Lampiran
Pihak Kantor menyediakan kantin umum untuk pegawai dan masyarakat
Pihak Kantor menyediakan ruang ibu menyusui bagi para calon pembuat paspor
Pihak Kantor menyediakan papan informasi yang berada di ruang tunggu
Contoh nomor antrian yang disediakan pihak kantor
Pihak Kantor menyediakan ruang tunggu yang nyaman sesuai keinginan masyarakat
Pihak kantor menyediakan fasilitas parkir yang nyaman
Contoh Bukti Pembayaran Paspor
Pihak kantor juga menyediakan toilet yang bersih dan nyaman
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Singkat Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
Keimigrasian di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada
saat itu kantor imigrasi bernama immigratie Dienst yang bertugas menangani
seluruh masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan di Hindia Belanda.
Berdasarkan Surat Penetapan Mentri Kehakiman Republik Indonesia Serikat No.
JZ/30/16 tanggal 28 Januari 1950 yang berlaku surut mulai tanggal 26 Januari
1950, menetapkan bahwa pada tanggal 26 Januari 1950 untuk pertama kalinya
keimigrasian diatur langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia serta
mengangkat Mr. Yusuf Adiwinata sebagai Kepala Jawatan Imigrasi. Hal tersebut
kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Imigrasi oleh setiap jajaran
Imigrasi di Indonesia.
Sejak penetapan oleh Menteri Kehakiman tersebut, segala tugas dan
fungsi keimigrasian di Indonesia dijalankan oleh Jawatan Imigrasi atau sekarang
disebut dengan Direktorat Jenderal Imigrasi dan berada langsung di bawah
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Pada tahun 1967 dibentuklah Kantor Imigrasi di Pematangsiantar yang
dimana pada waktu itu disebut Kantor Imigrasi 1/3 Medan yang bertempat di
Jalan Pasar No. 28 Pematangsiantar. Selanjutnya Kantor Imigrasi Pematangsiantar
berdiri pada tanggal 25 Nopember 1969 dengan memiliki wilayah kerja mencakup
Kota Tebingtinggi, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi,
Kabupaten Fak-Fak, Kabupaten Deli Serdang. Dengan jumlah penduduk kurang
lebih sekitar 2. 234. 254 orang. Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar pindah
alamat dari Jalan Letjen Suprapto No. 24 Pematangsiantar ke Jalan Raya Medan
Km. 11,5 sampai sekarang. Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar berada 120
Km dari Kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara) dan dapat ditempuh
dengan perjalanan darat dengan angkutan bus dengan memakan waktu kurang
lebih 3 (tiga) jam perjalanan. Dimana keadaan alamnya cukup sejuk serta keadaan
masyarakatnya yang agamais.
Kegiatan keimigrasian pada Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
lebih terfokus pada pelayanan keimigrasian seperti pemberian SPRI (Surat
Perjalanan Republik Indonesia), pemberian Izin Tinggal bagi orang asing serta
perpanjangan Izin Tinggal. Hal ini dapat dilihat dari volome pemberian pelayanan
keimigrasian selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir menunjukkan jumlah
yang cukup signifikan. Fungsi pengawasan keimigrasian merupakan salah satu hal
yang juga perlu diperhatikan dalam menghadapi perkembangan pembangunan,
terlebih didalam menghadapi era perdagangan bebas, aspek pengawasan
keimigrasian di Kelas II Kantor Imigrasi Pematangsiantar selama ini berjalan
cukup baik, dimana hal ini didukung oleh Sistem Pengawasan Orang Asing
(SIPORA) serta kesiapan dan kesigapan para personil hingga saat ini terus
berupaya agar pelaksanaan tugas dan fungsi keimigrasian dilaksanakan secara
masyarakat pada wilayah kerja yang cukup luas dengan melakukan koordinasi
antar instansi yang terkait seperti kepolisian, pemerintah daerah dimasing-masing
Kabupaten atau Kota. Sumber daya manusia yang ada di Kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar terus diupayakan untuk ditingkatkan kualitasnya agar dapat
menjalankan tugas dan pelayanan secara optimal.
3.2 Visi dan Misi Organisasi
Adapun yang menjadi visi dan misi Kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar adalah:
3.2.1 Visi
Adapun yang menjadi Visi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
adalah “Masyarakat memperoleh kepastian hukum”.
3.2.2 Misi
Adapun yang menjadi Misi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
adalah sebagai berikut:
a. Menunjukkan perundang-undangan yang berkualitas
b. Mewujudkan pelayanan hukum yang berkualitas
c. Mewujudkan penegakan hukum yang berkualitas
d. mewujudkan pemenuhan perlindungan HAM
e. Mewujudkan layanan manajemen administrasi KEMENKUM dan HAM
f. Mewujudkan aparatur Kementerian Hukum dan HAM yang profesional
3.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar, yaitu:
1. Kepala Kantor Imigrasi
2. Kepala Seksi Lalulintas dan Status Keimigrasian
3. Kepala Sub Seksi Lalulintas Keimigrasian
4. Kepala Sub Seksi Status Keimigrasian
5. Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian
6. Kepala Sub Seksi Komunikasi Keimigrasian
7. Kepala Sub Seksi Informasi Keimigrasian
8. Kepala seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian
9. Kepala Sub Seksi Pengawasan Keimigrasian
10. Kepala Sub Seksi Penindakan Keimigrasian
11. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
12. Kepala Urusan Kepegawaian
13. Kepala Urusan Keuangan
KEPALA URUSAN KEPEGAWAIAN RETNO WINANINGRUM, SE KASUBSI WASKIM AGUSTINUS W INDARYONO, S.Kom KASUBSI KOMUNIKASI MAILINDA, Amd.Im.,SH KASUBSI LANTASKIM IZHAR,RIZKI, SH Kepala Seksi INFOKIM
ANA DIANAWATI, SH
Kepala Seksi WASDAKIM
MONGIN,SI
Kepala Sub Bag Tata Usaha MARIANA PURBA KEPALA URUSAN KEUANGAN TIMORIA DAMANIK KASUBSI DAKIM HENDRO CHANDRA SARAGIH, SH KASUBSI STATUSKIM
NANO SUMARNO, SH
KASUBSI INFORMASI
MUHAMMAD RIZAL NASUTION, SH
KEPALA KANTOR
JAYA SAPUTRA, SH
NIP. 19691104 199103 1 002
Kepala Seksi LALINTUSKIM
PURNOMO, Amd.Im.,SH
.
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
KEPALA URUSAN UMUM
BAB IV
PENYAJIAN DATA HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dipaparkan berbagai data yang dihimpun selama
penelitian yakni berupa data yang diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan
data baik primer dan sekunder. Hasil penelitian data ini tidak bersifat baku karena
penyajiannya seluruhnya disesuaikan dengan hasil penelitian dilapangan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berikut ini dengan
berdasarkan angket dan wawancara penelitian Efektivitas Pelayanan Publik
Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar. Keseluruhan hasil
penelitian ini merupakan bentuk pertanyaan dan pernyataan yang akurat sesuai
pendapat masyarakat berdasarkan angket penelitian yang di isi oleh 30 orang
responden yang merupakan masyarakat yang sudah pernah mengurus paspor
maupun sedang mengurus paspor.
Adapun untuk mengukur sejauh mana Efektivitas Pelayanan Republik
Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar peneliti
menggunakan model penelitian kualitatif yang mengukur efektivitas melalui lima
variabel utama yakni bertindak cepat dan tanggap, berpihak pada masyarakat,
menegakkan kedisiplinan, menunjukkan transparansi, mewujudkan akuntabilitas
yang mana masing-masing dari variabelnya telah di urutkan di dalam angket
Efektivitas Variabel Deskripsi
1 Bertindak Cepat dan
Tanggap
Cepat mengambil keputusan dalam memberikan pelayanan atau tindakan terhadap kasus/masalah yang bersifat mendadak atau mendesak, tepat dalam melaksanakan proses pelayanan sesuai dengan prosedur tetap atau Standar Operasional Prosedural (SOP) yang telah ditentukan.
2 Berpihak kepada
masyarakat
Masyarakat sebagai subjek pelayanan, berhak menerima pelayanan yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat sebagai objek penelitian, masyarakat wajib diberi pelayanan yang bermutu agar tercapai hak masyarakat sebagai warga negara.
3 Menegakkan
Kedisiplinan
Disiplin kerja adalah menegakkan semangat kerja dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat atau sasaran pelayanan. Disiplinan
administrasi adalah melakukan
pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pelayanan secara tertib, teratur, terarah, terbukan dan terukur.
4 Menunjukkan
Transparansi
Menunjukan keterbukaan pelayanan dengan aturan kerja yang jelas, ringkas, dan tuntas, sehingga pelayanan bisa di pahami oleh sasaran pelayanan. Dan menunjukkan keterbukaaan anggaran sesuai hukum peraturan yang berlaku dalam ruang lingkup pelayanan publik.
5 Mewujudkan
Akuntabilitas
4.1 Pertanyaan Persepsi
Tabel 4.1 Persentasi Pertanyaan Persepsi Terhadap Efektivitas Pelayanan Publik Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar.
Pertanyaan Respon Jumlah
SS S KK TP STP
I. BERTINDAK CEPAT DAN TANGGAP 20 66,67% 10 33,33% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Responsivitas
Apakah respon pegawai cepat tanggap saat melayani masyarakat?
Empati
Apakah pegawai mempunyai rasa empti kepada masyarakat penyandang disabilitas? 19 63,33% 11 36,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Perlindungan
Apakah pegawai memberikan perlindungan kepada masyarakat penyandang disabilitas? 19 63,33% 11 36,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Kondisional
Apakah pegawai peka terhadap kebutuhan masyarakat yang sakit saat pembuatan paspor? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Tanggung jawab
Apakah pegawai bertanggung jawab
terhadap pekerjaannya? 25 83,33% 4 13,33% 1 3,33% 0 0% 0 0% 30
II. BERPIHAK KEPADA MASYARAKAT 20 66,67% 10 33,33% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Keadilan
Apakah pegawai bersikap adil kepada masyarakat?
Kesopanan dan keramahan Apakah pegawai ramah dan sopan dalam melayani masyarakat?
18 60% 8 26,67% 4 13,33% 0 0% 0
0% 30
Keamanan pelayanan
Apakah petugas keamanan berada dilingkungan kantor? 5 16,67% 0 0% 5 16,67% 20 66,67% 0
0% 30
Kenyamanan lingkungan
Apakah pihak kantor menyediakan fasilitas yang nyaman dan layak pakai? 18 60% 12 40% 0 0% 0 0% 0
Pertanyaan
Respon
Jumlah
SS S KK TP STP
Kelengkapan sarana dan prasarana Apakah pihak kantor menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat? 19 63,33% 10 33,33% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
III. MENEGAKKAN KEDISIPLINAN 24 80% 5 16,67% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
Semangat kerja
Apakah pegawai menunjukkan sikap semangat bekerja dalam melayani masyarakat?
Tepat waktu
Apakah pegawai selalu datang tepat waktu? 20 66,67% 5 16,67% 5 16,67% 0 0% 0
0% 30
Jadwal pelayanan teratur
Apakah jadwal pelayanan dikantor sesuai dengan jadwal operasional kantor? 26 86,67% 0 0% 4 13,33% 0 0% 0
0% 30
Arahan petugas jelas
Apakah arahan pembuatan paspor yang diberikan pegawai jelas dan terarah? 24 80% 5 16,67% 0 0% 1 3,33% 0
0% 30
IV. MENUNJUKKAN TRANSPARANSI 26 86,67% 3 10% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
Prosedur layanan
Apakah prosedur layanan mudah dipahami?
Persyaratan teknis, administratif Apakah persyaratan teknis dan administratif cukup jelas dan sederhana? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Kesederhanaan
Apakah sistem, mekanisme, prosedur pembuatan paspor mudah dipahami masyarakat? 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Kepastian biaya pelayanan Apakah biaya yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan? 27 90% 2 6,67% 0 0% 1 3,33% 0
Sumber: Hasil Penelitian, 2017
Keterangan :
SS = Sangat Sering S = Sering
KK = Kadang-kadang TP = Tidak Pernah STP = Sangat Tidak Pernah
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa persentasi Efektivitas Pelayanan Publik
Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar yakni sebagai
berikut:
4.1.1 Bertindak cepat dan tanggap
Berdasarkan jawaban dari 30 responden, pada pertanyaan pertama
presentase terbesar menjawab SS (Sangat Sering) dengan jumlah 66,67% (20
responden), sedangkan jawaban S (Sering) dengan jumlah 33,33%, sedangkan
persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak
Pertanyaan Respon Jumlah
SS S KK TP STP
V. MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS 3 10% 3 10% 18 60% 5 16,67% 1
3,33% 30 Adanya pejabat yang menerima
keluhan masyarakat
Apakah pihak kantor menyediakan pegawai yang menerima keluhan masyarakat?
Kompetensi pelaksana
Apakah pegawai dikantor bekerja sesuai keahliannya? 15 50% 14 46,67% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
Dasar hukum
Apakah pelayanan yang diberikan pegawai sesuai dengan standar pelayanan publik? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Produk layanan
Apakah hasil akhir pembuatan paspor memuaskan masyarakat? 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Jumlah pelaksana
Apakah jumlah pegawai dikantor sesuai dengan banyaknya masyarakat yang datang memohon pembuatan paspor? 0 0% 0 0% 10 33,33% 20 66,67% 0
Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Berdasarkan fakta yang di dapat
dilapangan responden menilai pegawai bertindak cepat dan tanggap saat melayani
masyarakat. Kemudian pada pertanyaan kedua mengenai rasa empati pegawai
terhadap penyandang disabilitas dengan persentase SS (Sangat Sering) dengan
jumlah 63,33%% (19 responden), menyusul jawaban S (Sering) dengan jumlah
36,66% ( 11 responden) dan persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah)
dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).
Berdasarkan fakta yang didapat dilapangan responden menilai rasa empati
pegawai kepada penyandang disabilitas adalah baik. Pada pertanyaan ketiga
mengenai penilaian responden terhadap sikap pegawai terhadap perlindungan
pegawai terhadap penyandang disabilitas dengan persentase SS (Sangat Sering)
dengan jumlah 63,33%% (19 responden), kemudian adalah jawaban S (Sering)
dengan jumlah 36,66% dan persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah)
dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Hal ini
menunjukkan bahwa responden menilai perlindungan pegawai terhadap
penyandang disabilitas sudah dapat dikatakan baik. Pertanyaan keempat mengenai
kepekaan pegawai terhadap kebutuhan masyarakat yang sakit saat membuat
paspor dengan persentase SS (Sangat Sering) dengan jumlah 83,33% (25
responden), kemudian persentase S (Sering) adalah 16,66% (5 orang), lalu
selanjutnya persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat
Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Ini membuktikan bahwa
pegawai sangat peka terhadap kebutuhan khusus masyarakat yang sakit saat
terhadap pekerjaannya. Persentase terbesar adalah SS (Sangat Sering) dengan
jumlah 83,33% (25 responden) kemudian persentase S (Sering) dengan jumlah
13,33% (4 responden) selanjutnya adalah KK (Kadang-Kadang) dengan
persentase 3,33% (1 responden) persentase TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat
Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).
4.1.2 Berpihak Kepada Masyarakat
Pada variabel kedua berpihak kepada masyarakat, berdasarkan jawaban
dari 30 responden, pada pertanyaan pertama mengenai keadilan pegawai kepada
masyarakat memilih SS (Sangat Sering) dengan jumlah 66,67% (20 responden),
kemudian selanjutnya memilih S (Sering) dengan persentase 33,33% (10
responden), selanjutnya persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan
STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).
Kesimpulannya adalah pegawai bersikap adil dalam melayani masyarakat. Pada
pertanyaan kedua mengenai keramahan dan kesopanan pegawai saat melayani
masyarakat, sebanyak 60% responden (18 orang) memilih SS (Sangat Sering) ,
kemudian disusul dengan S (Sering) dengan jumlah 26,67% (8 responden) dan
persentase KK adalah berjumlah 33,33% (4 responden), TP (Tidak Pernah) dan
STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden).
Kesimpulannya adalah responden menilai keramahan dan kesopanan pegawai
cukup baik namun perlu ditingkatkan lagi keramahan nya. Pertanyaan ketiga
membahas tentang keamanan pelayanan di lingkungan kantor, sebanyak 66,67%
(20 responden) menyatakan (Tidak Pernah), adapun yang memilih KK
16,67% (5 responden), dan persentase S (Sering) adalah 0% (0 responden) dan
persentase STP (Sangat Tidak Pernah) juga 0% (0 responden). Kesimpulannya
adalah masyarakat kurang atau tidak menyadari atau melihat adanya petugas
keamanan yang berada di lingkungan kantor. Pertanyaan selanjutnya mengenai
kenyamanan di lingkungan kantor yakni fasilitas yang disediakan nyaman dan
layak pakai, sebanyak 60% (18 responden) memilih SS (Sangat Sering), kemudian
selanjutnya adalah S (Sering) yakni 40%, persentase KK (Kadang-Kadang), TP
(Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0
responden). Artinya adalah pihak kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar telah
menyediakan fasilitas yang nyaman dan layak pakai kepada masyarakat.
Pertanyaan terkahir mengenai kelengkapan sarana dan prasarana yang disediakan
kantor untuk kebutuhan masyarakat, sebanyak 63,33% (19 responden) memilih
SS (Sangat Sering), kemudian persentase S (Sering) dengan jumlah 33,33% (10
responden) persentase KK (Kadang-Kadang) adalah 3,33% (1 responden), TP
(Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0
responden). Kesimpulannya adalah pihak kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar telah menyediakan sarana dan prasarana yang baik untuk
kebutuhan masyarakat.
4.1.3 Menegakkan Kedisiplinan
Pada variabel menegakkan kedisiplinan, berdasarkan jawaban dari 30
responden, pada pertanyaan pertama mengenai semangat kerja pegawai dalam
melayani masyarakat sebanyak 80% (24 responden) memilih SS (Sangat Sering),
persentasenya adalah sebesar 16,67% ( 5 responden), kemudian responden yang
memilih KK (Kadang-Kadang) dengan jumlah 3,33% (1 responden) dan
persentase TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing
adalah 0% (0 responden). Artinya adalah masyarakat menilai semangat kerja yang
ditunjukkan pegawai dapat dirasakan masyarakat saat membuat paspor dan berada
di lingkungan kantor. Pertanyaan kedua mengenai pegawai yang hadir tepat waktu
sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS (Sangat Sering), memilih KK
(Kadang-Kadang) sebanyak 13,33% (4 responden), persentase S (Sering) dan TP
(Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing 0% (0 responden).
Artinya adalah masyarakat menyadari pegawai hadir tepat waktu sehingga jadwal
pelayanan teratur dan tidak menunda. Pertanmyaan terakhir adalah bagaimana
arahan yang diberikan pegawai. Sebanyak 80% (24 responden) memilih SS
(Sangat Sering), kemudian memilih S (Sering) dengan jumlah 16,67% (5
responden), selanjutnya adalah memilih TP (Tidak Pernah) sebanyak 3,33% (1
responden), selebihnya persentase KK (Kadang-Kadang) dan STP (Sangat Tidak
Pernah) adalah 0% (0 responden). Artinya adalah arahan yang diberikan pegawai
kepada masyarakat yang membuat paspor cukup baik namun ada sebagian
masyarakat yang menilai berbeda.
4.1.4 Menunjukkan Transparansi
Pada variabel menunjukkan transparansi, berdasarkan jawaban dari 30
responden, pada pertanyaan pertama mengenai apakah prosedur layanan mudah
dipahami atau tidak sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS (Sangat
(Kadang-Kadang) adalah 3,33% (1 responden), TP (Tidak Pernah) dan STP
(Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Artinya
masyarakat mudah memahami prosedur layanan yang disediakan pihak kantor.
Pada pertanyaan kedua mengenai persyaratan teknis dan administratif yang mudah
dipahami atau tidak sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat
Sering), sebanyak 16,67% ( 5 responden) memilih S (Sering) dan persentase KK
(Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah)
masing-masing adalah 0% (0 responden). Artinya persyaratan teknis dan administratif
pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar mudah
dilaksanakan masyarakat. Pertanyaan ketiga mengenai kemudahan mengakses
lokasi kantor, sebanyak 56,67% (17 responden) memilih TP ( Tidak Pernah),
sebanyak 30% (9 responden) memilih SS( Sangat Sering), selanjutnya memilih
KK (Kadang-Kadang) sebanyak 6,67% (2 responden), masing-masing S (Sering)
dan STP (Sangat Tidak Pernah) adalah 3,33% (1 responden). Artinya masyarakat
menilai lokasi kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar sulit dijangkau
masyarakat, namun karena suatu kebutuhan, masyarakat harus menempuh jauh
lokasi kantor. Pertanyaan keempat membahas tentang kesederhanaan sistem,
mekanisme dan prosedur, sebanyak 86,67% ( 26 responden) memilih SS (Sangat
Sering), memilih S (Sering) sebanyak 6,67% (2 responden) dan memilih TP
(Tidak Pernah) adalah sebanyak 3,33% (1 responden), persentase KK
(Kadang-Kadang), dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0
responden). Artinya masyarakat menilai sistem, mekanisme dan prosedur
dipahami. Pertanyaan terakhir adalah kepastian biaya pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan atau tidak. sebanyak 90% ( 26 responden) memilih
SS (Sangat Sering), memilih S (Sering) sebanyak 6,67% (2 responden) dan
memilih TP (Tidak Pernah) adalah sebanyak 3,33% (1 responden), persentase KK
(Kadang-Kadang), dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0
responden). Artinya masyarakat menilai transparansi biaya di kantor tersebut
sangat baik mengingat kegiatan transaksi tidak lagi di kantor sehingga kegiatan
pungli sudah dijamin tidak ada.
4.1.5 Mewujudkan Akuntabilitas
Pada variabel mewujudkan akuntabilitas berdasarkan 30 responden,
pertanyaan pertama mengenai tersedianya pegawai yang menerima keluhan
masyarakat sebanyak 60% (18 responden) memilih KK (Kadang-Kadang),
memilih TP (Tidak Pernah) sebanyak 16,67% (5 responden), masing-masing SS
(Sangat Sering) dan S (Sering) sebanyak 10% (3 responden) dan memilih STP
(Sangat Tidak Pernah) adalah 3,33% (1 responden). Artinya masyarakat kurang
mengetahui adanya pejabat/pegawai khusus yang menampung keluhan
masyarakat. Pada pertanyaan kedua mengenai kompetensi pelaksana yakni apakah
pegawai bekerja sesuai dengan keahliannya, sebanyak 50% (15 responden)
memilih SS (Sangat Sering), memilih S (Sering) sebanyak 46,67% (14 responden)
dan sebanyak 3,33% (1 responden) memilih KK (Kadang-Kadang), selanjutnya
masing-masing TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) adalah 0% (0
responden). Artinya masyarakat menilai pegawai di Kantor Imigrasi Kelas II
Pertanyaan ketiga mengenai apakah pelayanan yang diberiakn sesuai dengan
standar pelayanan publik atau tidak, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS
(Sangat Sering), selanjutnya memilih S (Sering) dengan jumlah 16,67% (5
responden), dan persentase KK (Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP
(Sangat Tidak Pernah) masing-masing adalah 0% (0 responden). Artinya
pelayanan yang diterima masyarakat di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
sudah berdasarkan standar pelayanan publik. Pertanyaan keempat adalah apakah
hasil akhir pembuatan paspor memuaskan masyarakat atau tidak, sebanyak
83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Sering), selanjutnya memilih S
(Sering) dengan jumlah 16,67% (5 responden), dan persentase KK
(Kadang-Kadang), TP (Tidak Pernah) dan STP (Sangat Tidak Pernah) masing-masing
adalah 0% (0 responden). Artinya hasil akhir pembuatan paspor yang diterima
masyarakat sudah sangat memuaskan masyarakat. Pertanyaan terakhir adalah
apakah jumlah pegawai telah sesuai dengan banyaknya masyarakat yang
memohon paspor, sebanyak 66,67% (20 responden) memilih TP (Tidak Pernah)
dan memilih KK (Kadang-Kadang) sebanyak 33,33% ( 10 responden),
masing-masing SS (Sangat Sering), S (Sering) dan STP (Sangat Tidak Pernah) adalah 0%
(0 responden). Artinya di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar masih
kurangnya jumlah pegawai dibandingkan banyaknya masyarakat yang memohon
4.2 Pernyataan Penilaian
Tabel 4.2 Persentasi Pernyataan Penilaian Terhadap Efektivitas Pelayanan Publik Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
Pertanyaan Respon Jumlah
SS S RR TS STS
I. BERTINDAK CEPAT DAN TANGGAP 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Responsivitas
Respon pegawai cepat tanggap saat melayani masyarakat
Empati
Pegawai mempunyai rasa empti kepada masyarakat penyandang disabilitas
25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Perlindungan
Pegawai memberikan perlindungan kepada masyarakat penyandang disabilitas 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Kondisional
Pegawai peka terhadap kebutuhan masyarakat yang sakit saat pembuatan paspor 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Tanggung jawab
Pegawai bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya 25
83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0 0% 30
II. BERPIHAK KEPADA MASYARAKAT 27 90% 3 10% 0 0% 0 0% 0 0% 30 Keadilan
Pegawai bersikap adil kepada masyarakat
Kesopanan dan keramahan Pegawai ramah dan sopan dalam melayani masyarakat 15 50% 5 16,67% 10 33,33% 0 0% 0
0% 30
Keamanan pelayanan
Petugas keamanan berada dilingkungan kantor 5 16,67% 0 0% 4 13,67% 20 66,67% 1
Pernyataan
Respon
Jumlah
SS S RR TS STS
Kenyamanan lingkungan Fasilitas yang disediakan dikantor nyaman dan layak pakai
19 63,33% 10 30% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
Kelengkapan sarana dan prasarana Pihak kantor menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat
28 93,33% 1 3,33% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
III. MENEGAKKAN KEDISIPLINAN 18 60% 12 40% 0 % 0 0% 0
0% 30
Semangat kerja
Pegawai menunjukkan sikap semangat bekerja dalam melayani masyarakat
Tepat waktu
Pegawai selalu datang tepat waktu
22 73,33% 5 16,67% 3 10% 0 0% 0
0% 30
Jadwal pelayanan teratur Jadwal pelayanan dikantor sesuai dengan jadwal operasional kantor
26 86,67% 1 3,33% 3 10% 0 0% 0
0% 30
Arahan petugas jelas
Arahan pembuatan paspor yang diberikan pegawai jelas dan terarah
25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
IV. MENUNJUKKAN TRANSPARANSI 26 86,67% 3 10% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
Prosedur layanan
Prosedur layanan mudah dipahami
Persyaratan teknis, administratif Persyaratan teknis dan administratif cukup jelas dan sederhana
25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Kemudahan akses
Lokasi kantor mudah dijangkau masyarakat 9 30% 1 3,33% 2 6,67% 17 56,67% 1
3,33% 30
Kesederhanaan
Sistem, mekanisme, prosedur pembuatan paspor mudah dipahami masyarakat 26 86,67% 4 13,33% 0 0% 0 0% 0
Sumber: Hasil Penelitian, 2017
Keterangan :
SS = Sangat Setuju S = Setuju RR = Ragu-Ragu TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa persentasi Efektivitas Pelayanan Publik
Pembuatan Paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar yakni sebagai
berikut:
Pernyataan
Respon
Jumlah
SS S RR TS STS
Kepastian biaya pelayanan Biaya yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan 27 90% 2 6,67% 0 0% 1 3,33% 0
0% 30
V. MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS 3 10% 3 10% 18 60% 5 16,67% 1
3,33% 30 Adanya pejabat yang menerima
keluhan masyarakat
Pihak kantor menyediakan pegawai yang menerima keluhan masyarakat
Kompetensi pelaksana
Pegawai dikantor bekerja sesuai keahliannya 15 50% 14 46,67% 1 3,33% 0 0% 0
0% 30
Dasar hukum
Pelayanan yang diberikan pegawai sesuai dengan standar pelayanan publik
25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Produk layanan
Hasil akhir pembuatan paspor memuaskan masyarakat 25 83,33% 5 16,67% 0 0% 0 0% 0
0% 30
Jumlah pelaksana
Apakah jumlah pegawai dikantor sesuai dengan banyaknya masyarakat yang datang memohon pembuatan paspor 0 0% 0 0% 2 6,67% 10 33,33% 18
4.2.1 Bertindak cepat dan tanggap
Pada variabel bertindak cepat dan tanggap pada pernyataan pertama
berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS
(Sangat Setuju), sebanyak 40% (4 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0
responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS
(Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju).
Artinya adalah masyarakat menilai sangat setuju bahwa respon pegawai cepat dan
tanggap saat melayani masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni rasa empati
pegawai kepada penyandang disabilitas berdasarkan 30 orang responden,
sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67%
(5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak
0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat
setuju bahwa pegawai memiliki rasa empati kepada penyandang disabilitas. Pada
pernyataan ketiga yakni pegawai memberi perlindungan kepada masyarakat
penyandang disabilitas berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 86,67% (26
responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 13,33% (4 responden) memilih
S (Setuju), sebanyak0 % (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0%
(0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih
STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat setuju bahwa pegawai
memberikan perlindungan kepada masyarakat pnyandang disabilitas saat
membuat paspor. Pada pernyataan keempat yakni kepekaan pegawai terhadap
sebanyak 86,67% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 13,33%
(5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak
0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat
menilai sangat setuju bahwa pegawai memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
masyarakat yang sakit saat membuat paspor. Pada pernyataan kelima yakni
tanggung jawab pegawai dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan 30 orang
responden, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju),
sebanyak 16,67% (5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden)
memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak
Setuju), sebanyak 0% (responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya
adalah masyarakat menilai sangat setuju bahwa pegawai di kantor tersebut
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
4.2.2 Berpihak Kepada Masyarakat
Pada variabel berpihak kepada masyarakat pada pernyataan pertama yakni
sikap adil pegawai dalam melayani masyarakat berdasarkan 30 orang responden,
sebanyak 90% (27 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 10% (3
responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0
responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat
setuju bahwa pegawai di kantor tersebut bersikap adil dalam melayani
masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni sikap ramah dan sopan pegawai dalam
responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih
S (Setuju), sebanyak 33,33% (10 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak
0% (0responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 00% (responden) memilih
STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah sebahagian masyarakat menilai
pegawai sudah ramah dan sopan dalam melayani masyarakat, sebahagian lagi
menilai pegawai kurang ramah dalam melayani masyarakat. Pada pernyataan
ketiga yakni keberadaan petugas keamanan lingkungan kantor berdasarkan 30
orang responden, sebanyak 16,67% (5 responden) memilih SS (Sangat Setuju),
sebanyak 0% (0 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 13,33% (4 responden)
memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 66,67% (20 responden) memilih TS (Tidak
Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju).
Artinya adalah masyarakat tidak mengetahui keberadaan petugas keamanan di
lingkungan kantor. Pada pernyataan keempat yakni fasilitas yang disediakan
nyaman dan layak pakai atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak
63,33% (19 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 30% (10
responden) memilih S (Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih RR
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak
0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat
sangat setuju bahwa pihak kantor memang menyediakan fasilitas yang nyaman
dan layak pakai digunakan. Pada pernyataan keliam yakni kelengkapan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan masyarakat berdasarkan 30 orang responden, sebanyak
93,33% (28 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 3,33% (1
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak
0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat
setuju bahwa pihak kantor menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap untuk
kebutuhan masyarakat.
4.2.3 Menegakkan Kedisiplinan
Pada variabel menegakkan kedisipinan pernyataan pertama yakni
semangat pegawai dalam melayani masyarakat berdasarkan 30 orang responden,
sebanyak 60% (18 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 40% (12
responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0
responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat
setuju bahwa pegawai di kantor tersebut mempunyai semangat kerja yang tinggi
dalam melayani masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni pegawai datang tepat
waktu atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 73,33% (22
responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih
S (Setuju), sebanyak 10% (3 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0%
(0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih
STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat setuju bahwa pegawai
datang tepat waktu, namun ada beberapa masyarakat yang tidak setuju karena
masyarakat sempat menunggu beberapa menit untuk memulai pendaftaran
dikarenakan adanya kegiatan jasmani para pegawai. Pada pernyataan ketiga yakni
jadwal pelayanan teratur sesuai jam operasional kantor berdasarkan 30 orang
sebanyak 3,33% (1 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 10% (3 responden)
memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak
Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya
adalah masyarakat sangat setuju bahwa pelayanan operasional kantor telah sesuai
dengan jadwal operasional kantor lainnya. Pada pernyataan arahan yang diberikan
pegawai jelas atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 83,33% (25
responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih
S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0%
(0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih
STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat sangat setuju bahwa arahan yang
diberikan pegawai di kantor sangat jelas dan terarah.
4.2.4 Menunjukkan Transparansi
Pada variabel menunjukkan transparansi pernyataan pertama yakni
prosedur layanan sederhana atau tidak berdasarkan 30 orang responden, sebanyak
83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5
responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih RR
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0
responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat
setuju bahwa prosedur layanan pembuatan paspor di kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar sederhana dan mudah dipahami masyarakat. Pada pernyataan
kedua yakni persyaratan teknis dan administratif cukup jelas dan terarah
berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 86,67% (26 responden) memilih SS
0% (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih
TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak
Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju bahwa persayaratan teknis dan
administratif di kantor tersebut jelas dan terarah sehingga mudah dilaksanakan
masyarakat. Pada pernyataan ketiga yakni kemudahan mengakses lokasi kantor
berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 30% (9 responden) memilih SS
(Sangat Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih S (Setuju), sebanyak
6,67% (2 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 56,67% (17responden)
memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih STS (Sangat
Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju bahwa mereka mudah
menjangkau kantor dikarenakan tempat tinggal tidak jauh dari lokasi, namun
sebahagian masyarakat memilih tidak setuju bahwa lokasi kantor mudah
dijangkau karena jauhnya jarak yang dibutuhkan untuk menuju kantor, namun
karena kebutuhan masyarakat harus menempuh perjalanan tersebut. Pada variabel
pernyataan terkahir yakni kepastian biaya pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 83,33% ( 25
responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 13,33% (4 responden) memilih
S (Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak
0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden)
memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju
bahwa kepastian biaya pelayanan telah sesuai dengan peraturan
4.2.5 Mewujudkan Akuntabilitas
Pada variabel mewujudkan akuntabilitas pernyataan pertama yakni
masyarakat disediakan pegawai yang menerima keluhan masyarakat berdasarkan
30 orang responden, sebanyak 10% (3 responden) memilih SS (Sangat Setuju),
sebanyak 10% (3 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 60% (18 responden)
memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih TS (Tidak
Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju).
Artinya adalah masyarakat ragu-ragu mengetahui dimana keberadaan pegawai
yang menerima keluhan masyarakat. Pada pernyataan kedua yakni pegawai
bekerja sesuai dengan keahliannya berdasarkan 30 orang responden, sebanyak
50% ( 15 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 46,67% (14
responden) memilih S (Setuju), sebanyak 3,33% (1 responden) memilih RR
(Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak
0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya adalah masyarakat
cukup setuju bahwa pegawai bekerja sesuai keahliannya karena masyarakat tidak
begitu dihadapkan dengan semua pegawai. Pada pernyataan ketiga yakni
pelayanan yang diberikan pihak kantor sesuai dengan standar pelayanan publik
berdasarkan 30 orang responden, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS
(Sangat Setuju), sebanyak 16,67% (5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak
0% (0 responden) memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih
TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak
Setuju). Artinya adalah masyarakat sangat setuju bahwa pelayanan yang mereka
pernyataan keempat yakni hasil akhir pembuatan pasporoberdasarkan 30 0rang
responden, sebanyak 83,33% (25 responden) memilih SS (Sangat Setuju),
sebanyak 16,67% (5 responden) memilih S (Setuju), sebanyak 0% (0 responden)
memilih RR (Ragu-Ragu), sebanyak 0% (0 responden) memilih TS (Tidak
Setuju), sebanyak 0% (0 responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya
masyarakat sangat setuju bahwa hasil akhir pembuatan paspor memuaskan
masyarakat dengan tidak adanya kesalahan apapun. Pada pernyataan terakhir
yakni kesesuaian banyaknya jumlah pegawai dengan bnyaknya masyarakat yang
datang memohon pembuatan paspor berdasarkan 30 orang responden, sebanyak
0% (0 responden) memilih SS (Sangat Setuju), sebanyak 6,67% (2 responden)
memilih S (Setuju), sebanyak 33,33% (10 responden) memilih RR (Ragu-Ragu),
sebanyak 60% (18 responden) memilih TS (Tidak Setuju), sebanyak 0% (0
responden) memilih STS (Sangat Tidak Setuju). Artinya masyarakat menilai
bahwa jumlah pegawai di kantor tersebut sangat kurang sehingga masyarakat
BAB V
ANALISIS DATA
5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas 5.1.1 Bertindak cepat dan tanggap
Dalam kehidupan ketidakpastian menuntut bagaimana kita melampaui
kesenjangan berfikir dari pola pikir lama ke pola pikir baru, sehingga kekuatan
kebiasaan berpikir cepat dan tepat yang sejalan dengan tuntutan perubahan.
Menuntun kebiasaan berfikir cepat dan tepat adalah kebutuhan yang harus dilatih
secara berkelanjutan kedalam berfikir dengan pendekatan sistem artinya secara
sadar kita meletakkan kebiasaan berfikir dengan mengungkapkan hal-hal yang
terkait dengan pengelolaan dari seluruh peristiwa sebagi input selanjutnya
diproses kedalam unsur sumber daya yang dibutuhkan menjadi keberhasilan
output.
Oleh karena itu, bangunlah dengan daya kemauan yang kuat untuk
kebiasaan dalam berfikir, walaupun kita menyadari bahwa sepenuhnya kebiasaan
tidak dapat dilihat secara fisik melainkan dapat dirasakan manfaatnya. Sejalan
dengan pemikiran diatas, diperlukan usaha-usaha yang berkaitan dengan seberapa
jauh kita mampu mempengaruhi kekuatan kebiasaan pikiran kedalam apa yang
disebut dengan Aptitude. Adalah keterampilan yang terkait dengan sesuatu yang
terlihat secara konkrit dan disisi lain apa yang disebut Attitude yakni sesuatu yang
bersifat abstrak dalam arti tidak bisa dilihat tapi dapat dirasakan pengaruhnya
Bertindak cepat dan tepat dalam proses berfikir dengan pendekatan sistem
seperti teruraikan sebagai berikut:
1. Mengelola dalam input
Langkah awal yang kita ungkapkan menjadi input dalam mebangun
kebiasaan berfikir adalah menggerakkan berfikir cepat dan tepat untuk
menguraikan tantangan yang kita alami dan mengidentifikasi serta
memperjelas menjadi:
a) Deskripsi situasi permasalahan
b) Hasil usaha sebelumnya dalam tndakan
c) Taksiran hasil tindakan yang lalu
d) Pentingnya situasi permasalahan
2. Mengelola dalam proses
Bertitik tolak dari gambaran input yang disebutkan diatas, maka tindakan
berikutnya adalah:
a) Apakah masalah secara jelas dirumuskan?
b) Pendekatan analisa yang telah dipilih secara jelas?
c) Apakah faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
prioritasnya?
d) Apakah tujuan dan sasaran secara jelas dikemukakan?
e) Apakah ukuran ditetapkan secara jelas?
f) Apakah potensi pemecahan jelas diungkapkan?
Berdarkan pengelolaan diatas, maka langkah akhir adalah terkait dengan
tindakan untuk merumuskan hasil dengan berfikir cepat dan tepat melalui
kebiasaan berfikir dengan melaksanakan pelatihan berencana, sistematis,
dan berkesinambungan
Berdasarkan pendekatan sistem untuk menggerakkan kemampuan berfikir
cepat dan tepat dalam menjalankan peran merupakan suatu model berfikir untuk
menentukan sikap.
5.1.1.1 Responsivitas
Responsivitas atau daya tanggap adalah kemampuan birokrasi untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta
mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat. Rendahnya kemampuan aparat birokrasi merespons dapat
menimbulkan krisis kepercayaan terhadap birokrasi. Inisiatif dan kreativitas
birokrasi dalam merespons krisis dan dampaknya samasekali tidak memadai.
Masyarakat yang mengaharapkan birokrasi untuk memberi respons yang terjadi
menjadi amat kecewa karena ternyata tindakan birokrasi cenderung reaktif dan
tidak efektif.
Responsivitas birokrasi yang rendah juga banyak disebabkan oleh belum
adanya pengembangan komuniksi eksternal secara nyata oelh jajaran birokrasi
pelayanan. Indikasi nyata dari belum dikembangkannya komunikasi eksternal
secara efektif oleh birokrasi terlihat pada masih besarnya gap yang terjadi. Gap
ditemukan kesamaan persepsi antara harapan masyarakat dan birokrasi terhadap
pelayanan yang diberikan.
Namun hal demikian dibantah oleh Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku
Kepala Seksi LALINTUSKIM Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar, beliau
mengatakan bahwa:
“ Pegawai di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar berusaha semaksimal mungkin untuk memuaskan masyarakat yang datang memohon paspor, senada dengan responsivitas atau cepat tanggap pegawai dalam melayani masyarakat, pegawai harus bertindak sigap karena banyaknya jumlah masyarakat yang datang tak sebanding dengan jumlah pegawai di kantor dan waktu yang terbatas”- (wawancara, Maret 2017).
Hal ini senada dengan penilaian masyarakatyang telah mengurus paspor
Ibu Sartika Dewi, Amd beliau berpendapat bahwa:
“memang benar dek pelayanan pegawai di kantor Imigrasi ini cepat dan tanggap, misalnya saja ketetlitian pegawai saat pengecekan berkas formulir pendaftara, mereka cepat dan menanggapi apabila identitas kita beda antar ijazah dengan kartu keluarga. Mereka enggak mau proses selanjutnya, dan harus memperbaiki administrasi sampai benar-benar sesuai persyaratan administrasinya”- (wawancara, Maret 2017).
Untuk instansi pemerintah yang menjadi pelayan publik pengukuran
kinerjanya menjadi sangat penting untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat, apakah sudah memenuhi harapan masyarakat selaku
pengguna jasa layanan dalam hal pemberian pelayanan, selain itu juga pengukuran
kinerja dapat dijadikan tolak ukur apakah masyarakat sudah puas dengan kinerja
pelayanan yang ada.
Sebagai aparatur negara, pegawai harus selalu memperhatikan dan
memenuhi segala kebutuhan pelanggan atau masyarakat. Pemenuhan kebutuhan
diberikan dapat dikatakan efektif. Hal tersebut merupakan bukti kemampuan
organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, prioritas
pelayanan dan mengembangkan program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Pelayanan pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar
telah menunjukkan responsivitas yang tinggi dalam melayani masyarakat.
Meskipun dengan jumlah pegawai yang terbatas, seluruh pegawai bekerja sesuai
dengan tugas pokokdan fungsinya masing-masing dan lebih mengutamakan
kepentingan masyarakat.
5.1.1.2 Empati
Dimensi empati memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dengan
responsivitas dan relliability. Hal ini sesuai dengan teori Maslow, pada tingkat
semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal primer. Setelah
kebutuhan fisik, kemanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan lagi akan
dikejar oleh manusia yakni kebutuhan ego dan kebutuhan aktualisasi. Dua
kebutuhan terakhir inilah yang banyak berhubungan dengan dimensi empati.
Masyarakat mau egonya dijaga dan mereka mau dilayani sepuasnya dan bila perlu
pelayan publik harus lebih meningkatkan kualitas pelayanan.
Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi
atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang
atau kelompok lain. Dengan kata lain empati menurut Bullmer adalah suatu proses
ketika sesorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu,
menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang lain. Bullmer
menganggap empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang
diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain. Empati menekankan kebersamaan
dengan orang lain lebih daripada sekedar hubungan yang menempatkan orang lain
sebagai objek manipulatif.
Taylor mengatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk
membangun hubungan yang saling mempercayai. Ia memandang empati sebagai
usaha menyelam ke dalam perasaan orang lain untuk merasakan dan menangkap
perasaan itu. Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang
saling mempercayai karena empti mengkomunikasikan sikap penerimaan dan
pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat.
Dalam penelitian ini, empati yang dimaksud adalah bagaimana respon
pegawai saat berhubungan dengan penyandang disabilitas. Dalam kehidupan
bermasyarakat, setiap Warga Negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban
yang sama untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan sasar pembangunan nasional.
Hak dan kewajiban yang sama tersebut tidak terkecuali pada masyarakat
penyandang disabilitas. Untuk memperkuat pengakuan penyandang disabilitas,
maka pada tanggal 15 April 2016 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas). Melirik pada Pasal 1 Ayat
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa: “ Penyandang Disabilitas adalah
sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitasn untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”.
Isu tentang penyandang disabilitas atau orang-orang yang memiliki
perbedaan kemampuan seringkali dikenal sebagai difable. Pada pasal 5 Ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas menyebutkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak sebagai
berikut:
a. Hidup
b. Bebas dari stigma c. Privasi
d. Keadilan dan perlindungan e. Pendidikan
f. Pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi g. Kesehatan
h. Politik
i. Keagamaan
j. Keolahragaan
k. Kebudayaan dan pariwisata l. Kesehateraan sosial
m. Aksesibilitas n. Pelayanan publik
o. Perlindungan dari bencana p. Habilitasi dan rehabilitasi q. Konsesi
r. Pendataan
s. Hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat t. Berekspresi.
Dengan adanya Undang-Undang tersebut, tidak ada lagi alasan pemerintah
untuk tidak melindungi hak-hak penyandang disabilitas, karena hak-hak mereka
sudah mendarah daging dalam ruh aturan perundang-undangan yang legal formal
pemberlakuannya di Indonesia. Mengabaikan hak-hak penyandang disabilitas
Masyarakat yang hadir saat pembuatan paspor atau sudah pernah datang
ke Kantor Imigrasi Kelas II Pematangsiantar menilai pihak kantor telah memiliki
rasa empati kepada penyandang disabilitas. Hal ini dibuktikan dengan adanya
jalur khusus untuk penyandang disabilitas, sarana lainnya yang mendukung
kebutuhan penyandang disabilitas.
Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas
II Pematangsiantar mengemukakan bahwa:
“ Pihak kantor juga telah meyediakan sarana pendukung penyandang disabilitas. Kelebihan lainnya adalah masyarakat penyandang disabilitisa tidak berdasarkan nomor antrian. Hal ini bukan membeda-bedakan dengan masyarakat lainnya melainkan bentuk rasa empati pegawai kepada mereka”- (Wawancara, Maret 2017).
Memang pada kenyataannya yang penulis amati, pihak Kantor Imigrasi
Kelas II Pematangsiantar dapat betul merasakan kebutuhan yang berbeda yang
memang seharusnya diberikan kepada penyandang disabilitas. Pembuktiannya
adalah adanya jalur khusus yang disediakan oleh Pihak Kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar bagi penyandang disabilitas dan orang-orang berkebutuhan
khusus lainnya. Fenomena lainnya adalah rasa saling berperasaan kepada ibu
menyusui juga dialami pihak kantor karena telah menyediakan ruangan ibu
menyusui. Sebab, kebutuhan akan ruangan tersebut memang harus disediakan
sebagai fasilitas publik guna menjaga kesopanan dan norma lainnya yang berlaku
dimasyarakat.
5.1.1.3 Perlindungan
Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-21 di Phnom Penh akan
penting perjuangan akan hak asasi manusia di wilayah ini, termasuk hak-hak
penyandang disabilitas. Sejak proses menyusun naskah, organisasi-organisasi
penyandang disabilitas telah terlibat dalam proses konsultasi dengan tim penyusun
deklarasi. Komite Hak-Hak Asasi Antar-pemerintah ASEAN (AICHR).
Oragnisasi ini akan membahas bagaimana hak-hak penyandang disabilitas akan
dimasukkan kedalam deklarasi tersebut. Deklarasi yang diharapkan mampu
memberi aturan-aturan bagi penyandang disabilitas.
Perjanjian Afrika juga memuat protokol tambahan tentang hak-hak
perempuan di Afrika. Pada pasal 23 dari protokol ini mengakui hak istimewa
perempuan penyandang disabilitas. Disana tercantum:
“ Pihak Negara-negara berupaya:
a. Menjamin perlindungan perempuan penyandang disabilitas dan melakukan langkah-langkah spesifik yang sesuai dengan kebutuhan fisik, ekonomi, dan sosial mereka untuk memfasilitas akses terhadap dunia kerja, peltihan profesional dan kejuruan, juga keikutsertaan mereka dalam pengambilan keputusan.
b. Menjamin hak-hak perempuan penyandang disabilitas untuk bebas dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual, diskriminasi, berdasarkan kemampuan serta hak untuk diperlakukan dengan memperhatikan harga diri”.
Dengan mempelajari perjanjian tersebut, kita menyadari bahwa
penyandang disabilitas memang harus diberikan perlindungan. Sama halnya
dengan pelayanan publik pembuatan paspor di kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar, berdasarkan pantauan penulis, pihak kantor menyadari akan
kebutuhan masyarakat penyandang disabilitas yang harus berbeda dengan
kebutuhan masyarakat normal lainnya. Perlindungan yang diberikan berupa
penyandang disabilitas mempunyai prosedur layanan yang berbeda yakni tanpa
mengambil nomor antrian dan dibimbing dan diarahkan oleh petugas. Dengan
demikian, masyarakat penyandang disabilitas kebutuhan akan keadilan dan
perlindungan bagi dirinya telah tercapai di Kantor Imigrasi Kelas II
Pematangsiantar.
Kenyataan di lapangan memang sesuai dengan wawancara dengan Bapak
Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas II
Pematangsiantar mengemukakan bahwa:
“ Kita menyadari, masyarakat yang datang memohon pembuatan paspor memang memppunyai kebutuhan beragam. Seperti halnya kebutuhan bagi penyandang disabilitas. Mengingat adanya penyandang disabilitas sebagai pemohon di kantor ini, kita memberikan perlindungan pelayanan kepada mereka. Misalnya kita memberikan nomor bebas antrian, jalur khusus serta sarana lain yang mendukung kebutuhan mereka, dan itu saya rasa terlaksana dengan baik” -(wawancara, Maret 2017).
5.1.1.4 Kondisional
Kalimat kondisonal adalah kalimat mengekspresikan implikasi faktual,
atau situasi hipotesis dan konsekuensinya. Mereka disebut demikian karena
validitas klausa utama dari kalimat ini tergantung pada adanya keadaan tertentu,
yang dapat dinyatakan dalam klausa dependen dan atau dapat dipahami dalam
konteks.
Kondisional adalah pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada
prinsip efektif dan efisiensi. Kondisonal dalam pemberian pelayanan yang sesuai
dengan kondisi kemampuan pemberi dan penerima pelayanan. Kemampuan
pada saat itu. Kemampuan aparatur pemerintah dalam menghadapi
kendala-kendala yang terjadi dalam pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, pelayanan yang disesuaikan dengan
kemampuan yang diberikan aparatur pemerintah. Pelayanan juga diberikan kepada
semua lapisan masyarakat, tanpa membedakan jenis kelamin, status, atau jenis
kelamin, sehingga akan tercipta pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan
publik. Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang
lain secara langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai
aspek kelembagaan. Pelayanan publik harus kondisional terhadap berbagai
kepentingan dan nilai-nilai publik yang ada. Hal ini mengandung makna bahwa
karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut haruas
berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Penyelenggaraan
pelayanan kepada masyarakat diukur dengan nilai-nilai yang baik. Maka
kemungkinan besar mereka akan bersungguh-sungguh seperti tujuan yang
diharapkannya.
Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM
Kelas II Pematangsiantar mengemukakan bahwa:
“ Pegawai harus bisa menempatkan tupoksinya masing-masing, kondisional yang dimaksudkan adalah kesiapan pihak kantor menyediakan saran dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat berkebutuhan khusus, misalnya saja pemohon datang saat sakit, maka sarana yang kita siapkan adalah kursi roda, tempat istirahat, kantin yang tersedia di belakang kantor apabila pemohon membutuhkan serta ruangan ibu menyusui apabila pemohon juga membutuhkannya”- (wawancara, Maret 2017).
Dari pantauan penulis,memang betul pihak kantor telah menyediakan
penulis kondisional yang dimaksud adalah kesiagaan pegawai apabila ada
pemohon yang tiba-tiba sakit. Bagi penulis, masyarakat yang memang menyadari
bahwa dirinya dalam keadaan sakit, pastinya telah menyediakan kebutuhan
pribadinya masing-masing dari rumah bukan malah mengharapkan pihak kantor.
Lain pula halnya dengan masyarakat yang tiba-tiba memang membutuhkan
pertolongan pihak kantor.
5.1.1.5 Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah keadaan dimana wajib menanggung segala
sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung
segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Adapun
tanggung jawab secara defenisi merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku
atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung
jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.
Tanggung jawab bersifat kodrati, yang artinya tanggung jawab itu sudah menjadi
bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia dan yang pasti masing-masing
orang akan memikul suatu tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Apabila seseorang
tidak mau bertanggung jawab, maka tentu akan ada pihak lain yang mekasa untuk
tindakan tanggung jawab tersebut. Tanggung jawab dapat dilihat dari sua sisi
yakni sisi yang berbuat dan saisi yang kepentingan pihak lain.
Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia
merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk
perbuatannya dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau
jawab perlu ditempuh usaha melaui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan
takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan manusia bertanggung jawab adalah untuk memenuhi kebutuhannya
atau kebutuhan pihak lain. Untuk itu ia mengahadapi manusia lain atau
lingkungan alam. Dalam usahanya itu, masusia juga menyadari akan adanya
kekuatan lain yang ikut menentukan yakni kekuatan Tuhan.
Sesuai dengan pelayanan publik, paratur pemerintah bertanggung jawab
kepada masyarakat. Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan
manusia lainnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena
membutuhkan manusia lainnya, maka ia harus berkomunikasi baik dengan
manusia lainnya. Sepagai pihak pemberi layanan, aparatur pemerintah selayaknya
m,emberikan pelayanan sesuai dengan hak masyarakat dalam bernegara. Hal ini
diakibatkan masyarakat sudah semakin menyadari apa yang menjadi hak dan
kewajibannya dalam bernegara.
Wujud tanggung jawab tersebut adalah berupa pengabdian dan
pengorbanan. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat
ataupun tenaga sebagai perwujudan suatu ikatan dengan rasa ikhlas. Perngabdian
itu hakekatnya adalah tanggung jawab.
Hal ini senada diungkapkan Kepala Seksi LALINTUSKIM Bapak
Purnomo, Amd.Im.,SH bahwa:
karena memang data yang masuk hari ini harus diselesaikan hari ini juga”-(wawancara, Maret 2017).
Penulis mencoba menggali informasi kepada pemohon tentang seberapa
besar tanggung jawab pegawai kepada masyarakat. Salah satu pemohon bernama
Ibu Wydia Putri Lestari mengatakan bahwa:
“pastilah kak mereka harus mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaannya,apalagi saya lihat masyarakat yang datang untuk buat paspor, banyak sampai mengantri dengan nomor jauh gini, walaupun saya rasa pegawainya minim tapi mereka bertanggung jawab kok. Pastilah mereka menyelesaikan pembuatan paspor sampai habis nomor antrian, klo enggak masyarakat disini bisa komplain dong karenakan udah nunggu lama banget” – (wawancara, Maret 2017).
5.1.2 Berpihak Kepada Mayarakat
Pentingnya suatu pelayanan di suatu instansi maupun harus
mengutamakan efektivitas pelayanan baik dari segi swasta maupun pemerintahan.
Pentingnya pelayanan yang efektif sendiri banyak membawa dampak, dengan
pelayanan yang baik di suatu instansi dapat memajukan instansi itu sendiri dan
tercapainya efektivitas pelayanan publik.
Pada saat ini persoalan yang dihadapi adalah masyarakat mulai tidak sadar
atau mulai cemas dengan mutu pelayanan aparatur pemerintahan. Masyarakat
mengeluarkan stigma apakah pemerintah mampu memberikan pelayanan yang
prima atau tidak. Sudah sepatutnya pemerintah mereformasi paradigma pelayanan
publik. Reformasi paradigma pelayanan publik ini adalah pergeseran pola
penyelenggaran pelayanan publik dari yang berorientasi pemerintah sebagai
penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat
Alternatif perubahan tersebut adalah sudah seharusnya pemerintah
mendengarkan aspirasi dari masyarakat.inilah yang akan menjadi jalan bagi
peningkatan pasrtisipasi masyarakat di bidang pelayanan publik. Pelayanan publik
juga merupakan bagian yang krusial dalam praktek negara demokrasi, bahkan
banyak ahli mengatakan bahwa pelayanan publik sebagai demokrasi dalam artian
yang sebenarnya karena demokrasi sebagai konsep hanya dapat dirasakan dalam
kualitas pelayanan yang diberika oleh pemerintah kepada rakyatnya.dengan
tingkat heterogenitas dan penyebaran yang luas, maka sangatlah rentan bagi suatu
pemerintahan dapat memenuhi kebutuhan layanan masyarakat sesuai drngan
tingkat kebutuhan apalagi tingkat kepuasan masyarakat.
5.1.2.1 Keadilan
Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti: tidak berat
sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya, tidak
sewenang-wenang. Pengertian keadilan menurut Aristoteles: keadilan adalah
tindakan yang terletak diantara memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat
diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai apa yang menjadi
haknya.
Pada hakikatnya, keadilan adalah suatu sikap untuk memperlakukan
seseorang sesuai dengan haknya. Dan yang menjadi setiap hak orang adalah
diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda bedakan suku,
keturunan, agama dan golongan.
a. Keadilan Komunikatif ialah perlakuan kepada seseorang tanpa dengan
melihat dari jasa-jasanya.
b. Keadilan Distributif ialah suatu perlakuan kepada seseorang sesuai dengan
jasa-jasa yang telah diperbuatnya.
c. Keadilan Konvensional ialah suatu keadilan yang terjadi yang mana
seseorang telah mematuhi suatu peraturan perundang-undangan.
d. Keadilan Perbaikan ialah suatu keadilan yang terjadi yang mana seseorang
telah mencemarkan nama baik orang lain.
e. Keadilan Kodrat Alam ialah suatu perlakuan kepada seseorang yang sesuai
dengan hukum alam.
Bapak Purnomo, Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas
II Pematangsiantar mengemukakan bahwa:
“ ya pasti adil lah dalam pelayanannya. Karena adil kan tak harus sama. Apabila berkebutuhan khusus, pasti pelayanan berbeda dengan masyarakat normal lainnya, ini bukan berarti gak adil kan. Melainkan ada hal yang membuat mereka tak sama” - (wawancara, Maret 2017).
5.1.2.2 Kesopanan dan Keramahan
Menggiatnya usaha peningkatan pelayanan publik di semua sektor
pelayanan publik, sudah seharusnyalah memberikan pelayanan yang optimal baik
pra dan pasca pelayanan. Pentingnya pelayanan ini tidak lepas dari efek yang
ditimbulkan dari kesan atau persepsi ketika pelanggan berhubungan langsung.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah etika dalam memberikan pelayanan selaku
pihak pemberi layanan. Mengingat dampaknya cukup berat maka semaksimal
Dalam pengertian sempit, etiket atau sering disebut etika yang berarti tata
cara berhubungan dengan masnusia lainnya. Sedangkan dalam arti luas, etika
sering disebut tindakan yang mengatur perilaku atau tingkah laku manusia dalam
bermasyarakat. Tingkah laku ini perlu diatur agar tidak melanggar norma-norma
atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat.hal-hal yang diatur dalam beretika
adalah sebagai berikut:
a. Penampilan
Penampilan merupakan keseluruhan dari cara berpakaian, berbicara, gerak
gerik, sikap dan perilaku dengan tujuan agar dapat membuat pelanggan
terkesan. Penampilan ini hatus dijaga dengan baik dan prima selama jam
kerja.
b. Sikap dan perilaku
Pada saat berhubungan dengan pelanggan seringkali sikap dan perilaku
pegawai diperhatikan oleh masyarakat, terutama sikap yang menolong dan
peduli terhadap kebutuhan masyarakat.
c. Cara berpakaian
Cara berpakaian juga menjadi bahan perhatian masyarakat, sebab pegawai
terkesan norak akan mengganggu penglihatan masyarakat dan terkesan
tidak pantas. Seharusnyalah pegawai menggunakan seragam sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
d. Gerak-gerik
Pada saat melayani masyarakat, kita harus memperhatikan atau menjaga
masyarakat saat pegawai memberikan pelayanan. Oleh karena itu pegawai
sebaiknya menghindari gerak-gerik yang dapat membuat curiga
masyarakat, misalnya tatapan mata yang sinis.
e. Cara bertanya
Dalam memberikan pelayanan, pegawai juga harus mengetahui sifat-sifat
masyarakat yang berbeda-beda terutama dalam hal bertanya kepada
masyarakat. Bila masyarakat cenderung pendiam, maka pegawailah yang
harus pro aktif untuk bertanya atau memulai pembicaraan sehingga
membuat masyarakat mau berbicara sedangkan masyarakat yang banyak
tanya, sebaiknya pegawai mendengarkan dengan baik dan menjawab
dengan baik pula.
Dalam mewujudkan etika yang baik dalam memberikan pelayanan
dipengaruhi dua faktor. Faktor pertama, yaitu faktor manusia yang memberikan
pelayanan tersebut. Manusia (pegawai) yang melayani masyarakat harus memiliki
kemampuan melayani secara cepat dan tepat. Disamping itu, pegawai harus
memiliki kemampuan berkomunikasi, sopan santun, ramah dan bertanggung
jawab penuh kepada masyarakat, serta memiliki pengetahuan dan kemampuan
yang baik dalam memahami kebutuhan masyarakat. Faktor kedua dalam
memberikan pelayanan yang terbaik juga harus diikuti oleh tersedianya sarana dan
prasarana yang mendukung kecepatan, ketepatan dan keakuratan pekerjaan.
Penulis mencoba menggali informasi kepada Bapak Purnomo,
Amd.Im.,SH selaku Kepala Seksi LALINTUSKIM Kelas II Pematangsiantar