i
ANALISIS PENGARUH
CAPITAL ADEQUACY RATIO
(CAR),
NON PERFORMING FINANCING
(NPF), DANA PIHAK
KETIGA (DPK) DAN GIRO WAJIB MINIMUM (GWM)
TERHADAP PROFITABILITAS (ROA) DENGAN
FINANCING
TO DEPOSIT RATIO
(FDR)
SEBAGAI VARIABEL
INTERVENING
PADA BANK UMUM SYARIAH DI
INDONESIA PERIODE 2013-2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh :
LILIS PURWANINGSIH
NIM 213-13-039
PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi MOTTO
“Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
Maka, apabila engkau telah selesai (dari sesuatu perang), tetaplah
bekerja keras (untuk urusan lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”
(QS. Al-Insyirah 5-8)
…
“Man Jadda Wajadda”
Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil “Man Shabara Zhafira”
Siapa yang bersabar pasti beruntung “Man Sara Ala Darbi Wasla”
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan nikmat yang luar biasa yang
tiada tara, selalu melindungi dan memberikan bantuan-Nya. Serta kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan yang baik dalam hidup saya.
Teruntuk kedua orangtua yang sangat saya sayangi, Bapak (Muhammad Mansur
S.), Ibu (Wagiyem) dan Adik saya tersayang (Ferry K.) Serta untuk seluruh
keluaga saya yang telah memberikan doa, dukungan dan senyuman serta tak henti
untuk menyemangati saya selama ini.
Teruntuk seseorang yang selalu memberikan motivasi, selalu mengulurkan
tangannya dan selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahku (Dany A.).
Untuk sahabat-sahabatku yang luar biasa “Suwungers Squad” (Iyur, Mbak
Minion (Mbak Ana dan Mbak Icik), terima kasih untuk persahabatan kita selama
ini dan untuk segala dukungan dan kebersamaan kita.
Teman-teman seperjuangan PS S1 angkatan 2014, terima kasih atas dukungan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Teman-teman KKN posko 26, terima kasih doa dan dukungan kalian serta telah
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya yang tak terhingga kepada penulis, sehingga peulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shawalat serta salam penulis haturkan
kepada Nabi Agung Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan yang
baik bagi umat manusia.
Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar
strata satu (S1) dalam Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam IAIN Salatiga. Ucapan sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan pengarahan serta bimbingan dalam
bentuk apapun. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Bapak Dr. Anton Bawono, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
3. Ibu Fetria Eka Yudiana, S.E. M.Si., selaku Ketua Jurusan Perbankan Syariah
S1.
4. Bapak Taufikur Rahman, S.E. M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan arahan
ix
5. Segenap dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam
Negeri Salatiga yang telah memberikan bekal berbagai teori dan ilmu
pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orangtua, adik seta keluarga yang telah memberikan dukungan moriil,
spriritual dan materiil serta restu dalam penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman Perbankan Syariah S1 Fakultas Agama Islam Negeri Salatiga
angkatan 2014.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
dukungan dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak
mudah dan banyak memiliki kendala. Sehingga penyusunan skripsi ini
sangatlah jauh dari kesempurnaan dan tak luput dari kekurangan. Dengan
rendah hati, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan memperbaiki karya ilmiah ini, sehingga menjadi lebih baik
dalam penyusunan di masa yang akan datang.
Salatiga, 22 Agustus 2018
Penulis,
x ABSTRAK
Purwaningsih, Lilis. 2018. Analisis Pengaruh CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap Profitabilitas (ROA) dengan FDR sebagai Variabel Intervening Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2013-2017. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Program Studi S1 Perbankan Syariah IAIN Salatiga. Dosen Pembimbing: Taufikur Rahman, S.E,. M.Si.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya peranan bank syariah sebagai lembaga keuangan yang telah banyak diminati masyarakat, sehingga persaingan antar bank syariah tentulah sangat ketat. Agar bank syariah dapat menghadapi persaingan tersebut, maka bank syariah perlu meningkatkan tingkat profitabilitas, modal kerja, manajemen pengelolaan dana, manajemen pengelolaan pembiayaan dan mematuhi risiko kepatuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap Profitabilitas (ROA) dengan FDR sebagai variabel intervening pada Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2013-2017.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, populasi pada penelitian ini adalah Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia (BI) periode 2013-2017. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan menggunakan beberapa kriteris tertentu. Sampel yang digunakan adalah 11 bank syariah. Data diolah dengan menggunakan teknik analisis yang meliputi uji stasioneritas, uji asumsi klasik dan uji path analysis dengan menggunakan program Eviews versi 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. NPF memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA. DPK memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. Sedangkan GWM memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ROA. CAR berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap FDR, NPF dan GWM memiliki pengaruh positif tidak signifikan terhadap FDR, DPK memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap FDR. Selain itu, FDR tidak dapat memediasi pengaruh CA, NPF, DPK dan GWM terhadap ROA.
xi DAFTAR ISI
SAMPUL... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
E. Sistematika Penulisan... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 14
A. Telaah Pustaka ... 14
B. Kerangka Teori... 21
1. Corporate Finance Theory ... 21
2. Rasio Profitabilitas ... 22
3. Return On Asset (ROA) ... 25
4. Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 26
5. Non Performing Financing (NPF) ... 30
6. Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 32
7. Giro Wajib Minimum (GWM) ... 34
8. Financing to Deposit Ratio (FDR) ... 36
xii
D. Hipotesis ... 40
1. Pengaruh CAR terhadap ROA... 40
2. Pengaruh NPF terhadap ROA ... 41
3. Pengaruh DPK terhadap ROA ... 42
4. Pengaruh GWM terhadap ROA... 43
5. Pengaruh FDR terhadap ROA ... 44
6. Pengaruh CAR terhadap FDR ... 45
7. Pengaruh NPF terhadap FDR ... 46
8. Pengaruh DPK terhadap FDR ... 47
9. Pengaruh GWM terhadap FDR ... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 50
A. Jenis Penelitian ... 50
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50
C. Populasi dan Sampel ... 50
D. Teknik Pengumpulan Data ... 52
E. Jenis dan Sumber Data ... 54
F. Skala Pengukuran ... 54
G. Definisi Konsep dan Operasional... 55
H. Teknik Analisis Data ... 61
I. Alat Analisis ... 67
BAB IV ANALISIS DATA ... 69
A. Deskripsi Obyek Penelitian ... 69
B. Analisis Data ... 69
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 82
BAB V PENUTUP ... 94
A. Kesimpulan ... 94
B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Return On Asset (ROA) Pada Bank Umum Syariah 2013-2017...3
Tabel 2.1. Penelitian-penelitian Terdahulu………...………...14
Tabel 2.2. Kriteria FDR………...………..38
Tabel 3.1. Daftar Bank Umum Syariah Periode 2013-2017…………...………...53
Tabel 3.2. Sampel Penelitian………...………..54
Tabel 3.3. Definisi Operasional………..………...61
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif………..……….72
Tabel 4.2. Hasil Uji Unit Root Tingkat Level………..……….73
Tabel 4.3. Hasil Uji Unit Root Tingkat 1st Difference………..74
Tabel 4.5. Hasil Uji Multikolonieritas……….……….75
Tabel 4.6. Hasil Uji Autokorelasi...………..………....76
Tabel 4.7. Hasil Uji Heteroskedastisitas……….……….77
Tabel 4.8. Hasil Uji Regresi Pertama………...80
Tabel 4.9. Hasil Uji Regresi Kedua……….………82
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian……….….…38
Gambar 3.1. Model Analisis Jalur……….…………68
Gambar 4.1. Hasil Uji Normalitas……….…78
Gambar 4.2. Hasil Uji Normalitas Setelah Dilog……….….78
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga keuangan merupakan asset terpenting milik Negara
dalam segi perekonomian. Salah satu lembaga keuangan adalah
perbankan, di mana perbankan ini memegang peran penting di dalam
stabilitas perekonomian suatu Negara, termasuk di Indonesia. Dalam UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian telah diubah menjadi
UU No. 10 Tahun 1998 tertulis bahwa Bank merupakan badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
Terdapat dua jenis perbankan yaitu perbankan konvensional dan
perbankan syariah. Di Indonesia, perbankan syariah kini mulai banyak
diminati. Hal tersebut dikarenakan di Indonesia mayoritas masyarakatnya
memeluk agama Islam. Alasan lain adalah karena masyarakat Muslim di
Indonesia juga ingin lepas dari masalah bunga bank yang banyak
ditemukan pada bank-bank konvensional yang berujung riba. Prosentase
bunga bank yang ditentukan oleh bank konvensional biasanya terlalu besar
dan menyebabkan kegelisahan masyarakat akan akibat yang ditimbulkan,
riba. Bank Syariah jelas tidak diperkenankan di dalamnya untuk
memasukkan unsur riba dan unsur-unsur lain yang menyimpang
prinsip-prinsip syariah. Untuk itu, bank Syariah adalah salah satu alternatif
sekaligus sebagai solusi dalam permasalahan dan kekhawatiran yang
dihadapi masyarakat berkaitan dengan riba.
Sekarang ini, persaingan antar bank syariah begitu ketat, kompetisi
tidak hanya pada bank syariah saja, tetapi juga pada BPRS, UUS, maupun
BMT. Untuk menghadapi persaingan tersebut, bank-bank syariah perlu
memelihara kinerja keuangannya. Salah satu caranya adalah dengan
menjaga profitabilitas. Profitabilitas merupakan kemampuan suatu bank
dalam menghasilkan laba pada periode tertentu (Suryani, 2011).
Profitabilitas sendiri juga menjadi salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk menilai kinerja keuangan suatu bank dan bagaimana
efisiensi yang dicapai bank tersebut. Terdapat dua jenis rasio profitabilitas
yang digunakan bank, yaitu Return On Asset (ROA) dan Return On Equity
(ROE). Tetapi rasio yang pada umunya digunakan yaitu Return On Asset
(ROA) yang merupakan rasio untuk mengukur seberapa besar kemampuan
bank dalam menghasilkan keuntungan atau profit. Bank Indonesia lebih
mengutamakan ROA jika dibandingkan dengan ROE, karena Bank
Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan
nilai profitabilitas suatu bank diukur dari asset yang dananya merupakan
dana simpanan masyarakat, selain itu ROA juga dapat dijadikan sebagai
Sehingga, semakin besar nilai ROA maka semakin besar keuntungan yang
diperoleh suatu bank dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan asset (Dendawijaya, 2009: 118).
Return On Asset (ROA) merupakan rasio pengukuran untuk
mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara
keseluruhan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang ada di bank tersebut
(Maftukhatusolikhah, dkk, 2015). Dalam ROA laba atau keuntungan yang
diperoleh bank adalah laba sebelum pajak yang dihasilkan dari rata-rata
asset bank tersebut. Dalam SK DIR BI No. 30/12/KEP/DIR dan SEBI No.
30/3/UPPB apabila nilai ROA pada suatu bank di atas 1,215% maka bisa
dikatakan bank tersebut sehat (Defri, 2012). Berikut ini tabel yang
menunjukkan tingkat perubahan ROA pada Bank Umum Syariah di
Indonesia tahun 2013 hingga 2017.
Tabel 1.1
Return On Asset (ROA) pada Bank Umum Syariah 2013-2017
Tahun ROA
2013 2,00% 2014 0,41% 2015 0,49% 2016 0,63% 2017 0,63%
Sumber: OJK, data diolah 2018
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa ROA mengalami
perubahan, pada tahun 2013 ROA perbankan syariah berada pada nilai
Namun, pada tahun 2015 dan 2016 ROA mengalami sedikit kenaikan,
yaitu mencapai nilai 0,49% di tahun 2015 dan menjadi 0,63% di tahun
2016. Sedangkan, di tahun 2017 nilai ROA memiliki nilai yang sama
dengan ROA pada tahun 2016 yaitu sebesar 0,63%.
Menurut Athanasoglou et al. dalam Dwijayanthi, dkk, (2009),
menyatakan bahwa profitabilitas bank merupakan fungsi dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor mikro atau faktor
spesifik bank yang menentukan profitabilitas. Sedangkan faktor eksternal
merupakan variabel-variabel yang tidak memiliki hubungan langsung
dengan manajemen bank, tetapi faktor tersebut secara tidak langsung
memberikan efek bagi perekonomian dan hukum yang akan berdampak
pada kinerja lembaga keuangan.
Faktor internal pertama yang mempengaruhi profitabilitas (ROA)
adalah Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu rasio yang mengukur kinerja
bank dari segi kecukupan modal yang dimiliki bank untuk mendanai atau
membiayai aktiva bank yang mengandung risiko (Dendawijaya,
2009:121). Semakin tinggi nilai CAR pada bank, maka akan semakin
tinggi pula profitabilitas yang akan dicapai bank tersebut. Jika CAR
memiliki pengaruh yang positif terhadap profitabilitas, maka kemampuan
bank dalam menanggung risiko setiap aktiva produktif yang berisiko itu
semakin baik (Wibisono, dkk, 2013). Nilai CAR yang semakin tinggi akan
mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat dan akan meningkatkan
Indonesia bahwa tingkat CAR adalah sebesar 8%. Sebagaimana penelitian
yang pernah dilakukan oleh Aini (2013), Maftukhatusolikhah, dkk (2015)
dan Astohar (2016) yang menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif
dan signifikan terhadap ROA. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Dipura (2016) dan Widowati (2015) yang menunjukkan bahwa CAR
berpengaruh negatif terhadap ROA. Sedangkan penelitian CAR yang
dilakukan oleh Armereo (2015), Prasanjaya (2013) dan Hakiim (2016)
menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap profitabilitas
(ROA).
Faktor kedua yang mempengaruhi profitabilitas (ROA) adalah Non
Performing Financing (NPF) yang disebut juga dengan rasio kredit
bermasalah, yaitu rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total
pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah (Suhartatik, 2013).
Menurut Ariyani (2010) NPF adalah tingkat pengembalian pembiayaan
yang diberikan deposan kepada pihak bank yang merupakan tingkat
pembiayaan macet pada bank tersebut. Kredit bermasalah dalam
pembiayaan ini biasanya dipengaruhi karena adanya kelalaian atau
ketidaklancaran pihak debitur dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya untuk membayar angsuran kepada bank. Jika nilai NPF pada
suatu bank tinggi, maka akan mempengaruhi ROA karena menunjukkan
bahwa kredit bermasalah yang dialami bank semakin besar. Sehingga,
akan mempengaruhi laba atau profit yang dicapai bank tersebut. Selain itu,
baik atau buruk, bahkan akan mempengaruhi kesehatan bank ke depannya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wityasari (2014) dan Muliawati
(2015) menunjukkan NPF berpengaruh positif terhadap ROA. Berbanding
terbalik dengan penelitian yang dilakukan Rizal (2016), Mulatsih (2014),
Fakhrudin, dkk. (2015) menunjukkan NPF berpengaruh negatif terhadap
ROA. Sedangkan penelitian NPF yang telah dilakukan Lemiyana (2016)
dan Armereo (2015) menunjukkan bahwa NPF tidak berpengaruh terhadap
ROA.
Faktor ketiga yang mempengaruhi profitabilitas (ROA) adalah
Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan dana berupa simpanan dari
masyarakat yang berupa giro, tabungan dan berbagai jenis deposito
(Dendawijaya, 2009: 148). Dana Pihak Ketiga atau dana masyarakat ini
merupakan sumber dan terbesar yang dimiliki dan diandalkan bank karena
80-90% bank memperoleh dana dari simpanan masyarakat, baik berupa
simpanan tabungan, giro maupun deposito. Sehingga, jika DPK semakin
meningkat maka dana yang diolah oleh bank akan semakin meningkat
pula. Hal ini menyebabkan perolehan keuntungan bank akan semakin
banyak (Hindasah, dkk, 2014). Variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
telah diteliti oleh Edo, dkk. (2014) dan Wityasari (2014) menghasilkan
variabel DPK berpengaruh positif terhadap ROA. Namun, penelitian yang
dilakukan oleh Muliawati (2015) memiliki hasil DPK berpengaruh negatif
terhadap ROA. Berbeda lagi dengan hasil penelitian Pardede, dkk (2016)
Faktor keempat yang mempengaruhi profitabilitas (ROA) adalah
Giro Wajib Minimum (GWM), atau reserve requirement adalah suatu
simpanan minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk giro di Bank
Indonesia bagi semua bank. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.
23/17/13PPP tanggal 28 Februari 1992, besarnya reserve requirement
(RR) adalah 2%. Terhitung sejak Februari 1996, besarnya RR adalah 3%
dan sejak tahun 1997 menjadi 5% (Dendawijaya, 2009: 115). Giro wajib
minimum menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam naik turunnya
presentase yang berdampak pada kemampuan bank dalam memberikan
kredit kepada nasabah, apabila presentase diturunkan, maka kemampuan
bank dalam memberikan kredit secara otomatis akan meningkat
(Ismaulandy, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Handayani, dkk,
(2016), Mokoagow, dkk, (2015) menunjukkan hasil GWM berpengaruh
positif terhadap ROA. Namun, penelitian yang telah dilakukan oleh
Hartomo, dkk, (2016) menunjukkan hasil GWM berpengaruh negatif
terhadap ROA.
Dalam penelitian ini, menggunakan variabel mediasi atau variabel
intervening (penghubung). Variabel intervening (penghubung) adalah
variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel
independen dengan dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan
tidak dapat diamati dan diukur (Sugiyono, 2015: 39). Variabel intervening
(penghubung) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Financing to
pengaruh variabel CAR, NPF, DPK dan GWM terhadap profitabilitas
(ROA) melalui variabel FDR tersebut.
Rasio likuiditas atau disebut dengan Financing to Deposit Ratio
(FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio yang digunakan
untuk mengukur tingkat likuiditas suatu bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan
pembiayaan atau kredit yang diberikan dari sumber likuiditasnya
(Dendawijaya, 2009). Menurut Surat Edaran BI No. 3/30 DPNP tanggal
14 Desember 2001, LDR dapat diukur jika nilai FDR semakin tinggi,
maka dana yang akan disalurkan kepada pihak ketiga juga akan semakin
meningkat, sehingga hal ini juga akan berpengaruh terhadap meningkatnya
pendapatan atau penghasilan bank dan ROA juga akan meningkat.
Sebagaimana penelitian variabel FDR melalui uji intervening yang
dilakukan oleh Wityasari, dkk (2014) yang menghasilkan variabel CAR,
NPF dan DPK tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA
melalui FDR sebagai variabel intervening. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pardede, dkk (2016) menunjukkan hasil CAR memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap ROA melalui LDR sebagai
pemediasi. Sedangkan variabel DPK dalam penelitian ini memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap ROA yang dimediasi dengan LDR.
Berdasarkan fenomena dan penelitian-penelitian di atas, masih
terdapat hasil yang tidak konsisten, sehingga dari beberapa research gap di
keuangan terhadap Return On Asset (ROA) dan Financing to Deposit
Ratio (FDR) sebagai variabel intervening. Dalam penelitian ini, terdapat
perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu dalam
penelitian ini menggunakan Financing to Deposit Ratio (FDR) sebagai
variabel intervening (mediasi) yang secara tidak langsung digunakan untuk
mengetahui pengaruh antara variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Non
Performing Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Giro Wajib
Minimum (GWM) terhadap Return On Asset (ROA). Selain itu, penelitian
ini menggunakan 11 Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar pada Bank
Indonesia sebagai objek penelitian dengan kurun 5 tahun yaitu dari tahun
2013 hingga tahun 2017.
Dari latar belakang masalah dan adanya perbedaan penelitian yang
telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
mengambil judul “Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR),
Non Performing Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Giro
Wajib Minimum (GWM) Terhadap Profitabilitas (ROA) dengan
Financing to Deposit Ratio (FDR) sebagai Variabel Intervening Pada
Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2013-2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh CAR terhadap profitabilitas (ROA) pada Bank
2. Bagaimana pengaruh NPF terhadap profitabilitas (ROA) pada Bank
Umum Syariah di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh DPK terhadap profitabilitas (ROA) pada Bank
Umum Syariah di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh GWM terhadap profitabilitas (ROA) pada Bank
Umum Syariah di Indonesia?
5. Bagaimana pengaruh FDR terhadap profitabilitas (ROA) pada Bank
Umum Syariah di Indonesia?
6. Bagaimana pengaruh CAR terhadap FDR pada Bank Umum Syariah di
Indonesia?
7. Bagaimana pengaruh NPF terhadap FDR pada Bank Umum Syariah di
Indonesia?
8. Bagaimana pengaruh DPK terhadap FDR pada Bank Umum Syariah di
Indonesia?
9. Bagaimana pengaruh GWM terhadap FDR pada Bank Umum Syariah
di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh CAR terhadap profitabilitas (ROA) pada
Bank Umum Syariah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh NPF terhadap profitabilitas (ROA) pada
3. Untuk mengetahui pengaruh DPK terhadap profitabilitas (ROA) pada
Bank Umum Syariah di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh GWM terhadap profitabilitas (ROA) pada
Bank Umum Syariah di Indonesia.
5. Untuk mengetahui pengaruh FDR terhadap profitabilitas (ROA) pada
Bank Umum Syariah di Indonesia.
6. Untuk mengetahui pengaruh CAR terhadap FDR pada Bank Umum
Syariah di Indonesia.
7. Untuk mengetahui pengaruh NPF terhadap FDR pada Bank Umum
Syariah di Indonesia.
8. Untuk mengetahui pengaruh DPK terhadap FDR pada Bank Umum
Syariah di Indonesia.
9. Untuk mengetahui pengaruh GWM terhadap FDR pada Bank Umum
Syariah di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak
tertentu, seperti berikut:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat kelulusan,
menambah wawasan yang dapat dipadukan dengan ilmu yang sudah
2. Bagi IAIN Salatiga
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan menjadi
referensi bagi mahasiswa terutama mahasiswa FEBI IAIN Salatiga.
3. Bagi Bank Umum Syariah (BUS)
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai penambah dan masukan untuk
pengambilan keputusan yang nantinya dapat memaksimalkan kinerja
bank.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, terdapat sistematika penelitian yang terdiri
atas lima bab yang meliputi:
Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang permasalahan dengan
berbagai fenomena yang menjadi salah satu pokok masalah, rumusan
masalah yang menjadi konsep untuk mendapat jawaban dalam penelitian
yang akan dilakukan. Juga berisi tujuan dan manfaat penelitian, serta
dilengkapi dengan penelitian-penelitian terdahulu berkaitan dengan kinerja
perbankan syariah.
Bab II Landasan Teori. Bab ini berisi landasan teori yang terdiri dari telaah
pustaka yang berisi penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Bab ini
juga berisi tentang kerangka teori yaitu teori-teori tentang profitabilitas
dan teori tentang rasio keuangan yaitu CAR, NPF, DPK, GWM dan FDR
yang mempengaruhi profitabilitas (ROA) pada bank syariah. Kerangka
yang akan dilakukan dan hipotesis penelitian yang merupakan pernyataan
atau dugaan sementara hasil dari simpulan dalam tinjauan pustaka.
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi metode penelitian yang
membahas jenis penelitian yang dilakukan. Bab ini juga berisi lokasi dan
waktu penelitian, penentuan populasi dan sampel, teknik pengumpulan,
jenis dan sumber data. Selain itu, bab ini juga membahas mengenai skala
pengukuran, definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian
yang dilakukan dan pengukurannya serta teknik atau metode analisis data.
Bab IV Analisis Data. Bab ini berisi deskripsi atau uraian singkat
mengenai objek penelitian, data deskriptif dan analisis data tentang
penelitian yang dilakukan dengan pembahasannya.
Bab V Penutup. Pada bab ini menjelaskan tentang pengambilan
kesimpulan dari hasil pembahasan yang telah dijabarkan, adanya
keterbatasan penelitian, saran, daftar pustaka, serta lampiran dari kegiatan
penelitian.
Daftar Pustaka.
14 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Telaah Pustaka
Penelitian-penelitian yang menggunakan variabel CAR, NPF,
DPK, GWM dan FDR terhadap profitabilitas (ROA) yang pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penelitian-penelitian Terdahulu
No. Nama/Tahun Variabel Hasil Beda Penelitian Isu: Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap ROA
1. Sani dan FDR sebagai variabel
(2016) b. FDR c. BOPO
Dependen: ROA
terhadap ROA independen NPF, DPK, GWM dan FDR sebagai variabel
intervening.
Isu: Non Performing Financing (NPF) terhadap ROA
1. Muliawati dan
Isu: Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap ROA
1. Edo dan
c. CAR
Isu: Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap ROA
3. Dipura dan FDR sebagai variabel
intervening
Isu: Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap ROA
1. Widiyanti,
Isu: Financing to Deposit Ratio (FDR) sebagai Variabel Intervening
Intervening:
Isu: Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)
1. Buchory
LDR
Isu: Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) d. Variabel FDR sebagai
variabel intervening.
2 .
f. Earning Per
Isu: Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR)
1
Dari uraian di atas, terdapat perbedaan pada penelitian-penelitian
terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu:
1. Pada penelitian ini menggunakan variabel Giro Wajib Minimum
(GWM) sebagai variabel independen dan variabel Financing to Deposit
Ratio (FDR) sebagai variabel intervening yang secara tidak langsung
digunakan untuk mengetahui pengaruh CAR, NPF, DPK dan GWM
terhadap Profitabilitas (ROA).
2. Penelitian menggunakan 11 sampel Bank Umum Syariah yang terdaftar
di Bank Indonesia pada tahun 2013-2017.
3. Tahun penelitian adalah dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu dari tahun
2013 sampai tahun 2017.
B. Kerangka Teori
1. Corporate Finance Theory
Manajemen adalah faktor utama yang mempengaruhi
profitabilitas bank. Seluruh manajemen suatu bank, baik yang
mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva,
manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas
pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba
(profitabilitas) perusahaan perbankan (Payamta, dkk, 1999).
Athanasoglou et al dalam Dwijayanthi, dkk (2009) menyatakan
bahwa profitabilitas bank merupakan fungsi dari faktor internal dan
bank adalah ukuran, modal, manajemen risiko dan manajemen biaya.
Sedangkan faktor eksternal merupakan variabel-variabel yang tidak
memiliki hubungan langsung dengan manajemen bank.
Manajemen yang baik yang ditunjang oleh faktor modal dan
lokasi merupakan kombinasi ideal untuk kenerhasilan bank dan salah
satu aspek yang perlu diperhatikan dari segi manajemen adalah
balance sheet management yang meliputi assets dan liability
management, artinya pengaturan harta dan utang secara bersama-sama
(Badera, 2003).
Manajemen permodalan dalam penelitian ini mencakup variabel
Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Dana Pihak Ketiga (DPK),
manajemen umum dalam hal ini mencakup manajemen mengenai
pemenuhan risiko kepatuhan setiap bank kepada Bank Indonesia,
yaitu variabel Giro Wajib Minimum (GWM) dan juga rasio mengenai
pembiayaan bermasalah di mana dalam penelitian ini diproksikan
sebagai Non Performing Financing (NPF). Manajemen rentabilitas
pada penelitian ini mencakup variabel Return On Asset (ROA).
Sedangkan manajemen likuiditas pada penelitian ini adalah mengenai
Financing to Deposit Ratio (FDR).
2. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga
Hal tersebut ditunjukkan dengan laba yang dihasilkan dari penjualan
dan pendapatan investasi. Pada intinya, penggunaan rasio
profitabilitas menunjukkan efisiensi perusahaan (Kasmir, 2014: 196).
Kasmir (2014: 114), menyatakan rasio profitabilitas
(profitability ratio) merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode
tertentu. Rasio ini memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen
suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari
penjualan atau dari pendapatan investasi. Dikatakan perusahaan
rentabilitasnya baik apabila mampu memenuhi target laba yang telah
ditetapkan dengan menggunakan aktiva atau modal yang dimilikinya.
Rasio profitabilitas atau rasio rentabilitas dibagi dua yaitu sebagai
berikut:
a. Rentabilitas ekonomi, yaitu dengan membandingkan laba usaha
dengan seluruh modal (modal sendiri dan asing),
b. Rentabilitas usaha (sendiri), yaitu dengan membandingkan laba
yang disediakan untuk pemilik dengan modal sendiri. Rentabilitas
tinggi lebih penting dari keuntungan yang besar.
Menurut Kasmir (2014: 234), rentabilitas rasio sering disebut
profitabilitas usaha. Menurut Dendawijaya (2009: 118), analisis rasio
rentabilitas bank adalah alat ukur untuk menganalisis atau mengukur
tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Analisis rasio
rentabilitas suatu bank antara lain: Return On Asset (ROA), Return On
Equity (ROE), Rasio Biaya Operasional, Net Profit Margin (NPM).
a. Return On Asset, rasio ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan
(laba) secara keseluruhan.
b. Return On Equity, merupakan perbandingan antara laba bersih
bank dengan ROE modal sendiri. ROE ini merupakan indikator
yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor
untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih
yang dikaitkan dengan pembayaran dividen.
c. Rasio Biaya Operasional, digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan
operasinya.
d. Net Profit Margin, merupakan rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan
pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya.
Menurut Athanasoglou et al. dalam Dwijayanthi, dkk (2009)
profitabilitas bank merupakan fungsi dari faktor internal dan eksternal.
Faktor internal merupakan faktor mikro atau faktor spesifik bank yang
menentukan profitabilitas. Sedangkan faktor eksternal merupakan
variabel-variabel yang tidak memiliki hubungan langsung dengan
memberikan efek bagi perekonomian dan hukum yang akan
berdampak pada kinerja lembaga keuangan. Faktor eksternal yang
perlu diperhatikan adalah inflasi, suku bunga dan siklus output, serta
variabel yang mempresentasikan karakteristik pasar.
3. Return On Asset (ROA)
Menurut Endraswati (2018), ROA adalah rasio yang
menggambarkan kemampuan bank dalam mengelola dana yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang menghasilkan
keuntungan. Semakin besar ROA untuk bank, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula
posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset (Dendawijaya, 2009:
118). Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROA =Laba sebelum pajakTotal aktiva × 100%
Bank Indonesia lebih mengutamakan ROA jika dibandingkan
dengan ROE, karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas
perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank diukur
dari asset yang dananya merupakan dana simpanan masyarakat
(Dendawijaya, 2009: 119). Dalam SK DIR BI No. 30/12/KEP/DIR
dan SEBI No. 30/3/UPPB apabila nilai ROA pada suatu bank di atas
1,215% maka bisa dikatakan bank tersebut sehat (Defri, 2012).
Menurut Suryani (2011), ROA penting bagi bank karena ROA
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap
total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan
semakin baik, karena tingkat pengembalian (return) semakin besar.
Menurut Harun (2016) rasio ROA digunakan untuk
menggambarkan produktivitas bank bersangkutan. Besarnya rasio
ROA diperoleh dengan membagi seluruh laba yang diperoleh bank
(sebelum pajak) dengan total asset bank tersebut. Semakin besar ROA,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
ROA (Return On Asset) merupakan rasio antara laba sebelum pajak
terhadap total asset. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja
keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian semakin besar.
4. Capital Adequacy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri
bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar
bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain. Dengan
kata lain capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk
mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang
aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit
Ketentuan modal minimum bank umum yang berlaku di
Indonesia mengikuti standar Bank for International settlement (BIS).
Sejalan dengan standar tersebut, Bank Indonesia mewajibkan setiap
bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total
aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR), dimana presentase
kebutuhan modal minimum yang diwajibkan menurut BIS ini disebut
dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). Dengan demikian, CAR
minimum bagi bank-bank umum di Indonesia adalah sebesar 8%
(Dendawijaya, 2009: 40).
Menurut Kasmir (2014: 298) modal terdiri dari dua macam,
yaitu modal inti dan modal pelengkap. Modal inti merupakan modal
sendiri yang tertera dalam posisi ekuitas, sedangkan modal pelengkap
merupakan modal pinjaman dan cadangan revaluasi aktiva serta
cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif.
a. Modal inti, terdiri dari:
1) Modal disetor, merupakan modal yang telah disetor oleh
pemilik bank, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2) Agio saham, merupakan kelebihan harga saham atas nilai
nominal saham yang bersangkutan.
3) Modal sumbangan, merupakan modal yang diperoleh kembali
dari sumbangan saham, termasuk modal dari donasi dari luar
4) Cadangan umum, merupakan cadangan yang diperoleh dari
penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah
dikurangi pajak.
5) Cadangan tujuan, merupakan bagian laba setelah dikurangi
pajak yang telah disisihkan untuk tujuan tertentu.
6) Laba ditahan, merupakan saldo laba bersih setelah
diperhitungkan pajak dan setelah diputuskan RUPS untuk
tidak dibagikan.
7) Laba tahun lalu, merupakan seluruh laba bersih tahun lalu
setelah diperhitungkan pajak.
8) Rugi tahun lalu, merupaka kerugian yang telah diderita pada
tahun lalu.
9) Laba tahun berjalan, merupaka laba yang telah diperoleh
dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang
pajak.
10)Rugi tahun berjalan, merupakan rugi yang telah dideritan dalam tahun buku yang sedang berjalan.
b. Modal pelengkap, terdiri dari:
1) Cadangan revaluasi aktiva tetap, merupakan cadangan yang
dibentuk dari selisih penilaian kembali dari aktiva tetap yang
dimiliki bank.
2) Penyisihan penghapusan aktiva produktif, merupakan
tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian
yang timbul sebagai akibat tidak terima seluruh atau sebagian
aktiva produktif (maksimum 1,25% dari ATMR).
3) Modal pinjaman, merupakan pinjaman yang didukung oleh
warkat-warkat yang memiliki sifat seperti modal (maksimum
50% dari jumlah modal inti).
4) Pinjaman subordinasi, merupakan pinjaman yang telah
memenuhi syarat seperti ada perjanjian tertulis antara bank
dengan pemberi pinjaman, memperoleh persetujuan BI dan
tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan perjanjian
lainnya.
Menurut Dendawijaya (2009: 121) untuk menghitung atau
mengukur rasio modal bank, dapat dihitung dengan cara:
CAR = Modal BankATMR × 100%
Ketentuan BI juga mengatur cara perhitungan aktiva tertimbang
menurut risiko yang terdiri atas jumlah antara ATMR yang dihitung
berdasarkan nilai masing-masing pos aktiva pada neraca bank
dikalikan dengan bobot risikonya masing-masing dan ATMR yang
dihitung berdasarkan nilai masing-masing pos aktiva pada rekening
administratif bank dikalikan dengan bobot risiko masing-masing
5. Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) biasa disebut dengan kredit
bermasalah yaitu kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya
untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang
telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit
(Dendawijaya, 2009: 82). Menurut Dendawijaya (2009: 82), ada
beberapa kategori kolektibilitas kredit berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia yaitu sebagai berikut:
a. Kredit lancar, adalah kredit yang tidak mengalami penundaan
pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga.
b. Kredit dengan perhatian khusus, adalah apabila terdapat
tunggakan pembayaran angsuran pokok dan margin 90 hari.
c. Kredit kurang lancar, adalah kredit yang pengembalian pokok
pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan
selama 3 bulan dari waktu yang diperjanjikan.
d. Kredit diragukan, adalah kredit yang pengembalian pokok
pinjaman dan pembayaran bunganya telah mengalami penundaan
selama 6 bulan atau dua kali dari jadwal yang telah diperjanjikan.
e. Kredi macet, adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman
dan pembayaran bunganya telah mengalami lebih dari satu tahun
sejak jatuh tempo menurut jadwal yang telah diperjanjikan.
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara
disalurkan oleh bank syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah
ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF
adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet (Suhartatik,
2013). Granita dalam Suhartatik, (2013), menefinisikan bahwa kredit
bermasalah adalah sebagai risiko yang dikaitkan dengan kemungkinan
kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur
tidak dapat melunasi hutangnya. Kriteria rasio NPF analog dengan
NPL di bawah 5%.
Non Performing Financing (NPF) adalah tingkat pengembalian
pembiayaan yang diberikan deposan kepada bank atau dengan kata
lain, NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada bank tersebut.
NPF dapat diketahui dengan menghitung pembiayaan non lancar
terhadap total pembiayaan. Semakin rendah NPF maka bank tersebut
akan semakin mengalami keuntungan, dan sebaliknya jika tingkat
NPF tinggi, maka bank tersebut akan mengalami kerugian yang
diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet (Aryani, 2010).
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 Tanggal 12
April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
menyatakan bahwa bank dianggap tidak sehat jika nilai NPF pada
bank tersebut lebih dari 5%. Rasio NPF dapat dirumuskan sebagai
berikut:
6. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Menurut Kasmir dalam Suhartatik (2013), dana pihak ketiga
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam
bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau
yang dapat dipersamakan dengan itu. Dengan dana yang berhasil
dihimpun oleh bank, maka bank tersebut dapat menyalurkan kredit
lebih banyak.
Menurut Dendawijaya (2009: 49), bank bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan bertindak selaku perantara bagi
keuangan masyarakat. Oleh karena itu, bank harus berada di tengah
masyarakat agar arus uang dari masyarakat yang kelebihan dana dapat
ditampung dan disalurkan kembali kepada masyarakat. Kepercayaan
masyarakat bahwa bank akan menyelesaikan permasalahan keuangan
dengan sebaik-baiknya merupakan suatu keadaan yang diharapkan
oleh semua bank. Untuk itu, bank selalu berusaha memberikan
pelayan (service) yang memuaskan masyarakat. Dana-dana yang
dihimpun dari masyarakat ternyata merupakan sumber dana terbesar
yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80%-90% dari
seluruh dana yang dikelola oleh bank). Dana dari masyarakat terdiri
atas beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Giro (demand deposit), adalah simpanan pihak ketiga pada bank
menggunakan cek, bilyet giro, dan surat perintah pembayaran
lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
b. Deposito (time deposit), atau simpanan berjangka adalah
simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian.
c. Tabungan (saving deposit), simpanan pihak ketiga pada bank
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu.
Untuk menghitung besarnya dana pihak ketiga pada suatu bank,
dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
DPK = Giro + Tabungan + Deposito
Dana pihak ketiga adalah dana yang dihimpun dari masyarakat,
dimana dalam Yudiana (2014: 27-28) produk penghimpunan dana
pada bank syariah meliputi giro, tabungan dan deposito dengan prinsip
yang diterapkan dalam bank syariah adalah:
a. Prinsip Wadiah, penerapan prinsip wadiah memiliki implikasi
hukum sama dengan qardh yaitu nasabah bertindak sebagai pihak
yang meminjamkan uang sedangkan bank bertindak sebagai
peminjam. Prinsip wadiah pada produk bank syariah dapat
dikembangkan menjadi dua jenis yaitu prinsip wadiah yad
dhamanah yang diterapkan pada rekening produk giro. Dan
prinsip wadiah yad amanah harta titipan tidak boleh
b. Prinsip Mudharabah, deposan bertindak sebagi pemilik modal
sedangkan bank bertindak sebagai pengelola. Dana yang
tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan
pembiayaan, jika dana tersebut disalurkan pada pembiayaan
mudharabah maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang
mungkin terjadi.
7. Giro Wajib Minimum (GWM)
Menurut Dendawijaya (2009: 115), Giro Wajib Minimum atau
Reserve Requirement atau lebih dikenal dengan likuiditas wajib
minimum adalah suatu simpanan minimum yang wajib dipelihara
dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank. Berdasarkan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/17/13PPP tanggal 28 Februari
1992, besarnya reserve requirement (RR) adalah 2%. Terhitung sejak
Februari 1996, besarnya RR adalah 3% dan sejak tahun 1997 menjadi
5%. Untuk mengetahui besarnnya reserve requirement dapat
menggunakan perbandingan berikut:
Alat likuid
Dana pihak ketiga X 100%
Pengertian alat likuid dalam rasio di atas terdiri atas dua hal
sebagai berikut:
b. Giro pada Bank Indonesia, pos ini adalah giro milik bank pelapor pada Bank Indonesia. Jumlah tersebut tidak boleh dikurangi
dengan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank
pelapor dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang
sudah disetujui BI, tetapi belum digunakan.
Reserve requirement merupakan ketentuan bagi setiap bank
umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa
rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Besarnya
RR tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan dan sejak tahun
1997 hingga sekarang besarnya RR adalah 5%.
Menurut PBI No. 6/15/PBI/2004 selain untuk memenuhi
ketentuan yang telah disebutkan, terjadi perubahan di mana terjadinya
peningkatan GWM, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari 1-10
triliun rupiah, wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah
sebesar 1% menjadi 6% dari DPK dalam rupiah.
b. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari 10-50
triliun rupiah, wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah
sebesar 2% menjadi 8% dari DPK dalam rupiah.
c. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari 50 triliun
rupiah, wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar
d. Bank yang memiliki DPK sampai dengan 1 triliun rupiah tidak
dikenakan tambahan GWM.
8. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Menurut Kasmir (2014: 225) Financing to Deposit Ratio (FDR)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur komposisi jumlah
kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat
dari modal sendiri yang digunakan. Sedangkan menurut Dendawijaya
(2009: 116), menyatakan bahwa FDR merupakan seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengendalikan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh
pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi
kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang
ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk
memberikan kredit. Besarnya nilai FDR dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
𝐹DR = Total Dana Pihak Ketiga + KLBI + Modal Inti × 100%Jumlah kredit yang diberikan
Jumlah kredit yang diberikan dalam rumus di atas adalah kredit
yang diberikan bank yang sudah direalisir/ditarik/dicairkan. Dana
pihak ketiga meliputi simpanan masyarakat yang berupa giro,
Likuiditas Bank Indonesia) adalah volume permberian pinjaman
(kredit) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank yang
bersangkutan. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia,
modal inti bank terdiri atas modal yang telah disetor pemilik bank,
agio saham (terutama untuk bank yang telah go public), berbagai
cadangan, laba ditahan (setelah diputuskan oleh rapat umum
pemegang saham bank), serta laba tahun berjalan (Dendawijaya, 2009:
147-148).
Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin
rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini
disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai
kredit menjadi semakin besar. Rasio ini juga merupakan indikator
kerawanan dan kemampuan suatu bank. Sebagian praktisi perbankan
menyepakati bahwa batas aman dari FDR suatu bank adalah sekitar
80%. Namun, batas toleransi berkisar antara 85% dan 100%
(Dendawijaya, 2009: 116-117).
Hutagalung, dkk (2013) menjelaskan, semakin tinggi LDR maka
laba bank akan semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut
mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif), dengan meningkatnya
laba bank, maka kinerja bank juga meningkat. Adapun kriteria
Tabel 2.2 Kriteria Penilaian FDR
Peringkat 1 : 50%< LDR≤ 75% Sangat Rendah Peringkat 2 : 75%< LDR≤ 85% Cukup Rendah Peringkat 3 : 85%<LDR≤100% atau
LDR ≤ 50% Rendah
Peringkat 4 : 100% LDR ≤ 120% Cukup Tinggi Peringkat 5 : LDR > 120% Tinggi
C. Kerangka Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya,
maka perumusan hipotesis dapat disajikan dalam bentuk kerangka teori
atau kerangka pemikiran. Adapun kerangka pemikiran pada penelitian ini
adalah:
P2NPF
P1CAR
P5CAR e1 e2
P6NPF
P7DPK P9FDR
P8GWM
P4GWM
P3DPK
Gambar 2.1. Kerangka Penelitian
FDR sebagai variabel intervening didasarkan pada penelitian
yang dilakukan Hasanah (2017) yang menyatakan bahwa FDR dapat
GWM (X4)
FDR (Z)
ROA (Y) DPK (X3)
memediasi pengaruh CAR dan NPF terhadap ROA. Didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh Pardede, dkk (2016) yang
menunjukkan FDR dapat memediasi pengaruh DPK terhadap ROA.
Sedangkan hasil penelitian Renni (2015) menyatakan GWM dapat
berpengaruh terhadap ROA dengan dimediasi FDR.
Hubungan Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return
On Asset (ROA) adalah dalam laporan perekonomian Indonesia
sumber utama keuntungan suatu bank adalah diperoleh dari kredit
yang disalurkan tersebut. Menurut Kasmir dalam Wityasari (2014)
besarnya kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank.
Semakin tinggi nilai FDR, maka laba yang diperoleh bank tersebut
akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan
kreditnya dengan efektif sehingga diharapkan jumlah kredit macetnya
rendah) (Aini, 2013).
Berdasarkan kerangka penelitian pada gambar 2.1 di atas,
persamaan matematisnya adalah sebagai berikut:
a. ROA = α + p1CAR + p2NPF + p3DPK + p4GWM + p9FDR + e2
b. FDR = α + p5CAR + p6NPF + p7DPK + p8GWM + e1
Keterangan:
a0 = Konstanta
P1CAR = Pengaruh CAR terhadap ROA
P3DPK = Pengaruh DPK terhadap ROA
P4GWM = Pengaruh GWM terhadap ROA
P5CAR = Pengaruh CAR terhadap FDR
P6NPF = Pengaruh NPF terhadap FDR
P7DPK = Pengaruh DPK terhadap FDR
P8GWM = Pengaruh GWM terhadap FDR
P9FDR = Pengaruh FDR terhadap ROA
e = Standar error
D. Hipotesis
1. Pengaruh CAR terhadap ROA
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri
bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar
bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain. Dengan
kata lain capital adequacy ratio adalah rasio kinerja bank untuk
mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang
aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit
yang diberikan (Dendawijaya, 2009: 121).
Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang
dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko. Semakin tinggi CAR maka semakin kuat
tinggi (sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%) berarti
bank mampu membiayai operasi bank, dan dapat memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas bank (ROA)
(Rahardjo, dkk, 2014).
Menurut Hardono (2010), CAR mencerminkan modal bank,
semakin besar CAR maka semakin besar laba, karena dengan modal
yang besar, manajemen bank sangat leluasa dalam menempatkan
dananya ke dalam aktivitas investasi yang menguntungkan. Dengan
kata lain, dapat dikatakan bahwa bank dengan rasio CAR yang tinggi
maka dapat diartikan bahwa bank telah memiliki modal yang cukup
untuk menunjang aktiva yang memiliki atau menghasilkan risiko yang
di bank tersebut, sehingga dengan CAR tinggi maka dapat
meningkatkan profitabilitas yang diperoleh bank tersebut. Penelitian
yang telah dilakukan oleh Aini (2013), Maftukhatusolikhah, dkk
(2015) dan Astohar (2016), menghasilkan bahwa CAR berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ROA. Dengan demikian, hipotesis
pertama (H1) yang diajukan adalah:
H1 : CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA
2. Pengaruh NPF terhadap ROA
Non Performing Financing (NPF) biasa disebut dengan kredit
bermasalah yaitu kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya
untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang
(Dendawijaya, 2009: 82). Semakin rendah NPF maka bank tersebut
akan semakin mengalami keuntungan, dan sebaliknya jika tingkat
NPF tinggi, maka bank tersebut akan mengalami kerugian yang
diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet (Aryani, 2010).
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 Tanggal
12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum menyatakan bahwa bank dinggap tidak sehat jika nilai NPF
pada bank tersebut lebih dari 5%. NPF yang tinggi menyebabkan
menurunnya laba yang akan diterima oleh bank (Sudarwantoro,
2009:10). Penelitian yang dilakukan oleh Rizal (2014) dan
Fakhruddin, dkk (2015) menunjukkan hasil NPF berpengaruh negatif
terhadap ROA. Dengan demikian, hipotesis kedua (H2) yang diajukan
adalah:
H2 : NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA
3. Pengaruh DPK terhadap ROA
Menurut Kasmir dalam Suhartatik (2013), Dana pihak ketiga
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam
bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau
yang dapat dipersamakan dengan itu. Dengan dana yang berhasil
dihimpun oleh bank, maka bank tersebut dapat menyalurkan
pembiayaan lebih banyak. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat
bank (bisa mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola oleh
bank).
Wityasari, dkk (2014) menyatakan bahwa DPK merupakan hal
yang penting bagi bank karena dengan semakin besar dana yang
dihimpun maka dapat memperbesar profitabilitas bank melalui selisih
bunga kredit dan bunga simpanan. Semakin tinggi Dana Pihak Ketiga
(DPK) maka semakin tinggi juga profitabilitas suatu bank, dengan
asumsi penyaluran kredit bank lancar dan pembiayaan tidak
mengalami masalah (Muliawati, dkk, 2015). Penelitian yang telah
dilakukan oleh Edo, dkk (2014) dan Wityasari, dkk (2014)
menghasilkan bahwa DPK memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap ROA. Dengan demikian, hipotesis ketiga (H3) yang diajukan
adalah:
H3 : DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA
4. Pengaruh GWM terhadap ROA
Dendawijaya (2009: 115) menyatakan bahwa Giro Wajib
Minimum atau Reserve Requirement atau lebih dikenal dengan
likuiditas wajib minimum adalah suatu simpanan minimum yang wajib
dipelihara dalam bentuk giro di Bank Indonesia bagi semua bank.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/17/13PPP tanggal
28 Februari 1992, besarnya reserve requirement (RR) adalah 2%.
Terhitung sejak Februari 1996, besarnya RR adalah 3% dan sejak
Menurut Biantoro dalam Hartomo, dkk (2016), Giro Wajib
Minimum (GWM) merupakan likuiditas wajib minimum bank yang
wajib dijaga dan dipelihara oleh setiap bank. Likuiditas tersebut
dimaksudkan agar bank dapat memenuhi kewajibannya terhadap
penarikan simpanan masyarakat sewaktu-waktu. Untuk itu setiap bank
harus mengelola likuiditasnya dengan baik agar setiap penarikan dana
masyarakat dapat terpenuhi, sehingga kepercayaan masyarakat
terhadap bank akan semakin meningkat dan kegiatan operasional bank
akan berjalan baik.
Sebagian dana dari pihak ketiga disetorkan ke Bank Indonesia
sebagai giro wajib minimum yang dimiliki bank tersebut, maka yang
dikelola bank untuk operasional dan pembiayaan akan berkurang.
Semakin besar dana pihak ketiga yang disimpan di giro BI, maka
pendapatan bunga akan menurun, karena BI memberikan bunga yang
rendah untuk disimpan di BI, sehingga semakin besar GWM semakin
kecil perubahan laba (Hardono, 2010).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Hartomo, dkk (2016)
menunjukkkan bahwa GWM berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap ROA. Maka, hipotesis keempat (H4) yang diajukan adalah:
H4 : GWM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA
5. Pengaruh FDR terhadap ROA
Menurut Kasmir (2014: 225) Financing to Deposit Ratio (FDR)
kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat
dari modal sendiri yang digunakan. Sedangkan menurut Dendawijaya
(2009: 116), menyatakan bahwa FDR merupakan seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengendalikan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuditasnya.
Menurut laporan perekonomian Indonesia sumber utama
keuntungan suatu bank adalah diperoleh dari kredit yang disalurkan
tersebut. Menurut Kasmir dalam Wityasari (2014) besarnya kredit
yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Semakin tinggi
nilai FDR, maka laba yang diperoleh bank tersebut akan meningkat
(dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan
efektif sehingga diharapkan jumlah kredit macetnya rendah) (Aini,
2013).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Fakhruddin, dkk (2016)
dan Widiyanti, dkk (2015) menunjukkkan bahwa FDR berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ROA. Maka, hipotesis kelima (H5)
yang diajukan adalah:
H5 : FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA
6. Pengaruh CAR terhadap FDR
Menurut Prasanjaya (2013), CAR merupakan proksi utama
permodalan bank. Menurut Dietrich, et al, dalam Prasanjaya (2013),
dibandingkan dengan bank modal yang rendah hal ini disebabkan
bank dengan modal yang tinggi biasanya memiliki kebutuhan yang
lebih rendah daripada pendanaan eksternal. Menurut Siamat dalam
Wityasari, dkk (2014), fungsi modal bank salah satunya untuk
memenuhi kebutuhan modal minimum, tingkat kecukupan modal
sangat penting bagi bank untuk menyalurkan kreditnya.
Semakin tinggi nilai CAR maka mengindikasikan bahwa bank
telah mempunyai modal yang cukup baik dalam menunjang
kebutuhannya serta menanggung risiko-risiko yang ditimbulkan,
termasuk di dalamnya adalah risiko kredit. Dengan modal yang besar
maka suatu bank dapat menyalurkan kredit lebih banyak, sejalan
dengan kredit yang meningkat maka akan meningkatkan LDR/FDR
itu sendiri (Ambarita, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Ardiansari, dkk (2016) dan Buchory (2014) menunjukkan hasil bahwa
CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR. Maka,
hipotesis keenam (H6) yang diajukan adalah:
H6 : CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap FDR
7. Pengaruh NPF terhadap FDR
Non Performing Financing (NPF) biasa disebut dengan kredit
bermasalah yaitu kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya
untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang
telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit
merupakan indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko
pembiayaan/kredit. Sesuai dengan Surat Edaran No. 6/23/DPNP
Tanggal 31 Mei 2004 dapat diketahui bahwa besarnya NPF dengan
membandingkan jumlah pembiayaan bermasalah dengan total
pembiayaan (Suhartatik, 2013).
Kredit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan
bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan
penghapusan yang besar, sehingga mengurangi jumlah kredit yang
diberikan oleh suatu bank, dimana nantinya akan mempengaruhi rasio
FDR itu sendiri, NPF mencerminkan risiko kredit yang ditanggung
oleh pihak bank. Semakin kecil NPF maka semakin kecil pula risiko
kredit yang ditanggung pihak bank. Dengan memperhatikan jumlah
kredit yang diberikan sebagai salah satu indikator yang dapat
mempengaruhi loan to deposit ratio (LDR), maka semakin banyak
jumlah kredit yang diberikan semakin tinggi pula LDR, dan begitu
pula sebaliknya (Ambarita, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Ambarita (2015) dan Rani (2017) menunjukkan bahwa NPF
berpengaruh negatif signifikan terhadap FDR. Maka, hipotesis ketujuh
(H7) yang diajukan adalah:
H7 : NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FDR
8. Pengaruh DPK terhadap FDR
Menurut Kasmir (2014: 225), FDR merupakan rasio yang