• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian Aset Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus – Pagar Merbau Lubuk Pakam Dalam Perpektif Kriminologi"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU :

Prasetyo Teguh, Kadarwati dan Purwadi. 2013. Hukum Dan Undang-Undang

Perkebunan. Bandung : Penerbit Nusamedia.

Sikumbang, Jusmadi. 2010. Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum. Medan: Pustaka Press.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. 2013. Kriminologi. Cet.13. Jakarta: Rajawali Pers.

Reksodiputro, Mardjono. 1994. Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan Dan Pengabdian Hukum.

Soesilo, R. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta

Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politea.

Indah Sri Utari. 2012. Aliran Dan Teori Dalam Kriminologi. Yogyakarta: Thafa Media.

Bonger, W.A. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia Indonesia.

Muljono,Wahju. 2012. Pengantar Teori Kriminologi. Cet.1. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Simanjuntak, Noach. 1984. Kriminologi. Bandung: Tarsito.

Lamintang, P.A.F. 1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti.

Chazawi, Adami. 2003. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang: Penerbit Bayu Media.

Kanter, E.Y dan S.R Sianturi. 1982. Azas-Azas Hukum Pidana Di Indonesia Dan

Penerapannya. Jakarta: Alumni AHM-PTHM.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Jakarta: PT. Grafika Persada.

Sabuan , Syarifuddin dan Ruben Achmad. 1990. Hukum Acara Pidana. Bandung: Penerbit Angkasa.

(12)

Hamzah, Andi. 2010. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Ke-2. Cet.4. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika.

Mulyadi, Lilik. 2007. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik Dan

Penanggulangannya. Bandung: PT. Alumni.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Dirdjosisworo, Soejono. 1994. Ruang Lingkup Kriminologi. Bandung : Penerbit Remaja Karya.

Kemal Dermawan, Moh. 1994. Strategi Pencegahan Kejahatan. Bandung: Penerbit Citra Adhitya Bakti.

Barda Nawawi Arif. 2001. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan

Penanggulangan Kejahatan. Bandung: PT. Citra Adhitya Bakti.

Mulyadi, Mahmud. 2008. Criminal Policy. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Barda Nawawi Arif. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Edisi Ke-1. Cet.1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Marlina. 2011. Hukum Penitensier. Bandung: PT. Rafika Aditama.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang No.18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan

C. PUTUSAN PENGADILAN :

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tanggal 3 Mei 2010 Nomor : 613/PID.B/2010/PN/LP.

D. WAWANCARA (Sumber Lain) :

(13)

BAB III

FAKTOR PENYEBAB PENCURIAN ASET PERKEBUNAN DI

WILAYAH PERKEBUNAN PTPN II KEBUN TANJUNG

GARBUS-PAGAR MERBAU LUBUK PAKAM

Sebelum masuk kepada faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian aset perkebunan, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana gambaran umum tentang kasus-kasus pencurian di Kebun Tanjung Garbus. Dari hal ini, maka nantinya akan dapat ditarik apa-apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya pencurian aset perkebunan.

(14)

Tabel 1 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2009

No Bulan Jumlah

Kasus

Jumlah Pelaku

Laki-Laki Perempuan Melarikan Diri

1 Januari 1 2 - -

2 Februari 2 2 -

-3 Maret 1 - 1 -

4 April 1 1 - -

5 Mei - - - -

6 Juni 3 4 - -

7 Juli 2 - - 2

8 Agustus - - - -

9 September 2 3 - -

10 Oktober 1 - - -

11 November - - - -

12 Desember 2 2 - -

Jumlah 15 14 1 2

Sumber : Data Keamanan PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau

Tabel 2 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2010

No Bulan Jumlah Kasus

Jumlah Pelaku

Laki-Laki Perempuan Melarikan Diri

1 Januari 3 2 2 1

2 Februari - - -

-3 Maret - - - -

4 April 4 3 - 1

5 Mei 1 1 - -

6 Juni - - - -

7 Juli - - - -

8 Agustus 3 2 - 1

9 September 1 1 - -

10 Oktober 1 1 - -

11 November 2 1 1 -

12 Desember 4 3 - 1

Jumlah 19 14 3 4

(15)

Tabel 3 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2011

No Bulan Jumlah

Kasus

Jumlah Pelaku

Laki-Laki Perempuan Melarikan Diri

1 Januari 5 6 - -

2 Februari - - -

-3 Maret - - - -

4 April 1 1 - -

5 Mei 3 2 - 1

6 Juni 3 3 - -

7 Juli 1 1 - -

8 Agustus 1 1 - -

9 September 2 1 -

10 Oktober 1 1 - -

11 November 3 2 - 1

12 Desember 2 2 - -

Jumlah 22 20 - 2

Sumber : Data Keamanan PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau

Tabel 4 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2012

No Bulan Jumlah

Kasus

Jumlah Pelaku

Laki-Laki Perempuan Melarikan Diri

1 Januari - - - -

2 Februari 4 3 - 1

3 Maret 1 1 - -

4 April 2 2 - -

5 Mei 3 3 - -

6 Juni 3 3 - -

7 Juli - - - -

8 Agustus - - - -

9 September - - - -

10 Oktober - - - -

11 November 1 - - -

12 Desember - - - -

Jumlah 14 12 - 1

(16)

Tabel 5 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2013

No Bulan Jumlah

Kasus

Jumlah Pelaku

Laki-Laki Perempuan Melarikan Diri

1 Januari - - - -

2 Februari 4 2 2

-3 Maret - - - -

4 April 3 3 - -

5 Mei 3 3 - 1

6 Juni 2 5 - -

7 Juli 3 3 - -

8 Agustus 4 5 - -

9 September 2 2 - -

10 Oktober 2 3 - -

11 November 1 - 3 -

12 Desember - - - -

Jumlah 22 26 5 1

Sumber : Data Keamanan PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau

Tabel 6 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2009 s/d 2013

No Tahun Jumlah

Kasus

Jumlah Pelaku

Laki-Laki Perempuan Melarikan Diri

1 2009 15 14 1 2

2 2010 19 14 3 4

3 2011 22 20 - 2

4 2012 14 12 - 1

5 2013 22 26 5 1

Jumlah 92 86 9 10

(17)

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa angka pencurian yang tertinggi terjadi pada tahun 2011 dan 2013, dan angka pencurian terendah terjadi pada tahun 2012. Angka pencurian tertinggi yang terjadi pada tahun 2011 dan 2013 dikarenakan harga sawit yang cukup tinggi di pasaran. Dapat juga disimpulkan bahwa pelaku pencurian asset perkebunan tersebut lebih banyak laki-laki jika dibandingkan dengan perempuan.

Tindak pidana pencurian TBS (tandan buah segar) kelapa sawit yang terjadi di kebun Tanjung Garbus memiliki intensitas tindak pidana pencurian TBS (tandan buah segar) kelapa sawit yang cukup tinggi. Wilayah kebun yang begitu luas dan berpencar menyulitkan pihak keamanan untuk melakukan kontrol keamanan di wilayah kebun Tanjung Garbus, jumlah pihak keamanan kebun Tanjung Garbus hanya memiliki ±46 personil ditambah 4 personil dari pihak kepolisian dan 4 personil dari TNI, hal ini tidak sebanding dan memadai dengan wilayah kebun Tanjung Garbus yang memiliki luas 5.416,68 Ha, jadi setiap 1 orang personil keamanan kebun Tanjung Garbus memiliki tanggung jawab keamanan seluas ±118 Ha52

52 Wawancara dengan Bapak Arman (Asisten Humas PTPN II Kebun TGPM).

. Perlu adanya rancangan strategi untuk mensiasati sistem keamanan yang efektif terhadap wilayah kebun Tanjung Garbus dengan pihak keamanan yang begitu terbatas.

(18)

A. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang terjadi didalam ruang lingkup

perkebunan serta melibatkan orang-orang yang ada didalamnya. Penyebab timbulnya pencurian dari pihak internal disebabkan sebagai berikut53

1. Adanya ketidakpuasan pelaku terhadap perusahaan.

:

Contoh : pelaku telah bekerja selama belasan tahun di perusahaan tersebut. Namun , perusahaan tidak sedikitpun memberikan penghargaan terhadap si pelaku. Sehingga timbullah rasa ketidakpuasaan atau kekecewaan pelaku terhadap perusahaan yang mengakibatkan terdorongnya niat pelaku untuk melakukan tindakan pencurian terhadap aset perusahaan.

2. Kurangnya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan si pelaku sehingga menimbulkan niat pelaku untuk mencuri aset perusahaan. 3. Areal perkebunan yang berdekatan dengan perkampungan. Areal

perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau mempunyai lahan yang dekat dengan perkampungan masyarakata. Sehingga masyarakat bisa dengan leluasa masuk kedalam areal perkebunan. Dan disekitar perkampungan banyak terdapat tengkulak atau pengepul buah sawit yang mendorong para pelaku dengan mudah dapat menjual hasil curiannya.

(19)

4. Kurangnya personil keamanan kebun. Hal ini hal yang menimbulkan keleluasaan pelaku untuk melakukan tindakan pencurian. Dimana anggota keamanan Kebun Tanjung Garbus ini hanya terdapat ± 46 personil ditambah 4 personil dari pihak kepolisian dan 4 personil dari TNI, hal ini tidak sebanding dan memadai dengan wilayah kebun Tanjung Garbus yang memiliki luas 5.416,68 Ha.

5. Karena tidak adanya alat bantu pengamanan seperti kamera pengintai (cctv). Hal inilah yang tidak membuat efisiennya pelaksanaan pengamanan di perkebunan PTPN II Kebun Tnajung Garbus-Pagar Merbau Lubuk Pakam.

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi variabel-variabel di luar organisasi yang dapat berupa tekanan umum dan tren di luar lingkungan perusahaan. Penyebab timbulnya pencurian dari pihak eksternal adalah sebagai berikut:

a. Faktor ekonomi masyarakat yang kurang mampu (Kemiskinan).

Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana seorang atau keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk menghidupi dirinya atau keluarganya sendiri, seperti layaknya kehidupan orang lain, kelompok lain atau anggota-anggota masyarakat pada umumnya54

54 Jusmadi Sikumbang, Log.Cit., hal. 160.

(20)

karena penghasilan mereka tidak memadai atau belum mencukupi walaupun mereka telah mencoba bekerja sebagai petani atau buruh pada perkebunan namun penghasilannya belum mampu belum mampu untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari. Jadi untuk menutupi kekurangan tersebut mereka menempuh jalan pintas dengan cara mencuri aset perkebunan dimana pencurian ini memberi peluang kepada mereka dari pengawas pemiliknya, karena sebagaimana kita ketahui bahwa perkebunan tersebut tidak setiap saat dijaga, tidak seperti halnya dalam melakukan pencurian di dalam sebuah rumah yang pemiliknya tentu selalu berada dirumah.

b. Masalah pertumbuhan penduduk yang tidak di imbangi dengan lapangan pekerjaan sehingga banyak masyarakat yang tidak memiliki lapangan pekerjaan atau sering disebut dengan penganguran. Di desa Tanjung Garbus termasuk banyak penduduknya yang tidak mempunyai pekerjaan. Masalah inilah yang mendorong para pelaku untuk melakukan tindakan pencurian demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

(21)

d. Faktor Disorganisasi Keluarga ( Perpecahan Keluarga)

Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya yang sesuai dengan peran sosialnya. Hal ini sering terjadi pada masyarakat sederhana karena suami sebagai kepala keluarga gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer keluarganya atau mungkin karena menikah lagi55

e. Adanya pengaruh lingkungan. .

Apabila membicarakan lingkungan hidup, biasanya yang dipikirkan adalah hal-hal atau segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup. Peran lingkungan sangat besar karena banyak hal yang dilihat dan dipelajari oleh si anak di lingkungan tempat dia tinggal. Dimana mula-mula hanya mengamati dan lama kelamaan ikut terlibat dalam pencurian aset perkebunan.

f. Faktor dekatnya lahan perkebunan dengan pemukiman masyarakat sekitar yang hanya dibatasi dengan parit-parit tinggi. Sehingga hal ini lebih memudahkan para pencuri untuk beraksi.

g. Faktor keharusan untuk makan.

Untuk kenyataan kehidupan sehari-hari bahwa keharusan untuk makan ternyata besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan timbulnya pencurian di perkebunan.

(22)

Dengan kata lain bahwa keharusan untuk makan bisa mendorong manusia untuk bekerja keras, akan tetapi jika mengalami kesulitan untuk memenuhinya, maka apapun jalannya akan ditempuh, artinya kebutuhan untuk makan itu tidak bisa ditunda56

Berikut ada beberapa jenis hasil pencurian aset perkebunan yang terjadi di PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala pengaman perkebunan, jenis pencurian aset perkebunan tersebut berupa

.

Tindakan pencurian yang dilakukan oleh para pelaku mempunyai berbagai ragam modus demi mencapai tujuan utamanya yaitu untuk melakukan aksi tindak pidana pencurian aset perkebunan.

57

1. Pencurian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit :

2. Pencurian Pupuk

3. Pencurian Eks Press Cilinder 4. Pencurian Eks Jembatan Rebusan 5. Pencurian Ring Eks Bantingan 6. Pencurian Eks Air Lock LTDS 7. Pencurian Baterai Alat Berat 8. Pencurian Tanah Garapan

56Ibid. hal. 160-163.

(23)

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala keamanan dan asisten humas, aset yang paling banyak dicuri adalah berupa aset hasil produksi tanaman sawit tandan buah segar (TBS). Hal ini disebabkan karena pengawasan terhadap luas lahan kurang dan tandan buah segar (TBS) mudah dijual di pasaran.

Sedangkan aset-aset yang dicuri dari pabrik kelapa sawit dan alat-alat berat sangat sulit dijangkau pencuri karena adanya pengawasan yang cukup ketat serta adanya intensitas kerja yang cukup tinggi dan sulitnya menjual barang-barang tersebut dipasaran.

Berdasarkan Pasal 362 KUHP ada beberapa unsur-unsur dari delik pencurian yang harus dipenuhi pada waktu melakukan perbuatan tersebut yaitu :

1. Perbuatan “mengambil”

2. Yang diambil harus “sesuatu barang”

3. Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain” 4. Pengambilan dilakukan dengan maksud untuk “memiliki’ barang itu

dengan melawan hukum.

Adapun beberapa cara yang dilakukan para pencuri aset perkebunan di Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau ini adalah sebagai berikut58

a. Pencurian dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat jika jumlah produksi yang di curi banyak.

:

b. Pencurian biasanya dilakukan pada malam hari karena pada malam hari penjagaan tidak semaksimal pada siang hari. Walaupun tidak menutup kemungkinan pencurian juga sering terjadi pada siang hari.

(24)

c. Dilakukan dengan menggunakan alat potong berupa egrek ataupun dodos. Hal ini untuk memudahkan si pelaku mengambil buah yang masih ada di pohon.

(25)

BAB IV

UPAYA-UPAYA PENANGGULANGAN PENCURIAN ASET

PERKEBUNAN

Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah

sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara atau lembaga permasyarakatan59. Tetapi menurut Pery salah seorang sarjana bahwa efektifitas kejahatan hanya mungkin dapat dicapai dengan melalui keikutsertaan masyarakat secara meluas meliputi kesadaran dan ketertiban yang nyata60

59 Soejono Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminologi, Bandung, Penerbit Remaja Karya,

1994, hal.19-20.

60 Moh.Kemal Dermawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Bandung, Penerbit Citra Adhitya

Bakti,1994,hal 102-103.

Maka dari itu upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan adalah termasuk dalam kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial

(social policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya –upaya untuk kesejahteraan

(26)

Sedangkan kebijakan hukum pidana atau kebijakan penal mempunyai keterbatasan atau kelemahan, yakni bersifat prakmentaris atau tidak struktural dan di dalam pelaksanaannya harus didukung oleh infrastruktur dan biaya yang tinggi.61

1. Formulasi (Kebijakan Legislatif)

Pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan sarana penal harus dilakukan dengan beberapa tahap yaitu :

2. Aplikasi (Kebijakan Yudikatif / Yudicial) 3. Aksekusi (Kebijakan Aksekusi / Administratif)

Dengan adanya tahap formulasi maka upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan juga menjadi tugas aparat pembuat hukum bukan hanya tugas penegak dan penerap hukum. Dan kebijakan legislatif ini merupakan kebijakan yang paling strategis dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi62

A. Upaya Preventif

.

Adapun upaya penanggulangan tindak pidana pencurian aset perkebunan dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu :

Upaya preventif sering juga disebut sebagai upaya pencegahan secara umum sebelum terjadinya kejahatan. Menurut Abrahamsen dan Guttmacher, pencegahan tersebut dimulai dari sejak anak-anak. Selanjutnya dikemukakan, masa depan anak-anak sangat tergantung pada pengaruh iklim orang yang diciptakan oleh orang tua dan pada dasarnya, manusia itu baik artinya tidak

61Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

(27)

ada seorangpun yang sejak kecilnya terus jahat. Sampai berapa jauh sanggup mempertahankan orisnilatasnya itu, tergantug pertumbuhan-pertumbuhan dan kondisi-kondisinya.

Oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari kebijakan penanggulangan kejahatan, maka usaha-usaha ini mempunyai kedudukan yang strategis dan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan63

a. Meningkatkan patroli keamanan kebun (patrol rutin satu kali satu hari menjadi tiga kali satu hari)

.

Adapun upaya bersifat preventif ini yang dilakukan oleh pihak Perkebunan Tanjung Garbus-Pagar Merbau itu sendiri adalah sebagai berikut :

b. Mengkonsentrasikan pihak keamanan kebun pada tempat-tempat yang rawan terjadi pencurian.

c. Memasang alat tambahan keamanan di daerah-daerah rawan pencurian.

d. Menambah jumlah personil keamanan.

e. Memberdayakan Pamswakarsa di tengah lingkungan masyarakat yang ada di sekitar perkebunan.

(28)

f. Membuat parit-parit gajah dan membuat benteng di daerah yang berbatasan dengan desa tempat masyarakat tinggal dan tempat yang rawan dilakukan pencurian. Tujuannya untuk mempersulit pemindahan buah keluar arela perkebunan.

g. Melakukan blokade jalan dan memasang portal yang tujuannya untuk menyulitkan pelaku mengangkat atau membawa pergi hasil curiannya. h. Mengadakan hubungan sosial yang baik dengan masyarakat seperti :

mengadakan penyuluhan kepada masyarakat.

i. Pembinaan kehidupan rumah tangga yang selaras , seimbang dan serasi menuju pada kehidupan keluarga yang harmonis64

B. Upaya Represif

.

Upaya represif dilakukan setelah terjadinya peristiwa pidana yaitu dengan menjatuhkan hukuman yang berat bagi pelaku atau dengan mengasingkannya di suatu tempat tertentu.

Upaya represif jika dikaitkan dengan kebijakan hukum pidana (Criminal

Policy) maka dapat dikategorikan kedalam kebijakan hukum secara penal.

Kebijakan Hukum Pidana biasa disebut juga dengan politik hukum pidana. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan karena hukum pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum65

Kebijakan Hukum Pidana ini merupakan pelaksanaan atau penerapan hukum acara pidana berdasarkan undang-undang oleh alat-alat kelengkapan

.

64Wawancara dengan Bapak Arman dan Bapak H.Harahap(Asisten Humas dan Bapam PTPN

II Kebun TGPM).

(29)

Negara, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan balai permasyarakatan, atau yang lebih dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana. Menurut A.Mukder,

“Strafrechtpolitiek” ialah garis kebijakan untuk menentukan66

a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui.

:

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana. c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan

pidana harus dilakukan.

Jadi, tindakan terhadap seorang yang melakukan pencurian asset perkebunan yaitu berupa hukuman, maka hal ini juga merupakan pencegahan terhadap orang lain yang mungkin akan melakukan pencurian tidak melakukannya kembali karena akibatnya akan dihukum. Namun dalam upaya represif ini perlu diperhatikan dengan baik sebelum memberikan hukuman.

Jadi adapun upaya penanggulangan dan tahap-tahap menurut Kantor PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau adalah67

a. Menyerahkan kepada pihak keamanan untuk di data apa-apa saja yang telah dicuri.

:

b. Pihak keamanan menyerahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut lagi.

66Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana : (Perkembangan Penyusunan

Konsep KUHP Baru, Edisi Pertama, Cetakan Ke-1, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal.23.

(30)

c. Kemudian Manager Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau menyerahkan berupa Surat Kuasa kepada Mandor yang daerahnya merupakan tempat terjadinya pencurian aset perkebunan gunan memberikan keterangan/Pengaduan di Polsek tempat pelaku diproses. d. Selanjutnya dari pihak kepolisian memberikan Surat Tanda

Penerimaan Laporan (STPL) kepada Mandor tersebut.

e. Melakukan pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang terlibat dalam kasus pencurian aset perkebunan.

Dari proses diatas maka upaya yang dilakukan terhadap pelaku pencurian adalah dengan menjatuhkan hukuman pidana sesuai dengan beberapa teori di bawah ini yaitu :

1. Teori Retributif : dalam tujuan pemidanaannya disandarkan pada alasan bahwa pemidaan merupakan “Morally Justifes” (Pembenaran secara moral) karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk menerimanya atas kejahatannya. Menurut teori ini seseorang yang telah melakukan kejahatan dipandang sebagai perbutan amoral di dalam masyarakat, oleh karena itu pelaku kejahatan harus dibalas dengan menjatuhkan pidana68

2. Teori Deterrence : tujuan yang kedua dari pemidanaan adalah

“deterrence”. Terminologi “deterrence” menurut Zimring dan

Hawkins, digunakan lebih terbatas pada penerapan hukuman pada suatu kasus, dimana ancaman pemidanaan tersebut membuat seseorang

.

(31)

merasa takut dan menahan diri untuk melakukan kejahatan. Namun

“the next deterrence effect” dari ancaman secara khusus kepada

seseorang ini dapat juga menjadi ancaman bagi seluruh masyarakat untuk tidak melakukan kejahatan.

3. Teori Treatment : pemidanaan yang dimaksudkan oleh aliran ini adalah untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan

(rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari

penghukuman.

4. Teori Social Defence : tujuan utama dari perlindungan sosial adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap perbuatannya69

C. Upaya Reformatif

.

Upaya reformatif merupakan suatu usaha untuk membina atau membentuk para narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik kembali dan tidak mengulangi perbuatan jahatnya. Upaya reformatif ini dilakukan dengan cara membina narapidana sebagai makhluk sosial yang harus dihormati hak-hak asasinya.

Usaha pembinaan narapidana sudah dimulai sejak pertama ia masuk lembaga. Di dalam lembaga mereka diberi bekal keterampilan dalam bidang pertukangan, pembekalan, pertanian serta keterampilan lainnya sebagai kesibukan yang bermanfaat bagi mereka. Selain itu usaha yang paling pokok adalah menanamkan nilai-nilai moral dan keagamaan.

(32)

Usaha reformatif atau pembinaan terhadap narapidana ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya peran serta langsung dari masyarakat untuk menerima kembali bekas narapidana tersebut dalam lingkungannya seperti masyarakat lainnya serta memberi kesempatan bagi mereka untuk menjadi manusia yang lebih berguna dalam menjalani kehidupannya.

Upaya reformatif ini meliputi :

1. Pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan yang sesuai dengan sistem pembinaan pemasyarakatan seperti :

a. Pembinaan keterampilan; b. Pembinaan agama dan moral;

c. Pembinaan pendidikan dan pengajaran70 d. Pembinaan mental spiritual;

;

e. Pemupukan kesegaran jasmani dan rohani; 2. Pembinaan di luar lembaga Pemasyarakatan;

a. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain (balai latihan kerja;

b. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; c. Diberi kesempatan beribadah di ruamh ibadah seperti Mesjid atau

Gereja;

d. Pemberian kesempatan berasimilasi termasuk cuti, mengunjungi keluarga;

(33)

e. Pemberian cuti menjelang bebas f. Pemberian pembebasan bersyarat.

Dalam melakukan upaya penanggulangan kejahatan ini, banyak sekali kendala-kendala yang dihadapi baik dari pihak dalam maupun pihak luar. Sama halnya dengan perkebunan, dimana banyak terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak pengamanan kebun dalam menerapkan upaya penanggulangan tindak pidana pencurian yang sering terjadi di wilayah perkebunan khususnya pada Perkebunan PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau.

Berikut beberapa kendala yang sering dihadapi pihak keamanan kebun dalam melaksanakan praktek upaya penanggulangan71

1. Kekurangan jumlah personil keamanan kebun. Apabila dilakukan penambahan personil maka biaya bertambah sehingga tidak efisien bagi perusahaan.

:

2. Wilayah kebun yang cukup luas sehingga sulit untuk mengontrol keamanan kebun secara keseluruhan.

3. Tidak adanya alat bantu keamanan seperti kamera pengawai, pagar listrik dan perangkap pada pos-pos yang telah disediakan baik di bagian pabrik maupun di wilayah perkebunan.

4. Topografi lahan yang berbukit-bukit sehingga sulit untuk melakukan penyergapan ketika pelaku pencuri sedang beraksi.

(34)

5. Adanya perlawanan dari pelaku-pelaku seperti pengeroyokan.

6. Pelaku pencurian banyak yang hanya beberapa jam saja dilakukan penahanan di Polres, setelah itu dibebaskan karena dengan keluarnya Perma No.12 Tahun 2012. Dengan keluarnya Perma adalah semakin meningkatnya pencurian karena sebagai akibat tidak adanya proses hukum yang dilakukan terhadap pelaku pencurian itu. Hal inilah yang memberikan peluang bagi pelaku untuk melakukan kembali perbuatannya dengan konsekwensi bahwa nilai barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp2.500.000,.Dengan terbitnya PERMA No.2 Tahun 2012 itu, akan dilakukan dengan proses cepat dan terhadap pelaku tidak dilakukan penahanan. Kondisi inilah yang membuat pelaku tidak merasa malu bahkan bersalah sehingga tidak segan-segan untuk kembali melakukan aksi pencurian.

D. Kasus

Untuk mengetahui keadaan yang telah terjadi, penulis memperoleh kasus pencurian di PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau Lubuk Pakam, yang di peroleh dari Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, antara lain sebagai berikut :

1. Posisi Kasus

(35)

Kabupaten Deli Serdang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, mengambil sesuatu barang aset perkebunan berupa kelapa sawit sebanyak

sebanyak 4 (empat) tandan kelapa sawit yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain yakni PTPN II Kebun Tanjung Garbus Pagar

Merbau atau setidak-tidaknya bukan milik terdakwa dengan maksud akan

memliki barang itu dengan melawan hak.

(36)

rupiah) atau setidak-tidaknya lebih dari Rp.250,- (dua ratus lima puluh rupiah).

2. Dakwaan Tunggal

Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam tanggal 18 Maret 2010 dengan No Reg Perkara : PDM-323/Ep.1/03/2010 Terdakwa didakwa melakukan perbuatan pidana yaitu Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pada Pasal 362 KUHP.

3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Tuntutan Hukum Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam tanggal 27 April 2010 No.Reg Perkara : PDM-323/Ep.2/Lpkam/03/2010 yang menuntut terdakwa Sihol Lumban Gaol dengan tuntutan sebgai berikut;

- Menyatakan terdakwa Sihol Lumban Gaol bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal KUHPidana dalam surat Dakwaan Tunggal;

- Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sihol Lumban Gaol berupa Pidana penjara selama 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama berada dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan;

(37)

- Menetapkan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah).

4. Putusan Hakim

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam tanggal 3 Mei 2010 Nomor : 613/PID.B/2010/PN/LP yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

- Menyatakan terdakwa SIHOL LUMBAN GAOL telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENCURIAN”;--- - Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara

selama 5 (lima) bulan;--- - Menetapkan lamanya Terdakwa dalam tahanan dikurangi

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut;--- - Memerintahkan agar Terdakwa tetap di tahan;--- - Menetapkan barang bukti berupa :

- 4 (empat) tandan buah sawit dikembalikan kepada PTPN II Kebun Tanjung Garbus Pagar Merbau;--- - Membebankan kepada terdakwa untuk membayar ongkos

(38)

E. Analisis Kasus

Setelah penulis membaca dan menganalisa berkas perkara pidana No.613/PID.B/2010/PN/LP maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

- Bahwa terdakwa Sihol Lumban Gaol dengan sengaja dan pikiran sehat melakukan pencurian aset perkebunan berupa 4

- (empat) tandan buah sawit pada tanggal 12 Desember 2009;

- Bahwa hukuman yang dijatuhakan kepada terdakwa Sihol dengan hukuman penjara selama 5 (lima) bulan tidaklah tepat. Hal ini dikarenakan terdaka di dakwa dengan Pasal 362 KUHP yang mana dalam pasal tersebut hukuman maksimalnya adalah 5 (lima) tahun penjara. Sementara hakim hanya menjatuhakan hukuman 5 (lima) bulan penjara, 1(satu) bulan lebih berat dengan apa yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum.

- Menurut pandangan kriminologi bahwa terdakwa melakukan pencurian atas kehendak sendiri, dengan berbagai macam harapan uang hasil kejahatan tersebut akan dipergunkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau mungkin ada keperluan lain.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil pembahasan terhadap materi maupun hasil penelitian yang terdapat dalam skripsi ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaturan hukum terhadap tindak pidana pencurian diatur dan dimuat dalam :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal yang sering digunakan sebagai dasar dalam mengajukan tuntutan pidana bagi pelaku pencurian terdapat dalam Bab XXII Pasal 362 (Pencurian Biasa), Pasal 363 (Pencurian dengan Pemberatan), Pasal 364 (Pencurian Biasa), Pasal 365 (Pencurian dengan Kekerasan), Pasal 367 (Pencurian dalam Keluarga).

(40)

2. Faktor yang mempengaruhi timbulnya kejahatan pencurian aset perkebunan di PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau adalah : A. Faktor Internal

1. Faktor adanya ketidakpuasan pelaku terhadap perusahaan. 2. Kurangnya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan si

pelaku sehingga timbulah niat pelaku untuk mencuri aset perusahaan

3. Kurangnya personil keamanan kebun 4. Alat transportasi yang kurang memadai

5. Besarnya kesempatan untuk dilakukannya pencurian karena wilayah perkebunan yang berdekatan dengan pemukiman warga.

B. Faktor Eksternal

1. Faktor ekonomi masyarakat yang kurang mampu (Kemiskinan) 2. Masalah pertumbuhan penduduk yang tidak di imbangi dengan

lapangan pekerjaan

3. Adanya sifat keturunan dari keluarga.

4. Faktor disorganisasi keluarga ( Perpecahan Keluarga) 5. Adanya pengaruh lingkungan.

6. Faktor dekatnya lahan perkebunan dengan pemukiman masyarakat sekitar.

(41)

3. Upaya-upaya yang dilakukan pihak perkebunan untuk menanggulangi pencurian aset perkebunan di PTPN II Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau adalah :

A. Upaya Preventif

1. Meningkatkan patroli keamanan kebun (patroli rutin satu kali satu hari menjadi tiga kali satu hari)

2. Mengkonsentrasikan pihak keamanan kebun pada tempat-tempat yang rawan terjadi pencurian.

3. Memasang alat tambahan keamanan di daerah-daerah rawan pencurian.

4. Menambah jumlah personil keamanan.

5. Memberdayakan Pamswakarsa di tengah lingkungan masyarakat yang ada di sekitar perkebunan.

6. Membuat parit-parit gajah dan membuat benteng di daerah yang berbatasan dengan desa tempat masyarakat tinggal dan tempat yang rawan dilakukan pencurian. Tujuannya untuk mempersulit pemindahan buah keluar arela perkebunan.

7. Melakukan blokade jalan dan memasang portal yang tujuannya untuk menyulitkan pelaku mengangkat atau membawa pergi hasil curiannya.

(42)

9. Pembinaan kehidupan rumah tangga yang selaras , seimbang dan serasi menuju pada kehidupan keluarga yang harmonis. B. Upaya Represif

1. Menyerahkan kepada pihak keamanan untuk di data apa-apa saja yang telah dicuri.

2. Pihak keamanan menyerahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut lagi.

3. Kemudian Manager Kebun Tanjung Garbus-Pagar Merbau menyerahkan berupa Surat Kuasa kepada Mandor yang daerahnya merupakan tempat terjadinya pencurian aset perkebunan gunan memberikan keterangan/Pengaduan di Polsek tempat pelaku diproses.

4. Selanjutnya dari pihak kepolisian memberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) kepada Mandor tersebut.

5. Melakukan pemecatan atau pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang terlibat dalam kasus pencurian aset perkebunan.

C. Upaya Reformatif

1. Pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan yang sesuai dengan sistem pembinaan pemasyarakatan seperti :

a. Pembinaan keterampilan; b. Pembinaan agama dan moral;

(43)

d. Pembinaan mental spiritual;

e. Pemupukan kesegaran jasmani dan rohani; 2. Pembinaan di luar lembaga Pemasyarakatan;

a. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain (balai latihan kerja;

b. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

c. Diberi kesempatan beribadah di ruamh ibadah seperti Mesjid atau Gereja;

d. Pemberian kesempatan berasimilasi termasuk cuti, mengunjungi keluarga;

e. Pemberian cuti menjelang bebas f. Pemberian pembebasan bersyarat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dalam tulisan ini yang telah penulis uraikan dalam kesimpulan diatas, maka penulis juga mempunyai saran-saran yang akan diuraikan dalam poin-poin sebagai berikut :

(44)

2. Perlunya dilakukan penambahan personil jaga (siang dan malam) dalam perkebunan.

3. Pihak kebun Tanjung Garbus perlu melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat desa sekitar kebun untuk ikut dilibatkan menjaga keamanan kebun secara langsung maupun tidak langsung dengan kebijakan yang efektif yang dapat mensejahterakan masyarakat dan memobilisasi masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga keamanan kebun Tanjung Garbus.

4. Khusus untuk masyarakat atau karyawan yang ada di dalam kebun yang terlibat juga di dalam kasus pencurian perlu adanya penyelidikan tentang apa motif yang ada pada mereka sehingga mereka melakukan pencurian di kebun sendiri. Jika motifnya dikarenakan motif ekonomi perlu adanya peningkatan kesejahteraan terhadap karyawan agar kasus pencurian di kebun Tanjung Garbus yang dilakukan dari internal dapat diminimalisir.

5. Mengupayakan kerja sama yang baik dengan karyawan-karyawan perkebunan misalnya, antara pimpinan, staf maupun dengan karyawan biasa. Dengan cara meningkatkan frekwensi kegiatan bersama diluar jam kerja seperti kegiatan olah raga, arisan atau pun ibadah dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial diantara mereka.

(45)
(46)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. Analisis Yuridis Mengenai Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian

Disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa :

“ Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-“.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pencurian mempunyai 2 (dua) unsur yaitu :

1. Unsur Objektif, terdiri dari :

a. Perbuatan mengambil b. Objeknya suatu benda

c. Unsur keadaan yang menyertai atau melekat pada benda yaitu sebagian ataupu seluruhnya milik orang lain.

2. Unsur Subjektif, terdiri dari :

a. Adanya maksud

(47)

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah subjek dan kesalahan

sedangkan yang termasuk unsur obyektif adalah sifat melawan hukum, tindakan yang dilarang serta diancam dengan pidana oleh undang-undang dan faktor-faktor obyektif lainnya.

Berbicara mengenai tindak pidana pada dasarnya harus ada subyek dan orang itu melakukannya dengan kesalahan. Dengan perkataan lain jika dikatakan telah terjadi suatu tindak pidana, maka ada orang sebagai subyek dan pada orang tersebut harus ada kesalahan

Pada Pasal 55 KUHP yang dapat dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana adalah:

1. Orang yang melakukan (Pleger)

2. Orang yang menyuruh melakukan (Doen Plegen) 3. Orang yang turut melakukan (Medepleger)

4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian,salah memakai kekuasaan dan martabat, memakai paksaan dan sebagainya, dengan sengaja menghasut supaya melakukan perbuatan itu (Uitlokker)29 Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas30

29 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adhitya Bakti,

Bandung, 1997, hal.584.

30 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang, 2003, hal.5.

.

(48)

Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau kedalam kekuasaannya.

Sebagaimana banyak tulisan, aktifitas tangan dan jari-jari sebagaimana tersebut di atas bukanlah merupakan syarat dari adanya perbuatan mengambil. Unsur pokok dari perbuatan mengambil adalah harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak.

Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu pencurian secara sempurna.

(49)

perbuatan yang melanggar hukum, melainkan harus melalui perbuatan-perbuatan hukum, misalnya dengan jalan jual beli, hibah dan lain sebagainya31

31Ibid, hal.7.

.

Bilamana dapat dikatakan seseorang telah selesai melakukan perbuatan mengambil, atau dengan kata lain ia dalam selesai memindahkan kekuasaan atas sesuatu benda dalam tangannya secara mutlak dan nyata. Orang yang telah berhasil menguasai suatu benda, ialah bila ia dapat melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu.

Mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (rorend goed) dan benda-benda berwujud (stoffelijk goed). Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap benda yang bergerak dan berwujud saja.

(50)

Jadi benda yang dapat menjadi obyek pencurian tidak harus berupa benda-benda yang mempunyai nilai, akan tetapi juga benda-benda-benda-benda seperti : karcis kereta api yang telah terpakai, sebuah anak kunci, sepucuk surat, sepucuk surat keterngan dokter dan lain-lain32

Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud/opzetals oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memiliki. Dua unsur itu dapat dibedakan dan tidak . Dimana benda tersebut haruslah benda-benda yang ada pemiliknya. Benda-benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian. Mengenai benda-benda yang tidak ada pemiliknya ini dibedakan antara:

1. Benda-benda yang sejak semula tidak ada pemiliknya, disebut res

nulius, seperti batu di sungai, buah-buahan di hutan.

2. Benda-benda yang semula ada pemiliknya, kemudian kepemilikannya

itu dilepaskan, disebut resderelictae. Misalnya sepatu bekas yang sudah dibuang di kotak sampah.

Mengenai apa yang dimaksud dengan hak milik ini, adalah suatu pengertian menurut hukum, baik hukum adat maupun menurut hukum perdata. Walaupun pengertian hak milik menurut hukum adat dan menurut hukum perdata pada dasarnya jauh berbeda, yaitu sebagai hak yang terkuat dan paling sempurna, namun karena asas dalam peralihan hak itu berbeda, menyebabkan kadang-kadang timbul kesulitan untuk menentukan siapa pemilik dari suatu benda.

(51)

terpisahkan. Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya.

Dari gabungan kedua unsur itulah yang menunjukkan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mensyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan petindak, dengan alasan, pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja.

Sebagai unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan sebagai barang miliknya. Apabila dihubungakan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil diri petindak sudah terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.

Maksud memiliki melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara yang demikian) itu adalah bertentangan dengan hukum.

Berhubung dengan alasan inilah, maka unsur melawan hukum dalam pencurian digolongkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu33

33 Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 16.

(52)

Di dalam doktrin dikenal ada dua (2) sifat melawan hukum yaitu : 1. Melawan hukum bersifat formil

Para penganut bersifat melawan hukum formal mengatakan, bahwa pada setiap pelanggaran delik sudah dengan sendirinya terdapat sifat melawan hukum dari tindakan pelanggaran tersebut. Dengan demikian hal delik tidak dengan tegas bersifat melawan hukum sebagai unsur, sudah dengan sendirinya sifat melawan hukum ada dan tidak perlu dibuktikan lagi tetapi jika dengan tegas dicantumkan sifat melawan hukum sebagai unsur delik maka harus dibuktikan adanya bersifat melawan hukum itu34

2. Melawan hukum bersifat materil

.

Zevenbergen mengatakan bahwa pada setiap delik dianggap ada unsur bersifat melawan hukum dan harus dibuktikan35. Tetapi sehubungan dengan pembuktian, dikatakannya jika bersifat melawan hukum dicantumkan dengan tegas sebagai unsur delik, atau bersifat melawan hukum tidak dinyatakan dengan tegas maka akan timbul keragu-raguan apakah menurut paham masyarakat tindakan itu bersifat melawan hukum, maka dalam tersebut harus ada (usaha) pembuktian.

34 E.Y. Kanter dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya,

(53)

B. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pencurian Dalam KUHP

Ketentuan umum mengenai tindak pidana pencurian telah diatur dan dijelaskan dalam KUHP oleh karena itu tidak ada lagi alasan bagi seseorang tindak pidana untuk tidak dapat dihukum. Hal ini termuat dalam Bab XXII Pasal 362-367 KUHP yaitu :

1. Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP) merumuskan :

“Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,“.

Unsur-Unsur dalam pasal 362 KUHP adalah : a. Mengambil

Yang dilarang dan diancam dengan hukuman di dalam kejahatan pencurian adalah “perbuatan mengambil” yaitu membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata dengan maksud “untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum”36

b. Suatu barang atau benda .

Segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang, benda bergerak dan benda berwujud seperti daya listrik dan gas. c. Barang itu harus “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang

lain”.

(54)

Unsur ini mengandung suatu pengertian bahwa benda yang diambil itu haruslah brang atau bendaan yang ada pemiliknya. Barang atau benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi obyek pencurian.

d. Pengambilan barang tersebut harus dengan sengaja, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.

2. Pencurian Dengan Pemberatan (Pasal 363 KUHP) merumuskan : A. Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun :

a. Pencurian ternak

b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, letusan gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau kesengsaraan dimasa perang.

c. Pencurian pada waktu malam dalam suatu rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada dirumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak.

d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. e. Pencurian yang dilakukan oleh tersalah dengan masuk ketempat

(55)

B. Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5, maka dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Unsur-unsur dari tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana bunyi Pasal di atas adalah :

a. Pencurian ternak

Yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak dan babi (Pasal 101 KUHP).

b. Pencurian tersebut dilakukan pada waktu ada bencana, kebakaran, dan sebagainya. Alasan untuk memperberat ancaman pidana pada pencurian semacam ini adalah karena timbulnya kericuhan, kekacauan, kecemasan yang sangat memudahkan pencurian.

c. Pencurian dilakukan pada waktu malam hari di dalam rumah kediaman. Apa yang dimaksud dengan “malam hari” sudah jelas, yaitu sebagaimana dikatakan oleh Pasal 98 KUHP, yang mengatakan : “Malam berarti masa anatar matahari terbenam dan matahari terbit.”

d. Pencurian dilakukan berssama-sama oleh dua orang atau lebih, itu semua harus bertindak sebagai pelaku atau turut melakukan.

e. Pencurian dilakukan dengan menggunakan cara

(56)

2. Memotong : diikuti dengan perbuatan lain misalnya memotong pagar kawat.

3. Memanjat : ditafsirkan secata jelas pada Pasal 99 KUHP yaitu masuk melalui lubang yang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang tanah yang dengan sengaja digali, begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas pentup.

4. Memakai anak kunci palsu : diterangkan dalam Pasal 100 KUHP yaitu “yang dimaksud anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci”. Misalnya : kawat, paku atau obeng digunakan untuk membuka sebuah slot itu adalah benar-benar anak kunci namun bukan merupakan anak kunci yang biasa dipakai penghuni rumah. 5. Memakai perintah palsu : menurut yurisprudensi yang

dimaksud dengan perintah palsu hanyalah menyangkut perintah palsu untuk memasuki tempat kediaman dan pekarang orang lain.

(57)

3. Pencurian Ringan (Pasal 364 KUHP) merumuskan :

“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 No.4 , begitu juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 No.5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam pekaramgan yang tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dihukum karena pencurian ringan dengan hukuman penjara paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-.”

Unsur-unsur dalam Pasal 364 KUHP adalah

a. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), asal barang yang dicuri tidak lebih dari Rp.250,-.

b. Pencurian dilakukan oleh dua orang lebih (Pasal 363 sub 4), asal harga tidak lebih dari Rp.250,- dan

c. Pencurian dengan masuk ketempat barang yang diambilnya dengan jalan membongkar, memecah, dsb.

4. Pencurian dengan Kekerasan (Pasal 365 KUHP) merumuskan :

(58)

b. Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan: Ke 1 : jika pencurian dilakukan pada waktu malam dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada tempat kediamannya, dijalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;

Ke 2 : jika pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;

Ke 3 : jika masuk ketempat melakukan pencurian dengan merusak atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;

Ke 4 : jika pencurian itu mengakinatkan luka berat.

c. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat, maka dikenakan pidana penjara paling laam lima belas tahun.

d. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Jika pencurian itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu dan disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam butir 1 dan 3. Unsur-unsurnya adalah sebagi berikut :

A. Unsur Obyektif:

1. Cara atau upaya yang digunakan : a. Kekerasan, atau

(59)

2. Yang ditujukan pada orang;

3. Waktu penggunaan upaya kekerasan dan atau ancaman kekerasan itu, ialah

a. Sebelum; b. Pada saat;

c. Setelah berlangsungnya pencurian. B. Unsur Subyektif :

Digunakan kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan maksud yang ditujukan :

a. Untuk mempersiapkan pencurian; b. Untuk mempermudah pencurian; atau

c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya apabila tertangkap tangan;

d. Untuk tetap menguasai benda yang dicuri apabila tertangkap tangan37

Pada segi Obyektif , terletak pada bermacam-macam sebab, antara lain :

.

a. Pada akibat perbuatan, misalnya akibat luka berat atau kematian pada ayat (2 dan 3) Pasal 170; pada pencurian dengan kekerasan (365 ayat 3); pada penganiayaan biasa (351 ayat 3); pada pemerasan (368 ayat 2);

37 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, PT Raja Grafika Persada, Jakarta,

(60)

b. Pada cara melakukan perbuatan, misalnya : dengan tulisan pada pencemaran (310 ayat 2); dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan pada penganiayaan (365 ayat 3); dengan tipu muslihat , kekerasan atau ancaman kekerasan (332 ayat 2);

c. Pada berulangnya perbuatan, misalnya pencarian atau kebiasaan (282 ayat3; 299 ayat 2);

d. Pada objek tindak pidana , misalnya : ternak (363 ayat 1); akta-akta autentik, surat hutan dan sertifikat hutang dari suatu negara (264 ayat 1); terhadap ibunya, bapaknya, istri atau anaknya atau pejabat ketika atau karena menjalankan tugas yang sah ( 365 ke-1 dan 2) e. Pada subjek tindak pidana (si pembuat) , misalnya :

dokter/tabib, bidan atau juru obat (349).

Pada segi Subyektif, misalnya dengan rencana lebih dulu (340, 353 ayat 1 KUHP)38

5. Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP) merumuskan : .

a. Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini adalah suami (istri) orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta

(61)

kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu tidak mungkindiadakan tuntutan pidana.

b. Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja makan dan ranjang atau terpisah harta kekayaan , atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.

c. Jika menurut lembaga matriarkal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandung (sendiri), maka ketentuan ayat diatas berlaku juga bagi orang itu.

C. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP

1. Pengertian Pembuktian

Masalah pembuktian ini adalah merupakan yang pelik (ingewikkeld) dan justru masalah pembuktian menempati titik sentral dalam hukum acara pidana. Adapun tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil, dan bukanlah untuk mencari kesalahan seseorang39

39Ansori Sabuan, Syarifuddin, Ruben Achmad , Hukum Acara Pidana, Penerbit Angkasa,

Bandung, 1990, hal.185.

.

(62)

“Maka pembuktian adalah usaha untuk memperoleh kepastian yang layak dengan jalan memeriksa dan penalaran dari hakim :

a. Mengenai pertanyaan apakah peristiwa atau perbuatan tertentu sungguh pernah terjadi;

b. Mengenai pertanyaan mengapa peristiwa ini telah terjadi. Darisitu pembuktian terdiri dari :

1. Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat diterima oleh pancaindera; 2. Memberikan keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah diterima

tersebut;

3. Menggunakan pikiran logis.

Dengan demikian pengertian membuktikan sesuatu berarti menunjukkan hal-hal yang ditangkap oleh pancaindera mengutamakan hal-hal-hal-hal tersebut, dan berpikir secara logika.

Pembuktian ini dilakukan demi kepentingan hakim yang harus memutuskan perkara. Dalam hal ini yang harus dibuktikan ialah kejadian konkret, bukan sesuatu yang abstrak. Dengan adanya pembuktian itu maka hakim, meskipun tidak melihat dengan mata kepala sendiri kejadian sesungguhnya, dapat menggambarkan dalam pikirannya apa yang sebenarnya terjadi, sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut40

40 Ibid, hal.186.

(63)

2. Sumber-Sumber Hukum Pembuktian Sumber-sumber hukum pembuktian adalah:

a. Undang-undang; b. Doktrin atau ajaran; c. Yurisprudensi.

Karena hukum pembuktian merupakan sebagian dari hukum acara pidana, maka sumber hukum yang utama adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 No. 76 dan Penjelasannya yang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209.

Apabila di dalam praktik menemui kesulitan dalam penerapannya atau menjumpai kekurangan atau untuk memenuhi kebutuhan maka dipergunakan atau yurisprudensi41

3. Sistem atau Teori Pembukt ian .

a. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undan Secara Positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie).

Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada , dikenal beberapa sistem atau teori pembuktian. Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang, disebut sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif, karena hanya didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut

41 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, CV.Mandar

(64)

undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan lagi. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie).

Menurut D.Simons, sistem atau teori pmbuktian berdasar undang-undang secara positif(positief wettelijk) ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitor (inquisitoir) dalam acara pidana42

b. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu. .

Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif, ialah teori pembuktian menurut keyakinan hakim melulu. Teori ini disebut juga conviction time.

Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiripun tidak selalu membuktikan kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Oleh karena itu, diperlukan bagaimana juga keyakinan hakim sendiri43

Bertolak pangkal pada pemikiran itulah , maka teori berdasar keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Dengan sistem ini, pemidanaan dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-undang. Sistem ini dimuat oleh peradilan juri di Perancis.

.

42 Jur Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua Cetakan Keempat, Sinar

Grafika, Jakarta, 2010, hal.251. 43

(65)

c. Sistem Atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis (Laconviction Raisonnee)

Sebagai jalan tengah , muncul sistem atau teori yang disebut pembuktian yang berdasar keyakinan hakim sampai batas tertentu (la

conviction raisonnee). Menurut teori ini , hakim dapat memutuskan

seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan

(coclusive) yang berlandaskan kepada peraturan-peratauran pembuktian

tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi.

Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije

bewijstheorie)44

44Ibid, hal. 253.

.

(66)

d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Negatif

(Negatif Wettelijk)

HIR maupun KUHAP, begitu pula Ned, Sv. yang lama dan yang baru, semuanya menganut sistem atau teoti pembuktian berdasarkan undang-undang negatif (negatief wettelijk). Hal tersebut dapat disebut dapat disimpulkan dari Pasal 183 KUHAP, dahulu Pasal 249 HIR.

Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang , kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya.”

Dari kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus diundangkan kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut45

45Ibid, hal.254.

.

Hal tersebut dapat dikatakan sama saja dengan ketentuan yang tersebut pada Pasal 294 ayat (1) HIR yang berbunyi sebagai berikut:

“Tidak seorangpun boleh dikenakan pidana, selain jika hakim mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar telah terjadi perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa orang-orang yang didakwa itulah yang bersalah melakukan perbuatan itu.”

(67)

“Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

Kelemahan rumus undang-undang ini ialah disebut alat pembuktian bukan alat-alat pembuktian, atau seperti dalam Pasal 183 KUHAP disebut dua alat bukti.

Dalam sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijke bewijsteorie) ini, pemidanaan didasarkan pada pembuktian berganda (dubbel en grondslag, kata D.Simons), yaitu pada peraturan undang-undang dan pada keyakinan hakim, dasar keyakinan itu bersumberkan pada peraturan undang-undang46

4. Alat-Alat Pembuktian .

Adapun alat-alat bukti yang dimaksud sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 184 KUHAP ialah :

a. Keterangan Saksi

Dicantumkan dalam Pasal 1 Butir 27, yang menyatakan: ”Keterangan saksi ialah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana, yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri, dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu”.

(68)

Keterangan saksi ini harus memenuhi 2 syarat, yaitu : 1. Syarat formil, dan

2. Syarat materiil

Keterangan seorang saksi dianggap sah, jika diberikan di bawah sumpah (Pasal 160 Ayat 3). Mengenai seorang saksi yang tidak mau di sumpah tidak dapat dijadikan alat bukti melainkan dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah Pasal 185 Ayat (7) KUHAP47

a. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; . Menurut Pasal 185 Ayat (6) KUHAP, dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi , hakim harus sungguh-sungguh memperhatikan :

b. Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain;

c. Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan yang tertentu;

d. Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

b. Keterangan Ahli

Yang disebut ahli menurut Pasal 120 KUHAP , adalah ahli atau ahli yang mmpunyai keahlian khusus. Berdasarkan 132 KUHAP , adalah ahli yang mempunyai keahlian tentang surat dan tulisan palsu;

(69)

Dari ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut di atas tidak disebutkan secara jelas syarat-syarat tentang seorang ahli, kecuali untuk dokter ahli kehakiman atau dokter. Sehingga dibuka kemungkinan seorang ahli dari kalangan tidak terdidik secara formal.

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 butir 28 KUHAP ).

Apabila diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, yang dituangkan dalam sutu bentuk laporan, dn dibuat dengan mengingat sumpah sewaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan ( penjelasan Pasal 186 KUHAP), maka keterangan ahli tersebut sebagai alat bukti surat48

48 Hari Sasangka, Op.Cit., hal 54.

.

(70)

c. Surat

Aspek fundamental “surat” sebagai alat bukti diatur pada Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP. Kemudian secara substansial tentang bukti “surat” ini ditentukan oleh pasal 187 KUHAP yang selanjutnya berbunyi sebagai berikut49

1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang semua keterangan tentang kejadian atau keadaan yang di dengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

:

2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang di peruntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pejabat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

4. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

49 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana. Normatif, Teroritis, Praktik Dan Permasalahannya,

(71)

d. Petunjuk

Menurut Pasal 188 petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuainnya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya50

1. Keterangan saksi

.

Petunjuk bukanlah merupakan alat pembuktian yang langsung tetapi pada dasarnya adalah hal-hal yang disimpulkan dari alat-alat pembuktian yang lain, yang menurut Pasal 188 Ayat (2) KUHAP hanya dapat diperoleh dari :

2. Surat

3. Keterangan terdakwa

Selanjutnya dalam Ayat 3 dari pasal yang sama menekankan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana.

e. Keterangan Terdakwa

Lain halnya dengan hukum acara pidana yang lama (HIR) yang mengenal pengakuan terdakwa sebagai alat bukti yang sah , maka dakam KUHAP dipakai istilah keterngan terdakwa.

(72)

Pengakuan terdakwa (Bekentenis) ialah pernyataan terdakwa bahwa ia melakukan tindak pidana dan menyatakan bahwa dialah yang bersalah; sedangkan keterangan terdakwa (erkentenis) tidak usah merupakan pengakuan bersalah, pemungkiranpun dapat dijadikan bukti, sehingga pengertiannya lebih luas daripada pengakuan terdakwa.

Pasal 189 menyebutkan “Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang tentang perbuatan yang dilakukannya atau yang diketahuinya sendiri atau dialaminya sendiri.

Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus dinilai dengan alat buki yang lain51

51 Hari Sasangka, Op.Cit., hal. 196.

.

(73)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Maka setiap tindakan yang bertentangan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai dasar hukum yang paling hakiki disamping produk-produk hukum lainnya. Hukum tersebut harus selalu ditegaskan guna mencapai cita-cita dan tujuan Negara Indonesia dimana tertuang dalam pembukaan Alinea ke-empat yaitu membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam rangka mewujudkan salah satu tujuan Pemerintah Negara Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum, maka pemerintah perlu mengembangkan potensi kekayaan alam yang ada di Indonesia. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

(74)

bidang agraria adalah perkebunan1.Di samping itu, usaha perkebunan juga terbukti cukup tangguh dan bertahan dari terpaan badai resesi dan krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia. Sehingga perkebunan mempunyai peranan yang penting . Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 UU Perkebunan, yang menyatakan bahwa : “perkebunan diselenggarakan dengan tujuan2

a. Meningkatkan pendapatan masyarakat; :

b. Meningkatakan penerimaan negara; c. Meningkatkan penerimaan devisa negara; d. Menyediakan lapangan kerja;

e. Meningkatakan produktivitas, nilai tambah dan daya saing ;

f. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; g. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Namun pada kenyataannya, b

Gambar

Tabel 2 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2010
Tabel 3 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2011
Tabel 6 : Data Pencurian Aset Perkebunan Tahun 2009 s/d 2013

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan administrasi kependudukan di Kabupaten Sampang masih belum sepenuhnya mampu memenuhi tuntutan masyarakat dan perubahan lingkungan. Dalam peningkatan kualitas

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi minyak mint dari daun Mentha arvensis segar yang berasal dari Pujon, Batu, Indonesia dengan metode distilasi air,

• Pemilih SBY lebih banyak yang kompeten, dan karena itu pilihan terhadapnya, dibanding pada tokoh yang lain, bukan karena “ditipu.” Mereka cukup mampu membuat pertimbangan

Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai residual hasil validasi dengan koseismik pada 11 titik pengamatan GPS dapat disimpulkan bahwa model koseismik dari

Pada hari ini Kamis tanggal tujuh bulan Juni tahun dua ribu dua belas di Ruang Rapat Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Ditjen Pengelolaan Utang Lantai 1

Pada hari ini RABU tanggal ENAM bulan JUNI tahun DUA RIBU DUABELAS dengan mengambil tempat di Aula Gedung A, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan

atau peserta perorangan tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas

Dari hasil proses pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan melalui program Focal Mechanisme gempabumi Manokwari pada 4 Januari 2009, maka dapat