• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dalam tulisan ini yang telah penulis uraikan dalam kesimpulan diatas, maka penulis juga mempunyai saran-saran yang akan diuraikan dalam poin-poin sebagai berikut :

1. Dengan begitu luasnya areal kebun Tanjung Garbus dan begitu kecilnya jumlah personil keamanan yang tidak memadai dibutuhkan tehnik khusus untuk melakukan pengawasan yang efektif dan tepat sasaran.

2. Perlunya dilakukan penambahan personil jaga (siang dan malam) dalam perkebunan.

3. Pihak kebun Tanjung Garbus perlu melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat desa sekitar kebun untuk ikut dilibatkan menjaga keamanan kebun secara langsung maupun tidak langsung dengan kebijakan yang efektif yang dapat mensejahterakan masyarakat dan memobilisasi masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga keamanan kebun Tanjung Garbus.

4. Khusus untuk masyarakat atau karyawan yang ada di dalam kebun yang terlibat juga di dalam kasus pencurian perlu adanya penyelidikan tentang apa motif yang ada pada mereka sehingga mereka melakukan pencurian di kebun sendiri. Jika motifnya dikarenakan motif ekonomi perlu adanya peningkatan kesejahteraan terhadap karyawan agar kasus pencurian di kebun Tanjung Garbus yang dilakukan dari internal dapat diminimalisir.

5. Mengupayakan kerja sama yang baik dengan karyawan-karyawan perkebunan misalnya, antara pimpinan, staf maupun dengan karyawan biasa. Dengan cara meningkatkan frekwensi kegiatan bersama diluar jam kerja seperti kegiatan olah raga, arisan atau pun ibadah dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial diantara mereka.

6. Melakukan kegiatan study banding ke perusahaan perkebunan sawit lainnya guna memperbaiki kualitas pengamanan di perkebunan.

7. Perlu pembinaan yang lebih baik dan lebih serius lagi dari Lembaga Pemasyarakatan agar setiap narapidana yang bebas tidak akan mengulangi perbuatan yang sama.

BAB II

PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian

Disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa :

“ Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 900,-“.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pencurian mempunyai 2 (dua) unsur yaitu :

1. Unsur Objektif, terdiri dari :

a. Perbuatan mengambil b. Objeknya suatu benda

c. Unsur keadaan yang menyertai atau melekat pada benda yaitu sebagian ataupu seluruhnya milik orang lain.

2. Unsur Subjektif, terdiri dari :

a. Adanya maksud

b. Yang ditujukan untuk memliki c. Dengan melawan hokum

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah subjek dan kesalahan

sedangkan yang termasuk unsur obyektif adalah sifat melawan hukum, tindakan yang dilarang serta diancam dengan pidana oleh undang-undang dan faktor-faktor obyektif lainnya.

Berbicara mengenai tindak pidana pada dasarnya harus ada subyek dan orang itu melakukannya dengan kesalahan. Dengan perkataan lain jika dikatakan telah terjadi suatu tindak pidana, maka ada orang sebagai subyek dan pada orang tersebut harus ada kesalahan

Pada Pasal 55 KUHP yang dapat dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana adalah:

1. Orang yang melakukan (Pleger)

2. Orang yang menyuruh melakukan (Doen Plegen) 3. Orang yang turut melakukan (Medepleger)

4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian,salah memakai kekuasaan dan martabat, memakai paksaan dan sebagainya, dengan sengaja menghasut supaya melakukan perbuatan itu (Uitlokker)29 Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas30

29 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adhitya Bakti,

Bandung, 1997, hal.584.

30 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang, 2003, hal.5.

.

Tindak pidana pencurian dalam Pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai mengambil barang, seluruhnya atau sebagian kepunyaan milik orang lain dengan tujuan memliki barang tersebut secara melawan hukum.

Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau kedalam kekuasaannya.

Sebagaimana banyak tulisan, aktifitas tangan dan jari-jari sebagaimana tersebut di atas bukanlah merupakan syarat dari adanya perbuatan mengambil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak.

Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna.

Kekuasaan benda apabila belum nyata dan mutlak beralih ke tangan si petindak, pencurian belum terjadi, yang terjadi barulah percobaan mencuri. Dari perbuatan mengambil berakibat pada beralihnya kekuasaan atas bendanya saja, dan tidak berarti juga beralihnya hak milik atas benda itu ke tangan petindak. Oleh karena untuk mengalihkan hak milik atas suatu benda tidak dapat terjadi dengan

perbuatan yang melanggar hukum, melainkan harus melalui perbuatan-perbuatan hukum, misalnya dengan jalan jual beli, hibah dan lain sebagainya31

31Ibid, hal.7.

.

Bilamana dapat dikatakan seseorang telah selesai melakukan perbuatan mengambil, atau dengan kata lain ia dalam selesai memindahkan kekuasaan atas sesuatu benda dalam tangannya secara mutlak dan nyata. Orang yang telah berhasil menguasai suatu benda, ialah bila ia dapat melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu.

Mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (rorend goed) dan benda-benda berwujud (stoffelijk goed). Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud saja.

Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri. Seperti sebuah sepeda milik A dan B, yang kemudian A mengambilnya dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan.

Jadi benda yang dapat menjadi obyek pencurian tidak harus berupa benda- benda yang mempunyai nilai, akan tetapi juga benda-benda seperti : karcis kereta api yang telah terpakai, sebuah anak kunci, sepucuk surat, sepucuk surat keterngan dokter dan lain-lain32

Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud/opzetals oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak . Dimana benda tersebut haruslah benda-benda yang ada pemiliknya. Benda-benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian. Mengenai benda-benda yang tidak ada pemiliknya ini dibedakan antara:

1. Benda-benda yang sejak semula tidak ada pemiliknya, disebut res

nulius, seperti batu di sungai, buah-buahan di hutan.

2. Benda-benda yang semula ada pemiliknya, kemudian kepemilikannya

itu dilepaskan, disebut resderelictae. Misalnya sepatu bekas yang sudah dibuang di kotak sampah.

Mengenai apa yang dimaksud dengan hak milik ini, adalah suatu pengertian menurut hukum, baik hukum adat maupun menurut hukum perdata. Walaupun pengertian hak milik menurut hukum adat dan menurut hukum perdata pada dasarnya jauh berbeda, yaitu sebagai hak yang terkuat dan paling sempurna, namun karena asas dalam peralihan hak itu berbeda, menyebabkan kadang-kadang timbul kesulitan untuk menentukan siapa pemilik dari suatu benda.

32P.A.F Lamintang, Op.Cit., hal.207.

terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya.

Dari gabungan kedua unsur itulah yang menunjukkan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mensyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan petindak, dengan alasan, pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja.

Sebagai unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila dihubungakan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.

Maksud memiliki melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum.

Berhubung dengan alasan inilah, maka unsur melawan hukum dalam pencurian digolongkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu33

33 Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 16.

. Dilihat dari mana atau oleh sebab apa sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu, dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan huku m, yaitu pertama melawan hukum formil dan kedua melawan hukum materiil.

Di dalam doktrin dikenal ada dua (2) sifat melawan hukum yaitu : 1. Melawan hukum bersifat formil

Para penganut bersifat melawan hukum formal mengatakan, bahwa pada setiap pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan hukum dari tindakan pelanggaran tersebut. Dengan demikian hal delik tidak dengan tegas bersifat melawan hukum sebagai unsur, sudah dengan sendirinya sifat melawan hukum ada dan tidak perlu dibuktikan lagi tetapi jika dengan tegas dicantumkan sifat melawan hukum sebagai unsur delik maka harus dibuktikan adanya bersifat melawan hukum itu34

2. Melawan hukum bersifat materil

.

Zevenbergen mengatakan bahwa pada setiap delik dianggap ada unsur bersifat melawan hukum dan harus dibuktikan35. Tetapi sehubungan dengan pembuktian, dikatakannya jika bersifat melawan hukum dicantumkan dengan tegas sebagai unsur delik, atau bersifat melawan hukum tidak dinyatakan dengan tegas maka akan timbul keragu-raguan apakah menurut paham masyarakat tindakan itu bersifat melawan hukum, maka dalam tersebut harus ada (usaha) pembuktian.

34 E.Y. Kanter dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,

Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1982, hal.147. 35Ibid, hal.148.

B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pencurian Dalam KUHP

Ketentuan umum mengenai tindak pidana pencurian telah diatur dan dijelaskan dalam KUHP oleh karena itu tidak ada lagi alasan bagi seseorang tindak pidana untuk tidak dapat dihukum. Hal ini termuat dalam Bab XXII Pasal 362-367 KUHP yaitu :

1. Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP) merumuskan :

“Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 900,“.

Unsur-Unsur dalam pasal 362 KUHP adalah : a. Mengambil

Yang dilarang dan diancam dengan hukuman di dalam kejahatan pencurian adalah “perbuatan mengambil” yaitu membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata dengan maksud “untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum”36

b. Suatu barang atau benda .

Segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang, benda bergerak dan benda berwujud seperti daya listrik dan gas. c. Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang

lain”.

36Ibid, hal. 206.

Unsur ini mengandung suatu pengertian bahwa benda yang diambil itu haruslah brang atau bendaan yang ada pemiliknya. Barang atau benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian.

d. Pengambilan barang tersebut harus dengan sengaja, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.

2. Pencurian Dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP) merumuskan : A. Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun :

a. Pencurian ternak

b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, letusan gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau kesengsaraan dimasa perang.

c. Pencurian pada waktu malam dalam suatu rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak.

d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. e. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat

kejahatan itu atau dapat mencapai barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah dan memanjat, atau dengana jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

B. Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5, maka dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Unsur-unsur dari tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana bunyi Pasal di atas adalah :

a. Pencurian ternak

Yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak dan babi (Pasal 101 KUHP).

b. Pencurian tersebut dilakukan pada waktu ada bencana, kebakaran, dan sebagainya. Alasan untuk memperberat ancaman pidana pada pencurian semacam ini adalah karena timbulnya kericuhan, kekacauan, kecemasan yang sangat memudahkan pencurian.

c. Pencurian dilakukan pada waktu malam hari di dalam rumah kediaman. Apa yang dimaksud dengan “malam hari” sudah jelas, yaitu sebagaimana dikatakan oleh Pasal 98 KUHP, yang mengatakan : “Malam berarti masa anatar matahari terbenam dan matahari terbit.”

d. Pencurian dilakukan berssama-sama oleh dua orang atau lebih, itu semua harus bertindak sebagai pelaku atau turut melakukan.

e. Pencurian dilakukan dengan menggunakan cara

1. Merusak : disertai dengan pengrusakan terhadap suatu benda misalnya memecah kaca jendela, mencongkel kusen pintu.

2. Memotong : diikuti dengan perbuatan lain misalnya memotong pagar kawat.

3. Memanjat : ditafsirkan secata jelas pada Pasal 99 KUHP yaitu masuk melalui lubang yang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang tanah yang dengan sengaja digali, begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas pentup.

4. Memakai anak kunci palsu : diterangkan dalam Pasal 100 KUHP yaitu “yang dimaksud anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci”. Misalnya : kawat, paku atau obeng digunakan untuk membuka sebuah slot itu adalah benar-benar anak kunci namun bukan merupakan anak kunci yang biasa dipakai penghuni rumah. 5. Memakai perintah palsu : menurut yurisprudensi yang

dimaksud dengan perintah palsu hanyalah menyangkut perintah palsu untuk memasuki tempat kediaman dan pekarang orang lain.

6. Memakai pakaian jabatan palsu : adalah seragam yang dipakai oleh seseorang yang tidak berhak untuk itu.

3. Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHP) merumuskan :

“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 No.4 , begitu juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 No.5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam pekaramgan yang tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dihukum karena pencurian ringan dengan hukuman penjara paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-.”

Unsur-unsur dalam Pasal 364 KUHP adalah

a. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), asal barang yang dicuri tidak lebih dari Rp.250,-.

b. Pencurian dilakukan oleh dua orang lebih (Pasal 363 sub 4), asal harga tidak lebih dari Rp.250,- dan

c. Pencurian dengan masuk ketempat barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah, dsb.

4. Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHP) merumuskan :

a. Hukuman dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun, dihukum pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau jika tertangkap tangan , supaya ada kesempatan bagi diri sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya.

b. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan: Ke 1 : jika pencurian dilakukan pada waktu malam dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada tempat kediamannya, dijalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

Ke 2 : jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;

Ke 3 : jika masuk ketempat melakukan pencurian dengan merusak atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

Ke 4 : jika pencurian itu mengakinatkan luka berat.

c. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat, maka dikenakan pidana penjara paling laam lima belas tahun.

d. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir 1 dan 3. Unsur-unsurnya adalah sebagi berikut :

A. Unsur Obyektif:

1. Cara atau upaya yang digunakan : a. Kekerasan, atau

2. Yang ditujukan pada orang;

3. Waktu penggunaan upaya kekerasan dan atau ancaman kekerasan itu, ialah

a. Sebelum; b. Pada saat;

c. Setelah berlangsungnya pencurian. B. Unsur Subyektif :

Digunakan kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan maksud yang ditujukan :

a. Untuk mempersiapkan pencurian; b. Untuk mempermudah pencurian; atau

c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya apabila tertangkap tangan;

d. Untuk tetap menguasai benda yang dicuri apabila tertangkap tangan37

Pada segi Obyektif , terletak pada bermacam-macam sebab, antara lain :

.

a. Pada akibat perbuatan, misalnya akibat luka berat atau kematian pada ayat (2 dan 3) Pasal 170; pada pencurian dengan kekerasan (365 ayat 3); pada penganiayaan biasa (351 ayat 3); pada pemerasan (368 ayat 2);

37 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, PT Raja Grafika Persada, Jakarta,

b. Pada cara melakukan perbuatan, misalnya : dengan tulisan pada pencemaran (310 ayat 2); dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan pada penganiayaan (365 ayat 3); dengan tipu muslihat , kekerasan atau ancaman kekerasan (332 ayat 2);

c. Pada berulangnya perbuatan, misalnya pencarian atau kebiasaan (282 ayat3; 299 ayat 2);

d. Pada objek tindak pidana , misalnya : ternak (363 ayat 1); akta-akta autentik, surat hutan dan sertifikat hutang dari suatu negara (264 ayat 1); terhadap ibunya, bapaknya, istri atau anaknya atau pejabat ketika atau karena menjalankan tugas yang sah ( 365 ke-1 dan 2) e. Pada subjek tindak pidana (si pembuat) , misalnya :

dokter/tabib, bidan atau juru obat (349).

Pada segi Subyektif, misalnya dengan rencana lebih dulu (340, 353 ayat 1 KUHP)38

5. Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP) merumuskan : .

a. Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini adalah suami (istri) orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta

38Ibid, hal. 95.

kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkindiadakan tuntutan pidana.

b. Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja makan dan ranjang atau terpisah harta kekayaan , atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.

c. Jika menurut lembaga matriarkal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat diatas berlaku juga bagi orang itu.

C. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP

1. Pengertian Pembuktian

Masalah pembuktian ini adalah merupakan yang pelik (ingewikkeld) dan justru masalah pembuktian menempati titik sentral dalam hukum acara pidana. Adapun tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil, dan bukanlah untuk mencari kesalahan seseorang39

39Ansori Sabuan, Syarifuddin, Ruben Achmad , Hukum Acara Pidana, Penerbit Angkasa,

Bandung, 1990, hal.185.

.

Van Bemmelen mengatakan bahwa maksud dari pembuktian (bewijzen) adalah sebagai berikut :

“Maka pembuktian adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak dengan jalan memeriksa dan penalaran dari hakim :

a. Mengenai pertanyaan apakah peristiwa atau perbuatan tertentu sungguh pernah terjadi;

b. Mengenai pertanyaan mengapa peristiwa ini telah terjadi. Darisitu pembuktian terdiri dari :

1. Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat diterima oleh pancaindera; 2. Memberikan keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah diterima

tersebut;

3. Menggunakan pikiran logis.

Dengan demikian pengertian membuktikan sesuatu berarti menunjukkan hal- hal yang ditangkap oleh pancaindera mengutamakan hal-hal tersebut, dan berpikir secara logika.

Pembuktian ini dilakukan demi kepentingan hakim yang harus memutuskan perkara. Dalam hal ini yang harus dibuktikan ialah kejadian konkret, bukan sesuatu yang abstrak. Dengan adanya pembuktian itu maka hakim, meskipun tidak melihat dengan mata kepala sendiri kejadian sesungguhnya, dapat menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya terjadi, sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut40

40 Ibid, hal.186.

2. Sumber-Sumber Hukum Pembuktian Sumber-sumber hukum pembuktian adalah:

a. Undang-undang; b. Doktrin atau ajaran; c. Yurisprudensi.

Karena hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana, maka sumber hukum yang utama adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 No. 76 dan Penjelasannya yang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209.

Apabila di dalam praktik menemui kesulitan dalam penerapannya atau menjumpai kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan maka dipergunakan atau yurisprudensi41

3. Sistem atau Teori Pembukt ian .

a. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undan Secara Positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie).

Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada , dikenal beberapa sistem atau teori pembuktian. Pembuktian yang didasarkan

Dokumen terkait