2 TINJAUAN PUSTAKA
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak cukup bukti untuk menyatakan adanya pengaruh nilai TVBN (berarti menunjukkan tingkat kebusukan umpan padat yang berbeda) terhadap feeding behaviour kepiting bakau.
2. Pola gerakan kepiting bakau saat mendekati umpan keong emas antar perlakuan dan ulangan berbeda-beda dengan pola paling dominan adalah pola B (gerakan deviasi ke kanan atau ke kiri dilanjutkan gerakan menuju ke arah umpan).
5.2 Saran
Beberapa penelitian lanjutan yang perlu dilakukan antara lain: (1) Penelitian dengan menggunakan umpan padat yang diolesi umpan cair berkadar TVBN lebih tinggi atau menggunakan umpan padat yang bersifat menyerap umpan cair tersebut; (2) Penelitian untuk memisahkan tiga komponen TVBN dan mengujicobakannya kepada kepiting bakau; dan (3) Penelitian untuk melihat kadar asam amino bebas pada umpan, memisahkan komponen-komponennya dan mengujicobakannya kepada kepiting bakau.
DAFTAR PUSTAKA
Almada DP. 2001. Studi tentang Waktu Makan dan Jenis Umpan yang Disukai Kepiting Bakau (Scylla serrata) [skripsi]. Bogor: Program Sudi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 47 hlm.
Amaludin A, Rosyid A, Jayanto BB. 2005. Pengaruh Perbedaan Waktu Penangkapan dan Jenis Umpan terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau dengan Alat Tangkap Wadong [skripsi]. Program Sudi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. 96 hlm.
Angell CA, editor. 1992. The Mud Crab: Report of the Seminar on the Mud Crab Culture and Trade; Surat Thani, Thailand, Nov 5 – 8, 1991. Madras: Bay of Bengal Programme.
Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Pengendalian Hama Keong Emas.
Bolumar T, Nieto P, Flores J. 2001. Acidity, Proteolysis and Lipolysis Changes in Rapid-Cured Fermented Sausage Dried at Different Temperatures. Food Sci Tech Int 7(3): 269–276.
Branson EJ. 2008. Fish Welfare. Iowa: Blackwell Publishing. 300 hlm.
Caprio J. 1982. High sensitivity and specificity of olfactory and gustatoty receptors of catfish to amino acids. In Toshiaki J. Hara (Eds.)
Chemoreseption in Fish. New York: Elsivier Scientific Publishing Company. hlm 109-134.
Cheong CH, Gunasekera UPD, Amandakoon HP. 1992. Formulation of artificial feeds for mud crab culture: a preliminary biochemical, physical, and biological evaluation. Di dalam: Angell CA, editor. The Mud Crab: Report of the Seminar on the Mud Crab Culture and Trade; Surat Thani, Thailand, Nov 5 – 8, 1991. Madras: Bay of Bengal Programme. hlm 179 – 183.
Cholik F, Hanafi A. 1992. A review of the status of the mud crab (Scylla sp)
fishery and culture in Indonesia. Di dalam: Angell CA, editor. The Mud Crab: Report of the Seminar on the Mud Crab Culture and Trade; Surat Thani, Thailand, Nov 5 – 8, 1991. Madras: Bay of Bengal Programme. hlm 14 – 27.
Dianthani D. 2002. Evaluasi Kondisi Lingkungan Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur Kaitannya dengan Larva Kepiting Bakau (Scylla sp.). [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. 125 hlm.
Ferner MC, Weissburg MJ. 2005. Slow-moving predatory gastropods track prey odors in fast and turbulent flow. J Exp Biol 208: 809 – 819.
Ferno A, Olsen S. 1994. Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. London: Fishing News Books.
Fujaya H. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Penangkapan. Jakarta: Rineka Cipta. 179 hlm.
Garthe S, Camphuysen CJ, Furness RW. 1996. Amounts of discards by commercial fisheries and their significance as food for seabirds in the North Sea. Marine Ecology Prog Ser 338: 159 – 168.
Hendrotomo M. 1989. Studi Analisa Hasil Tangkapan dengan Menggunakan Umpan yang Berbeda pada Rawai Cucut (Hiu) Permukaan Pelabuhan Ratu [skripsi]. Bogor: Program Sudi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 96 hlm. Hill BJ. 1976. Natural food, foregut clearance-rate and activity of the crab Scylla
serrata [abstrak]. Marine Biology 34: 109 – 116.
Hill BJ. 1978. Activity, track, and speed of movement of the crab Scylla serrata in an estuary [abstrak]. Marine Biology 47: 135 – 141.
Hill BJ. 1979. Aspects of the feeding strategy of the predatory crab Scylla serrata
[abstrak]. Marine Biology 55: 209 – 214.
Hill F. 2007. Annual status report: Queensland mud crab fishery 2007, Queensland Department of Primary Industries and Fisheries, Brisbane. Kasry A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Bathara. Jakarta.
93 hlm.
Khan MG, Alam MF. 1992. The mud crab (Scylla serrata) fishery and its bio- economics in Bangladesh. Di dalam: Angell CA, editor. The Mud Crab: Report of the Seminar on the Mud Crab Culture and Trade; Surat Thani, Thailand, Nov 5 – 8, 1991. Madras: Bay of Bengal Programme. hlm 29 – 40.
Leksono U. 1983. Suatu Studi tentang Penggunaan Umpan Ikan Lemuru sebagai Umpan pada Perikanan Rawai Tuna di PT Perikanan Samudra Besar, Benoa, Bali [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 101 hlm.
Luthana YK. 2009. Identifikasi Sederhana Makanan. Jakarta: Agromedia.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. 275 hlm.
Moosa MKM, Aswandy I, Kasry A. 1985. Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal, 1775) dari Perairan Indonesia. Jakarta: LON-LIPI.
Mulya MB. 2000. Kelimpahan dan Distribusi Kepiting Bakau (Scylla sp) serta Keterkaitannya dengan Karakteristik Biofisik Hutan Mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Provinsi Sumatera Utara [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 96 hlm.
Shivik JA. 2006. Are vulture birds, and do snakes have venom, because of macro- and microscavenger conflict? Bioscience 56: 819-823.
Sivasubramaniam K, Angell CA. 1992. A review of the culture, marketing, and resources of the mud crab (Scylla serrata) in the Bay of Bengal Region. Di dalam: Angell CA, editor. The Mud Crab: Report of the Seminar on the Mud Crab Culture and Trade; Surat Thani, Thailand, Nov 5 – 8, 1991. Madras: Bay of Bengal Programme. hlm 5 – 12.
Tiku M. 2004. Pengaruh Jenis Umpan dan Waktu Pengoperasian Bubu Lipat terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 62 hlm.
Triputra D, Suardi ML, Yusparianto. 2008. Pengaruh Perbedaan Umpan dan Waktu Penangkapan Alat Tangkap Pintor terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau di Perairan Desa Kampung Laut Propinsi Jambi. Jurnal Mangrove dan Pesisir Vol. VIII No. 3/2008: 29-45.
Warner GF. 1977. The Biology of Crabs. London: Elek Science Books. 200 hlm. Webley JAC. 2008. The ecology of the mud crab (Scylla serrata): their
colonisation of estuaries and role as scavengers in ecosystem processes [disertasi]. Griffith School of Envirnment Science, Griffith University. Weissburg MJ, Zimmerfaust RK. 2008. Odor plumes and how blue crabs use
Lampiran 1 Prosedur uji TPC dan TVBN A. Prosedur uji TPC
1. Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,0001 g; b. Autoklaf;
c. Inkubator 35oC ± 1oC; d. Anaerobic jar;
e. Cawan petri 15 mm x 90 mm; f. Botol pengencer 20 ml; g. Alat penghitung koloni; h. Stomacher;
i. Batang gelas bengkok diameter 3 mm – 4 mm, dengan panjang tangkai 15 cm – 20 cm;
j. Pipet gelas: 0,1 ml; 1 ml; 5 ml; dan 10 ml. 2. Media dan pereaksi
a. Plate Count Agar (dibuat dari tryptone 5 g, yeast extract 22,5 g,
dextrose 1 g, agar 15 g, aquades 1 l yang dipanaskan hingga
mendidih kemudian disterilisasi selama 15 menit pada suhu 121oC); b. Larutan butterfield’s phosphate buffered;
c. Gas pack dan indikator air anaerob. 3. Prosedur
a. Timbang contoh secara aseptis sebanyak 25 g.
b. Tambahkan 225 ml larutan butterfield’s phosphate buffered,
homogenkan selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1.
c. Dengan menggunakan pipet steril, ambil 1 ml homogenat di atas dan masukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
d. Untuk pengenceran selanjutnya (10-3) ambil 1 ml contoh dari pengenceran 10-2 dan masukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered.
e. Hal yang sama dilakukan untuk pengenceran selanjutnya. Pada setiap pengenceran dilakukan pengosokan minimal 25 kali. f. Pipet 1 ml dari setiap pengenceran dan masukkan ke dalam cawan
petri steril. Lakukan duplo untuk setiap pengenceran.
g. Tambahkan 12 ml – 15 ml PCA yang sudah didinginkan dalam
waterbath hingga mencapai suhu 45oC ± 1oC ke dalam masing- masing cawan yang sudah berisi contoh. Supaya contoh dan media PCA tercampur sempurna lakukan pemutaran cawan ke depan ke belakang dan ke kiri ke kanan.
h. Setelah agar menjadi padat, cawan-cawan tersebut diinkubasi dalam posisi terbalik dalam inkubator selama 48 ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC.
i. Catat pengenceran yang digunakan dan hitung jumlah total koloni. Perhitungan Angka Lempeng Total sebagai berikut:
n n
d C N
2 1 0,1 1 Keterangan:N: jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per g; ΣC: jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung; n1: jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung; n2: jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung; d: pengenceran pertama yang dihitung.
B. Prosedur uji TVBN 1. Peralatan a. Blender; b. Buret; c. Corong gelas; d. Erlenmeyer; e. Gelas piala;
f. Kertas saring kasar; g. Labu takar;
i. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 g. 2. Pereaksi a. Asam perklorat 6%; b. NaOH 20%; c. H3BO4 3%; d. Na2B4O7 0,02 N; e. Silicon anti-foaming; f. Indikator fenolftalein; g. Indikator tashiro; h. Indikator metil merah. 3. Prosedur
a. Ekstraksi
1. Timbang 10 g contoh ± 0,1 g dengan menggunakan gelas piala; 2. Tambahkan 90 ml asam perklorat 6%;
3. Homogenkan contoh dengan menggunakan homogenizer selama 2 menit;
4. Saring contoh dengan menggunakan kertas saring kasar. b. Destilasi
1. Masukkan ekstrak sebanyak 50 ml ke tabung destilasi;
2. Tambahkan beberapa tetes indikator fenolftalein. Tambahkan beberapa tetes silicon anti-foaming;
3. Pasangkan tabung destilasi pada peralatan destilasi uap.
Tambahkan 10 ml NaOH 20% (pada tahap ini campuran bersifat basa yang ditandai dengan warna merah);
4. Siapkan penampung erlenmeyer yang berisi 100 ml H3BO4 3% dan 3 tetes – 5 tetes indikator tashiro;
5. Lakukan destilasi uap kurang lebih 10 menit sampai memperoleh destilat 100 ml sehingga pada volume akhir terdapat kurang lebih 200 ml larutan berwarna hijau; 6. Lakukan destilasi larutan blanko dengan mengganti ekstrak
contoh dengan 50 ml asam perklorat 6%, pengerjaan selanjutnya sama dengan contoh.
c. Titrasi
1. Lakukan titrasi terhadap destilat contoh dan blanko dengan menggunakan larutan HCl 0,02 N;
2. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya kembali warna ungu. d. Perhitungan
W N V V g mg N TVB ( /100 ) c b 14,0072100 Keterangan:Vc: volume larutan HCl pada titrasi contoh; Vb: volume larutan HCl pada titrasi blanko; N: normalitas larutan HCl;
W: berat contoh (g);
14,007: berat atom nitrogen; 2: faktor pengenceran.
Lampiran 2 Score sheet organoleptic daging keong emas mentah
Deskripsi organoleptik Nilai
Bau
Segar spesifik keong emas mentah 10
Basi 7
Sangat basi 5
Busuk 3
Sangat busuk 1
Kenampakan
Coklat cerah spesifik keong emas mentah 10
Coklat dan sebagian kehitaman 7
Kehitaman, masih ada kekuningan 5
Kehitaman 3
Sangat kehitaman 1
Tekstur
Kenyal, liat, kompak 10
Sebagian masih kenyal, sebagian melunak 7 Lebih banyak bagian lunak, sedikit bagian yang kenyal 5
Lunak, kebanyakan hancur 3
Hancur menjadi cairan kental 1
Lampiran 3 Uji t lebar karapas kepiting bakau uji One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
lebar 21 11.8238 .41461 .09048
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
99% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
lebar 130.684 20 .000 11.82381 11.5664 12.0812
Kesimpulan:
Lebar karapas kepiting bakau dengan tingkat kepercayaan 99% (tingkat kesalahan 1%) adalah tidak berbeda nyata dengan 12 cm. Ini bisa dilihat dengan nilai t hitung sebesar 130,7; lebih besar dari nilai t tabel(0,01/2; 21-1) sebesar 2,845.
Lampiran 4 Uji t berat tubuh kepiting bakau uji One-Sample Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
berat 21 3.4933E2 11.98054 2.61437
One-Sample Test
Test Value = 0
t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
99% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
berat 133.621 20 .000 349.33333 341.8946 356.7721
Kesimpulan:
Berat tubuh kepiting bakau dengan tingkat kepercayaan 99% (tingkat kesalahan 1%) adalah tidak berbeda nyata dengan 350 gram. Nilai t hitung untuk berat adalah 133,6, lebih besar dari nilai t tabel(0,01/2; 21-1) sebesar 2,845.
Lampiran 5 Nilai pH sampel umpan keong emas pada berbagai umur simpan
Ulangan ke- pH pada 5 umur simpan
U0 U3 U6 U9 U12 1 7,22 6,82 7,29 7,26 7,14 2 7,43 6,96 7,36 7,33 7,14 3 7,42 6,95 7,35 7,32 7,14 4 7,36 6,94 7,30 7,27 7,10 5 7,40 6,93 7,31 7,30 7,11 Rerata 7,37 6,92 7,32 7,30 7,13 SD 0,08 0,05 0,03 0,03 0,02 Keterangan:
Metode uji: pH meter 220 Merk Corning
Lampiran 6 Nilai TVBN sampel umpan keong emas pada berbagai umur simpan (mg/100 gr sampel bahan umpan)
Ulangan ke- TVBN (mg/100g) pada 5 umur simpan
U0 U3 U6 U9 U12 1 16,0144 536,3973 883,1123 931,8942 1050,5823 2 16,0365 531,2085 891,1562 1014,9026 1128,1306 3 16,7801 533,8356 888,2124 1005,6533 1070,1672 4 16,6722 533,5217 890,4631 945,7321 1132,4862 5 16,1302 535,4019 884,1781 987,5014 1040,3040 Rerata 16,3267 534,0730 887,4244 977,1367 1084,3341 SD 0,3692 1,9833 3,6371 36,6743 43,3454 Keterangan:
Lampiran 7 Uji homogenitas kadar TVBN sampel umpan keong emas Descriptives
TVBN
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
0 5 16.3267 .36922 .16512 15.8682 16.7851 16.01 16.78 3 5 5.3407E2 1.98331 .88696 531.6104 536.5356 531.21 536.40 6 5 8.8742E2 3.63709 1.62656 882.9084 891.9405 883.11 891.16 9 5 9.7714E2 36.67431 16.40125 931.5996 1022.6739 931.89 1014.90 12 5 1.0843E3 43.34539 19.38465 1030.5136 1138.1545 1040.30 1132.49 Total 25 6.9986E2 397.17207 79.43441 535.9144 863.8035 16.01 1132.49
Test of Homogeneity of Variances
TVBN
Levene Statistic df1 df2 Sig.
21.817 4 20 .000
Kesimpulan:
Hasil uji Homogenity-of-Variances Box menunjukkan nilai Sig. (P-value) sebesar 0,000. Ini mengindikasikan bahwa kita menolak H0, berarti cukup bukti untuk menyatakan bahwa mean dari dua atau lebih kelompok metode tidak sama (homogenitas tidak terpenuhi).
Lampiran 8 Uji normalitas kadar TVBN sampel umpan keong emas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
TVBN
N 25
Normal Parametersa Mean 6.9986E2
Std. Deviation 3.97172E2
Most Extreme Differences Absolute .278
Positive .157
Negative -.278
Kolmogorov-Smirnov Z 1.389
Asymp. Sig. (2-tailed) .042
a. Test distribution is Normal.
Kesimpulan:
Lampiran 9 Uji Kruskal-Wallis kadar TVBN sampel umpan keong emas Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
TBVN 25 6.998590E 2 397.1720670 16.0144 1.1325E3 UmurSimpanUmpan 25 6.00 4.330 0 12 Ranks UmurSi mpanU
mpan N Mean Rank
TBVN 0 5 3.00 3 5 8.00 6 5 13.00 9 5 18.00 12 5 23.00 Total 25 Kesimpulan:
Nilai P-value sebesar 0,000 < nilai kritis 0,05, karena itu hipotesis nol ditolak, bahwa terdapat cukup bukti dimana terdapat perbedaan dari kelima umur simpan umpan terhadap TBVN.
Test Statisticsa,b
TBVN
Chi-Square 23.077
df 4
Asymp. Sig. .000
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: UmurSimpanUmpan
Lampiran 10 Nilai organoleptik sampel umpan pada berbagai umur simpan Nilai organoleptik pada 5 umur simpan
U0 U3 U6 U9 U12 Bau 10 7 5 1 1 Kenampakan 10 7 5 1 1 Tekstur 10 7 5 1 1 Rerata 10 7 5 1 1 Keterangan: Metode uji: sensori
Lampiran 11 Uji homogenitas periode gerak kepiting bakau menuju umpan keong emas
Descriptives
Periode
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
0 7 52.1429 11.68230 4.41550 41.3385 62.9472 35.00 70.00 3 7 61.5714 16.98879 6.42116 45.8594 77.2834 41.00 90.00 6 7 52.5714 20.08197 7.59027 33.9987 71.1442 30.00 81.00 Total 21 55.4286 16.38161 3.57476 47.9718 62.8854 30.00 90.00
Test of Homogeneity of Variances
Waktu
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.104 2 18 .353
Kesimpulan:
Hasil uji Homogenity-of-Variances Box menunjukkan nilai Sig. (P-value) sebesar 0,353. Ini mengindikasikan bahwa kita gagal menolak H0, berarti tidak cukup bukti untuk menyatakan bahwa mean dari dua atau lebih kelompok metode tidak sama (homogenitas terpenuhi).
Lampiran 12 Uji normalitas periode gerak kepiting bakau menuju umpan keong emas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Waktu
N 21
Normal Parametersa Mean 55.4286
Std. Deviation 1.63816E1
Most Extreme Differences Absolute .153
Positive .153
Negative -.097
Kolmogorov-Smirnov Z .700
Asymp. Sig. (2-tailed) .711
Test distribution is Normal.
Kesimpulan:
Lampiran 13 Uji anova periode gerak kepiting bakau menuju umpan keong emas ANOVA
Waktu
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Umpan 396.857 2 198.429 .719 .501
Galat 4970.286 18 276.127
Total 5367.143 20
Kesimpulan:
Hasil uji one way anova yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa nilai uji F signifikan pada kelompok uji. Ini ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar 0,719 yang lebih kecil daripada F(2,18) sebesar 3.555 (Fhitung < Ftabel), diperkuat dengan nilai p = 0,501 lebih besar daripada nilai kritik α=0,05.
Lampiran 14 Pencatatan pola dan arah gerak kepiting bakau Rekaman foto-foto gerakan kepiting bakau:
Menit ke-0 Menit ke-20
Menit ke-40 Menit ke-60
Foto ini ditransfer ke ilustrasi sebagai berikut:
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 15 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan pertama
Pada perlakuan ke-1 (umpan 0 hari) ulangan ke-1, kepiting bakau bergerak dari area A ke area C pada menit ke-20, kemudian dari area C ke area E pada menit ke-40, dan pada menit ke-60 kepiting bakau menuju ke area F dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 16 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan kedua
Pada perlakuan ke-1 (umpan 0 hari) ulangan ke-2, kepiting bakau bergerak dari area A ke area B pada menit ke-19, kemudian dari area B ke area F pada menit ke- 35, dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 17 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan ketiga
Pada perlakuan ke-1 (umpan 0 hari) ulangan ke-3, kepiting bakau tetap pada area A tetapi bergerak dari sisi satu ke sisi satunya pada menit ke-15, kemudian dari area A ke area E pada menit ke-31, dan pada menit ke 46 kepiting bakau menuju ke area F dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 18 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan keempat
Pada perlakuan ke-1 (umpan 0 hari) ulangan ke-4, kepiting bakau tetap pada area A tetapi bergerak dari sisi satu ke sisi satunya pada menit ke-20, kemudian dari area A ke area F pada menit ke-55, dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 19 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan kelima
Pada perlakuan ke-1 (umpan 0 hari) ulangan ke-5, kepiting bakau bergerak dari area A ke area C pada menit ke-20, kemudian dari area C ke area F pada menit ke- 43, dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 20 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan keenam
Pada perlakuan ke-1 (umpan 0 hari) ulangan ke-6, kepiting bakau bergerak dari area A ke area B pada menit ke-27, kemudian dari area B ke area F pada menit ke- 56, dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 21 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 0 hari, ulangan ketujuh
Pada perlakuan ke-1 (umpan 0 hari) ulangan ke-7, kepiting bakau bergerak dari area A ke area B pada menit ke-43, kemudian dari area B ke area E pada menit ke-55, serta dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-70.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 22 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan pertama
Pada perlakuan ke-2 (umpan 3 hari) ulangan ke-1, kepiting bakau bergerak dari area A ke area E pada menit ke-19, kemudian dari area E ke area F pada menit ke- 41 dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 23 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan kedua
Pada perlakuan ke-2 (umpan 3 hari) ulangan ke-2, kepiting bakau bergerak masih di area A pada menit ke-15, kemudian dari area A ke area E pada menit ke-35, selanjutnya pada menit ke-55 dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas.
A B C D E F
: umpan keong emas
Lampiran 24 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan ketiga
Pada perlakuan ke-2 (umpan 3 hari) ulangan ke-3, kepiting bakau bergerak dari area A ke area E pada menit ke-20, kemudian pada menit ke-65 dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 25 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan keempat
Pada perlakuan ke-2 (umpan 3 hari) ulangan ke-4, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara C dan D pada menit ke-46, kemudian pada menit ke-90 dari area antara C dan D ke area F dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 26 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan kelima
Pada perlakuan ke-2 (umpan 3 hari) ulangan ke-5, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara E pada menit ke-27, kemudian pada menit ke-45 bergerak masih di area E, selanjutnya pada menit ke-77 kepiting bergerak dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 27 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan keenam
Pada perlakuan ke-2 (umpan 3 hari) ulangan ke-6, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara B pada menit ke-15, kemudian pada menit ke-50 kepiting bergerak dari area B ke area F dan menyentuh umpan keong emas.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 28 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 3 hari, ulangan ketujuh
Pada perlakuan ke-2 (umpan 3 hari) ulangan ke-7, kepiting bakau bergerak dari area A ke area antara B pada menit ke-23, kemudian pada menit ke-45 kepiting bergerak dari area B ke area C, terakhir bergerak dari area C ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-53.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 29 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan pertama
Pada perlakuan ke-3 (umpan 6 hari) ulangan ke-1, pada menit ke-26 kepiting bakau masih bergerak di area A dari satu sisi ke sisi lainnya, kemudian ke area antara E pada menit ke-46, terakhir bergerak dari area E ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-50.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 30 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan kedua
Pada perlakuan ke-3 (umpan 6 hari) ulangan ke-2, pada menit ke-15 kepiting bakau masih bergerak di area A dari tengah ke sisi lainnya, kemudian langsung ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-30.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 31 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan ketiga
Pada perlakuan ke-3 (umpan 6 hari) ulangan ke-3, pada menit ke-20 kepiting bakau masih bergerak di area A dari salah satu sisi ke tengah, pada menit ke-40 dari tengah ke sisi lainnya di area A, kemudian langsung ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-81.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 32 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan keempat
Pada perlakuan ke-3 (umpan 6 hari) ulangan ke-4, pada menit ke-16 kepiting bakau masih bergerak dari area A ke area B, kemudian dari area B ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-45.
: umpan keong emas
: kepiting bakau
Lampiran 33 Pola dan arah gerak kepiting bakau menuju umpan umur 6 hari, ulangan kelima
Pada perlakuan ke-3 (umpan 6 hari) ulangan ke-5, pada menit ke-32 kepiting bakau bergerak dari area A ke area B, kemudian kembali ke area A dari area B pada menit ke-35, dari area A kemudian langsung ke area F dan menyentuh umpan keong emas pada menit ke-44.
: umpan keong emas