• Tidak ada hasil yang ditemukan

CV. PUTRA MAKMUR ABADI

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data yang diperoleh, analisis serta pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis akan membuat beberapa kesimpulan dan memberikan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

Dari analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

1. Identifikasi kualitas produk kayu lapis pada CV Putra Makmur Abadi Temanggung

Standar kualitas produk Albasia Falcata Bare Core pada CV Putra Makmur Abadi Temanggung adalah:

a. Keempat sisinya rata dan kencang. Tidak boleh berserabut dan bermata besar

b. Bebas dari segala jenis kerusakan, baik ngetrap, bermata besar, kayu tidak boleh ada yang lapuk, dan pecah.

c. Ukuran ketebalan, lebar, panjang sudah menggunakan matres sehingga hasilnya selalu kontinu.

d. Pendempulan harus padat dan rapi.

e. Proses pengeliman harus rekat,kuat, rapi,agar tidak terjadi pecah.

f. Alat untuk pengepresan harus benar-benar kering, bebas dari hama, dan serangga.

g. Produk jadi yang telah siap untuk diekspor harus terhindar dari air atau cairan apapun, agar lem yang telah merekat tidak lepas.

2. Pengendalian kualitas yang diterapkan oleh CV Putra Makmur Abadi Temanggung

Dari hasil deskripsi mengenai pengendalian kualitas produk jadi yang diterapkan oleh perusahaan sudah terdapat pengawasan kualitas yang dilakukan secara manual yaitu inspeksi dari karyawan bagian revisi yang bertugas untuk mengawasi produk jadi, memperbaiki bila terdapat kerusakan dan memastikan produk yang siap diekspor sesuai dengan standar kualitas yang diinginkan oleh perusahaan.

3. Penerapan pengendalian kualitas produk cacat dengan menggunakan control

chart.

a. Analisis Diagram Pareto

Dari hasil analisis menggunakan diagram pareto dapat diketahui bahwa jenis kerusakan produk Albasia Falcata Bare Core pada CV Putra Makmur Abadi (PMA) Temanggung selama periode pengamatan (Januari-Mei 2009) pada shift pagi adalah sebagai berikut:

1) Pecah sebanyak 459 Pcs atau 29,90% 2) Ngetrap sebanyak 344 Pcs atau 22,41% 3) Kayu lapuk sebanyak 276 Pcs atau 17,98% 4) Pelos besar sebanyak 238Pcs atau 15,50% 5) Mata besar sebanyak 218Pcs atau 14,20%

b. Analisis P_Chart

Dari analisis P_Chart dapat disimpulkan bahwa proporsi kerusakan yang terjadi selama masa pengamatan pada bagian quality

control(revisi) yang dilakuan pada shift pagi dari Bulan Januari sampai

Mei 2009 masih dalam batas kendali, meskipun terdapat beberapa titik pengamatan yang berada di luar batas kendali. Dari analisis P_Chart, diperoleh hasil proporsi kerusakan produk pada Bulan Januari sebesar 0,0301 dengan batas atas sebesar 0,0454 dan batas bawah sebesar 0,0148. Untuk Bulan Februari proporsi kerusakan produk sebesar 0,0328 dengan batas atas 0,0487 batas bawah 0,0169. Pada Bulan Maret proporsi kerusakan produk sebesar 0,0339 dengan batas atas 0,0582 dan batas bawah 0,0096. Untuk Bulan April proporsi kerusakan produk mencapai 0,0273 dengan batas atas sebesar 0,0419 dan batas bawah 0,0127. Sedangkan Bulan Mei proporsi kerusakan produk mencapai 0,0294 dengan batas atas 0,0445 dan batas bawah 0,0143.

Pengamatan yang berada di bawah batas pengendalian bawah adalah pengamatan ke 20 pada bulan januari sebesar 0,014 , pengamatan ke 14 bulan April sebesar 0,012, dan bulan Mei pada pengamatan ke 13 sebesar 0,014. Tingkat kerusakan produk yang berada di luar batas bawah ini disebabkan karena karyawan bekerja dengan ketelitian yang tinggi serta mesin produksi dalam keadaan prima. Sedangkan titik pengamatan yang berada di luar batas atas adalah pengamtan ke 2 pada bulan Februari yang mencapai 0,5, serta bulan April pada pengamatan ke

3 yang berada pada titik 0,042. Ternyata setelah ditelusuri, penyebab proporsi kerusakan produk yang berada di luar batas atas ini adalah kurangnya ketelitian karyawan serta faktor mesin yang rusak karena perawatannya kurang maksimal.

c. Analisis Diagram Fishbone

Dari analisis diagram fishbone dapat disimpulkan bahwa :

1) Kerusakan pecah dan ngetrap penyebabnya sama, yaitu disebabkan karena karyawan yang kurang teliti, alat pengepres kurang maksimal, gergaji yang rusak, kurangnya kebersihan dan kerapian dalam pengeliman. Dapat diatasi dengan penerapan sistem kerja yang terukur menggunakan mesin / alat ukur pada bagian sortir/ grader, pelatihan dan penyuluhan arti pentingnya SDM dalam proses produksi, penerapan SOP yang lebih tegas terutama menyangkut kedisiplinan karyawan pada saat bekerja, dan perawatan dan pembersihan mesin secara maksimal.

2) Kerusakan kayu lapuk disebabkan karena pada waktu keluar dari Air

Dry kaso kurang kering. Penyebab lainnya adalah karyawan kurang

teliti/kurang tanggung jawab pada waktu penyortiran kaso. Dapat diatasi dengan cara pada waktu menumpuk di Air Dry, kaso yang masih basah harus berada pada tumpukan atas. Di samping itu, perlu penerapan SOP yang lebih tegas agar tercipta kedisiplinan karyawan. 3) Kerusakan pelos besar disebabkan karena bahan baku yang diterima

perusahaan kayu lapis dalam mendapatkan bahan baku. Di samping itu, pelos besar juga disebabkan karena pada waktu menyortir kurang teliti. Dapat diatasi dengan pelatihan dan penyuluhan arti pentingnya SDM dalam proses produksi, penerapan SOP yang lebih tegas terutama menyangkut kedisiplinan karyawan pada saat bekerja. Di samping itu, agar mendapat kualitas bahan baku yang baik, pembelian bahan baku jangan sampai terlambat serta perusahaan harus menjaga hubungan baik dengan pemasok agar mendapat kepercayaan dari pemasok.

4) Kerusakan mata besar disebabkan karena kualitas bahan baku kurang baik. Dan kurangnya ketelitian dan tanggung jawab dari karyawan karena banyak yang dikerjakan. Sama seperti pelos besar, kerusakan ini dapat diatasi dengan penerapan SOP yang lebih tegas terutama menyangkut kedisiplinan karyawan pada saat bekerja. Serta dalam pemesanan bahan baku jangan sampai terlambat agar mendapat bahan baku yang berkualitas baik.

4. Perbandingan Metode SPC dengan sistem pengendalian kualitas yang telah diterapkan perusahaan.

Sistem pengendalian kualitas produk yang di terapkan perusahaan selama ini sudah mampu meminimumkan jumlah produk jadi yang terbuang karena rusak, karena adanya bagian revisi pada tahap packaging yang bertugas memperbaiki produk yang rusak. Namun, sistem pengendalian perusahaan selama ini belum mampu mengetahui lebih detail dan spesifik

proporsi kerusakan produk selama satu periode produksi apakah masih dalam batas pengendalian atau berada di luar batas pengendalian.

Berbeda dengan penerapan sistem pengendalian kualitas dengan metode SPC, akan dapat diketahui proporsi kerusakan produk serta dapat ditelusuri penyebab dan solusinya secara spesifik agar kerusakan produk yang terjadi semaksimal mungkin dapat dihindari.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Meskipun sistem pengendalian kualitas yang diterapkan perusahaan selama ini sudah cukup baik, namun akan lebih dan spesifik dan signifikan jika perusahaan menerapkan sistem pengendalian kualitas dengan metode

Statistical Process Control. Karena metode SPC mampu memberikan

perhitungan dan gambaran yang jelas mengenai proporsi kerusakan produk yang terjadi serta penyebabnya, sehingga dapat segera di atasi.

2. Dalam menerapkan metode pengendalian kualitas menggunakan SPC, batas pengendalian yang digunakan untuk mengetahui proporsi kerusakan produk merupakan kebijakan perusahaan yang fleksibel, dapat menggunakan 3 sigma, 2 sigma, atau 1 sigma. Namun pada hakekatnya semakin diperketat agar kerusakan produk dapat ditekan seminimal mungkin.

3. Melihat kecacatan terbesar adalah pecah dan ngetrap yang penyebabya sama, yaitu kurangnya ketelitian karyawan dalam memisahkan/ mengelompokkan ukuran lebar dan tebal kaso, perusahaan sebaiknya

mempertimbangkan untuk melakukan pengadaaan mesin/ alat ukur lebar dan tebal kaso agar pada proses produksi selanjutnya tidak terjadi perbedaan penggunaan ukuran lebar dan tebal kepingan kaso. Adapun alat pengukur tersebut, diletakkan pada bagian sortir/ grader, dengan menerapkan dua seleksi, yaitu yang pertama, seleksi ukuran tebal kepingan kaso yang sedang dibutuhkan untuk proses produksi. Sedangkan yang kedua adalah seleksi ukuran lebar kepingan kaso yang sedang dibutuhkan untuk proses produksi. 4. Mengoptimalkan bagian maintenance dalam melakukan perawatan dan

perbaikan mesin-mesin produksi. Peralatan/ mesin produksi sebaiknya selalu distandarisasi agar produk jadi sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan perusahaan. Apabila terjadi kerusakan yang melampaui batas, peralatan/ mesin agar segera disetting kembali.

5. Akan lebih baik lagi jika perusahaan tidak hanya menerapkan pengendalian kualitas dengan metode SPC yang bersifat atribut, namun juga menerapkan pengendalian kualitas dengan metode SPC yang bersifat variabel. Agar seberapa besar ukuran penyimpangan kerusakan produk dapat diketahui, terutama untuk kerusakan produk yang bersifat terukur. Analisis yang dapat digunakan adalah R_Chart/ X_Chart.

Dokumen terkait