• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelayanan Publik Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelayanan Publik Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematang Siantar"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran

Pihak Kantor menyediakan kantin umum untuk pegawai dan masyarakat

Pihak Kantor menyediakan ruang ibu menyusui bagi para calon pembuat paspor

(2)

Pihak Kantor menyediakan papan informasi yang berada di ruang tunggu

Contoh nomor antrian yang disediakan pihak kantor

Pihak Kantor menyediakan ruang tunggu yang nyaman sesuai keinginan masyarakat

(3)

Pihak kantor menyediakan fasilitas parkir yang nyaman

Contoh Bukti Pembayaran Paspor

Pihak kantor juga menyediakan toilet yang bersih dan nyaman

(4)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Singkat Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

Keimigrasian di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada

saat itu kantor imigrasi bernama immigratie Dienst yang bertugas menangani

seluruh masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan di Hindia Belanda.

Berdasarkan Surat Penetapan Mentri Kehakiman Republik Indonesia Serikat No.

JZ/30/16 tanggal 28 Januari 1950 yang berlaku surut mulai tanggal 26 Januari

1950, menetapkan bahwa pada tanggal 26 Januari 1950 untuk pertama kalinya

keimigrasian diatur langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia serta

mengangkat Mr. Yusuf Adiwinata sebagai Kepala Jawatan Imigrasi. Hal tersebut

kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Imigrasi oleh setiap jajaran

Imigrasi di Indonesia.

Sejak penetapan oleh Menteri Kehakiman tersebut, segala tugas dan

fungsi keimigrasian di Indonesia dijalankan oleh Jawatan Imigrasi atau sekarang

disebut dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan berada langsung di bawah

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Pada tahun 1967 dibentuklah Kantor Imigrasi di Pematangsiantar yang

dimana pada waktu itu disebut Kantor Imigrasi 1/3 Medan yang bertempat di

Jalan Pasar No. 28 Pematangsiantar. Selanjutnya Kantor Imigrasi Pematangsiantar

berdiri pada tanggal 25 Nopember 1969 dengan memiliki wilayah kerja mencakup

(5)

Kota Tebingtinggi, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Utara,

Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi,

Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Deli Serdang. Dengan jumlah penduduk kurang

lebih sekitar 2. 234. 254 orang. Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar pindah

alamat dari Jalan Letjen Suprapto No. 24 Pematangsiantar ke Jalan Raya Medan

Km. 11,5 sampai sekarang. Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar berada 120

Km dari Kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara) dan dapat ditempuh

dengan perjalanan darat dengan angkutan bus dengan memakan waktu kurang

lebih 3 (tiga) jam perjalanan. Dimana keadaan alamnya cukup sejuk serta keadaan

masyarakatnya yang agamais.

Kegiatan keimigrasian pada Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

lebih terfokus pada pelayanan keimigrasian seperti pemberian SPRI (Surat

Perjalanan Republik Indonesia), pemberian Izin Tinggal bagi orang asing serta

perpanjangan Izin Tinggal. Hal ini dapat dilihat dari volome pemberian pelayanan

keimigrasian selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir menunjukkan jumlah

yang cukup signifikan. Fungsi pengawasan keimigrasian merupakan salah satu hal

yang juga perlu diperhatikan dalam menghadapi perkembangan pembangunan,

terlebih didalam menghadapi era perdagangan bebas, aspek pengawasan

keimigrasian di Kelas II Kantor Imigrasi Pematangsiantar selama ini berjalan

cukup baik, dimana hal ini didukung oleh Sistem Pengawasan Orang Asing

(SIPORA) serta kesiapan dan kesigapan para personil hingga saat ini terus

berupaya agar pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian dilaksanakan secara

(6)

masyarakat pada wilayah kerja yang cukup luas dengan melakukan koordinasi

antar instansi yang terkait seperti kepolisian, pemerintah daerah dimasing-masing

Kabupaten atau Kota. Sumber daya manusia yang ada di Kantor Imigrasi Kelas II

Pematangsiantar terus diupayakan untuk ditingkatkan kualitasnya agar dapat

menjalankan tugas dan pelayanan secara optimal.

3.2 Visi dan Misi Organisasi

Adapun yang menjadi visi dan misi Kantor Imigrasi Kelas II

Pematangsiantar adalah:

3.2.1 Visi

Adapun yang menjadi Visi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

adalah “Masyarakat memperoleh kepastian hukum”.

3.2.2 Misi

Adapun yang menjadi Misi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

adalah sebagai berikut:

a. Menunjukkan perundang-undangan yang berkualitas

b. Mewujudkan pelayanan hukum yang berkualitas

c. Mewujudkan penegakan hukum yang berkualitas

d. mewujudkan pemenuhan perlindungan HAM

e. Mewujudkan layanan manajemen administrasi KEMENKUM dan HAM

f. Mewujudkan aparatur Kementerian Hukum dan HAM yang profesional

(7)

3.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar, yaitu:

1. Kepala Kantor Imigrasi

2. Kepala Seksi Lalulintas dan Status Keimigrasian

3. Kepala Sub Seksi Lalulintas Keimigrasian

4. Kepala Sub Seksi Status Keimigrasian

5. Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian

6. Kepala Sub Seksi Komunikasi Keimigrasian

7. Kepala Sub Seksi Informasi Keimigrasian

8. Kepala seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian

9. Kepala Sub Seksi Pengawasan Keimigrasian

10. Kepala Sub Seksi Penindakan Keimigrasian

11. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

12. Kepala Urusan Kepegawaian

13. Kepala Urusan Keuangan

(8)

KEPALA URUSAN KEPEGAWAIAN RETNO WINANINGRUM, SE KASUBSI WASKIM AGUSTINUS W INDARYONO, S.Kom KASUBSI KOMUNIKASI MAILINDA, Amd.Im.,SH KASUBSI LANTASKIM IZHAR,RIZKI, SH Kepala Seksi INFOKIM

ANA DIANAWATI, SH

Kepala Seksi WASDAKIM

MONGIN,SI

Kepala Sub Bag Tata Usaha MARIANA PURBA KEPALA URUSAN KEUANGAN TIMORIA DAMANIK KASUBSI DAKIM HENDRO CHANDRA SARAGIH, SH KASUBSI STATUSKIM

NANO SUMARNO, SH

KASUBSI INFORMASI

MUHAMMAD RIZAL NASUTION, SH

KEPALA KANTOR

JAYA SAPUTRA, SH

NIP. 19691104 199103 1 002

Kepala Seksi LALINTUSKIM

PURNOMO, Amd.Im.,SH

.

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

KEPALA URUSAN UMUM

(9)

BAB IV

PENYAJIAN DATA HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan berbagai data yang dihimpun selama

penelitian yakni berupa data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan

data baik primer dan sekunder. Hasil penelitian data ini tidak bersifat baku karena

penyajiannya seluruhnya disesuaikan dengan hasil penelitian dilapangan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berikut ini dengan

berdasarkan angket dan wawancara penelitian Efektivitas Pelayanan Publik

Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar. Keseluruhan hasil

penelitian ini merupakan bentuk pertanyaan dan pernyataan yang akurat sesuai

pendapat masyarakat berdasarkan angket penelitian yang di isi oleh 30 orang

responden yang merupakan masyarakat yang sudah pernah mengurus paspor

maupun sedang mengurus paspor.

Adapun untuk mengukur sejauh mana Efektivitas Pelayanan Republik

Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar peneliti

menggunakan model penelitian kualitatif yang mengukur efektivitas melalui lima

variabel utama yakni bertindak cepat dan tanggap, berpihak pada masyarakat,

menegakkan kedisiplinan, menunjukkan transparansi, mewujudkan akuntabilitas

yang mana masing-masing dari variabelnya telah di urutkan di dalam angket

(10)

Efektivitas Variabel Deskripsi

1 Bertindak Cepat dan

Tanggap

Cepat mengambil keputusan dalam memberikan pelayanan atau tindakan terhadap kasus/masalah yang bersifat mendadak atau mendesak, tepat dalam melaksanakan proses pelayanan sesuai dengan prosedur tetap atau Standar Operasional Prosedural (SOP) yang telah ditentukan.

2 Berpihak kepada

masyarakat

Masyarakat sebagai subjek pelayanan, berhak menerima pelayanan yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat sebagai objek penelitian, masyarakat wajib diberi pelayanan yang bermutu agar tercapai hak masyarakat sebagai warga negara.

3 Menegakkan

Kedisiplinan

Disiplin kerja adalah menegakkan semangat kerja dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat atau sasaran pelayanan. Disiplinan

administrasi adalah melakukan

pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pelayanan secara tertib, teratur, terarah, terbukan dan terukur.

4 Menunjukkan

Transparansi

Menunjukan keterbukaan pelayanan dengan aturan kerja yang jelas, ringkas, dan tuntas, sehingga pelayanan bisa di pahami oleh sasaran pelayanan. Dan menunjukkan keterbukaaan anggaran sesuai hukum peraturan yang berlaku dalam ruang lingkup pelayanan publik.

5 Mewujudkan

Akuntabilitas

(11)

4.1 Pertanyaan Persepsi

Tabel 4.1 Persentasi Pertanyaan Persepsi Terhadap Efektivitas Pelayanan Publik Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar.

Pertanyaan Respon Jumlah

SS S KK TP STP

I. BERTINDAK CEPAT DAN TANGGAP 20 66,67% 10 33,33% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Responsivitas

Apakah respon pegawai cepat tanggap saat melayani masyarakat?

Empati

Apakah pegawai mempunyai rasa empti kepada masyarakat penyandang disabilitas? 19 63,33% 11 36,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Perlindungan

Apakah pegawai memberikan perlindungan kepada masyarakat penyandang disabilitas? 19 63,33% 11 36,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Kondisional

Apakah pegawai peka terhadap kebutuhan masyarakat yang sakit saat pembuatan paspor? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Tanggung jawab

Apakah pegawai bertanggung jawab

terhadap pekerjaannya? 25 83,33% 4 13,33% 1 3,33% 0 0% 0 0% 30

II. BERPIHAK KEPADA MASYARAKAT 20 66,67% 10 33,33% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Keadilan

Apakah pegawai bersikap adil kepada masyarakat?

Kesopanan dan keramahan Apakah pegawai ramah dan sopan dalam melayani masyarakat?

18 60% 8 26,67% 4 13,33% 0 0% 0

0% 30

Keamanan pelayanan

Apakah petugas keamanan berada dilingkungan kantor? 5 16,67% 0 0% 5 16,67% 20 66,67% 0

0% 30

Kenyamanan lingkungan

Apakah pihak kantor menyediakan fasilitas yang nyaman dan layak pakai? 18 60% 12 40% 0 0% 0 0% 0

(12)

Pertanyaan

Respon

Jumlah

SS S KK TP STP

Kelengkapan sarana dan prasarana Apakah pihak kantor menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat? 19 63,33% 10 33,33% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

III. MENEGAKKAN KEDISIPLINAN 24 80% 5 16,67% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

Semangat kerja

Apakah pegawai menunjukkan sikap semangat bekerja dalam melayani masyarakat?

Tepat waktu

Apakah pegawai selalu datang tepat waktu? 20 66,67% 5 16,67% 5 16,67% 0 0% 0

0% 30

Jadwal pelayanan teratur

Apakah jadwal pelayanan dikantor sesuai dengan jadwal operasional kantor? 26 86,67% 0 0% 4 13,33% 0 0% 0

0% 30

Arahan petugas jelas

Apakah arahan pembuatan paspor yang diberikan pegawai jelas dan terarah? 24 80% 5 16,67% 0 0% 1 3,33% 0

0% 30

IV. MENUNJUKKAN TRANSPARANSI 26 86,67% 3 10% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

Prosedur layanan

Apakah prosedur layanan mudah dipahami?

Persyaratan teknis, administratif Apakah persyaratan teknis dan administratif cukup jelas dan sederhana? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Kesederhanaan

Apakah sistem, mekanisme, prosedur pembuatan paspor mudah dipahami masyarakat? 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Kepastian biaya pelayanan Apakah biaya yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan? 27 90% 2 6,67% 0 0% 1 3,33% 0

(13)

Sumber: Hasil Penelitian, 2017

Keterangan :

SS = Sangat Sering S = Sering

KK = Kadang-kadang TP = Tidak Pernah STP = Sangat Tidak Pernah

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa persentasi Efektivitas Pelayanan Publik

Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar yakni sebagai

berikut:

4.1.1 Bertindak cepat dan tanggap

Berdasarkan jawaban dari 30 responden, pada pertanyaan pertama

presentase terbesar menjawab SS (Sangat Sering) dengan jumlah 66,67% (20

responden), sedangkan jawaban S (Sering) dengan jumlah 33,33%, sedangkan

persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak

Pertanyaan Respon Jumlah

SS S KK TP STP

V. MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS 3 10% 3 10% 18 60% 5 16,67% 1

3,33% 30 Adanya pejabat yang menerima

keluhan masyarakat

Apakah pihak kantor menyediakan pegawai yang menerima keluhan masyarakat?

Kompetensi pelaksana

Apakah pegawai dikantor bekerja sesuai keahliannya? 15 50% 14 46,67% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

Dasar hukum

Apakah pelayanan yang diberikan pegawai sesuai dengan standar pelayanan publik? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Produk layanan

Apakah hasil akhir pembuatan paspor memuaskan masyarakat? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Jumlah pelaksana

Apakah jumlah pegawai dikantor sesuai dengan banyaknya masyarakat yang datang memohon pembuatan paspor? 0 0% 0 0% 10 33,33% 20 66,67% 0

(14)

Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Berdasarkan fakta yang di dapat

dilapangan responden menilai pegawai bertindak cepat dan tanggap saat melayani

masyarakat. Kemudian pada pertanyaan kedua mengenai rasa empati pegawai

terhadap penyandang disabilitas dengan persentase SS (Sangat Sering) dengan

jumlah 63,33%% (19 responden), menyusul jawaban S (Sering) dengan jumlah

36,66% ( 11 responden) dan persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah)

dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).

Berdasarkan fakta yang didapat dilapangan responden menilai rasa empati

pegawai kepada penyandang disabilitas adalah baik. Pada pertanyaan ketiga

mengenai penilaian responden terhadap sikap pegawai terhadap perlindungan

pegawai terhadap penyandang disabilitas dengan persentase SS (Sangat Sering)

dengan jumlah 63,33%% (19 responden), kemudian adalah jawaban S (Sering)

dengan jumlah 36,66% dan persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah)

dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Hal ini

menunjukkan bahwa responden menilai perlindungan pegawai terhadap

penyandang disabilitas sudah dapat dikatakan baik. Pertanyaan keempat mengenai

kepekaan pegawai terhadap kebutuhan masyarakat yang sakit saat membuat

paspor dengan persentase SS (Sangat Sering) dengan jumlah 83,33% (25

responden), kemudian persentase S (Sering) adalah 16,66% (5 orang), lalu

selanjutnya persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat

Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Ini membuktikan bahwa

pegawai sangat peka terhadap kebutuhan khusus masyarakat yang sakit saat

(15)

terhadap pekerjaannya. Persentase terbesar adalah SS (Sangat Sering) dengan

jumlah 83,33% (25 responden) kemudian persentase S (Sering) dengan jumlah

13,33% (4 responden) selanjutnya adalah KK (Kadang-Kadang) dengan

persentase 3,33% (1 responden) persentase TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat

Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).

4.1.2 Berpihak Kepada Masyarakat

Pada variabel kedua berpihak kepada masyarakat, berdasarkan jawaban

dari 30 responden, pada pertanyaan pertama mengenai keadilan pegawai kepada

masyarakat memilih SS (Sangat Sering) dengan jumlah 66,67% (20 responden),

kemudian selanjutnya memilih S (Sering) dengan persentase 33,33% (10

responden), selanjutnya persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan

STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).

Kesimpulannya adalah pegawai bersikap adil dalam melayani masyarakat. Pada

pertanyaan kedua mengenai keramahan dan kesopanan pegawai saat melayani

masyarakat, sebanyak 60% responden (18 orang) memilih SS (Sangat Sering) ,

kemudian disusul dengan S (Sering) dengan jumlah 26,67% (8 responden) dan

persentase KK adalah berjumlah 33,33% (4 responden), TP (Tidak Pernah) dan

STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).

Kesimpulannya adalah responden menilai keramahan dan kesopanan pegawai

cukup baik namun perlu ditingkatkan lagi keramahan nya. Pertanyaan ketiga

membahas tentang keamanan pelayanan di lingkungan kantor, sebanyak 66,67%

(20 responden) menyatakan (Tidak Pernah), adapun yang memilih KK

(16)

16,67% (5 responden), dan persentase S (Sering) adalah 0% (0 responden) dan

persentase STP (Sangat Tidak Pernah) juga 0% (0 responden). Kesimpulannya

adalah masyarakat kurang atau tidak menyadari atau melihat adanya petugas

keamanan yang berada di lingkungan kantor. Pertanyaan selanjutnya mengenai

kenyamanan di lingkungan kantor yakni fasilitas yang disediakan nyaman dan

layak pakai, sebanyak 60% (18 responden) memilih SS (Sangat Sering), kemudian

selanjutnya adalah S (Sering) yakni 40%, persentase KK (Kadang-Kadang), TP

(Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0

responden). Artinya adalah pihak kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar telah

menyediakan fasilitas yang nyaman dan layak pakai kepada masyarakat.

Pertanyaan terkahir mengenai kelengkapan sarana dan prasarana yang disediakan

kantor untuk kebutuhan masyarakat, sebanyak 63,33% (19 responden) memilih

SS (Sangat Sering), kemudian persentase S (Sering) dengan jumlah 33,33% (10

responden) persentase KK (Kadang-Kadang) adalah 3,33% (1 responden), TP

(Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0

responden). Kesimpulannya adalah pihak kantor Imigrasi Kelas II

Pematangsiantar telah menyediakan sarana dan prasarana yang baik untuk

kebutuhan masyarakat.

4.1.3 Menegakkan Kedisiplinan

Pada variabel menegakkan kedisiplinan, berdasarkan jawaban dari 30

responden, pada pertanyaan pertama mengenai semangat kerja pegawai dalam

melayani masyarakat sebanyak 80% (24 responden) memilih SS (Sangat Sering),

(17)

persentasenya adalah sebesar 16,67% ( 5 responden), kemudian responden yang

memilih KK (Kadang-Kadang) dengan jumlah 3,33% (1 responden) dan

persentase TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing

adalah 0% (0 responden). Artinya adalah masyarakat menilai semangat kerja yang

ditunjukkan pegawai dapat dirasakan masyarakat saat membuat paspor dan berada

di lingkungan kantor. Pertanyaan kedua mengenai pegawai yang hadir tepat waktu

sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS (Sangat Sering), memilih KK

(Kadang-Kadang) sebanyak 13,33% (4 responden), persentase S (Sering) dan TP

(Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing 0% (0 responden).

Artinya adalah masyarakat menyadari pegawai hadir tepat waktu sehingga jadwal

pelayanan teratur dan tidak menunda. Pertanmyaan terakhir adalah bagaimana

arahan yang diberikan pegawai. Sebanyak 80% (24 responden) memilih SS

(Sangat Sering), kemudian memilih S (Sering) dengan jumlah 16,67% (5

responden), selanjutnya adalah memilih TP (Tidak Pernah) sebanyak 3,33% (1

responden), selebihnya persentase KK (Kadang-Kadang) dan STP (Sangat Tidak

Pernah) adalah 0% (0 responden). Artinya adalah arahan yang diberikan pegawai

kepada masyarakat yang membuat paspor cukup baik namun ada sebagian

masyarakat yang menilai berbeda.

4.1.4 Menunjukkan Transparansi

Pada variabel menunjukkan transparansi, berdasarkan jawaban dari 30

responden, pada pertanyaan pertama mengenai apakah prosedur layanan mudah

dipahami atau tidak sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS (Sangat

(18)

(Kadang-Kadang) adalah 3,33% (1 responden), TP (Tidak Pernah) dan STP

(Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Artinya

masyarakat mudah memahami prosedur layanan yang disediakan pihak kantor.

Pada pertanyaan kedua mengenai persyaratan teknis dan administratif yang mudah

dipahami atau tidak sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat

Sering), sebanyak 16,67% ( 5 responden) memilih S (Sering) dan persentase KK

(Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah)

masing-masing adalah 0% (0 responden). Artinya persyaratan teknis dan administratif

pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar mudah

dilaksanakan masyarakat. Pertanyaan ketiga mengenai kemudahan mengakses

lokasi kantor, sebanyak 56,67% (17 responden) memilih TP ( Tidak Pernah),

sebanyak 30% (9 responden) memilih SS( Sangat Sering), selanjutnya memilih

KK (Kadang-Kadang) sebanyak 6,67% (2 responden), masing-masing S (Sering)

dan STP (Sangat Tidak Pernah) adalah 3,33% (1 responden). Artinya masyarakat

menilai lokasi kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar sulit dijangkau

masyarakat, namun karena suatu kebutuhan, masyarakat harus menempuh jauh

lokasi kantor. Pertanyaan keempat membahas tentang kesederhanaan sistem,

mekanisme dan prosedur, sebanyak 86,67% ( 26 responden) memilih SS (Sangat

Sering), memilih S (Sering) sebanyak 6,67% (2 responden) dan memilih TP

(Tidak Pernah) adalah sebanyak 3,33% (1 responden), persentase KK

(Kadang-Kadang), dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0

responden). Artinya masyarakat menilai sistem, mekanisme dan prosedur

(19)

dipahami. Pertanyaan terakhir adalah kepastian biaya pelayanan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan atau tidak. sebanyak 90% ( 26 responden) memilih

SS (Sangat Sering), memilih S (Sering) sebanyak 6,67% (2 responden) dan

memilih TP (Tidak Pernah) adalah sebanyak 3,33% (1 responden), persentase KK

(Kadang-Kadang), dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0

responden). Artinya masyarakat menilai transparansi biaya di kantor tersebut

sangat baik mengingat kegiatan transaksi tidak lagi di kantor sehingga kegiatan

pungli sudah dijamin tidak ada.

4.1.5 Mewujudkan Akuntabilitas

Pada variabel mewujudkan akuntabilitas berdasarkan 30 responden,

pertanyaan pertama mengenai tersedianya pegawai yang menerima keluhan

masyarakat sebanyak 60% (18 responden) memilih KK (Kadang-Kadang),

memilih TP (Tidak Pernah) sebanyak 16,67% (5 responden), masing-masing SS

(Sangat Sering) dan S (Sering) sebanyak 10% (3 responden) dan memilih STP

(Sangat Tidak Pernah) adalah 3,33% (1 responden). Artinya masyarakat kurang

mengetahui adanya pejabat/pegawai khusus yang menampung keluhan

masyarakat. Pada pertanyaan kedua mengenai kompetensi pelaksana yakni apakah

pegawai bekerja sesuai dengan keahliannya, sebanyak 50% (15 responden)

memilih SS (Sangat Sering), memilih S (Sering) sebanyak 46,67% (14 responden)

dan sebanyak 3,33% (1 responden) memilih KK (Kadang-Kadang), selanjutnya

masing-masing TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) adalah 0% (0

responden). Artinya masyarakat menilai pegawai di Kantor Imigrasi Kelas II

(20)

Pertanyaan ketiga mengenai apakah pelayanan yang diberiakn sesuai dengan

standar pelayanan publik atau tidak, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS

(Sangat Sering), selanjutnya memilih S (Sering) dengan jumlah 16,67% (5

responden), dan persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP

(Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Artinya

pelayanan yang diterima masyarakat di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

sudah berdasarkan standar pelayanan publik. Pertanyaan keempat adalah apakah

hasil akhir pembuatan paspor memuaskan masyarakat atau tidak, sebanyak

83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Sering), selanjutnya memilih S

(Sering) dengan jumlah 16,67% (5 responden), dan persentase KK

(Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing

adalah 0% (0 responden). Artinya hasil akhir pembuatan paspor yang diterima

masyarakat sudah sangat memuaskan masyarakat. Pertanyaan terakhir adalah

apakah jumlah pegawai telah sesuai dengan banyaknya masyarakat yang

memohon paspor, sebanyak 66,67% (20 responden) memilih TP (Tidak Pernah)

dan memilih KK (Kadang-Kadang) sebanyak 33,33% ( 10 responden),

masing-masing SS (Sangat Sering), S (Sering) dan STP (Sangat Tidak Pernah) adalah 0%

(0 responden). Artinya di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar masih

kurangnya jumlah pegawai dibandingkan banyaknya masyarakat yang memohon

(21)

4.2 Pernyataan Penilaian

Tabel 4.2 Persentasi Pernyataan Penilaian Terhadap Efektivitas Pelayanan Publik Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

Pertanyaan Respon Jumlah

SS S RR TS STS

I. BERTINDAK CEPAT DAN TANGGAP 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Responsivitas

Respon pegawai cepat tanggap saat melayani masyarakat

Empati

Pegawai mempunyai rasa empti kepada masyarakat penyandang disabilitas

25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Perlindungan

Pegawai memberikan perlindungan kepada masyarakat penyandang disabilitas 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Kondisional

Pegawai peka terhadap kebutuhan masyarakat yang sakit saat pembuatan paspor 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Tanggung jawab

Pegawai bertanggung jawab terhadap

pekerjaannya 25

83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0 0% 30

II. BERPIHAK KEPADA MASYARAKAT 27 90% 3 10% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Keadilan

Pegawai bersikap adil kepada masyarakat

Kesopanan dan keramahan Pegawai ramah dan sopan dalam melayani masyarakat 15 50% 5 16,67% 10 33,33% 0 0% 0

0% 30

Keamanan pelayanan

Petugas keamanan berada dilingkungan kantor 5 16,67% 0 0% 4 13,67% 20 66,67% 1

(22)

Pernyataan

Respon

Jumlah

SS S RR TS STS

Kenyamanan lingkungan Fasilitas yang disediakan dikantor nyaman dan layak pakai

19 63,33% 10 30% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

Kelengkapan sarana dan prasarana Pihak kantor menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat

28 93,33% 1 3,33% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

III. MENEGAKKAN KEDISIPLINAN 18 60% 12 40% 0 % 0 0% 0

0% 30

Semangat kerja

Pegawai menunjukkan sikap semangat bekerja dalam melayani masyarakat

Tepat waktu

Pegawai selalu datang tepat waktu

22 73,33% 5 16,67% 3 10% 0 0% 0

0% 30

Jadwal pelayanan teratur Jadwal pelayanan dikantor sesuai dengan jadwal operasional kantor

26 86,67% 1 3,33% 3 10% 0 0% 0

0% 30

Arahan petugas jelas

Arahan pembuatan paspor yang diberikan pegawai jelas dan terarah

25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

IV. MENUNJUKKAN TRANSPARANSI 26 86,67% 3 10% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

Prosedur layanan

Prosedur layanan mudah dipahami

Persyaratan teknis, administratif Persyaratan teknis dan administratif cukup jelas dan sederhana

25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Kemudahan akses

Lokasi kantor mudah dijangkau masyarakat 9 30% 1 3,33% 2 6,67% 17 56,67% 1

3,33% 30

Kesederhanaan

Sistem, mekanisme, prosedur pembuatan paspor mudah dipahami masyarakat 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0

(23)

Sumber: Hasil Penelitian, 2017

Keterangan :

SS = Sangat Setuju S = Setuju RR = Ragu-Ragu TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa persentasi Efektivitas Pelayanan Publik

Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar yakni sebagai

berikut:

Pernyataan

Respon

Jumlah

SS S RR TS STS

Kepastian biaya pelayanan Biaya yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan 27 90% 2 6,67% 0 0% 1 3,33% 0

0% 30

V. MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS 3 10% 3 10% 18 60% 5 16,67% 1

3,33% 30 Adanya pejabat yang menerima

keluhan masyarakat

Pihak kantor menyediakan pegawai yang menerima keluhan masyarakat

Kompetensi pelaksana

Pegawai dikantor bekerja sesuai keahliannya 15 50% 14 46,67% 1 3,33% 0 0% 0

0% 30

Dasar hukum

Pelayanan yang diberikan pegawai sesuai dengan standar pelayanan publik

25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Produk layanan

Hasil akhir pembuatan paspor memuaskan masyarakat 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0

0% 30

Jumlah pelaksana

Apakah jumlah pegawai dikantor sesuai dengan banyaknya masyarakat yang datang memohon pembuatan paspor 0 0% 0 0% 2 6,67% 10 33,33% 18

(24)

4.2.1 Bertindak cepat dan tanggap

Pada variabel bertindak cepat dan tanggap pada pernyataan pertama

berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS

(Sangat Setuju), sebanyak 40% (4 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0

responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS

(Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju).

Artinya adalah masyarakat menilai sangat setuju bahwa respon pegawai cepat dan

tanggap saat melayani masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni rasa empati

pegawai kepada penyandang disabilitas berdasarkan 30 orang responden,

sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67%

(5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak

0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat

setuju bahwa pegawai memiliki rasa empati kepada penyandang disabilitas. Pada

pernyataan ketiga yakni pegawai memberi perlindungan kepada masyarakat

penyandang disabilitas berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 86,67% (26

responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 13,33% (4 responden) memilih

S (Setuju), sebanyak0 % (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0%

(0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih

STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat setuju bahwa pegawai

memberikan perlindungan kepada masyarakat pnyandang disabilitas saat

membuat paspor. Pada pernyataan keempat yakni kepekaan pegawai terhadap

(25)

sebanyak 86,67% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 13,33%

(5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak

0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat

menilai sangat setuju bahwa pegawai memiliki kepekaan yang tinggi terhadap

masyarakat yang sakit saat membuat paspor. Pada pernyataan kelima yakni

tanggung jawab pegawai dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan 30 orang

responden, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju),

sebanyak 16,67% (5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden)

memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak

Setuju), sebanyak 0% (responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya

adalah masyarakat menilai sangat setuju bahwa pegawai di kantor tersebut

bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.

4.2.2 Berpihak Kepada Masyarakat

Pada variabel berpihak kepada masyarakat pada pernyataan pertama yakni

sikap adil pegawai dalam melayani masyarakat berdasarkan 30 orang responden,

sebanyak 90% (27 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 10% (3

responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0

responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat

setuju bahwa pegawai di kantor tersebut bersikap adil dalam melayani

masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni sikap ramah dan sopan pegawai dalam

(26)

responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih

S (Setuju), sebanyak 33,33% (10 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak

0% (0responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 00% (responden) memilih

STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah sebahagian masyarakat menilai

pegawai sudah ramah dan sopan dalam melayani masyarakat, sebahagian lagi

menilai pegawai kurang ramah dalam melayani masyarakat. Pada pernyataan

ketiga yakni keberadaan petugas keamanan lingkungan kantor berdasarkan 30

orang responden, sebanyak 16,67% (5 responden) memilih SS (Sangat Setuju),

sebanyak 0% (0 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 13,33% (4 responden)

memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 66,67% (20 responden) memilih TS (Tidak

Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju).

Artinya adalah masyarakat tidak mengetahui keberadaan petugas keamanan di

lingkungan kantor. Pada pernyataan keempat yakni fasilitas yang disediakan

nyaman dan layak pakai atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak

63,33% (19 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 30% (10

responden) memilih S (Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih RR

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak

0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat

sangat setuju bahwa pihak kantor memang menyediakan fasilitas yang nyaman

dan layak pakai digunakan. Pada pernyataan keliam yakni kelengkapan sarana dan

prasarana yang dibutuhkan masyarakat berdasarkan 30 orang responden, sebanyak

93,33% (28 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 3,33% (1

(27)

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak

0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat

setuju bahwa pihak kantor menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap untuk

kebutuhan masyarakat.

4.2.3 Menegakkan Kedisiplinan

Pada variabel menegakkan kedisipinan pernyataan pertama yakni

semangat pegawai dalam melayani masyarakat berdasarkan 30 orang responden,

sebanyak 60% (18 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 40% (12

responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0

responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat

setuju bahwa pegawai di kantor tersebut mempunyai semangat kerja yang tinggi

dalam melayani masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni pegawai datang tepat

waktu atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 73,33% (22

responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih

S (Setuju), sebanyak 10% (3 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0%

(0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih

STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat setuju bahwa pegawai

datang tepat waktu, namun ada beberapa masyarakat yang tidak setuju karena

masyarakat sempat menunggu beberapa menit untuk memulai pendaftaran

dikarenakan adanya kegiatan jasmani para pegawai. Pada pernyataan ketiga yakni

jadwal pelayanan teratur sesuai jam operasional kantor berdasarkan 30 orang

(28)

sebanyak 3,33% (1 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 10% (3 responden)

memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak

Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya

adalah masyarakat sangat setuju bahwa pelayanan operasional kantor telah sesuai

dengan jadwal operasional kantor lainnya. Pada pernyataan arahan yang diberikan

pegawai jelas atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 83,33% (25

responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih

S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0%

(0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih

STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat setuju bahwa arahan yang

diberikan pegawai di kantor sangat jelas dan terarah.

4.2.4 Menunjukkan Transparansi

Pada variabel menunjukkan transparansi pernyataan pertama yakni

prosedur layanan sederhana atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak

83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5

responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0

responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat

setuju bahwa prosedur layanan pembuatan paspor di kantor Imigrasi Kelas II

Pematangsiantar sederhana dan mudah dipahami masyarakat. Pada pernyataan

kedua yakni persyaratan teknis dan administratif cukup jelas dan terarah

berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS

(29)

0% (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih

TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak

Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju bahwa persayaratan teknis dan

administratif di kantor tersebut jelas dan terarah sehingga mudah dilaksanakan

masyarakat. Pada pernyataan ketiga yakni kemudahan mengakses lokasi kantor

berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 30% (9 responden) memilih SS

(Sangat Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih S (Setuju), sebanyak

6,67% (2 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 56,67% (17responden)

memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih STS (Sangat

Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju bahwa mereka mudah

menjangkau kantor dikarenakan tempat tinggal tidak jauh dari lokasi, namun

sebahagian masyarakat memilih tidak setuju bahwa lokasi kantor mudah

dijangkau karena jauhnya jarak yang dibutuhkan untuk menuju kantor, namun

karena kebutuhan masyarakat harus menempuh perjalanan tersebut. Pada variabel

pernyataan terkahir yakni kepastian biaya pelayanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 83,33% ( 25

responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 13,33% (4 responden) memilih

S (Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak

0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden)

memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju

bahwa kepastian biaya pelayanan telah sesuai dengan peraturan

(30)

4.2.5 Mewujudkan Akuntabilitas

Pada variabel mewujudkan akuntabilitas pernyataan pertama yakni

masyarakat disediakan pegawai yang menerima keluhan masyarakat berdasarkan

30 orang responden, sebanyak 10% (3 responden) memilih SS (Sangat Setuju),

sebanyak 10% (3 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 60% (18 responden)

memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih TS (Tidak

Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju).

Artinya adalah masyarakat ragu-ragu mengetahui dimana keberadaan pegawai

yang menerima keluhan masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni pegawai

bekerja sesuai dengan keahliannya berdasarkan 30 orang responden, sebanyak

50% ( 15 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 46,67% (14

responden) memilih S (Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih RR

(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak

0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat

cukup setuju bahwa pegawai bekerja sesuai keahliannya karena masyarakat tidak

begitu dihadapkan dengan semua pegawai. Pada pernyataan ketiga yakni

pelayanan yang diberikan pihak kantor sesuai dengan standar pelayanan publik

berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS

(Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak

0% (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih

TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak

Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju bahwa pelayanan yang mereka

(31)

pernyataan keempat yakni hasil akhir pembuatan pasporoberdasarkan 30 0rang

responden, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju),

sebanyak 16,67% (5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden)

memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak

Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya

masyarakat sangat setuju bahwa hasil akhir pembuatan paspor memuaskan

masyarakat dengan tidak adanya kesalahan apapun. Pada pernyataan terakhir

yakni kesesuaian banyaknya jumlah pegawai dengan bnyaknya masyarakat yang

datang memohon pembuatan paspor berdasarkan 30 orang responden, sebanyak

0% (0 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 6,67% (2 responden)

memilih S (Setuju), sebanyak 33,33% (10 responden) memilih RR (Ragu-Ragu),

sebanyak 60% (18 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0

responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat menilai

bahwa jumlah pegawai di kantor tersebut sangat kurang sehingga masyarakat

(32)

BAB V

ANALISIS DATA

5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas 5.1.1 Bertindak cepat dan tanggap

Dalam kehidupan ketidakpastian menuntut bagaimana kita melampaui

kesenjangan berfikir dari pola pikir lama ke pola pikir baru, sehingga kekuatan

kebiasaan berpikir cepat dan tepat yang sejalan dengan tuntutan perubahan.

Menuntun kebiasaan berfikir cepat dan tepat adalah kebutuhan yang harus dilatih

secara berkelanjutan kedalam berfikir dengan pendekatan sistem artinya secara

sadar kita meletakkan kebiasaan berfikir dengan mengungkapkan hal-hal yang

terkait dengan pengelolaan dari seluruh peristiwa sebagi input selanjutnya

diproses kedalam unsur sumber daya yang dibutuhkan menjadi keberhasilan

output.

Oleh karena itu, bangunlah dengan daya kemauan yang kuat untuk

kebiasaan dalam berfikir, walaupun kita menyadari bahwa sepenuhnya kebiasaan

tidak dapat dilihat secara fisik melainkan dapat dirasakan manfaatnya. Sejalan

dengan pemikiran diatas, diperlukan usaha-usaha yang berkaitan dengan seberapa

jauh kita mampu mempengaruhi kekuatan kebiasaan pikiran kedalam apa yang

disebut dengan Aptitude. Adalah keterampilan yang terkait dengan sesuatu yang

terlihat secara konkrit dan disisi lain apa yang disebut Attitude yakni sesuatu yang

bersifat abstrak dalam arti tidak bisa dilihat tapi dapat dirasakan pengaruhnya

(33)

Bertindak cepat dan tepat dalam proses berfikir dengan pendekatan sistem

seperti teruraikan sebagai berikut:

1. Mengelola dalam input

Langkah awal yang kita ungkapkan menjadi input dalam mebangun

kebiasaan berfikir adalah menggerakkan berfikir cepat dan tepat untuk

menguraikan tantangan yang kita alami dan mengidentifikasi serta

memperjelas menjadi:

a) Deskripsi situasi permasalahan

b) Hasil usaha sebelumnya dalam tndakan

c) Taksiran hasil tindakan yang lalu

d) Pentingnya situasi permasalahan

2. Mengelola dalam proses

Bertitik tolak dari gambaran input yang disebutkan diatas, maka tindakan

berikutnya adalah:

a) Apakah masalah secara jelas dirumuskan?

b) Pendekatan analisa yang telah dipilih secara jelas?

c) Apakah faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi

prioritasnya?

d) Apakah tujuan dan sasaran secara jelas dikemukakan?

e) Apakah ukuran ditetapkan secara jelas?

f) Apakah potensi pemecahan jelas diungkapkan?

(34)

Berdarkan pengelolaan diatas, maka langkah akhir adalah terkait dengan

tindakan untuk merumuskan hasil dengan berfikir cepat dan tepat melalui

kebiasaan berfikir dengan melaksanakan pelatihan berencana, sistematis,

dan berkesinambungan

Berdasarkan pendekatan sistem untuk menggerakkan kemampuan berfikir

cepat dan tepat dalam menjalankan peran merupakan suatu model berfikir untuk

menentukan sikap.

5.1.1.1 Responsivitas

Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan birokrasi untuk

mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta

mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan

aspirasi masyarakat. Rendahnya kemampuan aparat birokrasi merespons dapat

menimbulkan krisis kepercayaan terhadap birokrasi. Inisiatif dan kreativitas

birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya samasekali tidak memadai.

Masyarakat yang mengaharapkan birokrasi untuk memberi respons yang terjadi

menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung reaktif dan

tidak efektif.

Responsivitas birokrasi yang rendah juga banyak disebabkan oleh belum

adanya pengembangan komuniksi eksternal secara nyata oelh jajaran birokrasi

pelayanan. Indikasi nyata dari belum dikembangkannya komunikasi eksternal

secara efektif oleh birokrasi terlihat pada masih besarnya gap yang terjadi. Gap

(35)

ditemukan kesamaan persepsi antara harapan masyarakat dan birokrasi terhadap

pelayanan yang diberikan.

Namun hal demikian dibantah oleh Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku

Kepala Seksi LALINTUSKIM Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar, beliau

mengatakan bahwa:

“ Pegawai di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar berusaha semaksimal mungkin untuk memuaskan masyarakat yang datang memohon paspor, senada dengan responsivitas atau cepat tanggap pegawai dalam melayani masyarakat, pegawai harus bertindak sigap karena banyaknya jumlah masyarakat yang datang tak sebanding dengan jumlah pegawai di kantor dan waktu yang terbatas”- (wawancara, Maret 2017).

Hal ini senada dengan penilaian masyarakatyang telah mengurus paspor

Ibu Sartika Dewi, Amd beliau berpendapat bahwa:

“memang benar dek pelayanan pegawai di kantor Imigrasi ini cepat dan tanggap, misalnya saja ketetlitian pegawai saat pengecekan berkas formulir pendaftara, mereka cepat dan menanggapi apabila identitas kita beda antar ijazah dengan kartu keluarga. Mereka enggak mau proses selanjutnya, dan harus memperbaiki administrasi sampai benar-benar sesuai persyaratan administrasinya”- (wawancara, Maret 2017).

Untuk instansi pemerintah yang menjadi pelayan publik pengukuran

kinerjanya menjadi sangat penting untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat, apakah sudah memenuhi harapan masyarakat selaku

pengguna jasa layanan dalam hal pemberian pelayanan, selain itu juga pengukuran

kinerja dapat dijadikan tolak ukur apakah masyarakat sudah puas dengan kinerja

pelayanan yang ada.

Sebagai aparatur negara, pegawai harus selalu memperhatikan dan

memenuhi segala kebutuhan pelanggan atau masyarakat. Pemenuhan kebutuhan

(36)

diberikan dapat dikatakan efektif. Hal tersebut merupakan bukti kemampuan

organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, prioritas

pelayanan dan mengembangkan program pelayanan publik sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.

Pelayanan pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar

telah menunjukkan responsivitas yang tinggi dalam melayani masyarakat.

Meskipun dengan jumlah pegawai yang terbatas, seluruh pegawai bekerja sesuai

dengan tugas pokokdan fungsinya masing-masing dan lebih mengutamakan

kepentingan masyarakat.

5.1.1.2 Empati

Dimensi empati memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dengan

responsivitas dan relliability. Hal ini sesuai dengan teori Maslow, pada tingkat

semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal primer. Setelah

kebutuhan fisik, kemanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan lagi akan

dikejar oleh manusia yakni kebutuhan ego dan kebutuhan aktualisasi. Dua

kebutuhan terakhir inilah yang banyak berhubungan dengan dimensi empati.

Masyarakat mau egonya dijaga dan mereka mau dilayani sepuasnya dan bila perlu

pelayan publik harus lebih meningkatkan kualitas pelayanan.

Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi

atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang

atau kelompok lain. Dengan kata lain empati menurut Bullmer adalah suatu proses

ketika sesorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu,

(37)

menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain. Bullmer

menganggap empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang

diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain. Empati menekankan kebersamaan

dengan orang lain lebih daripada sekedar hubungan yang menempatkan orang lain

sebagai objek manipulatif.

Taylor mengatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk

membangun hubungan yang saling mempercayai. Ia memandang empati sebagai

usaha menyelam ke dalam perasaan orang lain untuk merasakan dan menangkap

perasaan itu. Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang

saling mempercayai karena empti mengkomunikasikan sikap penerimaan dan

pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat.

Dalam penelitian ini, empati yang dimaksud adalah bagaimana respon

pegawai saat berhubungan dengan penyandang disabilitas. Dalam kehidupan

bermasyarakat, setiap Warga Negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban

yang sama untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan sasar pembangunan nasional.

Hak dan kewajiban yang sama tersebut tidak terkecuali pada masyarakat

penyandang disabilitas. Untuk memperkuat pengakuan penyandang disabilitas,

maka pada tanggal 15 April 2016 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo

mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang

Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas). Melirik pada Pasal 1 Ayat

(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang

Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa: “ Penyandang Disabilitas adalah

(38)

sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitasn untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”.

Isu tentang penyandang disabilitas atau orang-orang yang memiliki

perbedaan kemampuan seringkali dikenal sebagai difable. Pada pasal 5 Ayat (1)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang

Disabilitas menyebutkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak sebagai

berikut:

a. Hidup

b. Bebas dari stigma c. Privasi

d. Keadilan dan perlindungan e. Pendidikan

f. Pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi g. Kesehatan

h. Politik

i. Keagamaan

j. Keolahragaan

k. Kebudayaan dan pariwisata l. Kesehateraan sosial

m. Aksesibilitas n. Pelayanan publik

o. Perlindungan dari bencana p. Habilitasi dan rehabilitasi q. Konsesi

r. Pendataan

s. Hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat t. Berekspresi.

Dengan adanya Undang-Undang tersebut, tidak ada lagi alasan pemerintah

untuk tidak melindungi hak-hak penyandang disabilitas, karena hak-hak mereka

sudah mendarah daging dalam ruh aturan perundang-undangan yang legal formal

pemberlakuannya di Indonesia. Mengabaikan hak-hak penyandang disabilitas

(39)

Masyarakat yang hadir saat pembuatan paspor atau sudah pernah datang

ke Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar menilai pihak kantor telah memiliki

rasa empati kepada penyandang disabilitas. Hal ini dibuktikan dengan adanya

jalur khusus untuk penyandang disabilitas, sarana lainnya yang mendukung

kebutuhan penyandang disabilitas.

Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas

II Pematangsiantar mengemukakan bahwa:

“ Pihak kantor juga telah meyediakan sarana pendukung penyandang disabilitas. Kelebihan lainnya adalah masyarakat penyandang disabilitisa tidak berdasarkan nomor antrian. Hal ini bukan membeda-bedakan dengan masyarakat lainnya melainkan bentuk rasa empati pegawai kepada mereka”- (Wawancara, Maret 2017).

Memang pada kenyataannya yang penulis amati, pihak Kantor Imigrasi

Kelas II Pematangsiantar dapat betul merasakan kebutuhan yang berbeda yang

memang seharusnya diberikan kepada penyandang disabilitas. Pembuktiannya

adalah adanya jalur khusus yang disediakan oleh Pihak Kantor Imigrasi Kelas II

Pematangsiantar bagi penyandang disabilitas dan orang-orang berkebutuhan

khusus lainnya. Fenomena lainnya adalah rasa saling berperasaan kepada ibu

menyusui juga dialami pihak kantor karena telah menyediakan ruangan ibu

menyusui. Sebab, kebutuhan akan ruangan tersebut memang harus disediakan

sebagai fasilitas publik guna menjaga kesopanan dan norma lainnya yang berlaku

dimasyarakat.

5.1.1.3 Perlindungan

Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-21 di Phnom Penh akan

(40)

penting perjuangan akan hak asasi manusia di wilayah ini, termasuk hak-hak

penyandang disabilitas. Sejak proses menyusun naskah, organisasi-organisasi

penyandang disabilitas telah terlibat dalam proses konsultasi dengan tim penyusun

deklarasi. Komite Hak-Hak Asasi Antar-pemerintah ASEAN (AICHR).

Oragnisasi ini akan membahas bagaimana hak-hak penyandang disabilitas akan

dimasukkan kedalam deklarasi tersebut. Deklarasi yang diharapkan mampu

memberi aturan-aturan bagi penyandang disabilitas.

Perjanjian Afrika juga memuat protokol tambahan tentang hak-hak

perempuan di Afrika. Pada pasal 23 dari protokol ini mengakui hak istimewa

perempuan penyandang disabilitas. Disana tercantum:

“ Pihak Negara-negara berupaya:

a. Menjamin perlindungan perempuan penyandang disabilitas dan melakukan langkah-langkah spesifik yang sesuai dengan kebutuhan fisik, ekonomi, dan sosial mereka untuk memfasilitas akses terhadap dunia kerja, peltihan profesional dan kejuruan, juga keikutsertaan mereka dalam pengambilan keputusan.

b. Menjamin hak-hak perempuan penyandang disabilitas untuk bebas dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual, diskriminasi, berdasarkan kemampuan serta hak untuk diperlakukan dengan memperhatikan harga diri”.

Dengan mempelajari perjanjian tersebut, kita menyadari bahwa

penyandang disabilitas memang harus diberikan perlindungan. Sama halnya

dengan pelayanan publik pembuatan paspor di kantor Imigrasi Kelas II

Pematangsiantar, berdasarkan pantauan penulis, pihak kantor menyadari akan

kebutuhan masyarakat penyandang disabilitas yang harus berbeda dengan

kebutuhan masyarakat normal lainnya. Perlindungan yang diberikan berupa

(41)

penyandang disabilitas mempunyai prosedur layanan yang berbeda yakni tanpa

mengambil nomor antrian dan dibimbing dan diarahkan oleh petugas. Dengan

demikian, masyarakat penyandang disabilitas kebutuhan akan keadilan dan

perlindungan bagi dirinya telah tercapai di Kantor Imigrasi Kelas II

Pematangsiantar.

Kenyataan di lapangan memang sesuai dengan wawancara dengan Bapak

Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas II

Pematangsiantar mengemukakan bahwa:

“ Kita menyadari, masyarakat yang datang memohon pembuatan paspor memang memppunyai kebutuhan beragam. Seperti halnya kebutuhan bagi penyandang disabilitas. Mengingat adanya penyandang disabilitas sebagai pemohon di kantor ini, kita memberikan perlindungan pelayanan kepada mereka. Misalnya kita memberikan nomor bebas antrian, jalur khusus serta sarana lain yang mendukung kebutuhan mereka, dan itu saya rasa terlaksana dengan baik” -(wawancara, Maret 2017).

5.1.1.4 Kondisional

Kalimat kondisonal adalah kalimat mengekspresikan implikasi faktual,

atau situasi hipotesis dan konsekuensinya. Mereka disebut demikian karena

validitas klausa utama dari kalimat ini tergantung pada adanya keadaan tertentu,

yang dapat dinyatakan dalam klausa dependen dan atau dapat dipahami dalam

konteks.

Kondisional adalah pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada

prinsip efektif dan efisiensi. Kondisonal dalam pemberian pelayanan yang sesuai

dengan kondisi kemampuan pemberi dan penerima pelayanan. Kemampuan

(42)

pada saat itu. Kemampuan aparatur pemerintah dalam menghadapi

kendala-kendala yang terjadi dalam pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, pelayanan yang disesuaikan dengan

kemampuan yang diberikan aparatur pemerintah. Pelayanan juga diberikan kepada

semua lapisan masyarakat, tanpa membedakan jenis kelamin, status, atau jenis

kelamin, sehingga akan tercipta pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan

publik. Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang

lain secara langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai

aspek kelembagaan. Pelayanan publik harus kondisional terhadap berbagai

kepentingan dan nilai-nilai publik yang ada. Hal ini mengandung makna bahwa

karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut haruas

berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Penyelenggaraan

pelayanan kepada masyarakat diukur dengan nilai-nilai yang baik. Maka

kemungkinan besar mereka akan bersungguh-sungguh seperti tujuan yang

diharapkannya.

Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM

Kelas II Pematangsiantar mengemukakan bahwa:

“ Pegawai harus bisa menempatkan tupoksinya masing-masing, kondisional yang dimaksudkan adalah kesiapan pihak kantor menyediakan saran dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat berkebutuhan khusus, misalnya saja pemohon datang saat sakit, maka sarana yang kita siapkan adalah kursi roda, tempat istirahat, kantin yang tersedia di belakang kantor apabila pemohon membutuhkan serta ruangan ibu menyusui apabila pemohon juga membutuhkannya”- (wawancara, Maret 2017).

Dari pantauan penulis,memang betul pihak kantor telah menyediakan

(43)

penulis kondisional yang dimaksud adalah kesiagaan pegawai apabila ada

pemohon yang tiba-tiba sakit. Bagi penulis, masyarakat yang memang menyadari

bahwa dirinya dalam keadaan sakit, pastinya telah menyediakan kebutuhan

pribadinya masing-masing dari rumah bukan malah mengharapkan pihak kantor.

Lain pula halnya dengan masyarakat yang tiba-tiba memang membutuhkan

pertolongan pihak kantor.

5.1.1.5 Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah keadaan dimana wajib menanggung segala

sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung

segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Adapun

tanggung jawab secara defenisi merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku

atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung

jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.

Tanggung jawab bersifat kodrati, yang artinya tanggung jawab itu sudah menjadi

bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia dan yang pasti masing-masing

orang akan memikul suatu tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Apabila seseorang

tidak mau bertanggung jawab, maka tentu akan ada pihak lain yang mekasa untuk

tindakan tanggung jawab tersebut. Tanggung jawab dapat dilihat dari sua sisi

yakni sisi yang berbuat dan saisi yang kepentingan pihak lain.

Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia

merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk

perbuatannya dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau

(44)

jawab perlu ditempuh usaha melaui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan

takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Tujuan manusia bertanggung jawab adalah untuk memenuhi kebutuhannya

atau kebutuhan pihak lain. Untuk itu ia mengahadapi manusia lain atau

lingkungan alam. Dalam usahanya itu, masusia juga menyadari akan adanya

kekuatan lain yang ikut menentukan yakni kekuatan Tuhan.

Sesuai dengan pelayanan publik, paratur pemerintah bertanggung jawab

kepada masyarakat. Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan

manusia lainnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena

membutuhkan manusia lainnya, maka ia harus berkomunikasi baik dengan

manusia lainnya. Sepagai pihak pemberi layanan, aparatur pemerintah selayaknya

m,emberikan pelayanan sesuai dengan hak masyarakat dalam bernegara. Hal ini

diakibatkan masyarakat sudah semakin menyadari apa yang menjadi hak dan

kewajibannya dalam bernegara.

Wujud tanggung jawab tersebut adalah berupa pengabdian dan

pengorbanan. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat

ataupun tenaga sebagai perwujudan suatu ikatan dengan rasa ikhlas. Perngabdian

itu hakekatnya adalah tanggung jawab.

Hal ini senada diungkapkan Kepala Seksi LALINTUSKIM Bapak

Purnomo, Amd.Im.,SH bahwa:

(45)

karena memang data yang masuk hari ini harus diselesaikan hari ini juga”-(wawancara, Maret 2017).

Penulis mencoba menggali informasi kepada pemohon tentang seberapa

besar tanggung jawab pegawai kepada masyarakat. Salah satu pemohon bernama

Ibu Wydia Putri Lestari mengatakan bahwa:

“pastilah kak mereka harus mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaannya,apalagi saya lihat masyarakat yang datang untuk buat paspor, banyak sampai mengantri dengan nomor jauh gini, walaupun saya rasa pegawainya minim tapi mereka bertanggung jawab kok. Pastilah mereka menyelesaikan pembuatan paspor sampai habis nomor antrian, klo enggak masyarakat disini bisa komplain dong karenakan udah nunggu lama banget” – (wawancara, Maret 2017).

5.1.2 Berpihak Kepada Mayarakat

Pentingnya suatu pelayanan di suatu instansi maupun harus

mengutamakan efektivitas pelayanan baik dari segi swasta maupun pemerintahan.

Pentingnya pelayanan yang efektif sendiri banyak membawa dampak, dengan

pelayanan yang baik di suatu instansi dapat memajukan instansi itu sendiri dan

tercapainya efektivitas pelayanan publik.

Pada saat ini persoalan yang dihadapi adalah masyarakat mulai tidak sadar

atau mulai cemas dengan mutu pelayanan aparatur pemerintahan. Masyarakat

mengeluarkan stigma apakah pemerintah mampu memberikan pelayanan yang

prima atau tidak. Sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan

publik. Reformasi paradigma pelayanan publik ini adalah pergeseran pola

penyelenggaran pelayanan publik dari yang berorientasi pemerintah sebagai

penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat

(46)

Alternatif perubahan tersebut adalah sudah seharusnya pemerintah

mendengarkan aspirasi dari masyarakat.inilah yang akan menjadi jalan bagi

peningkatan pasrtisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik. Pelayanan publik

juga merupakan bagian yang krusial dalam praktek negara demokrasi, bahkan

banyak ahli mengatakan bahwa pelayanan publik sebagai demokrasi dalam artian

yang sebenarnya karena demokrasi sebagai konsep hanya dapat dirasakan dalam

kualitas pelayanan yang diberika oleh pemerintah kepada rakyatnya.dengan

tingkat heterogenitas dan penyebaran yang luas, maka sangatlah rentan bagi suatu

pemerintahan dapat memenuhi kebutuhan layanan masyarakat sesuai drngan

tingkat kebutuhan apalagi tingkat kepuasan masyarakat.

5.1.2.1 Keadilan

Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti: tidak berat

sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya, tidak

sewenang-wenang. Pengertian keadilan menurut Aristoteles: keadilan adalah

tindakan yang terletak diantara memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat

diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai apa yang menjadi

haknya.

Pada hakikatnya, keadilan adalah suatu sikap untuk memperlakukan

seseorang sesuai dengan haknya. Dan yang menjadi setiap hak orang adalah

diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama

derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda bedakan suku,

keturunan, agama dan golongan.

(47)

a. Keadilan Komunikatif ialah perlakuan kepada seseorang tanpa dengan

melihat dari jasa-jasanya.

b. Keadilan Distributif ialah suatu perlakuan kepada seseorang sesuai dengan

jasa-jasa yang telah diperbuatnya.

c. Keadilan Konvensional ialah suatu keadilan yang terjadi yang mana

seseorang telah mematuhi suatu peraturan perundang-undangan.

d. Keadilan Perbaikan ialah suatu keadilan yang terjadi yang mana seseorang

telah mencemarkan nama baik orang lain.

e. Keadilan Kodrat Alam ialah suatu perlakuan kepada seseorang yang sesuai

dengan hukum alam.

Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas

II Pematangsiantar mengemukakan bahwa:

“ ya pasti adil lah dalam pelayanannya. Karena adil kan tak harus sama. Apabila berkebutuhan khusus, pasti pelayanan berbeda dengan masyarakat normal lainnya, ini bukan berarti gak adil kan. Melainkan ada hal yang membuat mereka tak sama” - (wawancara, Maret 2017).

5.1.2.2 Kesopanan dan Keramahan

Menggiatnya usaha peningkatan pelayanan publik di semua sektor

pelayanan publik, sudah seharusnyalah memberikan pelayanan yang optimal baik

pra dan pasca pelayanan. Pentingnya pelayanan ini tidak lepas dari efek yang

ditimbulkan dari kesan atau persepsi ketika pelanggan berhubungan langsung.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah etika dalam memberikan pelayanan selaku

pihak pemberi layanan. Mengingat dampaknya cukup berat maka semaksimal

(48)

Dalam pengertian sempit, etiket atau sering disebut etika yang berarti tata

cara berhubungan dengan masnusia lainnya. Sedangkan dalam arti luas, etika

sering disebut tindakan yang mengatur perilaku atau tingkah laku manusia dalam

bermasyarakat. Tingkah laku ini perlu diatur agar tidak melanggar norma-norma

atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat.hal-hal yang diatur dalam beretika

adalah sebagai berikut:

a. Penampilan

Penampilan merupakan keseluruhan dari cara berpakaian, berbicara, gerak

gerik, sikap dan perilaku dengan tujuan agar dapat membuat pelanggan

terkesan. Penampilan ini hatus dijaga dengan baik dan prima selama jam

kerja.

b. Sikap dan perilaku

Pada saat berhubungan dengan pelanggan seringkali sikap dan perilaku

pegawai diperhatikan oleh masyarakat, terutama sikap yang menolong dan

peduli terhadap kebutuhan masyarakat.

c. Cara berpakaian

Cara berpakaian juga menjadi bahan perhatian masyarakat, sebab pegawai

terkesan norak akan mengganggu penglihatan masyarakat dan terkesan

tidak pantas. Seharusnyalah pegawai menggunakan seragam sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

d. Gerak-gerik

Pada saat melayani masyarakat, kita harus memperhatikan atau menjaga

(49)

masyarakat saat pegawai memberikan pelayanan. Oleh karena itu pegawai

sebaiknya menghindari gerak-gerik yang dapat membuat curiga

masyarakat, misalnya tatapan mata yang sinis.

e. Cara bertanya

Dalam memberikan pelayanan, pegawai juga harus mengetahui sifat-sifat

masyarakat yang berbeda-beda terutama dalam hal bertanya kepada

masyarakat. Bila masyarakat cenderung pendiam, maka pegawailah yang

harus pro aktif untuk bertanya atau memulai pembicaraan sehingga

membuat masyarakat mau berbicara sedangkan masyarakat yang banyak

tanya, sebaiknya pegawai mendengarkan dengan baik dan menjawab

dengan baik pula.

Dalam mewujudkan etika yang baik dalam memberikan pelayanan

dipengaruhi dua faktor. Faktor pertama, yaitu faktor manusia yang memberikan

pelayanan tersebut. Manusia (pegawai) yang melayani masyarakat harus memiliki

kemampuan melayani secara cepat dan tepat. Disamping itu, pegawai harus

memiliki kemampuan berkomunikasi, sopan santun, ramah dan bertanggung

jawab penuh kepada masyarakat, serta memiliki pengetahuan dan kemampuan

yang baik dalam memahami kebutuhan masyarakat. Faktor kedua dalam

memberikan pelayanan yang terbaik juga harus diikuti oleh tersedianya sarana dan

prasarana yang mendukung kecepatan, ketepatan dan keakuratan pekerjaan.

Penulis mencoba menggali informasi kepada Bapak Purnomo,

Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas II Pematangsiantar

Gambar

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
Tabel 4.1
Tabel 4.2 Persentasi Pernyataan Penilaian Terhadap Efektivitas Pelayanan Publik Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi

Referensi

Dokumen terkait

Pada pelayanan pembuatan paspor yang dihadapi oleh Kantor Imigrasi Kelas I Semarang dalam melayani masyarakat kendala yang sering terjadi yaitu sistem untuk pengaplikasian

Berdasarkan hasil penelitian dalam efektivitas pelayanan pembuatan paspor dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) di Kantor Imigrasi Kelas I

Penelitian dengan judul Efektivitas Penerapan E-Service dalam Proses Pelayanan Pembuatan Paspor Studi pada Kantor Imigrasi Kelas I Malang ini memiliki tujuan untuk menjelaskan

Bagaimana Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan paspor secara online di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan6. Bagaimanakah

Pejabat yang menerima keluhan masyarakat apabila terdapat sesuatu yang tidak jelas dan atau tidak puas atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

Implikasi dari penelitian ini adalah: 1) Kantor Imigrasi Kelas I Makassar selalu berusaha memberikan pelayanan yang baik dalam pelayanan pengurusan paspor kepada

Pada pelayanan pembuatan paspor yang dihadapi oleh Kantor Imigrasi Kelas I Semarang dalam melayani masyarakat kendala yang sering terjadi yaitu sistem untuk pengaplikasian

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Kualitas Pelayanan pembuatan paspor pada Kantor Imigrasi Kelas I Semarang masih belum