• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memilih Lingkungan Tempat Tinggal, Memilih Sekolah

Dalam dokumen ANGGA NUGRAHA HAFIIZ (Halaman 94-98)

BAB V SEKTORISASI SEKOLAH: LEBIH DARI SEKEDAR

5.2. Sekolah Berkualitas ”Baik” dan ”Buruk”

5.2.1. Memilih Lingkungan Tempat Tinggal, Memilih Sekolah

Pendidikan Menentukan Lokasi Hunian?

”Di Perancis, semakin lama pendidikan semakin menjadi salah satu faktor penentu bagi orang tua dalam memutuskan lokasi untuk bermukim” (Halls, 1967). Menurut Kadiv Manajemen Pendidikan IA Rhône, kriteria tersebut memang ada namun hanya sebagian kecil. Tidak ada elemen statistik yang menunjukkan pilihan lokasi tempat tinggal sesuai fungsi lokasi école priMaire. ”Mayoritas masyarakat Perancis tidak memiliki kebebasan dalam memilih tempat tinggal. Itu merupakan pilihan yang ditentukan oleh pekerjaan dan besarnya penghasilan. Memang benar ada juga orang tua yang menanyakan dimana mereka seharusnya membeli sebuah unit apartement agar anak mereka dapat masuk ke sekolah tertentu”, jelas beliau.

Direktur Pendidikan Lyon menegaskan hal senada, “Karena adanya aturan sektor wilayah sekolah, jika sebuah sekolah memiliki reputasi yang buruk, para orang tua tidak membeli hunian di lingkungan sekolah itu walaupun hal ini jarang untuk tingkat école priMaire. Strategi ini lebih umum digunakan pada tigkat

collège dan lycée”. Tapi sejak setahun lalu, pemerintah pusat telah menghapus aturan sektor wilayah collège dan lycée sehingga kini orang tua dapat tinggal di sebuahcommune dan mengajukan permintaan untuk menyekolahkan anak mereka di commune lain. Kesulitannya, jelas Direktur, adalah bahwa collége yang berkualitas “baik” memiliki tempat yang tentu terbatas dan bagaimana pun juga harus memberi prioritas kepada calon murid dengan dua kriteria: mereka yang

tinggal di lingkungan sekolah dan mereka yang mendapat beasiswa dari Negara. Sektor wilayah collègeberbeda dan tidak dipengaruhi/mempengaruhi sektor école priMaire. “Kerja sama pendidikan antara école dan collège hanya terjadi dalam kerangka Jaringan pendidikan prioritas (REP), di luar itu tidak ada hubungan pengajaran khusus”, tambah beliau.

Kabag Prasarana Pendidikan Lyon membenarkan bahwa banyak warga masyarakat yang memilih untuk tidak tinggal di kota-kota tertentu karena alasan pendidikan bagi anak mereka. Dia mengungkapkan, “Oleh karena itulah kota-kota yang memiliki sekolah dengan kualitas yang ‘buruk’ terus menjadi kota yang ‘sulit’”.

Dalam harian Libération 28 Mei 2007, Soule mensinyalir bahwa keluarga- keluarga yang tidak dapat masuk ke dalam kriteria ketat untuk memperoleh

dérogation (hak pembebasan dari aturan sektor sekolah) sering kali menempuh berbagai cara untuk mendaftarkan anak mereka di sekolah yang “baik”:

x Mereka berpura-pura tinggal di sebuah keluarga yang beralamat di dalam sektor sekolah yang diinginkan untuk mendapat surat keterangan domisili; x Orang tua melakukan pendekatan kepada otoritas pendidikan, misalnya untuk

memperoleh informasi mengenai pilihan sekolah yang kemungkinan besar bisa menerima dérogation

x Yang lebih ekstrim, orang tua yang mampu secara finansial berpindah tempat tinggal sebelum masa pendaftaran sekolah sementara mereka yang kurang mampu bahkan menyewa kamar pelayan demi mendapatkan alamat di quartier

x Karena sekolah privat tidak masuk dalam aturan sektor sekolah, keluarga juga dapat memilih sekolah privat “terbaik” bagi anak mereka tanpa batasan sektor.

Pada kenyataannya, sesuai yang disampaikan oleh Kabag Prasarana Pendidikan Lyon, data statistik mengindikasikan bahwa bukan “kualitas” sekolah yang menentukan keberhasilan pendidikan seorang anak, tetapi justru kategori sosioprofesional orang tua, tingkat pendidikan orang tua lah yang banyak berpengaruh. Jumlah orang tua yang memiliki pemahaman demikian tidak banyak. Beliau mengatakan, ”Sejumlah orang tua ingin agar anak mereka masuk ke sekolah yang mereka anggap ’baik’, yang menurut mereka bisa berarti tidak banyak anak dari keluarga asing misalnya...”.

Ada juga keluarga yang menentukan pilihan untuk tinggal di Vaulx-en- Velin, menurut Direktur Pendidikan commune tersebut, karena mereka tahu bahwa otoritas kota mampu menyediakan berbagai fasilitas, terutama dalam hal akses untuk belajar dan bermain anak. Namun memang tidak ada data statistik yang menunjukkan fenomena ini. Beliau menegaskan, ”Tentu saja orang tua sangat peduli terhadap pendidikan anak mereka. Apa pun kondisi sosial dan ekonomi para orang tua, mereka memiliki kepedulian supaya anak mereka berhasil”.

Sekolah Pilihan di QuartierPilihan

Dalam hal tingkat keberhasilan belajar, Inspection Académique

menyatakan bahwa tidaklah mudah mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara

commune sentral, banlieue, dan desa, apalagi perbedaan antara quartier, karena tidak ada bayak standar evaluasi untuk institusi pendidikan dasar. Hal ini berbeda

dengan collège atau lycée, karena tidak ada ujian untuk mengukur “kualitas”

école. Itu juga merupakan salah satu alasan mengapa tidak begitu tampak ketimpangan antar sekolah pada tingkat pendidikan dasar. Lebih lagi, pemerintah pusat dan commune menghormati kesamarataan dalam mengelola semua sekolah, tanpa ada dikotomi antara kota dan desa serta antara status sekolah. Sekolah ”dalam lingkungan sulit” tidak hanya terdapat di banlieue atau di desa, tapi juga di commune sentral karena, menurut Kadiv Manajemen Pendidikan IA Rhône, ”Status sekolah ’dalam lingkungan sulit’ terkait pada skala wilayah yang lebih kecil bagi commune: sebuah komunitas masyarakat dan ’sosiologi’ suatu

quartier”.

“Apabila terdapat perbedaan antara sekolah di wilayah perkotaan dan di pedesaan, itu hanya dalam hal jumlah, kepadatan penduduk”, tegas Kabag Statistik IA Rhône. Lebih banyak sekolah di kota daripada di desa, itu jelas. Sekolah-sekolah di kota umumnya lebih besar dengan lebih banyak kelas. Sebaliknya, karena tidak terdapat banyak murid di desa, sekolah-sekolah disana lebih kecil, beberapa di antaranya hanya memiliki sedikit sekali kelas. Selain itu, sekolah-sekolah memiliki struktur yang berbeda. ”Di kota, akan ada seorang

maître (pendamping belajar) untuk setiap tingkat tetapi di desa, hanya ada seorang pendamping belajar untuk semua tingkat, tergantung pada jumlah murid”, jelasnya.

Otoritas pendidikan commune berkeinginan agar semua sekolah berkualitas baik dan aksesibel sehingga tidak ada perlakuan berbeda kepada sekolah-sekolah, termasuk dalam menentukan batas sektor sekolah; tidak ada

pembedaan antara status sekolah. Akan tetapi, Kepala Prasarana Pendidikan Lyon menyatakan bahwa keterbatasan justru kerap berasal dari kondisi geografis. Contohnya di satu-satunya quartier di Lyon yang termasuk dalam wilayah Jaringan tekad menuju keberhasilan (RAR), Duchère. Quartier ini terletak di kaki bukit sehingga commune tidak dapat menyekolahkan anak-anak keluar wilayah karena batasan jarak. Untuk école priMaire, dia menekankan kembali, “Anak- anak ke sekolah dengan berjalan kaki sehingga sekolah tidak boleh berjarak terlalu jauh”.

Memang terdapat sekolah tertentu yang lebih diminati oleh masyarakat, yang diminta lebih banyak melalui permohonan dérogation. Menurut Kabag Logistik Pendidikan Vaulx-en-Velin, sebenarnya, citra sebuah sekolah ditentukan oleh masyarakat itu sendiri… “Sering kali masyarakat menilai sebuah sekolah itu ‘baik’ karena terletak di lingkungan yang ‘baik’ pula, bukan di sebuah ZUP, tapi di antara rumah-rumah bagus, apartement yang indah, tempat para dokter dan para

professeur (pendidik) menyekolahkan anak mereka…”, ungkap beliau.

Dalam dokumen ANGGA NUGRAHA HAFIIZ (Halaman 94-98)