BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Efektivitas Pelayanan Publik
Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar, peneliti
menemukan beberapa permasalahan baik pada variabel bertindak cepat dan
tanggap, berpihak kepada masyarakat, menegakkan kedisiplinan, menunjukkan
transparansi, mewujudkan akuntabilitas. Oleh karena itu, sebagai masukan dari
hasil penelitian ini, peneliti merekomendasikan beberapa saran antara lain:
A. Bertindak Cepat dan Tanggap
Sikap bertindak cepat dan tanggap memang sudah diterapkan dengan baik oleh semua pegawai di kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar. Namun untuk
mewujudkan pelayanan yang lebih baik (good service), pegawai harus lebih
meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Menurut penulis, langkah yang
harus dilakukan seperti disediakannya pegawai yang selalu berjaga di ruangan
tunggu, gunanya adalah mengantisipasi jika ada masyarakat yang datang
membutuhkan kebutuhan yang khusus dan berbeda dengan masyarakat lainnya.
mengurus formulir pendaftaran, mengisi formulir, mengantar berkas ke meja
pendaftaran dan menuntun ke loket wawancara dan sesi foto sampai selesai
pengurusan pembuatan paspor. Kemungkinan yang terjadi adalah apabila
masyarakat yang datang tiba-tiba sakit saat pembuatan paspor. Pegawai lebih bisa
bertindak cepat dan tanggap terhadap pelayanan kesehatan kebutuhan masyarakat
yang sakit.
B. Berpihak Kepada Masyarakat
Pegawai di kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar telah menerapkan
pelayanan yang berpihak kepada masyarakat. Namun masalah yang terjadi di
lapangan adalah kurangnya keramahan pegawai kepada para pemohon. Saran dari
penulis adalah sebaiknya pegawai lebih bertegur sapa kepada
masyarakat/pemohon apabila berpapasan dengan para masyarakat/pemohon atau
sekedar bertanya mengenai kendala yang dihadapi masyarakat/pemohon dalam
membuat paspor. Misalnya ketika pegawai hendak keluar kantor pada saat jam
istirahat, masyarakat/pemohon mungkin kurang menyadari bahwa jam tersebut
adalah waktunya istirahat. Alangkah lebih baiknya, pegawai sekedar memberitahu
kepada masyarakat/pemohon agar lebih mengetahui jadwal pelayanan berikutnya.
Hal ini menghindari informasi yang diterima dari masyarakat/pemohon tidak
simpang siur karena informasi yang didapat bukan dari pegawai atau pejabat yang
berwenang.
C. Menegakkan Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan hal yang sangat krusial dalam pelayanan publik.
prinsip pelayanan publik. Semangat kerja pegawai sudah cukup tinggi, kehadiran
pegawai sangat teratur dan tepat waktu, jadwal pelayanan teratur sesuai dengan
jam operasional kantor lainnya. Namun saran dari penulis adalah, pihak kantor
lebih menginformasikan jadwal pelayanan. Misalnya pemberitahuan pelayanan
pendaftaran formulir dari pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 09.30 WIB.
Pemberitahuan waktu istirahat pegawai dari pukul 12.00 WIB sampai dengan
pukul 13.30 WIB dan akan dilanjutkan sampai sekesai nomor antrian. Hal ini
berguna untuk kejelasan pemohon terhadap waktu pelayanan.
D. Menunjukkan Transparansi
Dalam hal menunjukkan transparansi, pihak Kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar juga telah menunjukkan transparansi pelayanan publik. Prosedur
layanan yang sederhana, persyaratan teknis dan administratif tidak pernah
dipersulit oleh pegawai, kesederhanaan prosedur layanan, kepastian biaya
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Permasalahan dalam hal
menunjukkan transparansi adalah kemudahan akses. Kemudahan akses yang
dimaksud adalah kemudahan masyarakat untuk menjangkau kantor.
Permasalahannya adalah jauhnya lokasi kantor dari pusat kota. Namun, letak
kantor yang berada dipinggir jalan dan luas kantor yang cukup memadai sudah
diupayakan pihak kantor untuk lebih memuaskan masyarakat. Karena lokasi
kantor merupakan tanah pemerintah, pihak kantor tidak bisa berbuat banyak.
Saran dari penulis adalah, pihak kantor sebaiknya lebih meningkatkan
kenyamanan masyarakat.
Pelayanan akan lebih menjadi prima dan sesuai dengan prinsip pelayanan publik apabila instansi tersebut berupaya mewujudkan akuntabilitas pelayanan.
Pihak Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar, sudah menerapkan akuntabilitas
pelayanan dalam hal kompetensi pelaksa, dasar hukum dan produk layanan.
Pegawai telah bekerja sesuai dengan keahliannya masing-masing,pelayanan
publik pembuatan paspor juga sudah berdasarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Produk layanan yang dihasilkan juga tidak
pernah mengecewakan masyarakat. Namun permasalahn perwujudan akuntabilitas
adalah, masyarakat kurang menyadari keberadaan pegawai yang menerima
keluhan masyarakat dan keberadaan kotak saran dan pengaduan. Saran dari
penulis adalah sebaiknya pihak kantor menyediak satu meja di ruang tunggu
masyarakat. Hal ini berguna untuk memudahkan masyarakat menyampaikan
keluhannya dan kendala yang dihadapi saat membuat paspor. Memang meja
informasi disediakan oleh pihak kantor, namun setelah pukul 09.30 WIB, tidak
ada pegawai yang berada di meja tersebut. Hal ini menghindari salah pahamnya
informasi yang diterima masyarakat karena informasi yang diterima tidak dari
pegawai/pejabat yang berwenang. Permasalahan lainnya adalah jumlah pelaksana
yang tidak memadai dengan banyaknya masyarakat yang datang memohon
paspor. Saran dari penulis adalah apabila pihak kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar telah menyadari kekurangan pegawai, sebaiknya mereka
melakukan perekrutan sebagai pegawai tidak tetap mengingat sekarang masih
menghindari kekecewaan masyarakat yang mengantri begitu lama dan datang
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Kurniawan. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaharuan.
Ahmad, Tohardi. 2002. Pemahaman Praktis Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Universitas Tanjung Pura, Mandar Maju.
Ali, Faried. 1997. Metode Penelitian Sosial dalam Bidang Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persdada.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Jakarta: Bina Aksara.
Boediono. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: Rineka Cipta.
Drucker, Peter F. 2008. Pengantar Manajemen. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo Effendi.
Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Hadari, Nawawi. 2005. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengertian Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung . Hasibuan, Malayu S.P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
Huseini, Martani dan Hari Lubis. 1987. Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial.
Moenir, H.A.S. 1992. Manajemen Pelayanan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Moenir. 2002. Maanajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rohman, Ahmad Ainur, dkk. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Malang: Program Sekolah Demokrasi Bekerja sama dengan Avverdes.
Schuler,R.S.dan Jackson,S.E.2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia;Menghadapi Abad Ke- 21. Edisi Ke-Enam. Jakarta: Erlangga. Siagian, H. 1997. Manajemen Suatu Pengantar. Bandung: Alumni.
Siagian, Sondang P. 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Steers, M. Richard. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga. Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sutarto. 1998. Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Thoha. Miftah. 1999. Perilaku Organisasi- Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persdada.
Tjandra, W. Riawan, dkk. 2005. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaharuan.
Keputusan Kementerian:
Kepmempan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Peraturanlainnya:
Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI-891.GR.01.01 Tahun 2008 tentang Standar Operasional Prosedur Sistem Penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia Peraturanperundang-undangan:
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS).
Undang- Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah . Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.
Undang-Undang No. 8 TAHUN 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Sumber Internet:
sHwV9ofOUqYC6fziCWzA7bVqLw&bvm=bv.142059868,d.d2s diakses17Desember 2016 pukul 12.31 WIB).
http.pukel.com/Hakikat5dasarpelayanan/ diakses pada 27 Januari 2016 Januari 2016
BAB II
METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkap informasi dan pemahaman
mendalam terhadap masalah proses dan makna dengan mendeskripsikan suatu
masalah. Penelitian ini bersifat Deskriptif yaitu untuk menggambarkan kenyataan
dari kejadian yang diteliti (Sugiyono, 2011:11).
Menurut Moleong (2007:3), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam penelitian sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-
orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahanya. Sedangkan menurut
Nawawi (2005:140) ciri pokok dari pendekatan penelitian deskriptif adalah
memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian
dilakukan saat sekarang atau masalah-masalah yang bersifat aktual dengan
menggambarkan masalah-masalah yang diselidiki sebagaimana adanya dan
diiringi dengan interprestasi rasional.
2.2 Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam penelitan ini, maka
penelitian ini akan dilakukan di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar yang
2.3 Responden
Menurut Arikonto (2003:10) responden adalah orang-orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan penelitian baik pertanyaan tertulis maupun
lisan.
Pada penelitian kualitatif, responden atau subjek penelitian yaitu orang
yang memberi informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan
penelitian yang sedang dilaksanakannya.
Responden adalah orang yang memberi keterangan tentang sesuatu fakta
atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu
ketika mengisi angket dan lisan ketika menjawab wawancara. Responden dalam
penelitian ini adalah Masyarakat yang pernah datang mengurus Paspor atau
sedang mengurus Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar. Adapun
jumlah Responden dalam penelitian ini disesuaikan dengan jumlah responden
yang hadir di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar pada saat penelitian
berlangsung.
2.4 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong
2000:97). Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan
yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, sebagai informan adalah Kepala Kantor
Imigrasi Kelas II Pematangsiantar, pegawai di Kantor Imigrasi Kelas II
2.5 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
dengan dua cara,antara lain:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui
kegiatan langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data yang lengkap
dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan dengan cara:
a. Metode Wawancara, yaitu dengan cara wawancara mendalam untuk
memperoleh data yang lengkap dan mendalam dari informan kunci.
Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang
berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang
berhubungan dengan penelitian.
b. Kuesioner (angket) digunakan sebagai pendamping dalam
mengumpulkan data. Daftar pertanyaan dibuat secara semi terbuka
kepada informan utama atau responden yang memberikan pilihan
jawaban dan memberikan penjelasan-penjelasan yang diperlukan oleh
peneliti.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder, yaitu pengumpulan data yang
dilakukan secara tidak langsung yang diperoleh untuk melengkapi data
primer yaitu dengan cara:
a. Studi perpustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan
menelaah catatan tertulis, baik dari dokumen maupun arsip yang
b. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan
menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi
penelitian seperti petunjuk pelaksana, petunjuk teknis serta sumber-
sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
2.5 Teknik Analisis Data
Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisis data yang dipergunakan
dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis kualitatif. Menurut Farid
(1997:152) bahwa analisis kualitatif adalah analisis terhadap data yang diperoleh
berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubung-hubungkan fakta dan
informasi, data dan informasi. Jadi analisis data kualitatif yaitu dengan
menyajikan hasil wawancara, hasil kuesioner, serta studi kepustakaan dan
dokumentasi dengan melakukan analisis terhadap masalah yang ditemukan di
lapangan. Sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
Keimigrasian di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada
saat itu kantor imigrasi bernama immigratie Dienst yang bertugas menangani
seluruh masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan di Hindia Belanda.
Berdasarkan Surat Penetapan Mentri Kehakiman Republik Indonesia Serikat No.
JZ/30/16 tanggal 28 Januari 1950 yang berlaku surut mulai tanggal 26 Januari
1950, menetapkan bahwa pada tanggal 26 Januari 1950 untuk pertama kalinya
keimigrasian diatur langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia serta
mengangkat Mr. Yusuf Adiwinata sebagai Kepala Jawatan Imigrasi. Hal tersebut
kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Imigrasi oleh setiap jajaran
Imigrasi di Indonesia.
Sejak penetapan oleh Menteri Kehakiman tersebut, segala tugas dan
fungsi keimigrasian di Indonesia dijalankan oleh Jawatan Imigrasi atau sekarang
disebut dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan berada langsung di bawah
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Pada tahun 1967 dibentuklah Kantor Imigrasi di Pematangsiantar yang
dimana pada waktu itu disebut Kantor Imigrasi 1/3 Medan yang bertempat di
Jalan Pasar No. 28 Pematangsiantar. Selanjutnya Kantor Imigrasi Pematangsiantar
berdiri pada tanggal 25 Nopember 1969 dengan memiliki wilayah kerja mencakup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Otonomi Daerah terlebih setelah
diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, dimana Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang demikian luas oleh
pemerintah pusat untuk mengatur rumah tangga daerahnya sendiri, termasuk di
dalamnya adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat di daerahnya. Fungsi
dari pelayanan pun telah didesentralisasi kan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Perubahan paradigma di atas menuntut pemerintah daerah untuk
membuktikan kesanggupan dalam pelaksanaan dan kebutuhan masyarakat di
daerahnya. Tuntutan tersebut semakin berkembang seirama dengan tumbuhnya
kesadaran bahwa warga negara memiliki hak untuk dilayani dan kewajiban
Pemerintah Derah untuk dapat memberikan pelayanan.
Jika pemerintah merupakan organisasi birokrasi dalam pelayanan publik,
maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi terdepan yang
berhubungan dengan pelayanan publik. Dalam hal memberikan pelayanan maka
yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Inti dari
pelayanan masyarakat adalah sikap menolong, bersahabat, dan profesional dalam
memberikan pelayanan jasa atau produk yang memuaskan masyarakat dan
menyebabkan masyarakat datang kembali untuk memohon pelayanan kepada
Pelayanan publik yang menjadi fokus studi Ilmu Administrasi Negara di
Indonesia menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian
yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif misalnya dapat dengan
mudah dibuktikan dimana berbagai tuntutan pelayanan publik sebagai tanda
ketidakpuasan mereka sehari-hari banyak kita lihat. Harus diakui bahwa
pelayanan yang diberikan pemerintah harus mengalami pembaharuan, baik dari
segi paradigma maupun format pelayanan seiring meningkatnya tuntutan
masyarakat dan perubahan di dalam pemerintah itu sendiri. Meskipun demikian,
pembaharuan dilihat dari kedua sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan
masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya dan
termaginalisasikan dalam kerangka pelayanan.
Menurut Drucker (2008:166) efektivitas adalah melakukan atau
mengerjakan sesuatu tepat sasaran atau tujuannya. Bagi para pemimpin, sangatlah
penting menemukan cara yang tepat untuk dilakukan dan memfokuskan daya dan
usaha untuk pekerjaan tersebut agar tercapai tujuan yang diinginkan. Dengan
pengertian lain, efektivitas adalah sebagai suatu ukuran yang menyatakan tingkat
pencapaian sasaran atau tujuan seperti: kuantitas, kualitas dan waktu. Dalam
perbandingan efektivitas adalah hasil nyata dibandingkan dengan hasil yang
diharapkan.
Pelayanan masyarakat dapat dikategorikan efektif jika sesuai dengan
sasaran dan tujuan penyelenggaraan pelayanan publik tersebut yakni kepuasan
masyarakat sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Republik
(PROPENAS). Tuntutan efektivitas pelayanan menjadi penting untuk diterapkan
sesuai dengan dimensi pelayanan yang sederhana, jelas dan pasti, terbuka,
efiisien, ekonomis dan adil, sebagai perwujudan pelayanan yang diterapkan oleh
instansi pemerintah salah satunya adalah Kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar.
Perkembangan yang mencolok selama beberapa dasawarsa menjelang
dimulainya abad ke-21 ditandai dengan semakin penting informasi dan
pengolahan data di dalam banyak aspek kehidupan manusia. Sementara itu seiring
dengan lajunya gerak pembangunan, organisasi-organisasi publik maupun swasta
semakin banyak yang mampu memanfaatkan teknologi informasi baru yang dapat
menunjang efektivitas, produktivitas dan efisiensi mereka. Manusia pada era
reformasi membutuhkan transparansi pelayanan yang sangat diperhatikan oleh
pemerintah. Institusi pemerintah sebagai pelayanan masyarakat perlu menemukan
dan memahami cara yang profesional dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak
dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan
masyarakat. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai keluhan masyarakat yang
disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang
kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah
adalah melayani masyarakat, maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan
kualitas pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan
masyarakat. Di negara-negara berkembang dapat kita lihat mutu pelayanan publik
merupakan masalah yang sering muncul, karena pada negara berkembang
umumnya permintaan akan pelayanan jauh melebihi kemampuan pemerintah
untuk memenuhinya sehingga persoalan yang sering dikritisi masyarakat atau para
penerima layanan adalah persepsi terhadap kualitas yang melekat pada seluruh
aspek pelayanan. Karena itu pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat. Pelayanan yang berkualitas dan bermutu tinggi menjadi
perhatian utama dari organisasi publik. Keterbukaan informasi, jika dikaitkan
dengan aktivitas pelayanan, ikut mendorong masyarakat kian sadar tentang hak
dan kewajibannya. Oleh karena itu, harapan untuk bisa mendapatkan pelayanan
yang terbaik tersebut kini juga mulai digantungkan kepada organisasi
pemerintahan.
Kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat
dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi
dari empowering yang dialami oleh masyarakat. Hal ini berarti masyarakat
semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga
negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat
semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada
pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan
kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Dengan berlandaskan
pemikiran terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sebagai
pengguna layanan, ini merupakan upaya untuk memperbaiki berbagai kelemahan
dibidang pelayanan pembuatan paspor. Menyadari hal tersebut sebagai ancaman
bagi instansi pemerintah, pelayan publik seharusnya dapat menjawab
permasalahan hak warga negara dengan menjalankan kewajibannya sebagai
penyelenggara pelayan publik.
Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar sebagai institusi pelaksana
teknis dari Direktorat Jendral Imigrasi Departemen Hukum dan HAM merupakan
lembaga birokrasi yang mempunyai tugas kewenangan dibidang pelayanan publik
seperti: memberikan pelayanan sekaligus pengawasan kepada Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) seperti penerbitan Surat
Perjalanan Republik Indonesia (SPRI), VISA, Izin Tinggal Orang Asing, dan lain-
lain. Sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,
pada pasal 8 dikatakan bahwa setiap orang yang masuk atau keluar wilayah
Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku.
Dengan demikian setiap Warga Negara Indonesia (WNI) apabila ingin melakukan
perjalanan keluar negeri dengan alasan apapun harus memiliki paspor.
Pentingnya meneliti pelayanan paspor ini dapat kita lihat dari banyaknya
permintaan pengurusan paspor dari masyarakat ditiap bulannya. Hal ini
menandakan bahwa mobilitas masyarakat semakin tinggi yang akan berpengaruh
pada kebutuhan masyarakat akan paspor dan diharapkan pelayanan yang
diberikan semakin baik. Melihat pentingnya pelayanan yang berkualitas agar
masyarakat yang dilayani merasa puas maka diharapkan prosedur yang sederhana
dan kemampuan pegawai dalam suatu instansi terutama instansi pemerintahan
seharusnyalah teratur sesuai dengan jam operasionalnya. Dengan teraturnya
jadwal pelayanan, maka pelayanan dapat dikatakan sudah memberikan pelayanan
yang efektif karena telah menegakkan kedisiplinan baik untuk masyarakat
maupun pemerintah. Baik segi pengawasan dan pertanggung jawaban kinerja
pegawai atau petugas, sering adanya keterlibatan calo pembuat paspor, terkadang
kurang pemahaman masyarakat bagaimana prosedur pembuatan paspor seperti
keluarga yang datang untuk mengurus paspor sehingga datanya sering di
dahulukan dalam pengurusan yang tidak sesuai dengan proses yang telah diatur
dan kemungkinan yang terjadi adalah bagaimana kesiapan petugas apabila ada
calon pembuat paspor yang mengalami kekurangan fisik sehingga harus berbeda
pelayanan sarana dan prasarana yang diberikan dengan manusia normal lainnya.
Fenomena lainnya adalah bagaimana kenyamanan lingkungan kantor sehingga
para pelanggan publik merasa nyaman ketika harus mengantri lama. Kelengkapan
sarana dan prasarana yang disediakan Kantor juga menjadi masalah dalam
pelayanan yang efektif, karena kebutuhan masyarakat sudah seharusnya menjadi
pusat perhatian oleh penyelenggara publik. Masalah lainnya adalah bagaimana
kesopanan dan keramahan petugas memang juga sering menjadi masalah publik,
sebab masyarakat yang dilayani dengan tidak sepenuh hati merasa tidak adil dan