• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

E = du < d < (4-du), Ho tidak ditolak, tidak ada autokorelasi positif atau negatif.

c. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Winarno (2015: 58) uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Kebanyakan data crosssection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Jika signifikansi dari prob*< 0,05 maka mode regresi mengandung heteroskedastisitas. Dan apabila nilai signifikansi dari prob*R > 0,05 maka model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas. d. Uji Normalitas

Menurut Winarno (2015: 54) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Dalam Eviews pengujian asumsi

normalitas dapat menggunakan pengujian Jarque Berra (JB). Jarque Berra (JB) adalah uji statistik untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan

kurtosis data dan dibandingkan dengan data yang bersifat normal, dengan kriteria:

1) Jika nilai J-B tidak signifikan lebih kecil dari 2, maka data berdistribusi normal.

2) Bila probabilitas lebih besar dari 5% (0,05), maka data berdistribusi normal.

4. Analisis Jalur (Path Analysis)

Penelitian ini menggunakan variabel intervening atau variabel mediasi, sehingga analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Analisis jalur (path analysis) adalah analisis yang digunakan untuk menguji pengaruh variabel intervening, dimana analisis ini merupakan perluasan dari analisis regresi berganda. Dengan kata lain, analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model casual) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori (Ghozali, 2013: 249). Berikut ini adalah gambar dari analisis jalur yang pada penelitian ini:

P2NPF P1CAR P5CAR e1 e2 P6NPF P9FDR P7DPK P8GWM P4GWM P3DPK

Gambar 3.1 Model Analisis Jalur

Berdasarkan model analisis jalur di atas, menunjukkan adanya pengaruh langsung P1CAR, P2NPF, P3DPK, P4GWM dan P9FDR, yang menyatakan hubungan atau pengaruh secara langsung variabel CAR, NPF, DPK, GWM dan FDR terhadap ROA sebagai variabel dependen. Sehingga persamaan yang terbentuk adalah:

ROA = α + p1CAR + p2NPF + p3DPK + p4GWM + p9FDR + e2 Keterangan:

Besarnya nilai e2 = √(1 − 𝑅2)

Selanjutnya, terdapat pengaruh langsung variabel CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap FDR, yaitu P5CAR, P6NPF, P7DPK dan P8GWM, yang menyatakan pengaruh langsung variabel CAR, NPF, DPK dan GWM yang berperan sebagai variabel independen terhadap

GWM (X4) FDR (Z) ROA (Y) DPK (X3) CAR (X1) NPF (X2)

FDR sebagai variabel dependen. Maka, persamaan yang terbentuk dari pengaruh langsung CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap FDR adalah dengan persamaan regresi berikut ini:

FDR = α + p5CAR + p6NPF + p7DPK + p8GWM + e1 Keterangan:

Besarnya nilai e1 = √(1 − 𝑅2)

Kemudian untuk mengetahui ada atau tidaknya peran mediasi, maka dapat ditunjukkan dengan kriteria berikut:

a. Jika nilai regresi pengaruh langsung langsung (X ke Y) lebih kecil dibandingakan dengan nilai koefisien regresi pengaruh tidak langsung (X ke Z ke Y), maka menunjukkan bahwa variabel FDR dapat berperan untuk memediasi pengaruh CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap ROA.

b. Sebaliknya, jika nilai koefisien regresi langsung (X ke Y) lebih besar dari nilai koefisien regresi pengaruh tidak langsung (X ke Z ke Y), maka dapat dikatakan bahwa FDR tidak dapat berperan untuk memediasi pengaruh CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap ROA.

I. Alat Analisis

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu data yang digambarkan dalam angka sehingga akan mudah jika diolah menggunakan aplikasi software Eviews 9, di mana software ini

merupakan program komputer yang digunakan untuk mengolah data statistika dan data ekonometrika. Alat ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berbentuk time series, cross section

69 BAB IV ANALISIS DATA

A. Deskripsi Obyek Penelitian

Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Ratio (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap Return On Asset (ROA) dengan

Financing to Deposit Ratio (FDR) sebagai variabel intervening.

Penelitian ini menggunakan data dari laporan keuangan tahunan (annual report) Bank Umum Syariah (BUS) yang dimulai dari tahun 2013 sampai tahun 2017. Adapun bank yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terdiri dari 13 Bank Umum Syariah. Namun, pada penelitian ini hanya menggunakan 11 Bank Umum Syariah, disebabkan 2 bank diantaranya PT. Bank Tabungan Pensiun Nasional Syariah bergabung menjadi BUS pada tahun 2014 dan PT. Bank Aceh Syariah bergabung pada tahun 2016.

B. Analisis Data

1. Uji Statistik Deskriptif

Menurut Winarno (2015: 36), statistika deskriptif digunakan untuk menampilkan histogram (menggambarkan distribusi frekuensi data) dan beberapa hitungan pokok statistik, seperti rata-rata, maksimum, minimum dan sebagainya. Hasil uji statistik deskriptif pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif Date: 09/01/18 Time: 11:57 Sample: 1 55 D(ROA) D(CAR) NPF D(DPK) GWM FDR Mean 0.100566 1.168302 3.174717 0.878943 5.511698 93.97340 Median 0.010000 0.480000 2.990000 0.116000 5.150000 91.40000 Maximum 15.01000 43.16000 9.800000 142.6260 10.40000 157.7700 Minimum -23.74000 -13.73000 0.000000 -103.7510 5.000000 71.87000 Std. Dev. 5.074427 8.308808 2.023838 31.48229 0.958586 15.47750 Skewness -1.349613 2.586048 0.633601 0.973766 3.229202 2.638364 Kurtosis 12.61075 14.12823 4.065951 12.15273 14.84522 10.92984

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Berdasarkan hasil uji pada tabel 4.1 di atas, menunjukkan variabel ROA memiliki nilai mean sebesar 0,100566, median sebesar 0,010000, maximum sebesar 15,01000, minimum -23,74000 dengan standar deviasi 5,074427. Kemudian variabel CAR dengan mean

sebesar 1,168302, median sebesar 0,480000, maximum 43,16000, minimum -13,73000 dan standar deviasi 8,308808. Selanjutnya variabel NPF dengan mean sebesar 3,174717, median 2,990000,

maximum 9,800000, minimum 0,00000 dan standar deviasi 2,023838. Variablel DPK dengan mean sebesar 0,878943, median 0,116000,

maximum 142,6260, minimum -103,7510 dan standar deviasi 31,48229. Variabel GWM dengan mean sebesar 5,511698, median

5,150000, maximum 10,40000, minimum 5,000000 dan standar deviasi 0,958586. Kemudian variabel FDR dengan mean sebesar 93,97340, median 91,40000, maximum 157,7700, minimum 71,8700 dan standar deviasi 15,47750.

2. Uji Stasioneritas

Uji stasionertitas digunakan untuk menguji data time series agar data yang digunakan bersifat flat, tidak mengandung kompenen trend, dengan keragaman konstan dan tidak terjadi fluktuasi periodik. Uji yang digunakan adalah uji Unit Root Test yang dikembangkan oleh Dickey-fuller (Winarno, 2015: 78). Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan Bank Umum Syariah periode 2013- 2017, maka hasil uji stasioneritas data melalui pengujian Unit Root

tingkat Level adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Unit Root Tingkat Level

No. Variabel Prob.* Keterangan

1 CAR 0.9970 Data Tidak Stasioner

2 NPF 0.0129 Data Stasioner

3 DPK 0.2552 Data Tidak Stasioner

4 5 6 GWM FDR ROA 0.0000 0.0016 0.8925 Data Stasioner Data Stationer Data Tidak Stationer

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Hasil output di atas masih terdapat data yang tidak stasioneritas karena data yang stasioneritas adalah yang memiliki nilai Prob* < 0.05. Sehingga, untuk data yang tidak stasioneritas harus dilakukan uji kembali melalui uji tingkat 1stdifference dengan hasil berikut:

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Unit Root Tingkat 1st Difference

No. Variabel Prob.* Keterangan

1 CAR 0.0000 Data Stasioner

2 3 DPK ROA 0.0000 0.0000 Data Stasioner Data Stasioner

Dari hasil uji stasioneritas pada tabel 4.2 dan 4.3 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian telah Stasioner.

3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolonieritas

Menurut Winarno (2015: 52) uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) Dalam uji ini menggunakan uji auxiliary yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel independen yang secara bersama-sama mempengaruhi satu variabel independen yang lain.

Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi autokorelasi di antara variabel independen. Dan untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolonieritas adalah dengan melihat nilai koefisien variabel independen harus lebih kecil dari 0,89. Jika nilai koefisiennya lebih besar dari 0,89 maka model regresi mengandung multikolonieritas. Hasil uji multikolonieritas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolonieritas

D(ROA) D(CAR) NPF D(DPK) GWM FDR D(ROA) 1.000000 0.630320 -0.277982 -0.511057 0.065696 0.090254 D(CAR) 0.630320 1.000000 -0.292377 0.043690 0.066819 0.291694 NPF -0.277982 -0.292377 1.000000 -0.066316 -0.099364 0.040499 D(DPK) -0.511057 0.043690 -0.066316 1.000000 0.008385 -0.081753 GWM 0.065696 0.066819 -0.099364 0.008385 1.000000 0.052159 FDR 0.090254 0.291694 0.040499 -0.081753 0.052159 1.000000

Hasil uji multikolonieritas pada tabel 4.4 di atas, menunjukkan perbandingan nilai koefisien korelasi antar variabel yang menghasilkan bahwa seluruh variabel dalam penelitian memiliki nilai di bawah 0,89, dimana hal ini menunjukkan bahwa data yang diolah tidak terjadi multikolonieritas.

b. Uji Autokorelasi

Menurut Winarno (2015: 53) uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson. Berikut ini adalah hasil pengujian autokorelasi:

Tabel 4.6 Hasil Pengujian Autokorelasi

Dependent Variable: D(ROA) Method: Least Squares

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -6.532964 5.378038 -1.214749 0.2307 D(CAR) 0.406963 0.076044 5.351707 0.0000 NPF -0.196404 0.252063 -0.779184 0.4399 D(DPK) -0.092172 0.029101 -3.167271 0.0027 GWM 0.026735 0.517124 0.051699 0.9590 FDR 0.072781 0.049774 1.462235 0.1505 R-squared 0.433980 Mean dependent var -0.413462 Adjusted R-squared 0.372456 S.D. dependent var 4.414752 S.E. of regression 3.497265 Akaike info criterion 5.450006 Sum squared resid 562.6196 Schwarz criterion 5.675150 Log likelihood -135.7002 Hannan-Quinn criter. 5.536321 F-statistic 7.053835 Durbin-Watson stat 2.161774 Prob(F-statistic) 0.000057

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Dari hasil uji autokorelasi pada tabel 4.5 di atas, menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson sebesar 2,161774 di mana nilai du < dw test < 4-du, yaitu 1,7694 < 2,161774 < 2,2306, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Menurut Winarno (2015: 58) uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Hasil uji Glejser pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Berdasarkan data pada tabel 4.6, menunjukkan bahwa nilai prob. F sebesar 0,9658 > 0,05. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa data penelitian yang diolah tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

d. Uji Normalitas

Menurut Winarno (2015: 54) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Dalam Eviews pengujian asumsi normalitas dapat menggunakan pengujian Jarque-Berra (JB). Hasil pengujian normalitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 0.187894 Prob. F(5,47) 0.9658 Obs*R-squared 1.038643 Prob. Chi-Square(5) 0.9594 Scaled explained SS 1.176790 Prob. Chi-Square(5) 0.9471

0 2 4 6 8 10 12 -9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Series: Residuals Sample 1 53 Observations 53 Mean 7.21e-16 Median 0.122123 Maximum 7.895101 Minimum -8.010904 Std. Dev. 2.668600 Skewness -0.013835 Kurtosis 4.670200 Jarque-Bera 6.161984 Probability 0.045914

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas

Dari hasil uji ada gambar 4.1 di atas, menunjukkan bahwa nilai Jarque-Bera (J-B) adalah lebih dari 2, yaitu sebesar 6,161984 dengan nilai probability sebesar 0,045914 < 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diolah berdistribusi tidak normal. Kemudian agar data dapat berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji kembali dengan cara men-log data, dengan hasil berikut: 0 1 2 3 4 5 -3 -2 -1 0 1 2 3 Series: Residuals Sample 1 52 Observations 52 Mean 6.83e-17 Median 0.161797 Maximum 3.143219 Minimum -3.333155 Std. Dev. 1.597411 Skewness -0.197529 Kurtosis 2.516610 Jarque-Bera 0.422215 Probability 0.809687

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Setelah Dilog

Berdasarkan hasil uji normalitas pada gambar 4.2 di atas, menunjukkan bahwa nilai Jarque-Bera (JB) adalah lebih kecil dari

2, yaitu sebesar 0,422215 dengan nilai probability adalah sebesar 0,809687 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan log, data telah berdistribusi normal.

4. Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis jalur (path analysis) adalah analisis yang digunakan untuk menguji pengaruh variabel intervening, dimana analisis ini merupakan perluasan dari analisis regresi berganda. Dengan kata lain, analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model casual) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori (Ghozali, 2013: 249).

a. Persamaan Regresi Pertama

Pada persamaan ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap FDR. Persamaan ini menggunakan regresi berganda, dengan hasil uji sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Persamaan Regresi Pertama

Dependent Variable: FDR Method: Least Squares Date: 08/23/18 Time: 15:21 Sample (adjusted): 2014 2065

Included observations: 52 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(CAR) -0.171222 0.221447 -0.773198 0.4433 NPF 0.029260 0.738674 0.039612 0.9686 D(DPK) 0.414770 0.060108 6.900459 0.0000 GWM 0.468824 1.513920 0.309676 0.7582 C 89.07387 8.921148 9.984574 0.0000 R-squared 0.542581 Mean dependent var 93.15500 Adjusted R-squared 0.503651 S.D. dependent var 14.54742 S.E. of regression 10.24895 Akaike info criterion 7.583439 Sum squared resid 4936.924 Schwarz criterion 7.771058 Log likelihood -192.1694 Hannan-Quinn criter. 7.655368 F-statistic 13.93759 Durbin-Watson stat 2.264551 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Dari hasil uji regresi pada tabel 4.7 di atas, nilai R-Squared yang diperoleh adalah 0,542581. Sehingga standar error atau e1 (varian variabel FDR yang dijelaskan oleh variabel lain selain CAR, NPF, DPK dan GWM) yang diperoleh adalah e1 = √1-R2= 1- 0,542581 = √0,457419 = 0,676.

Selanjutnya persamaan regresi yang terbentuk adalah: FDR = α + p5CAR + p6NPF + p7DPK + p8GWM + e1

FDR = 89.07387 - 0.171222CAR + 0.029260NPF + 0.414770DPK + 0.468824GWM + 0,676

1) Konstanta 89,07387 menyatakan bahwa jika CAR, NPF, DPK dan GWM konstan atau tidak ada atau 0, maka FDR menyatakan bahwa rata-rata variabel independen konstan, maka FDR akan mengalami kenaikan sebesar 89,07387.

2) Pada regresi CAR (X1) sebesar -0,171222 dengan nilai signifikan 0,4433 > 0,05 maka menunjukkan bahwa CAR (X1) tidak mempengaruhi kenaikan maupun penurunan FDR dengan anggapan NPF (X4), DPK (X3) dan GWM (X4) bernilai konstan/tetap.

3) Pada regresi NPF (X2) sebesar 0,029260 dengan nilai signifikan 0,9686 > 0,05 maka menunjukkan bahwa NPF (X2) tidak mempengaruhi kenaikan maupun penurunan FDR dengan anggapan NPF (X4), DPK (X3) dan GWM (X4) bernilai konstan/tetap.

4) Pada regresi DPK (X3) sebesar 0,414770 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 satuan DPK (X3) akan meningkatkan FDR sebesar -0,414770 dengan anggapan CAR (X1), NPF (X4) dan GWM (X4) bernilai konstan/tetap.

5) Pada regresi GWM (X4) sebesar 0,468824 dengan nilai signifikan 0,7582 > 0,05 maka menunjukkan bahwa GWM (X4) tidak mempengaruhi kenaikan maupun penurunan FDR dengan anggapan CAR (X1), NPF (X4) dan DPK (X3) bernilai konstan/tetap.

b. Persamaan Regresi Kedua

Pada persamaan ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel CAR, NPF, DPK, GWM dan FDR terhadap ROA. Persamaan ini menggunakan regresi berganda, dengan hasil uji sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Persamaan Regresi Kedua

Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2018

Dari hasil uji regresi pada tabel 4.7 di atas, nilai R-Squared yang diperoleh adalah 0,542581. Sehingga standar error atau e2 (varian variabel ROA yang dijelaskan oleh variabel lain selain CAR, NPF, DPK, GWM dan FDR) yang diperoleh adalah e2 = √1-R2= √1- 0,433980 = √0,56602 = 0,7523.

Selanjutnya persamaan regresi yang terbentuk adalah:

ROA = α + p1CAR + p2NPF + p3DPK + p4GWM + p9FDR + e2

Dependent Variable: D(ROA) Method: Least Squares Date: 08/22/18 Time: 12:02 Sample (adjusted): 2014 2065

Included observations: 52 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(CAR) 0.406963 0.076044 5.351707 0.0000 NPF -0.196404 0.252063 -0.779184 0.4399 D(DPK) -0.092172 0.029101 -3.167271 0.0027 GWM 0.026735 0.517124 0.051699 0.9590 FDR 0.072781 0.049774 1.462235 0.1505 C -6.532964 5.378038 -1.214749 0.2307 R-squared 0.433980 Mean dependent var -0.413462 Adjusted R-squared 0.372456 S.D. dependent var 4.414752 S.E. of regression 3.497265 Akaike info criterion 5.450006 Sum squared resid 562.6196 Schwarz criterion 5.675150 Log likelihood -135.7002 Hannan-Quinn criter. 5.536321 F-statistic 7.053835 Durbin-Watson stat 2.161774 Prob(F-statistic) 0.000057

ROA = -6.532964 + 0.406963CAR - 0.19640NPF - 0.092172DPK + 0.026735GWM + 0.072781FDR + 0,7523

Dari persamaan di atas, menunjukkan bahwa:

1) Konstanta -6.532964 menyatakan bahwa jika CAR, NPF, DPK, GWM dan FDR konstan atau tidak ada atau 0, maka ROA akan mengalami penurunan sebesar -6.532964.

2) Pada regresi CAR sebesar 0,406963 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 satuan CAR akan meningkatkan ROA sebesar 0,406963 dengan anggapan NPF (X2), DPK (X3), GWM (X4) dan FDR (Z) bernilai konstan/tetap.

3) Pada regresi NPF (X2) sebesar -0,196404 dengan nilai probabilitas 0,4399 > 0,05 maka menunjukkan bahwa NPF (X2) tidak mempengaruhi kenaikan maupun penurunan ROA dengan anggapan CAR (X1), DPK (X3), GWM (X4) dan FDR (Z) bernilai konstan/tetap.

4) Pada regresi DPK (X3) sebesar -0,092172 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 satuan DPK (X3) akan menurunkan ROA sebesar 0,092172 dengan anggapan CAR (X1), NPF (X2), GWM (X4) dan FDR (Z) bernilai konstan/tetap.

5) Pada regresi GWM (X4) sebesar 0,026735 dengan nilai signifikan 0,9590 > 0,05 maka menunjukkan bahwa GWM (X4) tidak mempengaruhi kenaikan maupun penurunan ROA dengan

anggapan CAR (X1), NPF (X2), DPK (X3) dan FDR (Z) bernilai konstan/tetap.

6) Pada regresi FDR (Z) sebesar 0,072781 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 satuan FDR (Z) akan menaikkan ROA sebesar 0,072781 dengan anggapan CAR (X1), NPF (X4), DPK (X3) dan GWM (X4) bernilai konstan/tetap.

Dari kedua persamaan di atas, maka model analisis jalur yang diperoleh adalah sebagai berikut:

P2NPF= -0,196404 P1CAR = 0,406963 P5CAR = -0,171222 e1 = 0,676 e2=0,7523 P6NPF = 0,029260 P7DPK = 0,414770 P9FDR = 0,072781 P8GWM = 0,468824 P4GWM = 0,026735 P3DPK = -0,092172

Gambar: 4.3 Model Path Analysis

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh CAR terhadap Profitabilitas (ROA)

Berdasarkan hasil pada uji regresi kedua, diperoleh nilai thitung

sebesar 5,351707 dengan nilai probabilitas 0,000 yang lebih kecil dari nilai alfa 0,05. Maka, dapat dikatakan bahwa CAR berpengaruh positif

GWM (X4) FDR (Z) ROA (Y) DPK (X3) CAR (X1) NPF (X2)

dan signifikan terhadap Profitabilitas (ROA). Hal ini menunjukkan bahwa ketika CAR mengalami kenaikan, maka profitabilitas (ROA) yang diperoleh juga akan meningkat, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1) yang menyatakan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA adalah diterima.

Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kemampuan permodalan bank dapat menjaga kegiatan usahanya dari kemungkinan timbulnya risiko kerugian, atau dengan kata lain semakin kuat kemampuan bank dalam menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko maka bank dapat melakukan kegiatan usahanya dengan lebih aman sehingga akhirnya dapat meningkatkan kinerja keuangan dan profitabilitas bank tersebut (Maftukhatusolikhah, dkk, 2015).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astohar (2016) dan Maftukhatusolikhah, dkk (2015) yang menghasilkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Namun, hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Widowati, dkk (2015) dan Dipura,dkk (2016) yang menghasilkan bahwa CAR berpengaruh negatif terhadap ROA, sedangkan penelitian Hakiim, dkk (2016) menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap ROA.

2. Pengaruh NPF terhadap Profitabilitas (ROA)

Berdasarkan hasil pada uji regresi kedua, diperoleh nilai thitung

sebesar -0,779184 dengan nilai probabilitas 0,4399 yang lebih besar dari nilai alfa 0,05. Maka, dapat dikatakan bahwa NPF berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Profitabilitas (ROA) atau NPF tidak memiliki pengaruh terhadap ROA. Hal ini menunjukkan bahwa ketika NPF mengalami kenaikan, maka ROA tidak akan mengalami penurunan maupun kenaikan. Atau dengan kata lain, kenaikan NPF tidak memiliki pengaruh terhadap naik atau turunnya profitabilitas bank, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA adalah ditolak.

Tidak signifikannya NPF menyebabkan bank membentuk cadangan aktiva produktif yang besar, karena bank memiliki nilai Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) masih dapat mengcover kredit bermasalah yang ada (Mismiwati, 2016). Selain itu, pendapatan yang diterima bank bukan hanya dari pembiayaan saja, tetapi juga dapat berasal dari pendapatan yang lain, seperti produk jasa, adanya pemasukan dari dana masyarakat. Sehingga pembiayaan yang bermasalah bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi naik atau turunnya laba suatu bank.

Hasil uji ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Mismiwati (2016), Widyawati (2017) yang menghasilkan bahwa NPF tidak

berpengaruh terhadap ROA. Namun, hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rizal (2016) dan Mulatsih (2014) yang menghasilkan bahwa NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Hasil uji juga bertentangan hasil penelitian yang dilakukan Khoiruddin, dkk (2015) menunjukkan bahwa NPF berpengaruh positif terhadap ROA.

3. Pengaruh DPK terhadap Profitabilitas (ROA)

Berdasarkan hasil pada uji regresi kedua, diperoleh nilai thitung

sebesar -3,167271 dengan nilai signifikan 0,0027 yang lebih kecil dari nilai alfa 0,05. Maka, dapat dikatakan bahwa DPK berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Profitabilitas (ROA). Hal ini menunjukkan bahwa jika DPK mengalami kenaikan, maka akan menurunkan Profitabilitas (ROA), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA adalah ditolak.

Penyebab dari hubungan negatif antara DPK dan Return On Asset

(ROA) adalah karena kurang maksimalnya penggunaan dana pihak ketiga dalam penyaluran pembiayaan yang tepat sehingga tidak dapat memperoleh keuntungan dari kegiatan pembiayaannya, sehingga mampu memunculkan kerugian yang akan ditanggung oleh bank. Penempatan DPK pada pembiayaan yang tidak tepat dapat meningkatkan rasio NPF, sehingga dampak dari pembiayaan

bermasalah tersebut akan menimbulkan kerugian (Rianti, dkk dalam Inayah, 2017).

Walaupun penghimpunan dana pihak ketiga yang cukup signifikan, tetapi tidak diimbangi dengan penyaluran pembiayaan yang deras, maka profit/laba bank pun akan terhambat. Hal tersebut dapat terjadi karena alokasi dana yang terhimpun bank belum sepenuhnya dapat dioptimalkan untuk menghasilkan profit/laba bagi bank yang mengakibatkan terjadinya pengendapan dana (Sukma, 2013).

Hal ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Khoiruddin, dkk (2015) dan Inayah (2017) yang menghasilkan bahwa DPK berpengaruh negatif terhadap ROA. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiagustini, dkk (2014) dan Purbawangsa, dkk (2016) yang menghasilkan bahwa DPK berpengaruh positf dan signifikan terhadap ROA, dan juga tidak mendukung penelitian Ariyanti, dkk (2017) yang menunjukkan bahwa DPK tidak berpengaruh terhadap ROA.

4. Pengaruh GWM terhadap Profitabilitas (ROA)

Berdasarkan hasil pada uji regresi kedua, diperoleh nilai thitung

sebesar 1,152 dengan nilai signifikan 0,255 yang lebih besar dari nilai alfa 0,05. Maka, dapat dikatakan bahwa GWM berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Profitabilitas (ROA) atau GWM tidak berpengaruh terhadap ROA. Hal ini menunjukkan bahwa ketika GWM mengalami penurunan, maka ROA tidak akan mengalami kenaikan

maupun penurunan. Atau dengan kata lain, dengan naiknya nilai GWM, tidak akan berpengaruh terhadap naik atau turunnya profitabilitas bank, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa GWM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA adalah ditolak.

Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan setoran wajib setiap bank kepada Bank Indonesia yang merupakan kewajiban bank untuk memenuhi risiko kepatuhan. GWM yang bernilai positif berarti besarnya dana yang disetorkan ke Bank Indonesia menjadi berkurang. Karena dana yang disalurkan ke BI berkurang, maka dana yang ada pada bank menjadi bertambah.

Bank dapat mengalokasikan dana tersebut untuk kegiatan operasionalnya. Kegiatan operasional tersebut misalnya digunakan untuk membeli aktiva tetap seperti pembelian tanah, pembelian peralatan kantor (komputer, alat komunikasi, kendaraan bermotor, dan lain-lain).

Dokumen terkait