• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dalam dokumen ANGGA NUGRAHA HAFIIZ (Halaman 119-122)

BAB VI KESIMPULAN

6.1. Kesimpulan

Keterlibatan commune dalam pendidikan nasional di Perancis tidak terbatas pada pengajaran di sekolah (pendidikan formal), yang mencakup pengelolaan, pengoperasian, dan perawatan sekolah, tetapi dalam konteks yang lebih luas, commune juga berperan dalam pendidikan nonformal dan pendidikan informal3. Melalui program pendidikan lokal, Mairie menjadikan pendidikan sebagai salah satu prioritas kebijakan commune dalam upaya menjadikannya sebagai sebuah “ville éducatrice”4 (kota pendidik) bagi semua penduduk.

Bagi commune, sekolah bukan hanya tempat anak-anak menuntut ilmu. ”Sekolah adalah fasilitas milik bersama yang menghidupkan sebuah quartier

(kawasan)” (Merlin dan Choay, 1988). Sekolah merupakan sebuah pusat aktivitas

3 Tiga kategori pendidikan yang didefinisikan di tingkat Eropa mencakup pendidikan formal,

pendidikan nonfromal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal berkorespondensi dengan kegiatan belajar di sekolah, pendidikan nonfromal berhubungan dengan aktivitas terorganisasi yang diselenggarakan oleh struktur otoritas kota atau oleh asosiasi, sedangkan pendidikan informal dilakukan di dalam lingkungan keluarga atau di suatu komunitas masyarakat (quartier, commune

dll). (Pugin dan Panassier, 2006).

4Sebuah ‘kota pendidik’ adalah sebuah kota yang sadar bahwa dirinya merupakan sebuah sumber

belajar sehingga tampak dari berbagai bidang/aktivitas yang melibatkannya (rencana tata kota, aktivitas olah raga dan seni, kebijakan pemerintah kota dll) dan sebuah kota yang memasukkan aspek pendidikan ke dalam program-programnya. Ia adalah sebuah commune yang berkomitmen untuk ‘memperkaya’ kehidupan masyarakatnya, memberi mereka informasi, menyediakan pendidikan di sepanjang hidup mereka, berkonsultasi dengan mereka, dan memberi mereka pra/sarana agar masyarakat tergugah dan berpartisipasi membangun masa depan bersama” (Fournel, 2006 dalam Quand la ville devient un acteur clé de l’éducation).

untuk anak-anak, tempat bertemunya para orang tua, dan sarana berdiskusi bagi aktor-aktor yang peduli terhadap pendidikan. Bahkan sejak puluhan tahun, ”pendidikan semakin menjadi salah satu faktor penentu bagi orang tua dalam memutuskan lokasi untuk ditinggali ” (Halls, 1967). Oleh karena itu, commune, begitu pula masyarakatnya, mempunyai rasa memiliki yang besar terhadap sekolah dan berkepentingan untuk menjaga keberlangsungan sekolah, bahkan sebuah kelas, di wilayah mereka.

Pendidikan dasar melibatkan sejumlah aktor yang masing-masing memiliki kepentingan. Mempertimbangkan pemerataan dan keterbatasan jumlah guru, pemerintah pusat (dalam hal ini Inspection Académique) menerapkan standar yang sama untuk menentukan pos pengajar dan ukuran kelas sesuai kebutuhan (atau ”status”) suatu quartier.Commune memerlukan sekolah. Ia ingin agar quartier-quartier di wilayahnya senantiasa hidup dan ”menarik” sehingga

commune melengkapinya dengan berbagai fasilitas umum dan ia juga mendukung aktivitas kultural masyarakat. Kebutuhan para orang tua murid mengalami evolusi dan mereka menuntut hak untuk memilih dan mendapatkan pendidikan terbaik bagi anak mereka. Konsekuensi dari perkembangan tersebut, commune harus berperan semakin besar dalam bidang pendidikan, tanpa batasan lingkup waktu atau area sekolah.

Lyon dan Vaulx-en-Velin adalah potret dari sebuah commune sentral dan sebuahbanlieue (periferi kota besar) yang “muda” (Mossant, 2005). Berdasarkan data sosial ekonomi, Vaulx-en-Velin menunjukkan proporsi jumlah permukiman sosial yang besar, tingkat pengangguran yang hampir dua kali lipat dari Lyon, dan

standar hidup penduduk yang hanya sebesar 56% dari standar di Lyon. Secara kultur, rumah tangga di Vaulx-en-Velin lebih beragam dengan 21% warga asing dan 28% keluarga imigran. Terkait dengan kondisi masing-masing commune, melalui kebijakan nasional, semua sekolah publik di Vaulx-en-Velin diklasifikasikan ”sulit” dan dinilai perlu memperoleh prioritas, sementara klasifikasi yang sama dimiliki 23% sekolah publik di Lyon. Setelah mengalami jumlah penduduk usia sekolah yang besar pada tahun 1980-an, kapasitas total sekolah dasar publik di kedua commune yang berbeda karakter ini jauh lebih besar daripada kebutuhan, namun yang menjadi masalah, kapasitas ini kurang tersebar merata di wilayah commune.

Tidak ada pembedaan antara commune dalam perencanaan dan pengelolaan pendidikan pada tingkat nasional ataupun académique (tingkat

département). Commune itu sendiri yang ingin membuat sekolah di wilayah mereka ”berbeda” dibandingkan sekolah-sekolah pada umumnya. Hal ini tergantung pada pilihan politis, karakteristik commune, dan tentu saja kapasitas finansial otoritas lokal. Lyon memiliki standar sendiri agar setiap sekolah di wilayahnya memiliki fasilitas yang lengkap, sebuah standar yang lebih tinggi daripada kebanyakan commune. Vaulx-en-Velin memilih untuk menyediakan layanan sekolah publik bagi ”bayi” mulai usia 2 tahun, lebih awal daripada pendidikan dasar di commune pada umumnya yang dimulai diatas usia 3 tahun. Di Vaulx-en-Velin, sistem sektor sekolah juga dijadikan sebagai alat pembauran sosial di sekolah namun bagi Commune Lyon, pembauran sosial belum menjadi salah satu tujuan dari kebijakan pendidikan ini.

Sistem sektor sekolah dan proyeksi tahunan jumlah murid per sektor adalah metode dan alat untuk merencanakan dan mengelola sekolah pada tingkat

commune. Sektor sekolah merupakan sebuah sistem pembagian geografis yang jelas, adil, namun sekaligus tegas. Ia menentukan sekaligus menjamin sekolah publik bagi setiap anak berdasarkan lokasi dan jarak tempat tinggal serta kapasitas sekolah. Fungsi inilah yang menjadikan sistem sektorisasi ini penting bagi pendidikan dasar.

Memang benar bahwa sistem sektor sekolah publik membatasi kebebasan keluarga untuk memilih sekolah ”terbaik” karena commune tidak mengizinkan permohonan keluar sektor yang hanya berdasarkan preferensi pribadi. Inilah yang dinilai menjadi pemicu segregasi wilayah dan sosial dalam pendidikan di Perancis. Kawasan dan sekolah yang “baik” akan semakin menarik sementara kawasan yang “buruk” akan terus berusahan ditinggalkan. Otoritas pendidikan berupaya untuk berlaku adil dalam mengelola sekolah dan berupaya membuat semua sekolah publik menjadi ”baik”, namun sejumlah orang tua ternyata memiliki definisi sendiri mengenai sebuah sekolah yang ”baik”. Selain itu, bukanlah status sekolah ”standar” atau sekolah ”dalam lingkungan sulit” yang benar-benar menentukan arah pindah sektor. Bagaimana pun juga, meskipun (jika benar) tidak ada ketimpangan di antara sekolah publik di kedua commune

tersebut, sejumlah orang tua akan selalu berkeinginan untuk memilih...

Dalam dokumen ANGGA NUGRAHA HAFIIZ (Halaman 119-122)