• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN

Dalam dokumen Penyelewengan Hak dan Kewajiban Pajak (Halaman 7-39)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

BAB II

PERMASALAHAN

2.1 IDENTIFIKASI MASALAH

` Melihat maraknya kasus dalam penanganan pajak, maka kami mengambil beberapa masalah berdasarkan pada :

1. Lemahnya penegakkan hukum di Indonesia, terutama penegakkan hukum wajib pajak.

2. Banyaknya kasus penyelewengan pajak yang di lakukan oleh pengusaha.

3. Belum tegasnya proses peradilan dan realisasi sanksi yang di berikan dalam penyelesaian kasus penyelewengan pajak.

2.2 PEMBATASAN MASALAH

Dalam makalah ini, kami membahas permasalahan mengenai penyelewengan hak dan kewajiban warga negara. Kami bermaksud memberikan batasan-batasan untuk menciptakan fokus pembahasan masalah yang lebih akurat. Batasan masalah yang dibahas hanya sebatas penyelewengan hak dan kewajiban di kalangan pengusaha di Indonesia.

2.3 RUMUSAN MASALAH

1. Apa hak dan kewajiban warga negara dalam membayar pajak?

2. Apa hak dan kewajiban Pengusaha dalam membayar pajak?

3. Apa manfaat pajak?

4. Apa kasus penyelewengan pembayaran pajak oleh pengusaha yang telah terjadi?

5. Bagaimana proses hukum tindak penyelewengan pajak?

6. Apa sanksi yang di berikan dalam penyelesaian kasus penyelewengan pajak?

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI HAK DAN KEWAJIBAN

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat di hilangkan oleh pihak manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.

Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu dan tidak dapat di hilangkan oleh pihak manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan (Prof. Dr. Notonagoro). Sedangkan Kewajiban adalah Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.

Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun pengertian penduduk menurut Kansil adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.

Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya.

Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role).

3.2 DEFINISI PAJAK

membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat prestasi (balas jasa) kembali yang langsung. Sedangkan menurut Prof. Dr. MJH, Smeeth, pajak yaitu prestasi pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan.

3.3 HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

3.3.1. HAK-HAK WAJIB PAJAK

Wajib pajak mempunyai hak-hak sebagai berikut :

1. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangi atau membebaskan diri dari ketetapan pajak, apabila ada kesalahan tulis, kesalahan menghitung tarif atau kesalahan dalam menentukan dasar penetapan pajak.

2. Mengajukan keberatan kepada kepala inspeksi pajak setempat terhadap ketentuan pajak yang dianggap terlalu berat.

3. Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak, apabila keberatan yang diajukan kepada kepala inspeksi tidak dipenuhi.

4. Meminta mengembalikan pajak (retribusi), meminta pemindah bukuan setoran pajak ke pajak lainnya, atau setoran tahun berikutnya.

5. Mengajukan gugatan perdata atau tuntutan pidana kalau ada petugas pajak yang menimbulkan kerugian atau membocorkan rahasia perusahaan/pembukuan sehingga menimbulkan kerugian pada wajib pajak.

3.3.2. KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :

1. Kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya.

Misalnya : Semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subyektif.

2. Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang dikenakan pajak.

Misalnya : Orang atau badan hukum yang memenuhi kewajiban pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang

memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya kendaraan bermotor dan sebagainya.

Dalam menghitung jumlah yang dipakai untuk dasar pengenaan pajak, diperlukan bantuan dari wajib pajak dengan cara mengisi dan memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT). Setiap orang yang telah menerima SPT pajak dari inspeksi pajak mempunyai kewajiban :

a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan yang sebenarnya. b. Menandatangani sendiri SPT itu.

c. Mengembalikan SPT pajak kepada inspeksi pajak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Wajib pajak harus memenuhi kewajibannya membayar pajak yang telah ditetapkan, pada waktu yang telah ditentukan pula. Terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak, dapat diadakan paksaan yang bersifat langsung, yaitu penyitaan atau pelelangan barang-barang milik wajib pajak.

3.4 DESKRIPSI HAK DAN KEWAJIBAN PAJAK

Hak-hak Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut :

1. Hak Untuk Mendapatkan Pembinaan Dan Pengarahan Dari Fiskus Hak ini merupakan konsekuensi logis daru sistem self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Untuk dapat melaksanakan sistem tersebut tentu hal dimaksud merupakan prioritas dari seluruh hak Wajib Pajak yang ada.

2. Hak Untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT)

Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan.

3. Hak Untuk Memperpanjang Waktu Penyampaian SPT

penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo.

4. Hak Untuk Menunda Atau Mengangsur Pembayaran Pajak

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak secara tertulis disertai alasan-alasannya. Penundaan ini tidak menghilangkan sanksi bunga.

5. Hak Memperoleh Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak

Wajib Pajak yang mempunyai kelebihan pembayaran pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi. Setelah melalui proses pemeriksaan akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

6. Hak Mengajukan Keberatan Dan Banding

Wajib Pajak yang merasa tidak puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana WP terdaftar. Jika Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.

Kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban Untuk Mendaftarkan Diri

Pasal 2 Undang-Undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2. Kewajiban Mengisi Dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib

Pajak terdaftar.

3. Kewajiban Membayar Atau Menyetor Pajak

Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan.

4. Kewajiban Membuat Pembukuan Atau Pencatatan

Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

5. Kewajiban Menaati Pemeriksaan Pajak

Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh; memberi kesempatan atau memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.

6. Kewajiban Melakukan Pemotongan Atau Pemungutan Pajak

Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding system.

7. Kewajiban Membuat Faktur Pajak

Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP.

3.5 HAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

Pengusaha adalah orang perorang atau badan hukum dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya

menghasilkan barang, pengimpor barang, pengekspor barang, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa. Pengusaha dapat berbentuk usaha perorangan atau badan yang dapat berupa PT (Perseroan Terbatas), Persekutuan Comanditer (CV), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk apapun.

Pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak berdasarkan Undang-undang. Pengusaha kecil tidak termasuk pengusaha kena pajak kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak. Pengusha kecil, batasannya didasarkan atas jumlah omset dalam satu tahun. Bila pengusaha kecil dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak, maka hak dan kewajibannya seperti pengusaha kena pajak lainnya.

Pada dasarnya pengusaha kena pajak merupakan subyek pajak pertambahan nilai.

Pengusaha kena pajak terdiri atas:

1. Pengusaha kena pajak yang otomatis yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan barang/jasa kena pajak atau mengekspor barang kena pajak.

2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.

3.5.1. HAK-HAK PENGUSAHA KENA PAJAK Hak-hak pengusaha kena pajak antara lain :

1. Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan.

a. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.Pajak masukan yang telah dibayar oleh pengusaha kena pajak pada waktu perolehan atau impor barang kena pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran pada waktu penyerahan barang atau jasa kena pajak.

b. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan pajak

pertambahan nilai yang harus dibayar oleh pengusaha kena pajak ke Kas Negara.

c. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat

dikompensasikan pada masa pajak berikutnya.

d. Apabila dalam suatu masa pajak pengusaha kena pajak di samping melakukan penyerahan yang tentang pajak, juga melakukan penyerahan yang tidak tentang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembuktiannya maka jumlah pajak yang dikreditkan adalah pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tentang pajak.

e. Apabila dalam suatu masa pajak, pengusaha kena pajak di samping melakukan penyerahan yang tentang pajak, juga melakukan penyerahan yang tidak tentang pajak,

sedangkan pajak masukan yang tentang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah pajak yang

dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

f. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha yang kena pajak penghasilan adalah menggunakan norma penghasilan netto sebagaimana pedoman penghitungan pengkreditan pajak yang ditetapkan menteri keuangan. Menteri keuangan dapat melimpahkan wewenang untuk menetapkan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan kepada Direktorat Jendral Pajak.

g. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya selambat-lambatnya bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Ketentuan ini memungkinkan pengusaha kena pajak untuk

mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam masa pajak yang tidak sama, yang disebabkan oleh faktur pajak terlambat diterima dan hanya dapat dilakukan bila tidak melampaui bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan.

2. Kompensasi dan Restitusi

Apabila setelah dilakukan penghitungan ternyata terdapat kekeliruan pembayaran pajak, maka:

a. Dalam hal wajib pajak yang bersangkutan masih mempunyai hutang pajak, kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat dikompensasikan/ diperhitungkan dengan hutang pajaknya.

b. Dalam hal wajib pajak yang bersangkutan tidak

mempunyai hutang pajak, maka kelebihan pembayaran pajak itu dapat dimintakan pengembaliannya atau restitusi. c. Kelebihan pembayaran pajak yang akan dikembalikan

apabila ada permohonan dari wajib pajak dan Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan akan

menerbitkan surat ketetapan lebih bayar selambat-lambatnya dua bulan sejak surat permohonan diterima kecuali kegiatan ditentukan lain.

d. Dalam hal surat ketetapan lebih bayar terlambat diterima, maka pada wajib pajak diberi imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar.

3. Keberatan dan Banding a. Keberatan

Dasar hukum untuk pengajuan keberatan pajak

pertambahan nilai adalah pasal 25 dan pasal 26 undang Nomor 6 tahun 1983 diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1994.

Wajib pajak dapat melakukan keberatan pada Dirjen Pajak melalui kepala kantor pelayanan pajak atas:

2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. 3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

4) Surat Ketetapan Pajak Kurang Nihil.

5) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku.

b. Banding

Dasar hukum untuk pengajuan banding pajak pertambahan nilai adalah pasal 27 Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1994. Permohonan banding diajukan pada Badan Peradilan Pajak oleh wajib pajak yang merasa tidak puas atas keputusan dari Kepala Kantor Pajak. Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga 2% sebulan selama-lamanya dua puluh empat bulan.

3.5.2. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA KENA PAJAK 1. Pelaporan Usaha

Semua pengusaha yang kena pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan usahanya sebagai pengusaha kena pajak. Pelaporan pengusaha kena pajak dapat dilakukan bersamaan dengan permintaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP adalah :

a. Untuk wajib pajak perorangan

 Foto copy KTP atau SIM atau Kartu Keluarga

 Foto copy surat ijin usaha atau keterangan tempat usaha.

b. Untuk wajib pajak badan usaha

 Foto copy akte pendirian.

 Foto copy KTP salah seorang pengurus

 Foto copy surat ijin usaha atau keterangan tempat ijin usaha dari instansi yang berwenang.

Pelaksanaan pelaporan harus dilakukan:

a. Pengusaha perorangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal usaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.

b. Pengusaha Badan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerja meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan yang dilakukan. 2. Faktur Pajak

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha kena pajak karena penyerahan barang atau jasa kena pajak.

Dalam hal impor barang, faktur pajak dibuat oleh Dirjen Bea Cukai. Ketentuan mengenai pembuatan faktur pajak adalah :

a. Wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap penyerahan barang atau jasa kena pajak, karena faktur pajak merupakan bukti yang menjadi sarana

pelaksanaan cara kerja pengkreditan pajak.

b. Pengusaha dapat membuat satu faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak yang sama selama sebulan takwim, dan faktur pajak untuk seluruh barang yang diserahkan pada pembeli yang sama disebut Faktur Pajak Gabungan, serta tidak memerlukan ijin Dirjen Pajak.

c. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan barang, maka faktur pajak dibuat setelah pembayaran. d. Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata cara penyampaian dan

tata cara pembetulan faktur pajak ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

e. Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang meliputi:

 Nama, alamat, NPWP, nomor pengukuhan wajib pajak dan nama pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak.

 Macam, jenis, harga dan potongan harga.

 Pajak pertambahan nilai yang dipungut.

 Tanggal penyerahan atau pembayaran.

 Nomor dan tanggal pembuatan faktur pajak.

 Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak, dan saran untuk mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar baik secara formal maupun material. Faktur pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dapat mengakibatkan pajak pertambahan nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan. Faktur pajak yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan disebut dengan “Faktur Pajak Standar” 3. Nota Retur

Dalam hal barang kena pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (diretur) oleh pembeli, maka harus dibuat nota retur, kemudian PPN dari barang kena pajak yang diretur dapat dikurangkan terhadap:

a. Pajak keluaran yang terhutang oleh pengusaha kena pajak.

b. Pajak masukan dari PKP pembeli, dalam hal pajak masukan atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah dikreditkan.

c. Biaya atas harta atas PKP pembeli, dalam hal pajak atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan dalam harga perolehan harta tersebut. 4. Pembukuan

Pengusaha kena pajak sebagai wajib pajak diwajibkan membuat pembukuan segala kegiatan usahanya, kecuali mereka yang

dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan

Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan sebenarnya.

5. Penyetoran dan Surat Pemberitahuan Masa

Penyetoran PPN dilakukan di Kantor Pos terdekat atau bank yang ditunjuk untuk menerima setoran pajak.

Ketentuan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai :

a. Disetorkan selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

b. Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan saat pembayaran bea masuk.

c. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak.

d. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh

Bendaharawan Pemerintah harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 setelah masa pajak.

e. PPN oleh Badan Urusan Logistik harus dilunasi sendiri oleh pengusaha kena pajak sebelum surat perintah pengeluaran barang.

Surat pemberitahuan masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak terhutang dalam suatu masa pajak. Surat Pemberitahuan masa pajak PPN berfungsi sebagai sarana bagi pengusaha kena pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terhutang.

Tempat, cara dan saat penyampaian SPT masa PPN adalah sebagai berikut :

 Tempat pengambilan SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak dan tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.

 Tempat penyampaian SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak di tempat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.

Cara penyampaian SPT masa PPN adalah :

a. Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak, kemudian akan menerima tanda terima.

b. Disampaikan dengan surat tercatat melalui pos dan giro, dimana tanggal cap pos berfungsi sebagai tanggal penerimaan SPT.

3.6 JENIS-JENIS PAJAK

3.6.1. BERDASARKAN SISTEM PEMUNGUTANNYA 1. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain atau orang lain

Contoh Pajak Langsung :

 Pajak Penghasilan (PPh)

 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

 Pajak Tidak Langsung 2. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya bisa dilimpahkan kepada pihak lain.

Contoh Pajak Tidak langsung :

 Pajak Penjualan atas Barang Mewah

 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

 Bea Materai

 Cukai

 Bea Impor

 Ekspor

3.6.2. BERDASARKAN LEMBAGA PEMUNGUTAN 1. Pajak Pusat

Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang pemungutan didaerah dilakukan oleh kantor pelayanan pajak. Pajak yang termasuk pajak Pusat :

 Pajak Penghasilan (PPh)

 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

 Bea Materai

 Pajak Penjualan atas Barang Mewah

 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

 Pajak Migas

 Pajak Ekspor

2. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutan dilakukan pemerintah daerah.

Contoh Pajak Daerah :

 Pajak Kendaraan Bermotor

 Pajak Reklame

 Pajak Tontonan

 Pajak Radio

 Pajak Hiburan

 Pajak Hotel

 Bea Balik nama

3.6.3. BERDASARKAN SUBJEK PAJAK 1. Pajak Perseorangan

Pajak Perseorangan yaitu pajak yang harus dibayar oleh diri wajib pajak. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak Badan

Pajak Badan yaitu pajak yang harus dibayar oleh badan atau organisasi. Contohnya pajak atas laba perusahaan.

3.6.4. BERDASARKAN ASALNYA 1. Pajak Dalam Negeri

Pajak yang dipungut terhadap wajib pajak (setiap warga Negara Indonesia) yang tinggal di Indonesia.

2. Pajak Luar Negeri

Pajak yag dipungut terhadap orang – orang asing yang mempunyai penghasilan di Indonesia.

3.6.5. BERDASARKAN TARIF PAJAK 1. Tarif Pajak Proporsional (Sebanding)

Tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase (%) yang tetap, berapapun jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.

Tabel 3.1 Tarif Pajak Proporsional

No

Jumlah Nilai Penyerahan Barang/Jasa

Tarif Pajak (%) Besarnya Pajak

1 200,000 10% 20,000

2 300,000 10% 30,000

3 1,000,000 10% 100,000

2. Tarif Pajak Degresif (Tarif Pajak dengan Presentase semakin

Dalam dokumen Penyelewengan Hak dan Kewajiban Pajak (Halaman 7-39)

Dokumen terkait