• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ............................... 76-92

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab lima ini akan dipaparkan tentang kesimpulan, diskusi, dan saran dari hasil penelitian.

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan ini merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. Bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi residen narkoba di BNN Lido. Berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi

independent variabel sebesar 24,8%., dan yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitasthankfulness.

Analisis data berdasarkan fase dalam rehabilitasi, didapatkan bahwa pada masing-masing fase terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi. Pada faseprimary green, berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi independent variabel sebesar 55%., dan ditemukan bahwa yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitas

thankfulness dan dimensi religiusitas social religiosity. Sedangkan pada fase

primary hope, berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi

independent variabel sebesar 61,2%., dan ditemukan bahwa yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitas thankfulness. Kemudian pada fasereentry, berdasarkan sumbangan seluruhnya, resiliensi yang dipengaruhi

independent variabel sebesar 26,7%., dan ditemukan bahwa yang memberikan pengaruh yang signifikan adalah dimensi religiusitasthankfulness.

5.2. Diskusi

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido. Menurut peneliti hal ini disebabkan karena religiusitas secara tidak langsung terkait dengan resiliensi, dimana religiusitas dapat membantu individu saat menghadapi masalah maupun situasi sulit, dan membantunya untuk tetap kuat, bertahan, dan bahkan belajar pada situasi tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah terlebih dahulu dilakukan oleh Southwick (2001) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi diantaranya adalah spiritualitas. Mendukung penelitian tersebut, Connor & Davidson (2003), mengatakan bahwa resiliensi akan terkait dengan berbagai hal, diantaranya adalah pengaruh spiritual, yaitu yakin pada Tuhan atau nasib. Kemudian Bogar & Killacky (2006) yang mengidentifikasikan lima determinan dari resiliensi, diantaranya yaitu spiritualitas dan religiusitas, yang merupakan komponen penting bagi resiliensi seseorang, dimana kepercayaan ini dapat menjadi sandaran bagi individu dalam mengatasi berbagai permasalahan saat peristiwa buruk menimpa. Hal tersebut diperkuat pula oleh penelitian yang dilakukan Handayani (2010) yang juga menemukan bahwa salah satu kekuatan karakter yang mempengaruhi resiliensi adalahspirituality.

Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Walaupun hanya sebesar 24,8%, namun menurut peneliti hasil ini sudah cukup besar, mengingat kegiatan-kegiatan di BNN masih lebih mengutamakan pada perubahan perilakunya. Tetapi sebenarnya dapat terlihat

bahwa hasil religiusitas disini sudah cukup mempengaruhi resiliensi. Hal ini dikarenakan religiusitas dapat membantu residen untuk tetap kuat dan memiliki daya tahan, dalam hal ini kekuatan untuk bisa tetap bertahan agar tidak relapse,

dan menjalani serangkaian kegiatan dalam rehabilitasi, agar dapat melanjutkan hidupnya. Hasil tersebut bisa disebabkan karena keunikan dari karakteristik residen, salah satunya dari karakteristik emosional residen, yakni varieties of guilt

yang menurut Leon (2000) mereka diganggu oleh berbagai macam perasaan bersalah dan malu. Dari semua emosi yang mereka alami, perasaan bersalah merupakan perasaan yang paling berpotensi merusak bagi para residen. Dengan religiusitas yang lebih baik, mereka dapat mulai mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon ampun atas kesalahan mereka di masa lalu serta memelihara dan menjaga diri mereka sendiri untuk tetap bisa bertahan. Hal tersebut sesuai dengan yang dijabarkan oleh Peter & Seligman (2004), bahwa spirituality atau

religiousness berkaitan dengan kecenderungan individu untuk menghindari dan menjauhi berbagai kegiatan anti sosial mencakup penyalahgunaan narkoba, penjualan obat-obatan terlarang, serta kegiatan terlarang lainnya (Handayani, 2010). Hal tersebut diatas turut diperkuat dengan data-data, diantaranya dari hasil penelitian Hawari (2002) yang menunjukkan bahwa penyalahguna narkoba yang taat dan rajin menjalankan ibadah agama memiliki risiko kekambuhan yang lebih kecil dibandingkan penyalahguna narkoba yang sama sekali tidak mentaati dan tidak menjalankan ibadah agama. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Kendler, et al., (2003) yang menemukan bahwa dimensi-dimensi religiusitas mampu mengurangi resiko terhadap kecenderungan penyalahgunaan

narkoba. Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Handoyo dan Rusli (2008), yang menenunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi komitmen beragama dengan intensi berhenti menyalahgunakan narkoba.

Penelitian-penelitian terdahulu telah membahas mengenai keterkaitan religiusitas dengan narkoba maupun dengan resiliensi. Namun belum ada yang membahas mengenai dimensi religiusitas yang berkaitan langsung dengan resiliensi, dan pada residen narkoba. Didalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari dimensi religiusitas thankfulness terhadap resiliensi residen narkoba. Dapat dikatakan jika residen memiliki rasa syukur dan terimakasih yang tinggi atas hal-hal yang telah ia peroleh, maka hal tersebut mampu untuk berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuannya untuk bertahan pada situasi sulit, menghadapi program rehabilitasi yang penuh tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk mempertahankan kepulihan, yaitu lepas dan bersih dari narkoba, serta bertahan agar tidak relapse, agar mampu menjalani serangkaian program rehabilitasi, kemudian dapat melanjutkan hidupnya.

Dimensi religiusitas thankfulness pada penelitian ini menggambarkan rasa syukur dan perasaan berterima kasih kepada Tuhan. Rasa syukur dapat mengurangi efek stress pada kesehatan tubuh. Dengan bersyukur dapat menyebabkan ketenangan pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan memiliki kualitas hubungan yang baik dengan orang lain (Emmons & McCullough, 2003). Hal ini dapat membantu residen yang sesuai dengan keunikan karakteristik

mereka yang memiliki perasaan bersalah yang tinggi, ketidaktenangan, gangguan

mood, frustasi dan kecemasan yang mendalam (Leon, 2000), karena dengan bersyukur mereka bisa mendapatkan ketenangan pikiran yang tentu saja dapat membantu dalam menjalani pemulihan.

Miller (2009) menyatakan bahwa thankfulness (atau yang biasa disebut dengan gratitude) menggambarkan harapan dan sikap optimis yang merupakan komponen penting dalam psikologi positif. Hal ini juga dapat membantu residen terkait keunikan karakteristik mereka yang menampilkan persepsi diri yang buruk, ketidakmampuan mereka untuk mengembangkan harapan akan hidup yang produktif, dan kesulitan untuk menyukai serta menghargai diri mereka sendiri (Leon,2000). Sehingga dengan bersyukur, mereka dapat memiliki harapan dan pikiran yang optimis tentang hidupnya, yang secara tidak langsung akan membantu individu tersebut dalam pemulihannya, demi melanjutkan hidupnya.

Didapatkannya hasil bahwa dimensi religiusitas thankfulness

mempengaruhi resiliensi residen, ini menggambarkan rasa bersyukur residen karena Tuhan masih melindunginya dari bahaya narkoba dengan memberi kesempatan hidup untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, tidak seperti rekannya yang telah meninggal karena OD (overdoses), maupun karena hal lain. Menurut peneliti, jika dihubungkan dengan sudut pandang islam, keberadaan mereka sekarang adalah pertolongan Allah melalui campur tangan manusia, seperti keluarga atau kerabat yang peduli akan keadaan residen, dalam hal ini misalnya seluruh warga BNN Lido.

Syukur dalam kamus besar bahasa Indonesia (2000), memiliki dua arti, yaitu syukur berterimakasih kepada Allah, dan syukur dalam arti untung lah, atau merasa lega, atau senang. Mujib (2006) mengemukakan karakter syakir (yang bersyukur), yaitu menampakkan nikmat Allah Swt., yang diberikan kepadanya. Syukur lisan artinya menampakkan dengan pujian dan pengakuan, syukur hati artinya penyaksian dan merasa senang, dan syukur badan artinya tunduk dan patuh terhadap perintah-Nya. Karakter syakir dilakukan dengan tiga tahap, yaitu; (1) mengetahui nikmat, dengan cara memasukkan dalam ingatan bahwa nikmat yang diberikan oleh Pemberi telah sampai pada penerima; (2) menerima nikmat, dengan cara menampakkan pada Pemberi bahwa ia sangat butuh terhadap pemberian-Nya dan tidak minta berlebih; (3) memuji Pemberinya, dengan cara membaca hamdalah, menggunakannya sebaik mungkin seperti untuk kepentingan dermawan dan kebaikan, serta menceritakan pada orang lain agar ia juga mendapatkan nikmat seperti dirinya.

Firman Allah Swt.:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema’lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. Ibrahim : 7).

Jika seseorang selalu berusaha mengingat Allah dan bersyukur akan nikmatnya meskipun dalam keadaan tersulit sekalipun, maka akan menambah

nikmat lainnya dari Allah. Dan hal tersebut merupakan tujuan hidup dari penciptaan manusia, yaitu untuk beribadah dan selalu mengingat Allah Swt.

Menurut peneliti, dapat dikatakan residen BNN Lido telah cukup mampu dalam menghayati berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dimensi religiusitas khususnya dimensi religiusitas thankfulness, bahwa mereka memang selalu diajarkan setiap harinya dan dibentuk oleh lingkungan untuk senantiasa bersyukur, atau yang lebih dikenal disana dengan istilah grateful(Walking paper, 2011), terhadap keadaan dan yang didapatkan setiap harinya. Hal tersebut ternyata cukup berpengaruh terhadap resiliensi mereka, yaitu sebesar 18,1%, menurut peneliti ini cukup berpengaruh walaupun tidak terlalu besar. Menurut peneliti ini dikarenakan memang disana tujuannya masih lebih mengutamakan pada perubahan perilakunya, yaitu seperti bagaimana mereka senantiasa bersyukur setiap hari. Mungkin lebih lanjut dengan lebih dibina dan digeneralisasikan dalam kegiatan secara lebih menyeluruh, dimensi religiusitas thankfulness bukan tidak mungkin akan memberikan pengaruh yang lebih besar lagi terhadap resiliensi.

Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa pada masing-masing fase terdapat perbedaan. Didapatkan hasil bahwa pada faseprimary greendanprimary hope, serta reentry masing-masing fase ditemukan kesamaan, yaitu dimensi religiusitas thankfulness yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Menjadi menarik pada fase primary green, selain dimensi religiusitas

thankfulness ternyata terdapat dimensi religiusitas social religiosity yang signifikan. Menurut peneliti, ini dimungkinkan karena residen primary green

religiusitas social religiosity. Dalam penelitian ini, dimensi religiusitas social religiosity merefleksikan bagaimana individu tersebut membina hubungannya dengan individu sesama manusia, lebih khususnya dengan sesama penganut agamanya, juga menggambarkan bagaimana frekuensi kehadiran individu di tempat beribadah, dan kaitannya dengan sikap dalam memandang dan menggunakan obat-obatan terlarang. Dapat dikatakan jika residen primary green mampu menghayati hal tersebut, maka dapat berpengaruh terhadap kemampuannya untuk bertahan pada situasi sulit, menghadapi program rehabilitasi yang penuh tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk mempertahankan kepulihan, yaitu lepas dan bersih dari narkoba, serta bertahan agar tidak relapse, agar mampu menjalani serangkaian program rehabilitasi, kemudian dapat melanjutkan hidupnya.

Pada residen primary green, mereka memang selalu diajarkan dan ditekankan setiap harinya, serta dibentuk oleh lingkungan untuk senantiasa menyadari keadaan dan keberadaan mereka disana untuk berkumpul, untuk saling membantu dan mendukung dalam menghadapai permasalahan yang dihadapinnya bersama, atau yang biasa disebut disana dengan man helping man to help himself

(Walking paper, 2011), artinya dengan menolong orang lain, maka kita pun menolong diri kita sendiri. Dengan memperhatikan keunikan karakteristik residen (Leon, 2000) yang menampilkan perilaku dan sikap bermasalah yang mengganggu hubungan sosial mereka dengan orang lain, diharapkan dimensi religiusitas social religiosity yang menonjol dalam fase primary green, dapat membantu, sehingga dengan berinteraksi dengan orang lain, maupun dengan

sesama penganut agamanya, dapat membantu mereka dalam pemulihannya, demi melanjutkan hidupnya. Karena ternyata ditemukan pula penelitian yang menegaskan bahwa adanya jaringan sosial yang kuat (bersifat mendukung) itu berhubungan secara positif dengan kesehatan. (Smett, 1994 dalam Ziyad 2010).

Menurut peneliti, hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut adalah hal-hal apa saja yang belum berkembang didalam dimensi religiusitas tersebut padahal itu dibutuhkan dalam resiliensi pada residen narkoba BNN Lido. Misalnya dimensi religiusitas forgiveness, menurut Hope (1987) memaafkan dapat mengurangi marah, depresi, dan cemas. Dalam hal ini, dengan keunikan karakteristik emosional residen yang penuh kebencian dan kemarahan (Leon, 2000), serta kesulitan residen terkait gangguan mood, frustasi dan kecemasan yang mendalam (Zuckerman, dalam Leon 2000), dimensi religiusitasforgivenesssebetulnya dapat berperan dalam membantu residen menjalani pemulihannya.

Hampir secara universal, pengguna narkoba memiliki persepsi negatif mengenai diri mereka sendiri (Platt dalam Leon, 2000). Dengan memaafkan diri mereka sendiri, tentunya dapat secara efektif membantu mereka untuk bangkit dan beradaptasi dengan baik, serta bertahan dalam menjalani pemulihannya. Hal ini sesuai dengan Worthington & Wade (1999) yang mengatakan bahwa secara kesehatan memaafkan memberikan keuntungan psikologis, dan memaafkan merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari kemarahan dan rasa bersalahnya. Oleh karena nya perlu diperhatikan lebih lanjut terkait program-program yang dapat membantu residen dalam hal memaafkan, seperti misalnya dengan diadakannyatherapy forgiveness, dan sebagainya.

Hasil dari penelitian ini, menunjukkan bahwa religiusitas yang baik ternyata dapat mempengaruhi resiliensi seseorang dalam menjalani rehabilitasi. Mendekatkan diri pada Tuhan dengan cara menjalankan ajaran-ajaran agama yang dianut dan menjauhi larangan-larangannya, akan membuat resiliensi menjadi lebih baik. Seringkali dengan agama, persoalan-persoalan dan kesulitan dapat diatasi, dan membantu individu untuk tetap kuat dan bertahan dalam situasi sulit tersebut. Religiusitas dibutuhkan dalam mengembangkan resiliensi residen dalam menghadapi berbagai macam tantangan selama proses penyembuhan. Resiliensi memungkinkan residen untuk dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi, sehingga dapat mengurangi risiko kekambuhan serta dapat hidup secara normal kembali, seperti melanjutkan kuliah, mendapat pekerjaan yang layak, atau membina keluarga.

Resiliensi sangat penting bagi individu yang sedang menjalani pemulihan (dari kecanduan narkoba atau pun alkohol). Pemulihan sendiri bagi masalah kecanduan alkohol dan obat-obatan memiliki definisi sebagai suatu perubahan yang dilalui dimana individu mencapai tahab abstinensia (tahap dimana seorang pecandu berusaha untuk mempertahankan keadaan bebas zatnya) (BNN, 2004). Selain itu, dalam National Summit on Recovery Conference Report (2005) disebutkan bahwa pemulihan berkaitan dengan perbaikan kesehatan serta kehidupan yang berkualitas dan sejahtera, dan mengembangkan resiliensi merupakan aspek penting untuk terwujudnya proses pemulihan yang berhasil (Allegheny County Coalition for Recovery Child and Family Committee, 2006). Dikatakan oleh Sturgeon & Zautra (2010), resiliensi dapat membantu individu

dalam beradaptasi secara positif terhadap perasaan sakit yang kronis (chronic pain). Adaptasi positif ini selanjutnya akan membantu individu untuk dapat bertahan dalam proses pengobatan dan menjalani upaya penyembuhannya dengan lebih baik. Bagi individu-individu yang tengah menjalani proses penyembuhan dari kondisi sakit, resiliensi akan membantu untuk lebih kooperatif dalam pengobatan karena adanya optimisme dan harapan positif yang dimiliki. Dapat terlihat resiliensi memang memiliki peran penting dalam membantu menjalani pemulihan, dalam hal ini rehabilitasi.

Dari seluruh hasil yang didapatkan dalam penelitian ini, dikarenakan religiusitas memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengembangkan resiliensi pada residen, dan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi residen. Maka dari itu, alangkah lebih baik bila pihak BNN lebih berusaha untuk memperbaiki lagi layanan yang sudah baik yang sudah ada, bukan hanya dari segi fisik, dalam hal ini perubahan perilaku, namun juga secara spiritual, dengan meningkatkan kegiatan-kegiatan yang bersifat rohaniah, dan bilamana mungkin digeneralisasikan kedalam kegiatan-kegiatan sehari-hari. Kegiatan-kegiatan yang mengeneralisasikan religiusitas dan dimensi-dimensi nya, agar membangun resiliensi yang kuat bagi para residen. Resiliensi dibutuhkan oleh residen agar dapat bertahan dalam menghadapi tantangan serta untuk mempertahankan kehidupan yang sehat sehingga dapat sembuh dengan bertahan, hidup normal kembali, dan mengembangkan dirinya menjadi orang yang berhasil karena sebagian besar residen ini dalam masa dewasa muda (usia produktif).

5.3 Saran

5.3.1 Saran teoritis

Tentunya peneliti menyadari adanya banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh sebab itu peneliti akan membagi saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya, sebagai berikut:

a. Menelaah lebih lanjut secara teliti tiap-tiap item, agar dapat meningkatkan kualitas validitas dan reliabilitas pada penelitian lebih lanjut.

b. Untuk penelitian selanjutnya yang tertarik mengenai resiliensi, diharapkan melibatkan variabel lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap resiliensi. Misalnya dengan melibatkan faktor internal lainnya memberikan pengaruh terhadap resiliensi. Sedangkan yang tertarik dengan religiusitas, diharapkan bisa lebih mengkaji lebih lanjut mengenai dimensi-dimensi nya. Misalnya dengan menggunakan skala-skala besar dalam dimensi religiusitas, seperti contohnya dimensi religiusitas forgiveness, dengan menggunakan skala forgiveness. Dan bagi yang ingin meneliti mengenai efektifitas program di BNN. Diharapkan melibatkan variabel-variabel lain selain dimensi-dimensi religiusitas dan resiliensi.

c. Untuk penelitian selanjutnya mengenai tema yang mengangkat tentang pecandu narkoba, diharapkan peneliti selanjutnya meneliti ditempat selain di BNN misalnya di Inabah Abah Anom (muslim), Rumah Damai (nasrani), ataupun di panti rehabilitasi narkoba lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga diharapkan mendapat perbandingan dari tempat-tempat tersebut.

5.3.2. Saran praktis

a. Bagi responden, yakni residen BNN Lido agar terus mempertahankan diri bersih dari napza, mengembangkan diri, dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan yang diberikan di dalam rehabilitisi dengan sungguh-sungguh.

b. Bagi lembaga Badan Narkotika Nasional Lido, agar dapat memberikan kontribusi positif dan menyempurnakan treatment dan therapy, salah satunya dengan lebih menekankan dimensi religiusitas, terutama thankfulness, misalnya dengan mengadakan diskusi kelompok mengenai rasa syukur. Khusunya untuk fase primary green juga dengan menekankan pada dimensi religiusitas social religiosity, misalnya dengan mengadakan solat berjamaah, mengaji bersama, atau

sharing mengenai keagamaan. Selain itu, perlu diperhatikan untuk mengadakan terapi tambahan, misalnya therapy forgiveness yang ternyata dapat membantu residen dalam pemulihannya.

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun oleh : MAHESTI PERTIWI

NIM: 107070002664

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

ii

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

MAHESTI PERTIWI NIM: 107070002664

Di bawah bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag S. Evangeline I. Suaidy, M.Si., Psi NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 150 411 217

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433H/2011M

iii

munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 6 Desember 2011 Sidang Munaqasyah Dekan/Ketua Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522 Pembantu Dekan/Sekretaris

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2 001 Anggota

Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psi NIP. 19730328 200003 2 003

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2 001

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag NIP. 19680614 199704 1 001

S.Evangeline. I. Suaidy, M.Si., Psi NIP. 150 411 217

iv NIM : 107070002664

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DIMENSI RELIGIUSITAS DAN RESILIENSI PADA RESIDEN NARKOBA DI BNN LIDO” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalama penyususnan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 23 November 2011

Mahesti Pertiwi NIM: 107070002664

v

“have faith in ALLAH.”

“every person has their own strength to live, struggle and compete in this world, but only the resilient one who can be tough and survive until the end.” Be a resilient people! Everyone can become resilient.

“GOD, grant me the serenity to accept the things I cannot change; courage to change the things I can; and wisdom to know the difference.”

PERSEMBAHAN :

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya tercinta, Ibu dan Yayah yang menyayangi saya dengan sepenuh hati, serta selalu

vi C) Mahesti Pertiwi

D) Dimensi Religiusitas Dan Resiliensi Pada Residen Narkoba Di BNN Lido E) xii + 88 Halaman (belum termasuk lampiran)

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi religiusitas terhadap resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda, yang melibatkan sampel sebanyak 124 orang yang terdiri dari 64 residen primary green, 31 residen primary hope, dan 29 residen reentry. Penelitian ini dilaksanakan di BNN Lido dengan teknik pengambilan sampel bersifat non-probablity sampling.

Alat ukur resiliensi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert, dengan alat ukur resiliensi yang didasari oleh teori Grotberg (2003), sedangkan alat ukur dimensi religiusitas didasari oleh teori Kendler (2003).

Hasil atau kesimpulan yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan, yaitu sebesar 0,248 atau 24,8%.

Terdapat variabel dimensi religiusitas thankfulness yang memberikan pengaruh secara signifikan terhadap resiliensi. Pada masing-masing fase, primary green,

primary hope, dan reentry, ditemukan terdapat pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi, dan terdapat hasil yang sama bahwa dimensi religiusitas thankfulness yang memberikan pengaruh, serta pada fase primary green, ditemukan dimensi religiusitas social religiosity yang juga memberikan pengaruh.

Kesimpulanya terdapat pengaruh yang signifikan dari dimensi religiusitas terhadap resiliensi residen BNN Lido. Untuk penelitian selanjutnya mengenai resiliensi, diharapkan melibatkan variabel lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap resiliensi, misalnya dengan melibatkan faktor eksternal atau faktor internal lainnya yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi.

vii

Rasa syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menunjukkan jalan bagi peneliti untuk belajar banyak melalui penelitian ini.

Dokumen terkait