• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN

A. Kesimpulan

dipertanggungjawabkan.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan model analisis interaktif, di mana peneliti tetap berada di antara tiga alur kegiatan selama pengumpulan data, selanjutnya selalu berada di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Menurut Hurberman (1992 : 20) skema model analisis interaktif yaitu :

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah secara rinci dalam penelitian dari awal sampai akhir. Hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat berjalan teratur, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Adapun langkah- langkah prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penulisan proposal dan persiapan pelaksanaan penelitian

Setelah judul penelitian disetujui atau ditentukan dilanjutkan dengan penulisan proposal. Pada tahap ini berisi garis-garis besar penelitian yang akan dilaksanakan yang meliputi perumusan masalah, penyusunan kerangka

Seleksi Data Penyajian Data

Penyimpulan Data (verifikasi) Pengumpulan Data

commit to user

berpikir, dan pemilihan lokasi penelitian. Langkah selanjutnya mengadakan persiapan pelaksanaan, yaitu mengurusi perijinan penelitian. Perijinan yang dimaksud adalah perijinan mengadakan penelitian ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan.

2. Pengumpulan data dan analisis data awal

Pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian termasuk dalam hal ini mengadakan wawancara dengan para informan dan mengadakan observasi terhadap obyek penelitian. Selain itu juga diadakan studi pustaka terhadap sumber-sumber tertulis yang ada kaitannya dengan topic dalam penelitian sebagai data. Data yang terkumpul kemudian diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterprestasikan serta menjawab perumusan masalah data yang sudah terjaring dalam analisis awal.

3. Analisis akhir dan penarikan kesimpulan

Pada tahap ini, peneliti menganalisis lagi data yang telah didapat dengan teliti, jika kurang sesuai diadakan perbaikan, kemudian data tersebut dikelompokan sesuai dengan masalah penelitian. Data yang sudah tersusun rapi merupakan bagian dari analisis awal, maka kegiatan selanjutnya merupakan analisis akhir dengan mengorganisasikan dan mengurutkan data pola dalam uraian dasar sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

4. Penulisan laporan dan perbanyakan laporan

Dari data yang sudah disusun berdasarkan pedoman penelitian kualitatif, maka akan dapat diambil sebuah laporan penelitian sebagai bentuk karya ilmiah, yang sebelumnya melalui proses pengujian terlebih dahulu. Agar dapat dibaca oleh masyarakat umum yang ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan, maka diperbanyaklah hasil laporan itu.

Dari uraian di atas, maka dapat digambarkan skema prosedur penelitian sebagai berikut :

commit to user Penarikan Kesimpulan Penulisan Proposal Persiapan Pelaksanaan penelitian Pengumpulan Data dan Analisis Awal Analis Akhir Penulisan Laporan Perbanyak Laporan

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Tempat Penelitian 1. Kondisi Geografis

Berdasarkan letak geografisnya, aset wisata religi Petilasan Kraton Pajang berada di dukuh Sonojitwan RT 05/RW XXVI, desa Makamhaji, kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Desa Makamhaji berada sekitar 5 km ke arah timur dari kecamatan Kartasura dan 20 km ke arah barat dari kabupaten Sukoharjo. Jarak tempuh dari desa Makamhaji ke kecamatan Kartasura sekitar 10 menit perjalanan, dan 30 menit ke kabupaten Sukoharjo. Desa Makamhaji memiliki batas-batas sebagai berikut: sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Pajang Kotamadya Surakarta, sebelah selatan berbatasan dengan desa Gentan, sebelah barat berbatasan dengan desa Gumpang, dan sebelah utara berbatasan dengan desa Pabelan.

Menurut profil desa Makamhaji Tahun 2010, Curah hujan wilayah ini antara 2000-2500 mm dengan suhu rata-rata harian 25-35 derajat celcius. Desa Makamhaji memiliki sawah irigasi teknis 7 hektar dan sawah tadah hujan 2 hektar, selain itu untuk tanah kering digunakan untuk tegal atau ladang 0,7410 hektar dan pemukiman 170,6427 hektar. Luas tanah yang digunakan untuk fasilitas umum antara lain: Kas Desa 3,6736 hektar, Lapangan 0,9125 hektar, dan perkantoran pemerintah 0,1845 hektar (Profil Desa Makamhaji, 2010: 41).

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) kecamatan Kartasura tahun 2009/2010, secara keseluruhan wilayah kecamatan Kartasura tersebut dibagi menjadi 12 desa, yaitu: Ngemplak, Gumpang, Makamhaji, Pabelan, Ngadirejo, Kartasura, Pucangan, Kertonatan, Wirogunan, Ngabeyan, Singopuran, dan Gonilan. Wilayah kecamatan Kartasura sangat mudah dijangkau, karena daerah tersebut sudah ada transportasi yang lancar juga sarana jalan yang baik.

commit to user

2. Kondisi Demografis

Berdasarkan kondisi demografis desa Makamhaji juga perlu diperhatikan yang meliputi keadaan penduduk, pendidikan, pekerjaan, dan sarana prasarana.

a. Keadaan Penduduk

Desa Makamhaji, kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo per tahun memiliki jumlah penduduk 17737 orang, yang tercatat dalam profil desa Makamhaji tahun 2010. Jumlah seluruh penduduk tersebut dirinci berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebagai berikut:Tabel 1: Jumlah Penduduk Desa Makamhaji berdasarkan Kelompok umur

per Maret Tahun 2010

No Kelompok Umur Jumlah

1. < 1 tahun 105 orang 2. 1-5 tahun 1082 orang 3. 6-10 tahun 1238 orang 4. 11-15 tahun 1277 orang 5. 16-20 tahun 1256 orang 6. 21-25 tahun 1282 orang 7. 26-30 tahun 1426 orang 8. 31-35 tahun 1303 orang 9. 36-40 tahun 1241 orang 10. 41-45 tahun 1218 orang 11. 46-50 tahun 1211 orang 12. 51-55 tahun 1195 orang 13. 56-58 tahun 734 orang 14. > 58 tahun 3169 orang Jumlah penduduk seluruh desa Makamhaji

Jumlah penduduk laki-laki Jumlah penduduk perempuan Jumlah Kepala Keluarga

17.737 orang 8.808 orang 8.929 orang 4.553 orang Sumber : Profil Desa Makamhaji, tahun 2010

commit to user

b. Pendidikan

Berdasarkan data profil desa Makamhaji Tahun 2010, penduduk desa Makamhaji yang telah mengenyam pendidikan cukup tinggi yaitu tercatat sebanyak 19470 orang. Tingkat pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu pendidikan rendah (SD), pendidikan menengah (SLTP), dan pendidikan tinggi (SLTA) ke atas. Menurut pembagian tingkat pendidikan dan angka pada tabel, tingkat pendidikan di desa Makamhaji cukup tinggi, yaitu tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3900 orang, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) / Sederajat sebanyak 3500 orang, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ke atas sebanyak 8770 orang yang meliputi tamat SLTA 6500 orang, D-1 sebanyak 250 orang, D-2 sebanyak 110 orang, D-3 sebanyak 500 orang, S-1 sebanyak 1250 orang, S-2 sebanyak 150 orang, dan S-3 sebanyak 10 orang.

Apabila dibuat tabel tentang tingkat pendidikan penduduk desa Makamhaji sebagai berikut:

Tabel 2: Jumlah Tingkat Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Pernah SD tetapi tidak tamat 3300

2. Tamat SD/Sederajat 3900 3. SLTP/Sederajat 3500 4. SLTA/Sederajat 6500 5. D-1 250 6. D-2 110 7. D-3 500 8. S-1 1250 9. S-2 150 10. S-3 10 Jumlah 19470

commit to user

c. Pekerjaan

Dalam usaha memenuhi kebutuhan perekonomian yang terkait dengan pekerjaan, maka masyarakat desa Makamhaji menempuh bermacam-macam usaha sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pekerjaan yang ditekuni oleh mayoritas penduduk desa Makamhaji adalah buruh atau swasta tercatat ada 2900 orang, pegawai negeri ada 1030 orang, pedagang ada 1000 orang dan pengrajin ada 775 orang, selebihnya penduduk bekerja di bidang lain dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Penduduk yang bekerja sebagai dosen ada 210 orang, pensiunan ada 175 orang, montir ada 125 orang, dokter ada 40 orang, pengusaha ada 20 orang, petani ada 11 orang dan peternak ada 11 orang.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat tabel jenis pekerjaan masyarakat desa Makamhaji sebagai berikut:

Tabel 3 : Jenis Pekerjaan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010

No Nama Pekerjaan Jumlah

1. Buruh / Swasta 2900 2. Pegawai Negeri 1030 3. Pedagang 1000 4. Pengrajin 775 5. Dosen 210 6. Pensiunan 175 7. Montir 125 8. Dokter 40 9. Pengusaha 20 10. Petani 11 11. Peternak 11

Sumber : Profil Desa Makamhaji tahun 2010

d. Sarana Prasarana

commit to user

Menurut data profil desa Makamhaji tahun 2010, wilayah desa Makamhaji merupakan daerah yang terbuka dalam arti bukan daerah yang terisolir dan mudah dijangkau dari arah mana saja. Akses jalan raya menuju desa Makamhaji menggunakan jalan aspal. Sarana kendaraan umum yang menunjang mobilitas penduduk dari dan ke desa Makamhaji juga sudah baik. Alat transportasi darat antara lain ada bus umum, truk umum, angkutan pedesaan, delman, becak dan kereta api. Selain itu, terdapat jembatan beton bernama Pijilan dan Brojo, serta jembatan besi bernama Jetis dan Pelem Doyong. Keadaan jembatan tersebut masih baik dan masih digunakan oleh masyarakat desa Makamhaji dalam kesehariannya. Selain transportasi darat ada transportasi sungai, yaitu terdapat perahu motor, kapal dan perahu tanpa motor.

2) Sarana Pendidikan

Desa Makamhaji sudah termasuk wilayah yang masuk kota, hal ini ditandai dengan adanya fasilitas sekolah yang cukup banyak. Fasilitas-fasilitas sekolah yang dimaksud diantaranya adalah Taman Kanak-kanak (TK) yang berjumlah 7 buah dengan jumlah murid sebanyak 600 siswa dan tenaga pengajar 60 orang. Sekolah Dasar (SD) ada 5 buah dengan jumlah murid sebanyak 1200 siswa dan tenaga pengajar 65 orang. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ada 1 buah dengan jumlah murid sebanyak 100 siswa dan tenaga pengajar 9 orang. Selanjutnya, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ada 1 buah dengan jumlah murid 30 siswa dan tenaga pengajar 8 orang.

Selain pendidikan formal, terdapat pendidikan non formal diantaranya ada Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) berjumlah 30 buah yang terdapat di desa Makamhaji. Ada Lembaga Pendidikan Agama 3 buah dengan jumlah murid sebanyak 700 siswa dan tenaga pengajar 60 orang. Ada juga perpustakaan 1 buah di desa Makamhaji untuk menunjang pendidikan formal maupun pendidikan informal.

Apabila dibuat tabel mengenai jumlah lembaga pendidikan, jumlah tenaga pengajar yang menempati gedung dari berbagai tingkatan sekolah di wilayah Desa Makamhaji menurut uraian di atas sebagai berikut:

commit to user

Tabel 4 : Jumlah lembaga pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010

No Nama Lembaga Jumlah Siswa Tenaga Pengajar

1. Taman Kanak-kanak (TK) 7 600 60

2. Sekolah Dasar (SD)/Sederajat 5 1200 65 3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(SLTP)

1 100 9

4. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

1 30 8

5. Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA)

30 - -

6. Lembaga Pendidikan Agama 3 700 60 7. Perpustakaan 1 - -

Sumber: Profil Desa Makamhaji, tahun 2010

3) Sarana Kesehatan dan Olahraga

Dalam menunjang kesehatan warga di wilayah desa Makamhaji, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas kesehatan diantaranya puskesmas pembantu berjumlah 1 unit, poliklinik atau balai pengobatan 1 unit, apotek 5 unit, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) ada 9 unit, toko obat ada 2 unit, dan tempat dokter praktek ada 21 unit. Untuk jumlah tenaga kesehatan, diantaranya jumlah dokter umum 21 orang, jumlah dokter gigi 3 orang, jumlah dokter bedah 1 orang dan bidan desa ada 2 orang. Selain sarana kesehatan, di desa Makamhaji terdapat sarana olahraga pula. Sarana olahraga tersebut diantaranya yaitu : lapangan sepak bola 1 buah, lapangan bulu tangkis 3 buah, meja pingpong 4 buah, lapangan voli 2 buah, dan lapangan tenis 1 buah.

4) Sarana peribadatan

Toleransi di antara penduduk desa Makamhaji terlihat cukup jelas, meskipun terdapat bermacam-macam agama yang dianut penduduk yaitu, Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Jadi dengan demikian, dalam bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hampir semua agama yang ada di Indonesia ada dan dianut oleh masyarakat desa Makamhaji. Berdasarkan profil

commit to user

desa Makamhaji tahun 2010, rata-rata penduduk beragama Islam yaitu 12270 orang ada juga sebagian kecil yang beragama Non Islam yaitu Kristen 3555 orang, Katholik 1920 orang, Hindu 15 orang, dan Budha 12 orang. Prasarana peribadatan yang ada berupa Masjid 33 buah, langgar/surau/mushola 15 buah, dan gereja Kristen 3 buah yang bisa dimanfaatkan warga Desa Makamhaji sebagai tempat beribadah. Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat tabel sebagai berikut:

No Nama Tempat Ibadah Jumlah

1. Masjid 33

2. Langgar/surau/mushola 15

3. Gereja Kristen 3

4. Kuil/Vihara -

Sumber: Profil Desa Makamhaji, tahun 2010

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian 1. Sejarah Kraton Pajang

Menurut Dwi Ratna (1999: 55), pada pertengahan pertama abad ke 16, Kerajaan Majapahit yang bersifat Hindu mengalami keruntuhan. Runtuhnya Majapahit ditandai dengan terjadinya disintegrasi wilayah. Terbukti banyaknya daerah Islam tidak mau tunduk lagi terhadap Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu. Runtuhnya Majapahit diikuti dengan munculnya dinasti baru, Kerajaan Demak di bawah pimpinan Raden Patah, seorang keturunan Majapahit yang telah memeluk Agama Islam. Daerah-daerah Islam di Pantai Utara Jawa, di bawah dominasi Bintara Demak, berusaha melakukan suksesi terhadap Majapahit. Ketika terjadi penyerbuan oleh pasukan Demak, raja Majapahit terakhir Prabu Brawijaya (Bhre Kertabumi) berhasil lolos meninggalkan istana.

Keberadaan Kasultanan Demak tidak lama, hanya sekitar empat puluh tahun. Sesudah Raden Patah, keadaan tidak tenang lagi. Raja Demak terakhir, Sunan Prawata dibunuh oleh kemenakanya, Arya Penangsang kira-kira pada tahun 1549. Arya Penangsang memerintah Jipang sebagai raja bawahan. Tujuannya ialah membalas dendam atas kematian ayahnya yang telah dibunuh atas perintah

commit to user

Sunan Prawata. Akan tetapi pada saat hendak menduduki tampuk kekuasaan, Arya gugur. Arya terbunuh dalam pertempuran melawan laskar Jaka Tingkir (penguasa Pajang) yang dibantu oleh Ki Penjawi dan Ki Pemanahan. Jaka Tingkir bertindak sebagai pembalasan atas kematian Pangeran Hadiri (Kyai Kalinyamat) dari Jepara, ipar Sunan Prawara yang telah menemui ajalnya juga karena ulah Arya Penangsang (Dwi Ratna, 1999: 57).

Jaka Tingkir merupakan bekas kepala pengawal sekaligus menantu Sultan Prawata dan berasal dari Pengging. Oleh karena lama di desa Tingkir, dekat Salatiga, maka ia dinamakan Jejaka dari Tingkir (Jaya Baya, 1990: 13). Sebagai pewaris Kerajaan Demak, Jaka Tingkir kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya dan mendirikan Kraton Pajang. Jaka Tingkir memerintah di Pajang selama hampir dua puluh tahun (1568-1586). Sebelum menjadi raja bernama Jaka Tingkir atau Mas Karebet yang suka melakukan meditasi dan refleksi untuk mempertajam kualitas diri. Dari segi spiritual Jaka Tingkir telah memperoleh kepribadian yang unggul. Semasa mudanya Jaka Tingkir berguru kepada tokoh-tokoh ternama, misalnya Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Sela, ahli ilmu pengetahuan yang putus ing reh saniskara. Gemblengan para guru agung ini menghantarkan Jaka Tingkir menjadi jalma limpat seprapat tamat. Secara intelektual berkualitas dan secara sosial sangat populer. Para kawula baik di perkotaan, pedesaan maupun pegunungan mengenal Jaka Tingkir sebagai keturunan bangsawan,

trahing kusuma rembesing madu, yang dipercaya mampu menjadi pewaris tahta

(http://budayajawa.com/index.php?productID=227 di unduh tanggal 16 Agustus 2010 ).

Secara historis, perpindahan pusat kerajaan, baik dari Majapahit maupun dari Demak ke Pajang bukan semata-mata berdasarkan pulung atau wahyu belaka, tetapi memang kenyataannya terdapat usaha dari yang bersangkutan untuk mempergunakan haknya sebagai penerus tahta. Hal ini terlihat dari daftar silsilah yang termuat dalam Babad Tanah Jawi, sebagai berikut: (a) Prabu Brawijaya penghabisan berputra Raden Patah, Sultan Demak pertama, (b) Prabu Brawijaya penghabisan berputra seorang puteri yang menadi istri Jaka Sengara (Adipati Dayaningrat di Pengging), berputra Kyai Kebo Kenanga, berputera Mas Karebet

commit to user

(Jaka Tingkir), Sultan Pajang I. Dari daftar silsilah tersebut, bahwa Demak dan Pajang sama-sama berasal dari satu dinasti, yaitu Majapahit, sehingga perang batin dan perebutan mahkota selalu terjadi. Demikian pula perebutan kekuasaan berulang kembali pada masa akhir Pajang dan awal Mataram. Kerajaan Mataram tumbuh menjadi daerah yang besar dan berpengaruh. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Sultan Hadiwijaya, sebab bisa mengancam eksistensi kerajaan. Bagi Sultan Hadiwijaya Ki Ageng Mataram itu sebagai keturunan Majapahit tentu berusaha agar keturunannya dapat menjadi raja dan menguasai tanah Jawa. Selain itu Sunan Giri pun telah meramalkan bahwa kelak Mataram akan bertahta seorang raja besar. Karena merasa gelisah, Sultan Hadiwijaya segera menemui Sunan Kalijaga yang kemudian meminta Ki Ageng Mataram untuk berjanji tidak akan menjadi raja Mataram dan tidak akan mengalahkan Pajang. Namun bila sampai kepada keturunannya, sepenuhnya diserahkan atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun wahyu kraton telah jatuh ke tangan Ki Ageng Mataram, tetapi karena pernah berjanji kepada Sultan Hadiwijaya untuk tidak menjadi raja di Mataram, maka selama hidupnya ia selalu taat pada raja Pajang sebagai bawahannya. Pada tahun 1583 Ki Ageng Mataram meninggal. Sultan Pajang kemudian menunjuk Sutawijaya (anak Ki Ageng Mataram yang diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya) sebagai pengganti Ki Ageng Mataram. Sewaktu diangkat menjadi penguasa Mataram, Sutawijaya diberi gelar Senapati Ing Alaga oleh raja Pajang. Gelar ini selanjutnya merupakan bagian tetap dari nama raja-raja Mataram.

Pada tahun 1584, Senapati Sutawijaya mengadakan persiapan untuk memerdekakan tanah warisannya. Sutawijaya mengabaikan kewajibanya terhadap raja Pajang. Sutawijaya tidak seba atau menghadap raja di Kraton Pajang untuk memberi penghormatan tahunan. Sutawijaya juga menggagalkan pelaksanaan hukuman yang harus dilakukan atas perintah raja terhadap keluarga Tumenggung Mayang. Tindakan yang dilakukan senapati menjadikan raja Pajang marah dan hendak menindak dengan kekuatan senjata terhadap Mataram. Sebelum terjadi penyerbuan, di dekat Prambanan, ternyata pasukan Pajang telah pecah akibat letusan gunung Merapi dan meluapnya sungai Opak, sehingga Sultan Pajang

commit to user

urung menyerang Mataram. Kemudian Sultan Pajang bersama-sama sisa pasukannya mundur dan bermukim di Tembayat (daerah Klaten). Selama bermukim di Tembayat, Sultan merasa bahwa kerajaannya telah berakhir dan akan diganti oleh dinasti Mataram yang akan memerintah seluruh Jawa. Setelah kembali ke kotapraja Pajang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit, dan pada tahun 1578 akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan di desa Butuh, sebuah tempat yang tidak jauh di sebelah barat taman Kerajaan Pajang yang sekarang dikenal dengan nama kampung Makamhaji. Dengan meninggalnya raja Pajang itu, maka wahyu kraton beralih dari Pajang pindah ke Mataram. Setelah berhasil menggeser kedudukannya Pajang, Sutawijaya menyatakan keinginannya untuk tetap di Mataram. Sejak saat itu ia bergelar Panembahan Senapati. Adapun kekuasaan atas Pajang dipercayakan kepada salah seorang pangeran muda dari Mataram bernama Gagak Bening (Dwi Ratna, 1999: 62). Kraton Pajang menduduki posisi yang penting dalam pentas sejarah nasional. Dinasti besar Kerajaan Jawa yaitu Majapahit, Demak dan Mataram, ketiganya bertemu di antara silsilah Kraton Pajang. Pada diri Sultan Hadiwijaya yang menjadi raja Pajang mengalir darah Majapahit dan Demak (Purwadi, 2008: 5).

2. Pembangunan Petilasan Kraton Pajang

a. Latar Belakang Pembangunan Petilasan Kraton Pajang

Berdasarkan letak geografisnya, aset wisata religi Petilasan Kraton Pajang berada di Dukuh Sonojitwan RT 05/RW XXVI, Desa Makamhaji, kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Petilasan Kraton Pajang adalah tempat yang dikeramatkan oleh warga desa Makamhaji karena area ini merupakan tempat ditemukannya ompak dari Kraton Pajang. Petilasan Kraton Pajang merupakan peninggalan Sultan Hadiwijaya, raja dari Kraton Pajang.

Bagi pengelola, Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu kebudayaan Jawa yang harus dilestarikan. Peninggalan dari leluhur tidak boleh ditinggalkan karena bersifat luhur. Budaya leluhur harus diurutkan menurut silsilah dan dilestarikan keberadaannya. Pelestarian ini sampai sekarang masih ada

commit to user

penyambungannya, dibuktikan dengan eksistensi ritual malam jumat, malam jumat legi, malam Suro dan pembangunan sekitar area Petilasan Kraton Pajang secara berlanjut (wawancara Bapak Kusaeri selaku seksi budaya, 21 Maret 2011).

Bagi pengunjung, pembangunan Petilasan Kraton Pajang dilaksanakan oleh suatu kelompok masyarakat yang sama-sama tertarik terhadap lingkungan budaya (dalam hal ini Kraton Pajang) sebagai monumental pernah ada suatu kerajaan di desa Makamhaji (wawancara Bapak Agus, 10 Maret 2011). Selain itu, masyarakat mempunyai berbagai alasan untuk pembangunan Petilasan Kraton Pajang. Alasan tersebut antara lain orang yang mengetahui adanya Kraton Pajang mencari-cari letak dari Kraton Pajang tersebut, sehingga didirikan Petilasan Kraton Pajang di sekitar ditemukannya ompak yang merupakan satu-satunya peninggalan dari adanya Kraton Pajang terdahulu. Ompak merupakan alas tiang bangunan Kraton Pajang yang rusak dan ditinggal ketika pemerintahan dialihkan ke Mataram (wawancara Bapak Suradi, tanggal 7 November 2010).

Batu ompak Kraton Pajang yang pernah diributkan karena tidak diketahui di mana berada berhasil ditemukan. Batu ini merupakan satu-satunya bukti keberadaan Kraton Pajang dan disimpan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo (Bernas, 1994). Batu ini dikembalikan kepada desa Makamhaji karena adanya kontradiksi antar warga masyarakat sudah reda (wawancara Bapak Taufik, 19 Maret 2011).

b. Keadaan Komplek Petilasan Kraton Pajang

Petilasan Kraton Pajang dibangun tanggal 3 Desember 1993, Jumat Legi di atas tanah milik Desa Makamhaji seluas kurang lebih 1000 m. Pembangunan ini didirikan oleh Paguyuban Patilasan Kraton Pajang yang peduli dengan budaya Jawa (khususnya daerah Desa Makamhaji dan sekitarnya). Pembangunan Benda Cagar Budaya ini dirintis oleh Bapak R. Koesnadi Kusumo Hoeningrat.

Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo mendukung pembangunan monumen sejarah yang dianggap situs Petilasan Kraton Pajang. Namun disesalkan tujuan baik ini tidak melalui prosedur yang benar, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Pembangunan pesanggrahan terlebih dahulu harus mohon izin kepada

commit to user

Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo disertai proposal lengkap tentang rencana pembangunan, maka Pemerintah Daerah akan mendukung dan menyetujui pembangunan ini (Bernas, 1994).

Kompleks Petilasan Kraton Pajang sampai sekarang belum terawat dengan baik, keadaan demikian karena kurangnya tenaga kerja yang memelihara dan merawat lingkungan di sekitar Petilasan Kraton Pajang, hanya juru kunci dan beberapa orang yang selalu memelihara kebersihan Petilasan Kraton Pajang dengan menyapu dan membersihkan kotoran di area ini. Sebab Petilasan Kraton Pajang belum ada ikatan dengan Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan Kebudayaan (Dinas POPK) Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan pengelolaan Petilasan Kraton Pajang dikelola oleh desa Makamhaji sebagai aset wisata daerah (wawancara Bapak Sujasmin, 10 Maret 2011).

Komplek Petilasan Kraton Pajang dibangun secara bertahap, ini dikarenakan sumber pendanaan pembangunan dilakukan secara swadaya dari pihak masyarakat, pengunjung dan pengelola yang peduli terhadap Benda Cagar Budaya. Dalam komplek Petilasan Kraton Pajang dibuat beberapa bangunan, yaitu: (1) tempat pemujaan (sungkeman), ada 1 buah digunakan untuk acara ritual yang diselenggarakan di Petilasan Kraton Pajang, (2) bangsal, ada 1 buah digunakan untuk tempat beristirahat para pengunjung yang ingin menginap di Petilasan Kraton Pajang, (3) mushola ada 1 buah digunakan bagi masyarakat yang melakukan tirakatan di Petilasan Kraton Pajang, pendanaan mushola ini dari keluarga Mun Slamet dan masyarakat Pajang, diresmikan Jumat Legi, 24 Desember 2010 / 1432 H oleh Camat Kartasura Sriyono, S. Sos , (4) toko kelontong, ada 3 buah untuk menunjung keperluan pengunjung yang singgah di

Dokumen terkait