commit to user
PETILASAN KRATON PAJANG
(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)
SKRIPSI
Oleh :
AULIA RAHMADIYAH
K4407011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PETILASAN KRATON PAJANG
(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)
Oleh :
AULIA RAHMADIYAH
K4407011
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
v ABSTRAK
Aulia Rahmadiyah. PETILASAN KRATON PAJANG (Studi tentang
Penjajagan menjadi Aset Wisata), Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Mei. 2011.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1) Sejarah Kraton Pajang, (2) Pembangunan Petilasan Kraton Pajang, (3) Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya, (4) Persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.
Sejalan dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus terpancang tunggal yang hanya mengarahkan pada kegiatan riset suatu kasus atau lokasi studi yaitu Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset
Wisata). Sampel yang digunakan bersifat purposive sampling. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumen. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua teknik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis data tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi atau penarikan kesimpulan, yang berlangsung secara siklus.
commit to user
vi ABSTRACT
Aulia Rahmadiyah. THE PAJANG PALACE HERITAGE TRAIL ( The study
of assessment into Tourism Assets). Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, May 2011.
The purpose of this study was to describe: (1)The History of Pajang Palace, (2) The Establishment of Pajang Palace Heritage Trail, (3) Pajang Palace Heritage Trail as tourism and heritage development, (4) The perception of society towards Pajang Palace Heritage Trail.
In line with this research it used descriptive qualitative, with research strategy of single stake case study which directs into research activities of only one case or study site that is Pajang Palace Heritage Trail (study of assessment into tourism assets). The sample used is purposive sampling. Data collected by interview, observation, and documents. In this research, to find the validity of data used two techniques of triangulation, the triangulation of method and data triangulation. The data analysis technique used is an interactive analysis of the data analysis process that includes three components of data reduction, data presentation, verification or conclusion, which took place in a cycle.
commit to user
vii MOTTO
• Kabudayan bondo kadonyan (materiel Cultuur) iku kabudayan sing bisa mbebayani lan gawe rusak lakuning kamanungsan, dene kabudayan kang
dasare jiwo iku kabudayaning manungso anggone ngesti marang jejering
dumadi (Dr. Rajiman Widyadiningrat).
• Negara yang maju adalah negara yang selalu memelihara dan menjaga
kebudayaan bangsa (Sri Surami).
• If you lost... you can look and you will find me time after time (Lauper, Cindy, Time After Time)
• “Impian, Cinta dan Kehidupan”
Sederhana, tapi luar biasa… ada dalam diri setiap manusia jika mau
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya skripsi ini dipersembahkan untuk:
Ibu dan Bapak tercinta,
Kakak-kakak ku tersayang,
Keponakanku tersayang Ilham Fauzi Ramadhan
Apung, makasih buat kebersamaan dan dukungannya selama ini dan memberikan
warna di kehidupanku
Teman-teman angkatan 2007, kakak-kakak, dan adik-adik tingkatku di Sejarah
FKIP UNS
FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamater tercinta tempat ku
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah S.W.T atas segala
limpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses penelitian dan
penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah dan terlimpahkan pada junjungan Kita Rasulullah SAW.
Skripsi ini ditulis guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan yang
menimbulkan kesulitan, dan berkat karunia Allah S.W.T dan peran berbagai pihak
akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu dengan rendah hati
penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan penelitian.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan
persetujuan dalam penyusunan skripsi.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Leo Agung S, M.Pd selaku Pembimbing I, yang dengan sabar telah
memberikan motivasi, masukan, dan saran.
5. Dra. Sri Wahyuni, M.Pd selaku Pembimbing II, yang dengan sabar juga telah
memberikan arahan, masukan, dan saran.
6. Segenap staf pengajar Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Bapak Zaenuri, selaku kepala desa Makamhaji yang telah membantu
kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak Siswo Hartono selaku ketua I Petilasan Kraton Pajang yang telah
commit to user
x
9. Bapak Edy Sujasmin Sastro Utomo selaku juru kunci Petilasan Kraton Pajang
yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
10.Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin
penelitian untuk penyusunan skripsi ini.
11.Bapak Taufik, selaku kepala Dinas Pariswisata Kabupaten Sukoharjo yang
memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
12.Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Harapan
penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.
Surakarta, Mei 2011
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN………... ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
commit to user
H. Prosedur Penelitian... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44
A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 44
1. Kondisi Geografis ... 44
2. Kondisi Demografis ... 45
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 50
1. Sejarah Kraton Pajang ... 50
2. Pembangunan Petilasan Kraton Pajang ... 53
a) Latar Belakang Pembangunan Petilasan Kraton Pajang .... 53
b) Keadaan Kompleks Petilasan Kraton Pajang ... 54
3. Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan Benda Cagar Budaya dan Pariwisata (Obyek Wisata Religi) ... 56
a) Petilasan Kraton Pajang sebagai Benda Cagar Budaya .... 56
b) Petilasan Kraton Pajang sebagai Pariwisata (Obyek Wisata Religi) ... 57
c) Upaya Pelestarian Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang ... 61
4. Persepsi Masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang... 63
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Jumlah Penduduk Desa Makamhaji berdasarkan Kelompok umur
per Maret Tahun 2010 ………….… ... 45
2. Jumlah Tingkat Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. 46
3. Jenis Pekerjaan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. ... 47
4. Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010……. ... 49
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Daftar Informan ……… ... 79
2. Daftar Pertanyaan dan Jawaban Penelitian ……… . 81
3. Foto-foto dari Petilasan Kraton Pajang ……… 87
Foto 1) : Penunjuk Arah ke Petilasan Kraton Pajang ……….. 87
Foto 16): Pengunjung Petilasan Kraton Pajang………. 96
Foto 17): wawancara Penulis dengan Juru Kunci ……… 97
Foto 18): Wawancara Penulis dengan pengunjung ……….. 97
4. Sketsa Peta Desa Makamhaji ………... 98
5. Daftar Pengunjung Petilasan Kraton Pajang ……… 99
6. Daftar Keputusan Kepala Desa Makamhaji tentang Pembentukan Pengurus Petilasan Kraton Pajang ……….. 111
7. Berita Koran “Nglacak Petilasan Kraton Pajang” ……… 114
8. Koran Bernas “Batu Ompak Kraton Pajang berhasil ditemukan” ……… .. 120
commit to user
xv
10.Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tentang ijin
Penyusunan Skripsi ………. 122
11.Surat Permohonan ijin Menyusun Skripsi ……… 123
12.Surat Ijin Penelitian ke Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan (Dinas POPK) Kabupaten Sukoharjo ………. 124
13.Surat Ijin Penelitian ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo ………. 125
14.Surat Ijin Penelitian ke Petilasan Kraton Pajang ……….. 126
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sektor kepariwisataan merupakan salah satu andalan perolehan devisa
negara dari sektor non migas hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia,
pada abad ke-21 industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di
dunia. Perkembangan kepariwisataan dunia tidak lepas dari perkembangan
faktor-faktor penunjangnya, misalnya kemudahan transportasi, kemajuan teknologi dan
perkembangan telekomunikasi yang berjalan cepat dan terus-menerus.
Dibangunnya sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya, jembatan,
pelabuhan, terminal bus, stasiun kereta api dan bandar udara merupakan suatu
bukti kemudahan transportasi yang terus berkembang. Sejalan dengan itu,
perkembangan transportasi tampak pula dengan canggihnya alat transportasi itu
sendiri yang semakin beragam dengan berbagai fungsinya mulai dari transportasi
darat, laut, dan udara (Maskun, 2005:1).
Adanya kemudahan tersebut membawa dampak di bidang kepariwisataan,
dengan kemajuan telekomunikasi promosi kepariwisataan dapat dilakukan dengan
lebih efektif dan efisien, sehingga dalam waktu singkat informasi kepariwisataan
dari suatu negara dapat diserap dan diterima di seluruh penjuru dunia yang pada
gilirannya akan menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya.
Kemudahan transportasi dengan segala sarana dan prasarananya secara memadai
turut membantu kelancaran dalam perjalanan wisata yang sangat berpengaruh
terhadap kenyamanan wisatawan.
Potensi kepariwisataan yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan modal
terpenting dalam pengembangan kepariwisataan daerah tersebut. Melalui
penanganan yang tepat, potensi kepariwisataan yang dimiliki suatu daerah dapat
dikembangkan menjadi suatu obyek dan daya tarik wisata yang menarik dan
mampu menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya (Maskun,
commit to user
Indonesia merupakan salah satu negara tujuan wisata di dunia. Hal ini
terjadi karena Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang sangat besar, baik
karena keindahan alam, keragaman flora dan fauna, keragaman tradisi, adat
istiadat dan seni budaya maupun peninggalan-peninggalan purbakalanya. Jenis
pariwisata yang paling menonjol adalah pariwisata budaya. Ini dikarenakan
keaneragaman suku bangsa, adat istiadat serta kebiasaan maka Indonesia banyak
dikunjungi wisatawan asing, sedangkan keindahan alam merupakan daya tarik
yang kedua. Karena itu daya tarik wisatawan (tourist heritage) terhadap hasil seni
budaya itu perlu ditingkatkan sejalan dengan peningkatan fasilitas yang lainnya
(Oka A Yoeti, 1982: 168).
Potensi kepariwisataan yang sangat besar yang dimiliki Indonesia tentunya
memerlukan penanganan semaksimal mungkin oleh pihak-pihak terkait terutama
pemerintah, sebab sektor pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara
yang sangat diperlukan dalam pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah
memberikan perhatian besar terhadap sektor kepariwisataan ini, sejak awal
kemerdekaan berbagai usaha dilakukan untuk memajukan kepariwisataan.
Indonesia mulai dari penanganan perhotelan pembangunan di bidang transportasi
membentuk badan yang khusus mengurusi kepariwisataan (Oka A Yoeti,
1982:37). Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk
mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata yang wujudnya
antara lain berbentuk, kemajemukan tradisi dan budaya serta peningkatan
pemahaman dari sisi sejarah dan budaya.
Dari pernyataan di atas, nampak bahwa tujuan negara mengembangkan
pariwisata antara lain adalah pengembangan atau pelestarian nilai-nilai sejarah
dan budaya bangsa dan mendorong pembangunan daerah. Maka hal ini tidak akan
terlepas dari benda-benda peninggalan masa lalu yang selanjutnya kita kenal
dengan sebutan Benda Cagar Budaya.
Indonesia memiliki banyak sekali Benda-benda Cagar Budaya yang
merupakan peninggalan masa lalu, baik yang berasal dari masa Hindu, Budha,
Islam, kolonialisme barat dan bahkan masa setelah Proklamasi Kemerdekaan.
commit to user
budaya bangsa yang terkandung didalamnya dapat diwariskan kepada
generasi-generasi yang akan datang, selain itu kelestarian Benda-benda Cagar Budaya akan
semakin menunjang pemahaman yang lebih mendalam tentang perjalanan sejarah
Bangsa Indonesia.
Pengembangan Benda-benda Cagar Budaya sebagai obyek wisata sejarah
merupakan salah satu jalan yang ditempuh dalam rangka usaha melestarikan
nilai-nilai sejarah budaya bangsa, selain itu pengembangan obyek wisata sejarah
merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat diperlukan dalam
pembangunannya (Oka A Yoeti, 1982: 64).
Indonesia Warisan budaya kota atau urban heritage adalah obyek-obyek
dan kegiatan diperkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota
yang bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktivitas masyarakat yang
memiliki nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal oleh
masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter
kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di
kota Solo antara lain Petilasan Kraton Pajang, Kraton Kasunanan Surakarta,
Kadipaten Puro Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, dan masih banyak lagi
bangunan-bangunan kuno yang terdapat di Kota Solo. Selain bangunan-bangunan
kuno tersebut, Solo juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang
menonjolkan keindahan alamnya seperti City Walk, Taman Balekambang, Gelora
Manahan, dan lain sebagainya. Bangunan maupun tempat-tempat tersebut sebagai
asset yang melambangkan Solo sebagai kota budaya (Stefani, 2010: 3).
Petilasan Keraton Pajang merupakan tempat bertahtanya Sultan
Hadiwijaya dari Pajang yang saat mudanya terkenal sebagai Mas Karebet alias
Joko Tingkir. Djoko Tingkir menjadi raja pertama dri Kerajaan Pajang yang
kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri (seorang dari salah satu Wali Songo),
kemudian mendapatkan pengakuan dri adipati-adipati diseluruh Jawa Tengah dan
Jawa Timur (Soekmono, 1959: 51). Peninggalan dari Kerajaan Pajang ini yaitu
sisa-sisa kayu yang dahulunya merupakan getek atau rakit yang pernah dinaiki
Joko Tingkir saat melawan buaya, petilasan yang berwujud sebuah batu yang
commit to user
walaupun terletak di pinggir sungai yang keruh dan kotor dan dipercaya dapat
menyembuhkan berbagai penyakit jika airnya dipakai untuk mandi atau cuci
muka. Selain beberapa artefak peninggalan masa lalu yang ada di Petilasan Kraton
Pajang terdapat tempat peninggalan kerajaan Pajang. Petilasan Kraton Pajang
pada masa lalu digunakan untuk penyimpanan senjata untuk raja Pajang (Sultan
Hadiwijaya). Pada masa sekarang, Petilasan Kraton Pajang ini digunakan sebagai
tempat wisata dan tempat perenungan bagi orang-orang yang memiliki keinginan
untuk memuja. Usaha pelestarian di Petilasan Kraton Pajang ini masih diadakan
acara rutin Malem Jumat Legen yang diadakan tiap malam Jumat Legi. Acara
Malam Jumat Legi ini diadakan di Petilasan Kraton Pajang mulai pukul 10.00
atau 11.00 malam. Acara Jumat legen ini diadakan doa bersama atau tahlil selama
lima belas menit yang dipimpin oleh juru kunci dan dilanjutkan dengan acara
makan bersama yang merupakan hasil swadaya dari pengumpulan dana para
peziarah. Pendanaan dari Petilasan Kraton Pajang ini hanya ditanggung oleh dana
swadaya para peziarah dan dari kerabat keturunan saja. Pihak Kraton Surakarta
ataupun Kraton Jogjakarta tidak pernah memberikan bantuan, demikian juga
dengan Pemda Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas Pariwisatanya belum memberi
dana perawatan. Dalam upaya pelestariannya tersebut, berdampak pada
masyarakat sekitar Petilasan Kraton Pajang baik secara moril maupun spiritual
(http://walah.multiply.com/journal/350/Destination_Petilasan_Keraton_Pajang di
unduh 13 Desember 2010).
Petilasan Kraton Pajang adalah salah satu bentuk Cagar Budaya
peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang
sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan kebudayaan jawa. Petilasan
Kraton Pajang perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang
pemerintah setempat mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata, hal
ini diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah dan sebagai upaya
pelestarian peninggalan hasil budaya. Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan
untuk menjadi aset wisata sejarah dikarenakan cukup relevan dalam penanaman
commit to user
mengenai adanya Kraton Pajang yang selama ini dianggap tidak ada. Sehingga
diperlukan perhatian khusus terhadap Benda Cagar Budaya tersebut.
Penulis tertarik untuk meneliti Petilasan Kraton Pajang ini karena petilasan
ini merupakan Benda Cagar Budaya yang memerlukan perhatian khusus dari
pemerintah daerah karena dimungkinkan akan menjadi aset wisata yang dapat
menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut menarik bagi pneliti untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang
Penjajagan Menjadi Aset Wisata)”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam
melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah Kraton Pajang?
2. Mengapa Masyarakat membangun Petilasan Kraton Pajang?
3. Bagaimana Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan
Cagar Budaya?
4. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan
masalah di atas, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah Kraton Pajang.
2. Untuk mengetahui alasan masyarakat membangun Petilasan Kraton
Pajang.
3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya di
Petilasan Kraton Pajang.
4. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.
D. Manfaat Penelitian
commit to user
Secara teroretis penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya
pengembangan yang dilakukan daerah terhadap potensi wisata
didaerahnya’
b) Adanya penelitian memberikan masukan dan sumbangan kepada
pembaca supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan
sumber data dari bidang kepariwisataan.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan
sumbangan kepada pihak terkait dalam mengembangkan potensi yang
dimiliki Petilasan Kraton Pajang.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para ilmuwan dan
peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian yang ada hubunngannya
dengan penelitian ini, sehingga hal-hal yang belum terungkap dapat
commit to user
Menurut Koentjaraningrat (2004:19) kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya dibedakan dari kebudayaan, karena budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu sendiri. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.
Menurut Bakker dalam Usman Pelly (1994:22), asal kata kebudayaan berasal dari kata Abhyudaya dari bahasa sansekerta. kata Abhyudaya berarti hasil baik, kemajuan, kemakmuran yang serba lengkap. Bakker mengartikan secara singkat kebudayaan sebagai penciptaan penerbitan dan pengolahan nilai-nilai insani.
Menurut Mangunsarkoro yang dikutip Djoko Widagdo (2001:20) Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil karya jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Dari pendapat ini nampak bahwa kebudayaan menyangkut semua hasil karya manusia dalam berbagai sifat termasuk wujud dan bentuknya.
commit to user
mengemukakan bahwa “Kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk
mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik
yang konkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan”.
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengungkapan diri
manusia ke dalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat
dan menjadi warisannya. Kata materi harus dimengerti dalam arti luas,
sehingga mencakup juga badan dan relasi-relasi dengan orang lain (K.J Veeger,
1992:7).
Menurut antropolog E.B Taylor dalam Koentjaraningrat (1990: 180),
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku
yang normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan
bertindak.
Menurut Selo Soemardjan dalam Soerjono Soekanto (1990:189),
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk
keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala
kaidah dan nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah
kemasyarakatan dalam arti luas, termasuk didalamnya agama, ideologi,
kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa
manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup
bermasyarakat dan yang menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.
Dari pengertian kebudayaan tersebut di atas, maka dapat berarti bahwa
secara umum kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia baik
yang konkrit maupun yang abstrak yang merupakan keseluruhan sistem,
commit to user
mana kebudayaan merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidup.
b. Unsur-unsur Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (2000:2) kebudayaan setiap masyarakat
terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan
bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Ada tujuh unsur
kebudayaan yang dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal
dan merupakan unsur yang bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik
dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat
kota yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal ini merupakan isi dari
semua kebudayaan yang ada di dunia, antara lain: (1) Sistem religi dan upacara,
(2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengetahuan, (4) Bahasa
(lisan maupun tertulis), (5) Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak), (6)
Sistem mata pencaharian hidup, dan (7) Sistem teknologi dan peralatan.
Menurut Soerjono Soekanto (1990: 191) ada tujuh unsur kebudayaan
yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu: (1) peralatan dan perlengkapan
hidup manusia (pakaian, perumahan, rumah tangga, senjata, alat-alat produksi,
dan transportasi), (2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
(pertanian, peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi), (3) sistem
kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan
sistem perkawinan), (4) bahasa (lisan maupun tertulis), (5) kesenian (seni rupa,
seni suara, dan seni gerak), (6) sistem pengetahuan, dan (7) religi (sistem
kepercayaan).
Ketujuh unsur ini, masing-masing dapat dipecah dalam sub
unsur-unsurnya. Ketujuh unsur kebudayaan mencakup seluruh kebudayaan makhluk
manusia dimanapun, dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta
isi dari konsepnya.
c. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J Honigman yang dikutip Koentjaraningrat (1990:86)
commit to user
artifacts. Dalam hal ini gejala kebudayaan yang termasuk kelompok ideas
adalah gejala sesuatu yang masih terdapat di dalam pikiran manusia yang
berupa ide-ide, pendapat maupun gagasan. Gejala kebudayaan yang termasuk
kelompok actifities adalah tindakan-tindakan manusia sebagai tindak lanjut dari
apa yang terdapat dalam alam pikir manusia. Gejala kebudayaan yang ketiga
adalah artifacts, yaitu kebudayaan yang bersifat kebendaan atau kebudayaan
fisik atau kebudayaan material yang merupakan hasil karya manusia yang
berupa benda dengan berbagai sifatnya. Sejalan dengan pernyataan di atas,
Koentjaraningrat (2004: 5) mengemukakan bahwa kebudayaan itu ada tiga
wujudnya, antara lain : (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan
ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan
sebagainya., (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta
tindakan berpola dan manusia dalam masyarakat, dan (3) Wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,
tidak dapat diraba atau difoto, dan dalam alam pikiran dari warga masyarakat
di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ide ini biasa
distebut dengan tata-kelakuan, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan
ide itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,
mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan biasa disebut dengan sistem
sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini
terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan,
serta bergaul satu dengan yang lainnya selalu mengikuti pola tertentu
berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas manusia dalam
suatu masyarakat, maka sistem sosial ini bersifat konkrit. Wujud yang ketiga
dari kebudayaan disebut juga kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan
banyak, karena merupakan aktifitas, perbuatan dan karya manusia dalam
masyarakat, maka sifatnya paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal
commit to user
Ketiga wujud kebudayaan tersebut, dalam kenyataan kehidupan
masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan
adat istiadat mengatur dan member arah pada perbuatan dan karya manusia
menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik
itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan
manusia dari lingkungan alamiah sehingga mempengaruhi pula pola-pola
perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya.
Djoko Widagdo (2001: 21) mengatakan bahwa kebudayaan adalah
segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh manusia, karena itu
meliputi: (1) Kebudayaan material (bersifat jasmaniah) yang meliputi
benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup, (2) Kebudayaan
non material (bersifat rohaniah) yaitu segala hal yang tidak dapat dilihat dan
diraba, misalnya religi, bahasa, dan ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa semua benda hasil karya
atau ciptaan manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya merupakan
salah satu wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah
memenuhi persyaratan tertentu, maka benda-benda tersebut merupakan Benda
Cagar Budaya.
d. Benda Cagar Budaya
Benda Cagar Budaya adalah semua benda hasil karya atau ciptaan
manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya yang merupakan salah satu
wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah memenuhi
persyaratan tertentu. Benda cagar budaya memiliki nilai yang sangat penting
bagi pemahaman sejarah bangsa karena melalui benda cagar budaya tersebut
masyarakat dapat melihat hasil karya manusia yang pada masa lampau
sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih nyata tentang pola kehidupan
yang berlangsung pada masa yang telah lalu.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya dalam Bab I Pasal I dinyatakan bahwa Benda
Cagar Budaya adalah: (1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak
commit to user
yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa
gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan dan, (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_92.htm di unduh 16 Agustus 2010).
2. Petilasan
Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar "tilas" atau bekas) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). Petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa. Dalam bahasa Arab, petilasan disebut maqam (berarti "kedudukan" atau "tempat"). Istilah 'makam' dalam bahasa Indonesia tidak berarti sama dengan 'maqam'. Merupakan tanda dimana leluhur besar bangsa ini pernah menginjakkan kaki dan mendapat makna atau pengetahuan luhur di wilayah tersebut.
Beberapa bentuk situs petilasan antara lain: Lingga-Yoni, lingga merupakan batu panjang seperti huruf alif, dipancang tegak di suatu wilayah. Lingga berarti makna kebenaran sejati, jalan lurus yang telah dimaknai oleh leluhur yang memancangnya, terkadang di wilayah lingga, juga terdapat Yoni. Lingga-Yoni merupakan keseimbangan langit dan bumi. Keselarasan feminism dan maskulin. Batu kecil yang dipancang sederhana juga sebagai situs petilasan. Ada juga petilasan yang berbentuk patung-patung batu. Merupakan simbol dari leluhur itu sendiri. Karena petilasan sejak dahulu merupakan tempat meditasi atau hening, maka sampai sekarang fungsinya masih dijalankan.
commit to user
3. Kraton
a. Pengertian Kraton
Menurut Purwodarminto (1976:489) dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, kraton diartikan sebagai istana raja, kerajaan. Kata kraton berasal
dari kata dasar (Jawa: Lingga) ratu ditambah awalah ka dan akhiran an menjadi
ka-ra-tu-an, kemudian dipercepat pengucapannya menjadi kraton yang berarti
tempat tinggal atau kediaman resmi ratu atau raja dengan keluarganya (Sri
Winarni, 2004:26).
Sri Winarni (2004:27) menjelaskan kraton menjadi dua pengertian,
yaitu: (1) Kraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini
kraton sama dengan istana (palace), dan (2) Kraton berarti negara (nagari)
yaitu daerah atau wilayah tertentu yang memiliki susunan asli, pemerintahan
sendiri (otonomi), memiliki daerah atau wilayah tertentu dan rakyat (kawula)
tertentu. Dalam pengertian ini kraton sama dengan kerajaan (kingdom).
Definisi lain dari kraton dikemukakan oleh Ekadjati (1992: 49), kraton
berasal dari bahasa Jawa kuno dengan kata dasar ratu yang berarti raja yang
mendapat akhiran an yang menunjukkan keterangan tempat, yaitu tempat
bersemayam raja. Sebuah kraton merupakan kumpulan bangunan tempat
bersemayam raja dan keluarganya. Raja sebagai kepala pemerintahan negara
selalu tinggal di dalam kraton dan biasanya dijadikan pusat dari segala kegiatan
politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Kraton dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah istana tempat
bersemayam raja atau ratu. Kraton tidak identik dengan istana karena kraton
bukan semata-mata sebagai tempat tinggal raja tetapi kraton implicit dari
nilai-nilai keagamaan, filsafat, dan budaya.
Berdasarkan pandangan Orang Jawa, kraton berasal dari kata karatyan
atau keraton yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri yang
merupakan tempat raja bermukim (W.D Miranti, 2003:13). Menurut Darsiti
Soeratman (1989:1) istilah kraton menunjukkan tempat kediaman ratu atau
raja, yang mempunyai beberapa arti : (1) Berarti negara atau kerajaan, (2)
commit to user
mengelilingi halaman) baluwarti, (3) Pekarangan raja meliputi wilayah di
dalam cepuri ditambah alun-alun.
Menurut Darsiti Soeratman (1989: 1) kraton merupakan bangunan
yang unik berukuran luas dengan struktur bangunan yang bersifat khusus.
Kraton adalah monopoli raja, oleh karena itu penguasa tradisional lainnya,
misalnya kadipaten tidak diperkenankan duduk di dhampar atau singgasana
raja dan tidak diijinkan memiliki alun-alun bale witana, di samping tidak
berhak memutuskan hukuman mati, jadi kraton merupakan tempat kedudukan
khusus raja. Istilah kraton merupakan kediaman raja atau ratu yang meliputi
tempat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangan yang dibatasi pagar
atau tembok cepuri Baluwarti.
Istana atau kraton juga disebut negoro. Istana raja dan tempat
kediaman yang dihuni bersama keluarga, beserta bangunan-bangunan tempat
pangeran dan bangsawan bekerja termasuk didalamnya pusat negara yang
dianggap magis religius (George D.Larson, 1990: 5).
Beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa kraton adalah
pekarangan raja yang meliputi wilayah di dalam cepuri (tembok yang
mengelilingi keraton) baluwarti dan alun-alun yang dihuni oleh raja atau ratu
bersama keluarganya dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para
bangsawan tinggal dan bekerja.
beserta kerabat atau keluarganya. Menurut Sartono Kartodirjo (1984: 23)
kraton merupakan pusat birokrasi pemerintahan atau dalam kata lain
commit to user
Bangunan kraton sebagai situs budaya dapat digunakan sebagai
sumber pembelajaran sejarah karena bangunan itu mengandung nilai historis
(K.M Tanjung, 2005:4). Nilai-nilai historis dapat berupa latar belakang
penelitian sejarah yang berkaitan dengan hal-hal yang nampak sebagai
peninggalan sejarah tersebut (I Gede Widja, 1989: 22). Latar belakang sejarah
juga mendapat perhatian dari guru sejarah karena disinilah unsur-unsur
inspiratif atau edukatif bisa diungkap. Dalam penelitian ini Keraton berfungsi
sebagai tempat pariwisata budaya atau cultural tourism.
4. Pariwisata
Manusia dituntut lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari karena
perkembangan jaman yang semakin pesat menjadikan kebutuhan hidup manusia
beragam. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menjadi semakin sibuk
dalam berbagai aspek kehidupannya sehari-hari. Kesibukan tersebut bukan hanya
terjadi di dalam pekerjaan saja, tetapi juga pendidikan. Dalam kondisi seperti ini,
manusia sering mengalami stress yang terjadi karena beban hidup yang berat.
Salah satu jalan yang lazim dilakukan untuk mengatasi stress dan mengurangi
kepenatan adalah dengan mengadakan perjalanan wisata. Untuk lebih memahami
perjalanan wisata, berikut diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan
pariwisata secara umum.
a. Pengertian Pariwisata
Ditinjau secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa
sansekerta yaitu pari yang berarti banyak dan wisata yang berarti perjalanan
atau berpergian. Atas dasar itulah kata pariwisata diartikan sebagai perjalanan
yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat
lainnya yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata tour (Oka A Yoeti,
1993: 106).
Menurut Salah Wahab dalam Oka A Yoeti (1993: 107) pariwisata
merupakan suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat
pelayanan secara bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu
commit to user
(daerah tertentu, suatu negara atau benua) untuk sementara waktu dalam
mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang
dialaminya di mana ia memperoleh pekerjaan tetap.
Pengertian kepariwisataan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun
1990 pada Bab I Pasal I, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata artinya semua kegiatan dan
urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan
pengawasa pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan
masyarakat. Menurut Institut of Tourism in Britain dalam Kusmayadi (2000:
5), pariwisata adalah kepergian orang-orang untuk sementara dalam jangka
waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan tempat
bekerja sehari-hari, serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat
tujuan dan mencakup kepergian untuk berbagai maksud termasuk kunjungan
sehari atau darmawisata.
Menurut H. Kodyat dalam J.J Spillane (1990: 21) pariwisata adalah
perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain bersifat sementara dilakukan
perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial,
budaya, alam dan ilmu.
Dalam perkembangannya muncul pengertian yang mengarah pada
pariwisata sebagai industri. Pendapat dari Salah Wahab dalam Nyoman S
Pandit (1994: 34) tentang pariwisata dikatakan bahwa:
Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Pariwisata sebagai sektor yang kompleks, ia juga meliputi sektor industri kerajinan tangan dan cindera mata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa pariwisata
adalah suatu perjalanan yamg dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk
commit to user
semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan
rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
b. Jenis Pariwisata
Pengelompokan tentang jenis pariwisata dianggap penting, karena
dengan cara itu dapat menentukan penghasilan devisa yang diterima dari suatu
jenis pariwisata yang dikembangkan di suatu tempat atau daerah tertentu. Di
lain pihak, pengelompokan ini juga sangat berguna untuk menyusun statistik
kepariwisataan atau mendapatkan data penelitian yang diperlukan dalam
perencanaan selanjutnya di masa yang akan datang.
Menurut Oka A Yoeti (1993:111), Jenis pariwisata menurut letak
geografis, di mana kegiatan pariwisata itu berkembang :
1) Pariwisata Lokal (Local Tourism)
Adalah pariwisata setempat yang mempunyai ruang lingkup relatif sempit
dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.
2) Pariwisata Regional (Regional Tourism)
Adalah kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau
daerah yang ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan dengan local
tourism, tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan kepariwisataan
nasional (national tourism).
3) Kepariwisataan Nasional (National Tourism)
a) Kepariwisataan dalam arti sempit
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah suatu
negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri (domestic
tourism), dimana titik beratnya orang melakukan perjalanan wisata
adalah warga negara sendiri dan orang-orang asing yang berdomisili di
negara tersebut.
b) Kepariwisataan dalam arti luas
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah
negara, selain kegiatan domestic tourism juga dikembangkan foreign
commit to user
sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri maupun dari
dalam negeri ke luar negeri.
4) Regional-International Tourism
Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah
internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua atau
tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan ASEAN,
Timur Tengah, Asia Selatan, dan Eropa Barat.
5) International Tourism
Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism), yaitu
kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di dunia.
Menurut J.J Spillane (1990: 31), jenis pariwisata menurut motif tujuan
perjalanannya adalah sebagai berikut :
1) Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism)
Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan tempat
tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak
keingintahuan, mengendorkan ketegangan saraf, melihat sesuatu yang
baru, menikmati keindahan alam dan mendapatkan ketenangan dan
kedamaian di daerah luar kota.
2) Pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki
pemanfaatan hari-hari liburnya untuk beristirahat, pemulihan kembali
kesegaran jasmani dan rohani, menyegarkan keletihan dan kelelahan.
3) Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)
Jenis pariwisata ini dilakukan karena adanya rangkaian motivasi.
4) Pariwisata untuk olah raga (Sports Tourism)
Jenis ini dibagi dalam dua kategori, antara lain:
a) Big Sport Events, yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar.
b) Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olah raga bagi
mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri.
5) Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Bussiness Tourism)
commit to user
Jenis pariwisata ini adalah semacam konvensi dan pertemuan dari
badan-badan atau organisasi internasional.
c. Wisatawan
Manusia merupakan salah satu unsur pokok dalam pariwisata, di mana
perkembangan kepariwisataan tidak terlepas dan peranan manusia sebagai
pelaku utama pariwisata itu sendiri, dalam hal ini manusia berperan baik
sebagai penyelenggara maupun penikmatnya. Manusia sebagai penikmat
pariwisata dimaksudkan sebagai orang yang melakukan perjalanan wisata dan
menikmati obyek dan daya tarik wisata termasuk semua fasilitas yang
disediakan selama berada di daerah tujuan wisata tersebut.
Orang yang melakukan perjalanan wisata tersebut sering disebut
dengan istilah wisatawan. Wisatawan berasal dari dari bahasa sansekerta,
yaitu gabungan dari kata wisata dan wan sebagaimana pendapat yang
mengatakan kata wisatawan berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari
kata wisata yang berarti perjalanan dan wan untuk menyatakan orang dengan
profesinya, keahliannya, keadaannya, jabatannya, atau kedudukan seseorang.
Jadi secara sederhana wisatawan berarti orang yang melakukan perjalanan
(Oka A Yoeti, 1993: 120).
Menurut Instruksi Presiden RI Nomor 9 tahun 1969 yang dikutip J.J
Spillane (1990: 21) wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat
tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan
kunjungan. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, seseorang termasuk
wisatawan jika dapat menikmati perjalanan dan kunjungan yang dilakukan,
hal ini sesuai dengan tujuan pokok perjalanan wisata yaitu untuk
bersenang-senang dan harus dilakukan dengan sukarela.
Definisi wisatawan yang sejalan dengan pengertian di atas terdapat
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 yang
dikutip A Hari Karyono (1997:21) tentang kepariwisataan yang menyebutkan
“Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata, di mana wisata
commit to user
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan
daya tarik wisata”.
Wisatawan adalah perjalanan atau perpindahan dari satu tempat ke
tempat lain yang bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik
wisata dan orang yang melakukannya disebut wisatawan. Perjalanan dan
perpindahan sementara yang dilakukannya tersebut tidak terbatas dalam satu
wilayah tertentu saja, perjalanan atau perpindahan tersebut dapat dilakukan
dalam satu kota, antar kota dalam satu propinsi, antar propinsi bahkan
termasuk pula antar negara, tetapi harus tetap dilakukan dengan tujuan
kesenangan dan bukan untuk mencari nafkah atau bekerja.
Menurut Oka A. Yoeti (1993:123) Wisatawan merupakan pengunjung
sementara yang tinggal sekurang-kurangnya dua puluh empat jam di negara
yang dikunjungi dan tujuan perjalanannya dapat digolongkan sebagai berikut:
(1) Pesiar yaitu untuk keperluan rekreasi, kesehatan, studi, keagamaan, dan
olah raga, (2) Hubungan dagang, sanak keluarga, konferensi-konferensi dan
misi.
Berdasarkan beberapa definisi wisatawan di atas, dapat diartikan
bahwa wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan tempat
tinggalnya menuju tempat lain dengan tujuan apapun tetapi bukan untuk
mencari nafkah atau mendapatkan upah, di mana perjalanan yang dilakukan
itu bersifat sementara dan dilakukan untuk menikmati obyek dan daya tarik
wisata dengan tujuan bersenang-senang dan dilakukan secara sukarela.
Berdasarkan sifat perjalanannya dan lokasi di mana perjalanan wisata
dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) wisatawan
asing (Foreign Tourist) adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata,
yang dating memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara di
mana biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara
atau wisman, (2) domestic foreign tourist adalah orang asing yang berdiam
atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan
wisata di wilayah negara di mana ia tinggal, (3) wisatawan domestik (domestic
commit to user
dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya,
(4) indigenous foreign tourist merupakan warga suatu negara tertentu karena
tugas atau jabatannya berada d luar negara asalnya dan melakukan perjalanan
wisata di wilayah negaranya sendiri, (5) transit tourist adalah wisatawan yang
sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir
atau singgah pada suatu pelabuhan atau airport atau stasiun bukan atas
kemauan sendiri, dan (6) business tourist adalah orang yang melakukan
perjalanan untuk tujuan bisnis, bukan wisata tetapi perjalanan wisata
dilakukannya setelah tujuan utamanya selesai. Jadi, perjalanan wisata
merupakan tujuan sekunder yaitu setelah tujuan primer (bisnis) selesai.
d. Obyek dan Daya Tarik Wisata
Obyek dan daya tarik wisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam perjalanan wisata karena merupakan salah satu obyek yang dimiliki
oleh para wisatawan dalam perjalanan dan kunjungannya. Obyek dan daya
tarik wisata memiliki peranan dalam tingkat kepuasan wisatawan yang datang
mengunjunginya.
Suatu tempat atau daerah tertentu dapat berkembang menjadi obyek
wisata jika memiliki suatu daya tarik sehingga menumbuhkan minat
wisatawan untuk mengunjunginya, hal ini sejalan dengan pendapat M.
Ngafenan yang dikutip A. Hari Karyono (1997: 27) yang menyatakan “Obyek
wisata (Tourist Object) adalah segala obyek yang dapat menimbulkan daya
tarik bagi wisatawan untuk dapat mengunjunginya. Keadaan alam, bangunan
bersejarah, kebudayaan dan pusat-pusat rekreasi modern”.
Selain pengertian tersebut, menurut Oka A, Yoeti (1982: 158) Obyek
wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk
mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada hal-hal yang dapat menarik orang
untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya adalah:
(1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang bersifat
alamiah. Misalnya iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora
dan fauna, kawah, sungai, karang dan ikan di bawah laut, gua-gua, tebing,
commit to user
bersejarah dan sisa peradaban masa lampau. Petilasan Kraton Pajang
merupakan jenis ini, (b) Museum, galeri seni, perpustakaan, dan kesenian
rakyat, (c) Acara tradisional , pameran, festival, upacara naik haji, dan upacara
perkawinan, (d) Rumah-rumah beribadah seperti masjid, kuil, candi, dan pura,
dan (3) Tata cara hidup masyarakat misalnya bagaimana kebiasaan hidup
suatu masyarakat dan adat-istiadatnya.
Dalam peningkatan daya tarik suatu tempat agar menjadi daerah tujuan
wisata yang menarik, diperlukan tersedianya segala sesuatu yang menunjang
kelancaran, kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan selama dari dan ke
tempat wisata tersebut. Oleh karena itu, semua aktifitas dan fasilitas yang
terdapat di daerah tujuan wisata harus ditujukan agar dapat menarik minat
wisatawan untuk mengunjunginya.
Dalam kamus istilah pariwisata yang dikutip A. Hari Karyono (1997:
27) dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan obyek wisata antara lain
sebagai berikut: (1) Obyek wisata, perwujudan ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya, sejarah bangsa, keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk
dikunjungi wisatawan (2) Obyek wisata alam, obyek wisata yang daya
tariknya bersumber pada keindahan dan kekayaan alam, (3) Obyek wisata
budaya, obyek yang daya tariknya bersumber pada kebudayaan, seperti
peninggalan sejarah, museum, keraton, atraksi kesenian dan obyek wisata lain
yang berkaitan dengan budaya, (4) Obyek wisata tirta, kawasan perairan yang
dapat digunakan baik untuk rekreasi maupun kegiatan olah raga air.
Ada beberapa jenis obyek wisata, yaitu antara lain obyek wisata alam,
obyek wisata budaya dan obyek wisata tirta. Adanya alam yang indah,
kekayaan budaya, dan pesona bahari yang besar akan menjadi suatu obyek
wisata yang menarik jika ditangani dengan tepat dan dikemas dengan
sebaik-baiknya sehingga mampu menumbuhkan minat yang besar bagi wisatawan
untuk mengunjunginya. Apabila keindahan alam, kekayaan budaya dan
pesona bahari tersebut tidak dikembangkan dan dikemas menjadi sesuatu yang
commit to user
mengunjunginya, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai obyek
wisata yang menarik.
Jenis-jenis obyek wisata juga disebutkan dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab III Pasal IV antara lain
disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata, hasil karya manusia yang
berwujud: museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,
wisata agro, wisata tirta, wisata bumi, wisata petualangan alam, taman rekreasi
dan tempat hiburan.
Berdasarkan beberapa definisi obyek wisata di atas, dapat disimpulkan
bahwa obyek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang
untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada beberapa jenis obyek wisata,
yaitu antara lain obyek wisata alam, obyek wisata budaya dan obyek wisata
tirta.
5. Masyarakat
Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya bermasyarakat dan
tidak dapat hidup sendiri. Ada ketergantungan antara manusia satu dengan
manusia yang lain, sehingga menyebabkan ketergantungan antar manusia.
Manusia juga sebagai pribadi atau individu mempunyai kedudukan dan peranan
tertentu di dalam hubungannya dengan masyarakat sebagai suatu bentuk
pergaulan hidup tertentu. Masyarakat menyadari bahwa manusia sebagai pribadi
atau individu hidup di dalam suatu kebudayaan yang memperlakukan manusia
sebagai makhluk yang mampu untuk mengarahkan dirinya di dalam kehidupan
dan yang menjadi unsur dinamis di dalam peristiwa-peristiwa sosial sepanjang
sejarah (Soerjono Soekanto, 1983: 9).
a. Pengertian Masyarakat
Koentjaraningrat (1990:144) mengemukakan masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi. Hal yang
berbeda diungkapkan Max Weber dalam bukunya Daljoeni (1997:33),
masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan
commit to user
Para ahli antropologi sosial dalam Soerjono Soekanto (1983:103)
mengartikan masyarakat sebagai wadah dari orang-orang yang buta huruf,
mengadakan reproduksi sendiri, mempunyai adat istiadat, mempertahankan
ketertiban dengan menerapkan sanksi-sanksi sebagai sarana pengendalian
sosial dan mempunyai wilayah tempat tinggal yang khusus. Hal tersebut
disebut sebagai masyarakat, namun seiring perkembangan dinamakan sistem
sosial. Istilah masyarakat lebih banyak dipergunakan sebagai sinonim dari
negara atau bahkan peradaban. Menurut Daljoeni (1997:34) masyarakat juga
merupakan suatu kesatuan fungsional, struktural, dan harmonis, selain itu
adanya ketegangan dan konflik hanya peristiwa yang kebetulan saja.
Menurut Cooley dalam Soerjono Soekanto (1993:8) masyarakat adalah
sesuatu yang menyeluruh yang mencakup berbagai bagian yang berkaitan
secara sistematis-fungsional. Masyarakat merupakan suatu keutuhan psikis
yang mempunyai jiwa sosial yang terwujud dalam organisasi dan lembaga.
Masyarakat dan individu merupakan unsur yang saling mengisi dalam
kehidupan manusia. Menurut Hassan Shadily (1983:47) masyarakat adalah
golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau
karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu
sama lain.
Masyarakat menurut Comte dalam Soejono Soekanto (1983:15),
masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan
realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan
berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Manusia diikat di
dalam kehidupan kelompok karena rasa sosial yang serta merta dan
kebutuhannya. Menurut Soepomo yang dikutip Soerjono Soekanto (1983:
153), masyarakat bukanlah merupakan suatu badan tersendiri dengan
kepentingan tersendiri pula, dan memiliki kekuasaan yang sama sekali terlepas
dari pribadi-pribadi anggota masyarakat. Pribadi tersebut merasa dirinya
menjadi satu dengan masyarakat, sehingga masyarakat merupakan
bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Pribadi merupakan pengkhususan daripada
commit to user
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling
berinteraksi, yang memiliki budaya sendiri dan bertempat tinggal di daerah
teriotial tertentu.
b. Macam-macam Masyarakat
Menurut Hassan Shadily (1983:50) cara terbentuknya masyarakat
dalam pembagiannya adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat paksaan,
misalnya masyarakat di tempat tawanan, masyarakat pengungsi dan pelarian.
Kelompok masyarakat paksaan bersifat Gemeinschaft (ke dalam) dan
Gesellschaft (ke luar), (2) Masyarakat merdeka yang terbagi menjadi dua,
yaitu: (a) Masyarakat alam yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya,
umumnya masih sederhana kebudayaannya dalam keadaan terpencil atau tak
mudah berhubungan dengan dunia luar. Masyarakat alam bersifat
Gemeinschaft dan, (b) Masyarakat budidaya, yaitu masyarakat yang terjadi
karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, yaitu antara lain kongsi
perekonomian, koperasi dan gereja. Masyarakat budidaya bersifat
Gesellschaft.
c. Klasifikasi Masyarakat
Adanya perbedaan lingkungan alam dan kompleksitas kebutuhan
manusia di muka bumi menjadikan kehidupan manusia dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kriteria. Seperti yang dikemukakan oleh Hendropuspito O.C
(1989: 90), bahwa klasifikasi masyarakat dibagi dalam:
1) Masyarakat sederhana dan masyarakat maju (berkembang)
a) Masyarakat sederhana ditandai dengan tidak adanya pembagian kerja
yang cermat. Setiap orang melakukan semua pekerjaan yang
diperlukan untuk mencukupi kebutuhannya. Dengan kata lain setiap
orang dapat mengerjakan segala jenis pekerjaan.
b) Masyarakat maju. Masyarakat ini ditandai dengan adanya pembagian
commit to user
masyarakat sedemikian ini hanya tahu menjalankan satu jenis
pekerjaan atau satu profesi saja.
2) Masyarakat ekonomi
Masyarakat ini seluruh aktifitas segenap penduduk ditentukan pada
keberhasilan ekonomi sebagai puncak tertinggi. Tinggi rendahnya status
sosial serta jabatan di dalam masyarakat diukur menurut tinggi rendahnya
prestasi ekonomi.
3) Masyarakat agama
Klasifikasi ini ditandai apabila agama merupakan kekuatan terbesar yang
menentukan jalannya segala bidang kehidupan dalam masyarakat baik
politik, ekonomi, pendidikan, cara berpikir dan bertindak harus
berpedoman pada ajaran agama.
4) Masyarakat totaliter
Yaitu apabila dalam masyarakat, kekuasaan politik berada dalam satu
kelompok pemerintahan yang mengatur semua kelompok-kelompok lain
serta lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat itu secara terpusat dan
ketat.
5) Masyarakat demokrasi
Yaitu ditandai dengan adanya kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan
adanya pengakuan persamaan hak dan persamaan martabat semua
manusia.
Para sosiolog dari abad ke 19 cenderung mengadakan klasifikasi yang
tajam antara masyarakat sederhana yang dibedakan dengan masyarakat
modern yang kompleks. Perbedaan sejalan dengan perbedaan masyarakat
buta huruf dengan masyarakat yang sudah mengenal tulisan (Soerjono
Soekanto, 1993: 104).
Menurut ekologi sosial, pengklasifikasian masyarakat menurut
fungsinya, antara lain: (1) Jasa : pertanian, perikanan, dan pertambangan, (2)
Distributif melalui perdagangan dan pemasaran, (3) Industrial, (4) Industrial
commit to user
d. Ciri-ciri masyarakat
Masyarakat bertempat tinggal menyebar, tidak hanya terpusat pada
satu daerah. Tiap daerah yang ditempati memberikan suatu pengaruh pada
masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut, pengaruh-pengaruh ini
akan menjadi suatu ciri khas bagi masyarakat tersebut.
Menurut Soerjono Soekanto (1993: 105), ciri-ciri masyarakat antara
lain : (1) manusia yang hidup bersama secara teoritis. Di dalam sosiologi tidak
ada ukuran yang mutlak untuk menentukan jumlah manusia, tetapi minimal
adalah dua orang, (2) bergaul selama jangka waktu yang cukup lama, (3)
mereka sadar bahwa mereka adalah suatu kesatuan, (4) adanya nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi patokan bagi perilaku yang dianggap pantas, dan
(5) menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.
Menurut Abu Ahmadi (1985: 24), ciri-ciri masyarakat antara lain: (1)
Harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang, (2) telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah,
dan (3) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka
untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama
Menurut Abdul Syani (2003: 37), cirri-ciri masyarakat antara lain: (1)
Adanya interaksi, (2) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua
aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu, dan (3) Adanya rasa
identitas terhadap kelompok, di mana individu yang bersangkutan menjadi
anggota kelompok.
Kehidupan manusia yang selalu ingin hidup bermasyarakat didasari
oleh beberapa faktor. Hasan Sadilu (1983:51) mengemukakan bahwa manusia
selalu hidup bersama dalam masyarakat karena: (1) Hasrat yang didasarkan
naluri yaitu kehendak biologis yang diluar penguasaan akal, (2) Kelemahan
manusia adalah mendesak untuk mencari kekerabatan bersama orang lain,
sehingga dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kehidupan
sehari-hari dengan bersama, (3) Manusia adalah zoon politicon yaitu makhluk
commit to user
hidup bersama dan, (4) Manusia hidup bersama selain karena persamaan juga
karena perbedaaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan, dan sebagainya.
Menurut Koentjaraningrat (1990: 239) di dalam suatu masyarakat,
terdapat ikatan khusus yang membuat satu kesatuan manusia menjadi satu
masyarakat, yaitu: (1) Pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor
kehidupan dalam batas kesatuan, (2) Pola tersebut harus bersifat mantap dan
kontinyu, atau dengan kata lain pada khas itu sudah menjadi adat istiadat yang
khas dan, (3) Adanya satu rasa identitas diantara para warga atau anggotanya
bahwa mereka merupakan satu kesatuan khusus yang berbeda dari
kesatuan-kesatuan lainnya.
Menurut Hoogvelt (1985:35) tujuan utama kelompok manusia yaitu
guna mewujudkan hidup bersama yang lebih sempurna dalam segala
aspeknya, maka dari itu masyarakat mempunyai tugas pokok bagi anggota
masyarakatnya, mengenai tugas pokok masyarakat antara lain: (1)
Melestarikan eksistensi penghuninya sebagai satu bangsa yang sejahtera.
Tugas yang besar meliputi pengadaan sarana-sarana dasar dengan tingkat
kepastian yang tinggi dan yang dapat menjamin tercapainya sandang, pangan
dan pemukiman yang cukup, keamanan dan ketentraman yang langgeng serta
pro reaksi warga masyarakat baru, (2) Mengatur pembagian tugas. Masyarakat
sebagai kesatuan organisme sosial mengemban serangkaian tugas yang harus
diselesaikan melalui warganya. Pembagian tugas yang begitu penting
sekaligus kompleks tidak dapat diserahkan pada kemauan-kemauan
masyarakat. Untuk itu harus ada skema yang menyeluruh, berdasarkan skema
tersebut masyarakat membagi-bagikan tugas pada kesatuan-kesatuan bakat,
pendidikan, dan keterampilan yang dibina oleh kesatuan yang bersangkutan
dan, (3) Mempersatukan warga masyarakat. Nilai persatuan dan kesatuan yang
telah mengambil keputusan untuk hidup bersama dalam kesatuan yang lebih