• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan dari Analisa:

Daftar Singkatan

BAB 2 K EGIATAN & H ASIL S TUDI DI T INGKAT N ASIONAL

D. Kesimpulan dari Analisa:

Dalam tahap sekarang ini (Oktober 2008, saat anggaran belum mendapat konfirmasi), khusus mengenai topik dana dan anggaran penanggulangan bencana dapat disimpulkan seperti yang tertera dibawah ini.

1. Alokasi anggaran untuk penanggulangan bencana haruslah memadai, tentunya dalam

koridor kapasitas finansial pemerintah, dengan mempertimbangkan bahwa dalam tiga tahun terakhir (2004-2007) Indonesia dilanda bencana yang sangat besar dan telah mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar US$ 12 milyar (Rp. 110 trilyun). Titik berat anggaran bencana harus dipindahkan dari kegiatan paska bencana ke pra bencana. Sejumlah anggaran yang memadai harus dialokasikan ke berbagai instansi pemerintah yang berkaitan dengan bencana, baik dipusat maupun didaerah, dalam satu arahan dan koordinasi dari instansi terkait, yaitu Bappenas, Departemen Keuangan dan BNPB.

2. APBN 2008 telah disahkan dan total jumlah dana penanggulangan bencana yang

dialokasikan bagi seluruh instansi terkait diperkirakan sekitar Rp. 5,1 trilyun, yang terdiri dari: (a) Rp. 2 trilyun untuk kegiatan pencegahan bencana untuk instansi tingkat pusat seperti yang tertera di RKP 2008 yang disusun oleh Bappenas pada bulan Mei 2007; (b) Rp. 3 trilyun dana darurat penanggulangan bencana, yang kemungkinan akan berada dalam koordinasi BNPB dan (c) Rp. 111 milyar alokasi anggaran untuk BNPB.

3. Terkait dengan asumsi dana penanggulangan bencana pemerintah yang tersebut diatas, ada dua poin yang harus di garis bawahi: (a) Anggaran Rp. 2 trilyun untuk instansi terkait haruslah berada di bawah koordinasi dan pengawasan BNPB dan Bappenas; (b) Nilai Rp. 111 milyar untuk BNPB sangatlah tidak mencukupi, mengingat kapasitas, tanggung jawab dan jumlah kegiatan naik secara drastis apabila dibandingkan dengan Bakornas PB yang telah menjadi badan koordinasi dan telah mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan bencana dibawah perintah komisi bentukan Wakil Presiden serta para menteri. BNPB tidak hanya mengkoordinasikan beberapa kegiatan tetapi juga melaksanakan kegiatan Pra bencana, Tanggap Darurat, dan Pasca Bencana dengan menggunakan dana dari BNPB sendiri serta karyawan maupun petugas yang juga dari BNPB. Oleh karenanya, bukan hanya penambahan jumlag karyawan (Saat ini sekitar 100 karyawan yang akan menjadi berjumlah 200 setelah pemilihan Presiden pada bulan Oktober tahun 2009), tetapi juga jumlah anggaran nya seharusnya naik dua kali atau bahkan kata naik dua kali.

4. Dari gambaran umum mengenai alokasi anggaran pemerintah, dapat dilihat bahwa 33

persen (setara dengan Rp. 281 trilyun) dari total anggaran belanja pemerintah (Rp. 854 trilyun), akan ditransfer ke daerah. Di poin 2 disebutkan bahwa anggaran dana darurat bencana (Rp. 3 trilyun) yang akan dikucurkan apabila terjadi bencana kemungkinan akan berada dibawah koordinasi BNPB. Akan tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah kegiatan

pencegahan dan mitigasi bencana juga seharusnya turut dikerjakan oleh pemerintah daerah dengan anggaran yang memadai. Jika nilainya setara secara proposianal seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu Rp. 2 trilyun untuk kegiatan pra bencana yang dialokasikan untuk instansi di tingkat pusat, maka ditingkat daerah, pemerintah daerah seharusnya juga ikut mengalokasikan sekitar Rp. 2,15 trilyun untuk kegiatan yang terkait penanganan bencana. Jumlah anggaran belanja pemerintah pusat, setelah dikurangi pos subsidi, pembayaran cicilan bunga dan hutang, bantuan sosial dan lain-lain menjadi sekitar Rp. 261 trilyun. Rp 2 trillion adalah sebesar 0,7 persen dari jumlah tersebut, dan0,7 persen dari jumlah anggaran belanja pemerintah pusat yaitu Rp 271 trilyun sebanding dengan Rp 2,15 trilyun. Nilai anggaran bencana daerah ini harus dialokasikan ke berbagai instansi di tingkat daerah dibawah koordinasi BPBD, yang mana struktur, jumlah kantor, kapasitas SDM, dan ukuran organisasi akan diputuskan pada akhir tahun 2008.

5. Hal lain yang perlu didiskusikan lebih lanjut adalah mengenai jumlah dana penanggulangan bencana, baik yang dikelola oleh BNPB maupun BPBD, dengan memperhatikan aspek tanggungjawab dan kapasitas mereka tentunya. Apabila sesuai dengan asusmsi yang telah ditunjukan dalam poin sebelumnya, jumlah maksimum dana penanggulangan bencana (termasuk dana kepada BPBD) adalah sekitar Rp. 7,26 trilyun. Nilai ini setara dengan 0,85 persen dari total anggaran belanja pemerintah tahun 2008, atau setara dengan 1,2 persen apabila sudah dikurangi oleh pos subsidi, pembayaran bunga utang, bantuan sosial, dan sebagainya. Apabila di bandingkan dengan Jepang (5 persen dari general account atau 1 persen dari special account), jumlah ini cukup memadai. Akan tetapi dari sisi lain dapat dimengerti bahwa tema penanggulangan bencana adalah hal baru di Indonesia, di mana perangkat hukum, institusi, kapasitas SDM dan masyarakat masih dalam tahap perkembangan. Diharapkan jumlah dana penanggulangan bencana yang memadai dapat terus ditingkatkan ditahun-tahun mendatang hingga mencapai nilai yang maksimal (Lihat Bab 2.6 Rencana Aksi untuk Peningkatan Kapasitas SDM .

6. Status terkini menunjukkan bahwa beberapa pemerintah daerah, terutama di wilayah rentan bencana, secara aktif meningkatkan kapasitas untuk mengurangi resiko bencana. Contohnya:

□ Pemerintah tingkat propinsi Jawa Tengah telah mendirikan lembaga yang disebut sekretariat BPBD27 yang bertanggung jawab kepada gubernur melalui Sekretariat

Daerah (Sekda)28. Tugas utama lembaga baru ini adalah membuat draft dan

melaksanakan kebijakan untuk kegiatan penanggulangan bencana (artikel 8).

27 Juni 2008.

□ Gubernur tingkat propinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta29 telah membuat draft rencana aksi daerah untuk pengurangan resiko bencana yang termasuk matriks kegiatan dan lembaga yang terlibat dalam pelaksanaannya.

□ Kota Padang telah memiliki peraturan daerah (Perda) mengenai penanggulangan bencana30 dan kini sedang dalam proses pendirian BPBD.

Di satu sisi, pendirian BPBD ini positif karena menunjukkan kepedulian pemerintah setempat terhadap masalah bencana. Namun di sisi lain, ini menunjukkan pentingnya koordinasi dan sosialisasi perencanaan dan pelembagaan penanggulangan bencana. Kegiatan penanggulangan bencana bukanlah kegiatan untuk dikerjakan sendiri, namun sebuah kegiatan yang komprehensif dan antar lembaga dan dikoordinasi secara sistematis agar tidak terdapat kegiatan yang tumpang tindih antar satu lembaga dengan yang lain. 7. Terakhir, BNPB dan instansi terkait di tingkat pusat akan berhubungan secara langsung

dengan lembaga-lembaga kerja sama internasional, terutama apabila bencana besar kembali terjadi di Indonesia. Untuk itu, kebutuhan, pelayanan, dan pendanaan harus ditangani oleh BNPB dan pihak terkait lainnya agar terus ditingkatkan dari sekarang.

29 Keputusan Walikota Padang No.669/2007 tanggal 19 Desember 2007.

2.1.3 Perubahan Penanggulangan Bencana di Indonesia melalui UU No. 24

1) Latar Belakang

(1) Keharusan Pembentukan

Setelah gempa bumi dan tsunami menimpa Aceh dan daerah pesisir yang menghadap Lautan Hindia yang terjadi pada Desember 2004, disusul serangkaian ancaman bencana alam seperti gempa bumi Nias, Yogyakarta dan lainnya telah memaksa pemerintah Indonesia untuk secara drastis memperbaiki kerangka hukum & kelembagaan termasuk penyusunan UU dan peraturan-peraturan serta membentuk instansi yang bertugas khusus untuk bidang ini.

Sehingga, Rencana Tindakan Nasional untuk Pengurangan Bencana 2006-2009 disiapkan dan dipublikasikan pada Januari 2007. Hal tersebut menunjukkan keharusan pelaksanaan Penanggulangan Bencana oleh Pemerintah Pusat dan rencana tersebut mendaftar semua kegiatan penting dari tiap sektor pemerintahan terkait yang harus diimplentasikan setiap tahun dari tahun 2006 - 2009.

Realisasi dari tindakan – tindakan penanggulangan bencana seperti yang tercantum dalam rencana tindakan nasional diatas harus didukung secara hukum, kelembagaan, dan finansial. Oleh karena itu, Peraturan perundangan yang mendukung harus dibuat terlebih dahulu.

(2) Landasan Hukum