (F) Presentase (%)

1. Tinggi 58 58%

2. Sedang 39 39%

3. Rendah 3 3%

(52)

34

penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2012) pada mahasiswa FK UGM menunjukkan perbedaan kemampuan komunikasi interpersonal yang signifikan, dan terjadi peningkatan pada kategori mahasiswa yang telah melakukan kegiatan pembelajaran IPE.

Pada uji selanjutnya untuk mengetahui lebih dalam tentang kemampuan komunikasi antar profesi mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi dilakukan analisis terhadap komponen komunikasi antar profesi yang terdiri dari pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan feedback, perhatian, kemampuan mengatasi masalah, penghindaran, kekuasaan, kemampuan menghadapi perbedaan, kemampuan mengekspresikan diri dan klarifikasi yang dibagi dalam kategori tinggi, sedang dan rendah dapat dilihat pada tabel 4.

(53)

Berdasarkan gambaran diatas dapat diketahui komponen perhatian, evaluasi dan feedback termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan komponen kemampuan mengeskpresikan diri, penghindaran, kekuasaan, kemampuan menghadapi perbedaan termasuk dalam kategori sedang dan komponen pengungkapan diri, kesadaran diri, kemampuan mengatasi masalah, klarifikasi termasuk kategori rendah. Menurut Oandasan et al (2015) kerjasama atau kolaborasi dan komunikasi yang efektif antar profesi kesehatan dapat menjamin keselamatan, keefektifan pelayanan, dan pelayanan kesehatan yang terfokus pada pasien dengan outcome kondisi pasien menjadi lebih baik.

Uji komparatif dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap komponen antara mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi yang telah mengikuti pembelajaran IPE. Hasil uji komparatif dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Uji Komparatif Komponen Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa FKIK UMY.

No Komponen Nilai P Intepretasi data

1. Pengungkapan diri 0,776 Tidak terdapat perbedaan 2. Kesadaran diri 0,833 Tidak terdapat perbedaan 3. Evaluasi dan feedback 0,290 Tidak terdapat perbedaan 4. Kemampuan mengeskpresikan diri 0,021 Terdapat perbedaan 5. Perhatian 0,613 Tidak terdapat perbedaan 6. Kemampuan mengatasi masalah 0,749 Tidak terdapat perbedaan 7. Klarifikasi 0,019 Terdapat perbedaan 8. Penghindaran 0,319 Tidak terdapat perbedaan 9. Kekuasaan 0,168 Tidak terdapat perbedaan 10. Kemamapuan menghadapi

perbedaan

(54)

36

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa komponen pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan feedback, perhatian, kemampuan mengatasi masalah, penghindaran, kekuasaan, kemampuan menghadapi perbedaan memiliki nilai p > 0,05 yang memiliki makna bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari komponen tersebut terhadap komunikasi antar profesi pada mahasiswa yang mengikuti pembelajaran IPE, sedangkan kemampuan mengekspresikan diri dan klarifikasi memiliki nilai p < 0,05 atau terdapat perbedaan antara mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi.

Berdasarkan pengolahan hasil yang telah dilakukan, nilai p < 0,05 terdapat pada komponen kemampuan mengeskpresikan diri (p=0,021) seperti contoh dalam pertanyaan kuisioner “Apakah pertanyaan yang anda berikan sesuai dengan

kompetensinya?” dalam hal ini ketika melakukan pembelajaran IPE dapat dilihat

tingkat mengeskpresikan diri dengan tepat atau tidaknya sebuah pertanyaan diberikan pada lawan profesi, dan klarifikasi (p=0,019) pada contoh pertanyaan

kuisioner “Untuk menjelaskan sesuatu pada saat praktek pembelajaran IPE,

apakah lawan profesi anda memiliki kecenderungan untuk menimpali apa yang anda katakan?” didalam pembelajaran IPE dibutuhkan sikap kejelasan untuk menimpali sesuai apa yang dikatakan.

(55)

pernyataan. Kegiatan tersebut dapat berupa diskusi atau tutorial yang dapat memicu mahasiswa untuk menjalankan peran sesuai profesi masing-masing. Hal ini tercermin ketika sedang berlangsungnya pembelajaran IPE dapat berupa BST dapat memicu mahasiswa untuk berkomunikasi secara langsung pada pasien, sedangkan saat tutorial dapat melatih mahasiswa untuk lebih dapat menungkapkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kompetensi yang ada.

Komponen yang memiliki nilai p > 0,05 terdiri dari 8 komponen yaitu pengungkapan diri, kesadaran diri, evaluasi dan penerimaan umpan balik, kemampuan mengatasi masalah, perhatian, penghindaran, kekuasaan, dan kemapuan menghadapi perbedaan, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi. Hal ini dapat disebabkan kemungkinan karena kegiatan IPE yang dilakukan belum optimal dan beberapa hal yang dapat mempengaruhi komunikasi antar profesi, sehingga diperlukan kegiatan IPE yang lebih sering agar mahasiswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi lebih banyak.

D. Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa Berdasarkan Program Studi di FKIK UMY

(56)

38

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Komunikasi Antar Profesi pada Mahasiswa Profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi berdasarkan Prodi yang Terpapar IPE

No. Kategori PSPD PSF

F % F %

1. Tinggi 26 26% 31 31%

2. Sedang 12 12% 18 18%

3. Rendah 2 2% 1 1%

Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa pada program studi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter 26 dari 50 mahasiswa (26%) dan Farmasi 31 dari 50 mahasiswa (31%) termasuk dalam kategori tinggi. Tingginya presentase yang dimiliki dari kedua program studi menggambarkan sebagian besar mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi memiliki kemampuan komunikasi antar profesi yang baik sehingga dapat digunakan ketika berkolaborasi pada pembelajaran IPE. Sesuai dengan penelitian Salmonson et al (2009) yang menyarankan kemampuan komunikasi diajarkan kepada mahasiswa sejak awal. Adanya kebebasan untuk berpendapat, bekerjasama, pengambilan keputusan dan pemahaman untuk peran masing-masing profesi sangat penting diterapkan, sehingga IPE dapat digunakan sebagai wadah untuk mempersiapkan tenaga kesehatan yang memilki kemampuan komunikasi yang baik ketika berkolaborasi.

(57)

adanya pemahaman yang baik terhadap peran profesi kesehatan yang lain dapat mencegah adanya peran yang over-lap dalam tim interprofesi, hal ini sejalan dengan pernyataan dari American Hospital Association (2011) bahwa kesalahan komunikasi (communication errors) dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter atau apoteker dalam berkomunikasi.

Pada penelitian ini terdapat perbedaan dari jenjang pendidikan pada responden yaitu mahasiswa tahap profesi dan strata 1, hal ini tentunya memiliki perbedaan pada sikap dan kepribadian setiap individunya sehingga mempengaruhi dalam keterampilan berkomunikasi. Mahasiswa pada tahap profesi memiliki pengalaman atau pengetahuan yang lebih dibanding dengan mahasiswa tahap strata-1, namun pada penelitian ini dari kedua program studi memiliki tingkat kemampuan yang tinggi namun hasil presentase mahasiswa Farmasi (31%) lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Dokter (26%), hal ini dikarenakan mahasiswa Farmasi mendapatkan pembelajaran skill lab komunikasi dari semester awal hingga akhir. Kepribadian sebagai bagian dari keterampilan untuk membuat suatu relasi dimana seorang individu dapat terlibat dengan baik karena dapat mengembangkan relasi yang cepat karena tanpa kemampuan komunikasi secara efektif maka kolaborasi tidak akan bernilai sama sekali.

(58)

40

verbal, (2) fisik, (3) pendengaran, (4) emosional, dan (5) level komunikasi energik. Komunikasi antar profesi yang efektif merupakan kunci utama untuk mempertahankan relasi antar profesi contohnya antar tenaga kesehatan, untuk menghindarai kegagalan dalam berkomunikasi konten pembicaraan disesuaikan dengan kondisi lawan bicara dan tidak melibatkan topik emosional yang dapat mengganggu perasaan lawan bicara dan memicu reaksi negatif.

Komunikasi yang kurang efektif dapat memicu terjadinya medication eror yang sering terjadi pada tenaga kesehatan. Menurut American Hospital Association (2011) menyatakan bahwa terjadinya medication eror dapat terjadi akibat gagalnya komunikasi. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas.

(59)

Sebagaimana diketahui bahwa komunikasi antar profesi yang efektif merupakan bagian penting dalam bersosial sehari-hari, akan tetapi terdapat hmbatan yang sekaligus menjadi tantangan dalam berkomunikasi antar profesi, menurut Eisenberg (2010) empat jenis hambatan komunikasi efektif yaitu : (1) hambatan proses yang mempertimbangkan dari sisi pengirim, encoding, media dan penerima karena komunikasi bersifat kompleks sehingga hambatan dari salah satu proses diatas dapat menimbulkan ketidakefektifan, (2) hambatan fisik yang di latar belakangi oleh masalah geografis atau ruang antar pengirim dan menerima yang jauh, (3) hambatan seamantik yang bersumber dari bahasa yang digunakan, (4) hambatan psikologis yang terdiri dari konsep pengalaman, penyaringan pesan dan ststus sosial.

E. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu Interpersonal Communication Inventory (ICI) masih terbatas karena mengukur kemampuan

komunikasi secara umum. Belum ditemukan instrumen yang khusus digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi antar profesi kesehatan khususnya yang terkait dengan IPE. Untuk selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen yang khusus untuk penelitian IPE. Terdapat instrumen yang terkait IPE yaitu Interdisciplinary Education Perception Scale (IEPS) yang mengukur persepsi

(60)

42 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan penelitian yaitu: Tingkat kemampuan komunikasi antar profesi pada mahasiswa profesi Program Studi Pendidikan Profesi Dokter dan Farmasi setelah mengikuti pembelajaran Interprofesional Education (IPE) termasuk dalam kategori tinggi dengan presentase 58% yang terdiri dari 58 orang dari 100 responden.

B. Saran

(61)

43

terpapar Interprofesioanl Education (IPE) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Skripsi, Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

American College of Clinical Pharmacy. (2009). Interprofessional Education:Principle and Application, A Framework for Clinical Pharmacy. Pharmacotherapy, 29(3), 145-164. Diakses dari http://www.accp.com/docs/positions/whitePapers/InterProfEduc.pd f pada tanggal 5 Mei 2015.

Arikunto S., 1998, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Barnlund, D.C. (2008). A Transactional Model of Communication. In C.D. Mortensen (E.d.), Communication Theory. New Jersey: Transaction.

Becker, K.L, Hanyok, L.A, Walton-Moss, B. (2014). The turf and baggage of nursing and medicine: Moving forward to achieve success in interprofessional education. The Journalfor Nurse Practitioners, 10:4, 240-244.

Beebe, S. A., Beebe, S. J., & Redmond, M. V. (2002). Interpersonal communication: Relating to others. Boston: Allyn & Bacon.

Canadian Interprofessional Health Collaborative. (2007). Interprofessional Education & Core Competencies. Diakses dari http://www.caipe.org.uk pada tanggal 16 Mei 2015

Centre for the advancement of interprofessional education (CAIPE). (2002). Diakses dari http://www.caipe.org.uk pada tanggal 5 Mei 2015.

Cooper, H., Carlisle, C., Gibbs, T., & Watkins, C. (2001). Developing An Evidence Base for Interdiciplinary learning: A Systematic Review. Journal of Advanced Nursing, 35(2), 228-237

(62)

44

Dougherty, M. B., Larson, E. A Review of Instrument Measuring Nurse-Physician Collaboration. Journal of Nursing Administration, 35, 244-253. Diakses dari http://bmhlibrary.info/244.pdf pada tanggal 4 Mei 2015

Hammick, M., Zwarestein, M., Reeves, S., Koppel, I., Atkins, J. (2007). Interprofessional Education: Effect on professional practice and health care outcomes. The Coharane Collaboration: Cohrane Review, (1).

Haryati, D. S. (2006). Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Penderita TB dan Pengawas Menelan Obat di Puskesmas Kota Surakarta. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM.

Hay, Elizabeth L. and Diehl, Manfred (2011), Self-Concept Differentiation And Self-Concept Clarity Across Adulthood: Associations with Age And Psycologi cal Well-Being. Int J Aging Hum Dev. Author manuscript.

Leaviss, J. (2000). Exploring The Perceived Effect Of An Undergraduate Multiprofessional Education Intervention. Medical Education, 34: 483-486

Lee, R., (2009). Interprofessional education: Principles and application. Pharmacotherapy, 29 (3), 145e-164e.

Lestari, Cahyani (2012) Kemampuan Komunikasi Interpersonal Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM pada pelaksanaan kegiatan Interprofesional Education, Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Liaw, S.Y, Siau, C., Zhou, W.T, Lau. (2014). Interprofessional simulation-based education program: A promising approach for changing stereotypes and improving attitudes toward nurse-phisician collaboration. Applied Nursing Research, 27, 258-260. Liliweri, Alo (2015) Komunikasi Antar-Personal, Kencana, Jakarta Mitchell, M., Grove, M., Mitchell, C., Batkin, J. (2010). Inovation in

Learing An inter-profesional approach to improving communication. Nurse Education in Practice, 10 379-384. Diakses dari http://www.elsevier.com/nepr pada tanggal 4 Mei 2015

(63)

Notoatmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

O`Daniel, & M. Rosenstein, A. H. (2008). Professional Communication and Team Collaboration (chap. 33). In Hughes, R. G. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses, U.S: Agency for Healthcare Research and Quality Publication

Parsell, G., Spalding, R., Bligh, J. (1998). Shared Goals, Shared Learning: Evaluation of a Multiprofessional Course of Undergraduate Student. Medical Education Journal, 32: 304-311. Potter, P. A., & Perry, A. G (2005). Buku Ajar Fundamental

Keperawatan (vol. 1). Jakarta: EGC.

Sedyowinarso, M., Fauziah, F.A., Aryakhiyati, N., Julica, M.P, Munira, L., Sulistyowati, E., Masriati, F.N., Olam, S.J., Dini, C., Afifah, M., Meisudi, R., Piscesa, S. (2011). Persepsi dan kesiapan mahasiswa & dosen profesi kesehatan terhadap model pembelajaran pendidikan interprofesi: Kajian nasional mahasiswa ilmu kesehatan Indonesia. Proyek HPEQ Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

The Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organizations. (2005). The Joint Commission guide to improving staff communication. U. S: Joint Commission Resources.

World Health Organization, 2007. World Health Organization Study Group on Interprofessional Education and Collaborative Practice. World Health Organization, 2010. World Health Organization Study

(64)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat permohonan untuk bersedia menjadi responden.

SURAT PERMOHONAN UNTUK BERSEDIA MENJADI RESPONDEN

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan Hormat, Dengan ini saya

Nama : Uswatun Niswah NIM : 20120350060

Pendidikan : Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Akan mengadakan suatu penelitian untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan

judul “Pengaruh Pembelajaran Interprofessional Education (IPE) Terhadap

Komunikasi Antar Profesi Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta”.

Untuk hal tersebut, peneliti memohon dengan hormat kepada mahasiswa/i FKIK UMY untuk sedikit meluangkan waktunya dalam memberi jawaban pada kuesioner dibawah ini dengan ikhlas dan tanpa prasangka. Jawaban yang diberikan semata-mata hanyalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan saja, tanpa maksud lain. Oleh karena itu, sangatlah besar artinya untuk menjawab dengan kesungguhan hati demi perkembangan ilmu pengetahuan.

Demikian atas kesediaan dan waktu yang telah diberikan, peneliti mengucapkan terima kasih.

Gambar

Gambar 1. Alur Kegiatan IPE
Gambar 2. Kerangka Konsep
Tabel 1. Modifikasi Kisi-kisi Instrumen
Gambar 1. Skema Langkah Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya pada latar belakang yang dimaksud dengan benda cagar budaya dalam Undang-Undang tentang Benda Cagar Budaya adalah benda

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan Mengubah Undang-Undang Darurat Nomor

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Menurut Chairgulprasert et al (2008) yang melakukan pemisahan komponen kimia dari minyak atsiri Elettariopsis curtisii dan menguji aktivitas antimikroba dan

Untuk mendapatkan kakao Aceh yang tahan terhadap penyakit busuk buah maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap karakter-karakter kakao baik secara

Hasil pemodelan FEA menunjukkan bahwa perilaku tekanan kontak pada daerah kontak dalam fase running-in mengalami mengalami penurunan sampai tercapai kestabilan

(2019) ‘Gambaran Tingkat Stres Berdasarkan Stressor pada Mahasiswa Kedokteran Tahun Pertama Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Angkatan

Tingkat kemiskinan di agroekosistem kebun lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering sayuran karena dua desa contoh dengan komoditas basis kakao, secara umum