• Tidak ada hasil yang ditemukan

Merancang tindakan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan

1. Implementasi asesmen alternative dengan kegiatan pembelajaran berbasis masalah dalam mata kuliah pendidikan konsumen dapat membentuk karakter berpikir kritis mahasiswa, hal ini didukung oleh pencapaian rata-rata masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis berdasarkan hasil pretes sebesar 50.58 menjadi 81.23 pada hasil post tes. Ditemukan rata-rata skor tertinggi yaitu 85,26 pada indikator „membuat implikasi dan saran yang sesuai dan rata-rata skor terendah pada indikator „menyusun latar belakang masalah berdasarkan harapan dan fakta yang terjadi. Hasil capaian kegiatan pembelajaran berbasis masalah yang diwujudkan dalam bentuk makalah/artikel, menunjukkan tingkat berpikir kritis mahasiswa telah mencapai 100% dengan rerata skor nilai di atas 75

2. Hasil nilai akhir yang dicapai mahasiswa ikut mendukung adanya efektivitas implementasi asesmen alternative dengan kegiatan pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran pendidikan konsumen sebesar 94% mahasiswa mencapai skor di atas 75 yang setara dengan skor B (71-75). Hasil pencapaian kinerja dalam bentuk produk kegiatan pembelajaran berbasis masalah menunjukkan pula 94% mahasiswa mencapai skor di atas 75.

3. Mahasiswa sebanyak 44 orang (85%) memberikan pendapat yang baik/positif dan 8 orang (15%) cukup baik terhadap implementasi asesmen alternatif yang berbentuk lembar kegiatan berbasis masalah dalam pembelajaran keterampilan pemecahan masalah social/konsumen pada mata kuliah pendidikan konsumen. Hasil membuktikan 25% mahasiswa menyatakan sangat setuju dan 75% mahasiswa menyatakan setuju.

Saran

1. Dalam mengaplikasikan kegiatan pembelajaran pendidikan konsumen berbasis pemecahan masalah guru/dosen dituntut harus dapat mengembangkan diri terutama dalam aspek penerapan asesmen alternative dengan kegiatan pembelajaran berbasis masalah pada masalah-masalah kehidupan yang disebabkan oleh kurang kesadaran hak-hak, tanggung jawab, dan perlindungan konsumen.

2. Untuk pencapaian kemampuan berpikir kritis mahasiswa dalam pembelajarannya hendaknya menggunakan asesmen alternative dengan kegiatan pembelajaran berbasis masalah 3. Implementasi asesmen alternative dengan kegiatan pembelajaran berbasis masalah sangat

811 permasalahan karena oleh ketidaktauan konsumen akan hak, tanggung jawab dan perlindungan konsumen supaya mahasiswa dapat terpacu untuk pencapaian berpikir kritis mereka dalam peningkatan mutu pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Degeng S. (2001). Landasan dan Wawasan Kependidikan Menuju Pribadi Unggul Lewat Perbaikan Kualitas Pembelajaran di Perguruan Tinggi. LP3. Universitas Negeri Malang Depdiknas. (2004). Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Dirjen. Dikti. DPPTK & KPT.

Haladyna. (1997). Writing Test Items to Evaluate Higher Order Thinking. Boston: Allyn and Bacon A Viacom Company

Inch, E.S. Warnick, B, dan Endres, D. (2006). Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument. 5 Ed. Boston: Pearson Education. Inc

Johnson. E.B. (2000). Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press. Inc

Kurniati, T. (2001). Pembelajaran Pendekatan Keterampilan Proses Sains untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa. Tesis pada SPS UPI. Tidak diterbitkan

Martinis yamin. (2009). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press

Natsir. (2004). Strategi Pembelajaran Fisika. UNM. Makasar

Pophan,W.J (1995). Classroom Asessment: What Teacher Need to Know. Bosto: Allyn

Stiggins, RJ. (1994). Student Centered Classroom Assessment. New York: Maxwell Macmillan International Simon & Schuster Company

Wulan. A.R. (2003). Permasalahan yang Dihadapi dalam Pembelajaran Praktikum Biologi di SMU dan Upaya Penanggulangannya. Tesis pada SPs UPI. Tidak

812

KETERAMPILAN PROSES SAINS UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pratiwi Pujiastuti, Ikhlasul Ardi Nugroho, dan Vinta Angela Tiarani

Universitas Negeri Yogyakarta

email: pratiwiuny@yahoo.co.id, ikhlasul@uny.ac.id, vtiarani@yahoo.com,

Abstrak

Manusia mengalami perkembangan emas pada ranah kognitif saat berada pada usia sekolah dasar. Usia sekolah dasar merupakan masa di mana sinapsis-sinapsis otak berkembang pesat. Semakin banyak kesempatan yang diberikan kepada anak-anak untuk menggunakan pikiran mereka, maka perkembangan otak dan kemampuan berpikir semakin baik. Kesempatan mengembangkan pikiran bukanlah hanya menjadi hak anak yang normal, tetapi anak berkebutuhan khusus pun juga memiliki kesempatan untuk hal tersebut. Anak-anak berkebutuhan khusus juga memiliki keinginan untuk bertanya dan mencari tahu tentang lingkungan sekitar mereka. Salah satu metode pembelajaran yang dapat memfasilitas anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kemampuan berpikir adalah keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains selain mengembangkan kemampuan berpikir, juga mengajarkan pada siswa keterampilan hidup. Keterampilan proses sains dapat disesuaikan dan dimodifikasi untuk diberikan kepada anak berkebutuhan khusus. Melalui keterampilan proses sains, siswa anak berkebutuhan khusus akan memperoleh kepercayaan diri untuk bekerja dengan anak normal.

Kata Kunci: keterampilan,SAINS, proses SAINS, berkebutuhan khusus

PENDAHULUAN

Pada hakikatnya, setiap orang memiliki masa perkembangan emas. Masa tersebut menurut ahli neurologi berada pada usia sekolah dasar. Pada usia tersebut, anak terlihat memiliki rasa ingin tahu yang besar. Anak-anak pada dasarnya suka menyentuh, menggerak-gerakkan, dan ingin tahu bagaimana segala sesuatu bekerja. Pada aspek ini, anak-anak memiliki karakter penting yang dimiliki oleh seorang ilmuwan, yakni rasa ingin tahu. Curiousity, merupakan bekal berharga yang dimiliki seorang anak untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Bagi seorang guru, perasaan ingin tahu pada diri anak-anak merupakan modal berharga untuk melangsungkan pembelajaran yang bermakna. Anak-anak akan terlibat dengan aktif karena mereka merasa membutuhkan untuk tahu. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bagaimana agar bisa menjaga rasa ingin tahu tersebut. Apabila telah diketahui bahwa ada rasa ingin tahu pada diri anak-anak, maka hendaknya guru memfasilitasi rasa ingin tahu dengan aktivitas-aktivitas yang mengaktifkan proses berpikir anak untuk menemukan.

813 Sebagai seorang yang memiliki rasa ingin tahu, anak-anak bukanlah ilmuwan dewasa yang bertubuh kecil. Anak-anak masih perlu pengarahan dan bimbingan, agar cara berpikir mereka menjadi sistematis. Anak-anak dilatih untuk agar terampil dalam menggunakan pikirannya sehingga menemukan pengetahuan baru. Hal ini sejalan dengan hakikat dari sains itu sendiri, yakni science as a way of thinking, science as a way of investigating, dan science as body of knowledge (Chiapetta & Koballa, 2010). Selain itu, dalam Carin (1993) mengemukakan hubungan antara proses berpikir dan pengetahuan yang diperoleh sebagai berikut.

Gambar 1. Hubungan produk ilmiah, proses, dan sikap dalam menyelidiki fenomena alam. (Sumber: Carin (1993))

Berdasarkan bagan pada gambar 1, terlihat bahwa ada satu aspek lain yang mengiringi selain proses berpikir (proses ilmiah) dan produk (pengetahuan) yakni sikap ilmiah. Hal ini sebagaimana diungkapkan Abruscato & DeRosa (2010) bahwa sains mengandung tiga aspek, yakni body of knowledge, inquiry process skills, dan attitude.

Salah satu metode yang dapat digunakan guru untuk memfasilitasi anak mencari tahu pengetahuan yang belum diketahui adalah keterampilan proses sains yang memuat metode-metode ilmiah. Keterampilan proses sains dapat dirinci dalam dua kelompok besar, yakni keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses dasar mencakup keterampilan mengamati, mengukur, mengkomunikaskan, mengklasifikasi, menginferensi, dan memprediksi, sedangkan Penyelidikan

baru pada fenomena alam.

Proses ilmiah Produk ilmiah baru. Penyelidikan terhadap fenomena alam (benda-benda, peristiwa-peristiwa, hubungan-hubungan antara benda dan peristiwa alam, dsb)

Sikap Ilmiah dan Proses ilmiah

Sikap ilmiah (rasa ingin

tahu, rendah hati, keraguan/tidak mudah percaya, pikiran yang terbuka, dsb. Proses ilmiah (mengidentifikasi masalah, mengamati, menganalisis, menginferensi, dsb)

Produk ilmiah (Fakta, konsep, prinsip, teori, hukum).

814 keterampilan proses terintegrasi mencakup keterampilan mengindentifikasi variabel, merumuskan hipotesis, menganalisis percobaan, membuat tabel dan grafik dari data, mendefinisikan variabel, mendesain percobaan, dan melakukan percobaan.

Keterampilan proses mengamati merupakan keterampilan dalam memperoleh data/informasi dari suatu benda/peristiwa menggunakan satu atau lebih indera. Keterampilan mengukur disebut juga melakukan pembandingan. Pembandingan yang dilakukan adalah antara besaran yang ingin diketahui dengan standar. Keterampilan proses mengkomunikasikan berarti keterampilan menyampaikan gagasan kita kepada orang lain sehingga orang lain memahami apa yang ingin kita sampaikan. Berbagai macam cara dapat dilakukan dalam melakukan keterampilan proses mengkomunikasikan, di antaranya menggunakan lisan, tulisan, gambar, grafik, video, dan peta konsep. Keterampilan mengklasifikasi merupakan keterampilan menata benda-benda dan peristiwa berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Misalnya, mengelompokkan benda-benda berdasarkan kemampuan menghantar panas, mengurutkan benda-benda dari terbesar ke terkecil. Keterampilan proses menginferensi adalah menemukan penyebab dari hasil pengamatan. Sebagai contoh, hasil pengamatan menunjukkan daun pohon di halaman rumah bergera, maka inferensinya adalah ada angin sedang bertiup. Keterampilan proses memprediksi adalah kemampuan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan data yang akurat.

Keterampilan proses sains juga dinamakan dengan keterampilan belajar seumur hidup karena keterampilan ini dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mata pelajaran yang berbeda. Seorang guru yang membantu anak-anak belajar menggunakan proses ilmiah untuk menghadapi persoalan akan menjadikan seorang siswa dapat belajar seumur hidupnya. Dengan demikian, telah jelas bahwa keterampilan sains merupakan bagian yang teramat penting, tidak hanya dalam pembelajaran di sekolah, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari seumur hidup peserta didik. Sebagaimana sebuah ungkapan dari Cina, “give a man a fish and he eats for a day; teach him how to fish and he eats for a lifetime.”

Pembelajaran yang menggunakan keterampilan proses akan menjadikan siswa aktif mengeksplorasi aspek lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Siswa akan berinteraksi secara langsung dengan obyek yang dipelajari. Sebagai contoh, pembelajaran tentang ulat dan kupu-kupu menggunakan pendekatan ilmiah akan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi siswa. Siswa akan melihat dengan ketakjuban sebuah makhluk hidup yang benar-benar berubah secara keseluruhan di depan mereka, yakni saat ulat telah berubah menjadi kupu-kupu.

815 Siswa pulang sekolah dengan diliputi rasa takjub dan ingin tahu lebih banyak. Sikap siswa terhadap pelajaran, sekolah, dan guru menjadi positif. Selain itu, siswa juga akan yakin mampu belajar lebih banyak karena guru memberikan fasilitas untuk hal tersebut.

Ranah lain yang dapat dikembangkan melalui pendekatan ilmiah adalah keterampilan motorik kasar dan halus. Ranah ini merupakan tempat di mana siswa belajar untuk mengkoordinasi apa yang dipikir dengan performance tubuh. Aktivitas yang dapat dilakukan siswa untuk mengembangkan keterampilan motorik kasar misalnya membuat bentang alam buatan dari tanah, menanam pohon di pot kemudian menatanya di rak, dan merangkai rangkaian listrik. Adapun aktivitas yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan motorik halus misalnya menggunting kertas dan melipat kertas.

Perkembangan kognitif dan sikap positif pada dasarnya tidak hanya dibutuhkan oleh anak normal. Anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memiliki keingintahuan yang sama untuk bertanya (questioning) dan mengeksplorasi alam sekitar mereka. Anak berkebutuhan khusus juga harus diberi kesempatan untuk mengalami aktivitas ilmiah sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan sikap ilmiah mereka.