• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETILASAN KRATON PAJANG (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PETILASAN KRATON PAJANG (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PETILASAN KRATON PAJANG

(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)

SKRIPSI

Oleh :

AULIA RAHMADIYAH

K4407011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PETILASAN KRATON PAJANG

(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)

Oleh :

AULIA RAHMADIYAH

K4407011

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Aulia Rahmadiyah. PETILASAN KRATON PAJANG (Studi tentang

Penjajagan menjadi Aset Wisata), Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Mei. 2011.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1) Sejarah Kraton Pajang, (2) Pembangunan Petilasan Kraton Pajang, (3) Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya, (4) Persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.

Sejalan dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus terpancang tunggal yang hanya mengarahkan pada kegiatan riset suatu kasus atau lokasi studi yaitu Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset

Wisata). Sampel yang digunakan bersifat purposive sampling. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumen. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua teknik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis data tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi atau penarikan kesimpulan, yang berlangsung secara siklus.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Aulia Rahmadiyah. THE PAJANG PALACE HERITAGE TRAIL ( The study

of assessment into Tourism Assets). Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, May 2011.

The purpose of this study was to describe: (1)The History of Pajang Palace, (2) The Establishment of Pajang Palace Heritage Trail, (3) Pajang Palace Heritage Trail as tourism and heritage development, (4) The perception of society towards Pajang Palace Heritage Trail.

In line with this research it used descriptive qualitative, with research strategy of single stake case study which directs into research activities of only one case or study site that is Pajang Palace Heritage Trail (study of assessment into tourism assets). The sample used is purposive sampling. Data collected by interview, observation, and documents. In this research, to find the validity of data used two techniques of triangulation, the triangulation of method and data triangulation. The data analysis technique used is an interactive analysis of the data analysis process that includes three components of data reduction, data presentation, verification or conclusion, which took place in a cycle.

(7)

commit to user

vii MOTTO

• Kabudayan bondo kadonyan (materiel Cultuur) iku kabudayan sing bisa mbebayani lan gawe rusak lakuning kamanungsan, dene kabudayan kang

dasare jiwo iku kabudayaning manungso anggone ngesti marang jejering

dumadi (Dr. Rajiman Widyadiningrat).

• Negara yang maju adalah negara yang selalu memelihara dan menjaga

kebudayaan bangsa (Sri Surami).

• If you lost... you can look and you will find me time after time (Lauper, Cindy, Time After Time)

• “Impian, Cinta dan Kehidupan”

Sederhana, tapi luar biasa… ada dalam diri setiap manusia jika mau

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya skripsi ini dipersembahkan untuk:

Ibu dan Bapak tercinta,

Kakak-kakak ku tersayang,

Keponakanku tersayang Ilham Fauzi Ramadhan

Apung, makasih buat kebersamaan dan dukungannya selama ini dan memberikan

warna di kehidupanku

Teman-teman angkatan 2007, kakak-kakak, dan adik-adik tingkatku di Sejarah

FKIP UNS

FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamater tercinta tempat ku

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah S.W.T atas segala

limpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses penelitian dan

penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat dan salam semoga

senantiasa tercurah dan terlimpahkan pada junjungan Kita Rasulullah SAW.

Skripsi ini ditulis guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan pada Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial

Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan yang

menimbulkan kesulitan, dan berkat karunia Allah S.W.T dan peran berbagai pihak

akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu dengan rendah hati

penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan

persetujuan dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Leo Agung S, M.Pd selaku Pembimbing I, yang dengan sabar telah

memberikan motivasi, masukan, dan saran.

5. Dra. Sri Wahyuni, M.Pd selaku Pembimbing II, yang dengan sabar juga telah

memberikan arahan, masukan, dan saran.

6. Segenap staf pengajar Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Bapak Zaenuri, selaku kepala desa Makamhaji yang telah membantu

kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Siswo Hartono selaku ketua I Petilasan Kraton Pajang yang telah

(10)

commit to user

x

9. Bapak Edy Sujasmin Sastro Utomo selaku juru kunci Petilasan Kraton Pajang

yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

10.Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin

penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

11.Bapak Taufik, selaku kepala Dinas Pariswisata Kabupaten Sukoharjo yang

memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

12.Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat banyak

kekurangan sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Harapan

penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Surakarta, Mei 2011

(11)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN………... ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

(12)

commit to user

H. Prosedur Penelitian... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44

A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 44

1. Kondisi Geografis ... 44

2. Kondisi Demografis ... 45

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 50

1. Sejarah Kraton Pajang ... 50

2. Pembangunan Petilasan Kraton Pajang ... 53

a) Latar Belakang Pembangunan Petilasan Kraton Pajang .... 53

b) Keadaan Kompleks Petilasan Kraton Pajang ... 54

3. Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan Benda Cagar Budaya dan Pariwisata (Obyek Wisata Religi) ... 56

a) Petilasan Kraton Pajang sebagai Benda Cagar Budaya .... 56

b) Petilasan Kraton Pajang sebagai Pariwisata (Obyek Wisata Religi) ... 57

c) Upaya Pelestarian Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang ... 61

4. Persepsi Masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang... 63

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Jumlah Penduduk Desa Makamhaji berdasarkan Kelompok umur

per Maret Tahun 2010 ………….… ... 45

2. Jumlah Tingkat Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. 46

3. Jenis Pekerjaan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. ... 47

4. Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010……. ... 49

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Informan ……… ... 79

2. Daftar Pertanyaan dan Jawaban Penelitian ……… . 81

3. Foto-foto dari Petilasan Kraton Pajang ……… 87

Foto 1) : Penunjuk Arah ke Petilasan Kraton Pajang ……….. 87

Foto 16): Pengunjung Petilasan Kraton Pajang………. 96

Foto 17): wawancara Penulis dengan Juru Kunci ……… 97

Foto 18): Wawancara Penulis dengan pengunjung ……….. 97

4. Sketsa Peta Desa Makamhaji ………... 98

5. Daftar Pengunjung Petilasan Kraton Pajang ……… 99

6. Daftar Keputusan Kepala Desa Makamhaji tentang Pembentukan Pengurus Petilasan Kraton Pajang ……….. 111

7. Berita Koran “Nglacak Petilasan Kraton Pajang” ……… 114

8. Koran Bernas “Batu Ompak Kraton Pajang berhasil ditemukan” ……… .. 120

(15)

commit to user

xv

10.Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tentang ijin

Penyusunan Skripsi ………. 122

11.Surat Permohonan ijin Menyusun Skripsi ……… 123

12.Surat Ijin Penelitian ke Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan (Dinas POPK) Kabupaten Sukoharjo ………. 124

13.Surat Ijin Penelitian ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo ………. 125

14.Surat Ijin Penelitian ke Petilasan Kraton Pajang ……….. 126

(16)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sektor kepariwisataan merupakan salah satu andalan perolehan devisa

negara dari sektor non migas hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia,

pada abad ke-21 industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di

dunia. Perkembangan kepariwisataan dunia tidak lepas dari perkembangan

faktor-faktor penunjangnya, misalnya kemudahan transportasi, kemajuan teknologi dan

perkembangan telekomunikasi yang berjalan cepat dan terus-menerus.

Dibangunnya sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya, jembatan,

pelabuhan, terminal bus, stasiun kereta api dan bandar udara merupakan suatu

bukti kemudahan transportasi yang terus berkembang. Sejalan dengan itu,

perkembangan transportasi tampak pula dengan canggihnya alat transportasi itu

sendiri yang semakin beragam dengan berbagai fungsinya mulai dari transportasi

darat, laut, dan udara (Maskun, 2005:1).

Adanya kemudahan tersebut membawa dampak di bidang kepariwisataan,

dengan kemajuan telekomunikasi promosi kepariwisataan dapat dilakukan dengan

lebih efektif dan efisien, sehingga dalam waktu singkat informasi kepariwisataan

dari suatu negara dapat diserap dan diterima di seluruh penjuru dunia yang pada

gilirannya akan menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya.

Kemudahan transportasi dengan segala sarana dan prasarananya secara memadai

turut membantu kelancaran dalam perjalanan wisata yang sangat berpengaruh

terhadap kenyamanan wisatawan.

Potensi kepariwisataan yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan modal

terpenting dalam pengembangan kepariwisataan daerah tersebut. Melalui

penanganan yang tepat, potensi kepariwisataan yang dimiliki suatu daerah dapat

dikembangkan menjadi suatu obyek dan daya tarik wisata yang menarik dan

mampu menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya (Maskun,

(17)

commit to user

Indonesia merupakan salah satu negara tujuan wisata di dunia. Hal ini

terjadi karena Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang sangat besar, baik

karena keindahan alam, keragaman flora dan fauna, keragaman tradisi, adat

istiadat dan seni budaya maupun peninggalan-peninggalan purbakalanya. Jenis

pariwisata yang paling menonjol adalah pariwisata budaya. Ini dikarenakan

keaneragaman suku bangsa, adat istiadat serta kebiasaan maka Indonesia banyak

dikunjungi wisatawan asing, sedangkan keindahan alam merupakan daya tarik

yang kedua. Karena itu daya tarik wisatawan (tourist heritage) terhadap hasil seni

budaya itu perlu ditingkatkan sejalan dengan peningkatan fasilitas yang lainnya

(Oka A Yoeti, 1982: 168).

Potensi kepariwisataan yang sangat besar yang dimiliki Indonesia tentunya

memerlukan penanganan semaksimal mungkin oleh pihak-pihak terkait terutama

pemerintah, sebab sektor pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara

yang sangat diperlukan dalam pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah

memberikan perhatian besar terhadap sektor kepariwisataan ini, sejak awal

kemerdekaan berbagai usaha dilakukan untuk memajukan kepariwisataan.

Indonesia mulai dari penanganan perhotelan pembangunan di bidang transportasi

membentuk badan yang khusus mengurusi kepariwisataan (Oka A Yoeti,

1982:37). Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk

mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata yang wujudnya

antara lain berbentuk, kemajemukan tradisi dan budaya serta peningkatan

pemahaman dari sisi sejarah dan budaya.

Dari pernyataan di atas, nampak bahwa tujuan negara mengembangkan

pariwisata antara lain adalah pengembangan atau pelestarian nilai-nilai sejarah

dan budaya bangsa dan mendorong pembangunan daerah. Maka hal ini tidak akan

terlepas dari benda-benda peninggalan masa lalu yang selanjutnya kita kenal

dengan sebutan Benda Cagar Budaya.

Indonesia memiliki banyak sekali Benda-benda Cagar Budaya yang

merupakan peninggalan masa lalu, baik yang berasal dari masa Hindu, Budha,

Islam, kolonialisme barat dan bahkan masa setelah Proklamasi Kemerdekaan.

(18)

commit to user

budaya bangsa yang terkandung didalamnya dapat diwariskan kepada

generasi-generasi yang akan datang, selain itu kelestarian Benda-benda Cagar Budaya akan

semakin menunjang pemahaman yang lebih mendalam tentang perjalanan sejarah

Bangsa Indonesia.

Pengembangan Benda-benda Cagar Budaya sebagai obyek wisata sejarah

merupakan salah satu jalan yang ditempuh dalam rangka usaha melestarikan

nilai-nilai sejarah budaya bangsa, selain itu pengembangan obyek wisata sejarah

merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat diperlukan dalam

pembangunannya (Oka A Yoeti, 1982: 64).

Indonesia Warisan budaya kota atau urban heritage adalah obyek-obyek

dan kegiatan diperkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota

yang bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktivitas masyarakat yang

memiliki nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal oleh

masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter

kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di

kota Solo antara lain Petilasan Kraton Pajang, Kraton Kasunanan Surakarta,

Kadipaten Puro Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, dan masih banyak lagi

bangunan-bangunan kuno yang terdapat di Kota Solo. Selain bangunan-bangunan

kuno tersebut, Solo juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang

menonjolkan keindahan alamnya seperti City Walk, Taman Balekambang, Gelora

Manahan, dan lain sebagainya. Bangunan maupun tempat-tempat tersebut sebagai

asset yang melambangkan Solo sebagai kota budaya (Stefani, 2010: 3).

Petilasan Keraton Pajang merupakan tempat bertahtanya Sultan

Hadiwijaya dari Pajang yang saat mudanya terkenal sebagai Mas Karebet alias

Joko Tingkir. Djoko Tingkir menjadi raja pertama dri Kerajaan Pajang yang

kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri (seorang dari salah satu Wali Songo),

kemudian mendapatkan pengakuan dri adipati-adipati diseluruh Jawa Tengah dan

Jawa Timur (Soekmono, 1959: 51). Peninggalan dari Kerajaan Pajang ini yaitu

sisa-sisa kayu yang dahulunya merupakan getek atau rakit yang pernah dinaiki

Joko Tingkir saat melawan buaya, petilasan yang berwujud sebuah batu yang

(19)

commit to user

walaupun terletak di pinggir sungai yang keruh dan kotor dan dipercaya dapat

menyembuhkan berbagai penyakit jika airnya dipakai untuk mandi atau cuci

muka. Selain beberapa artefak peninggalan masa lalu yang ada di Petilasan Kraton

Pajang terdapat tempat peninggalan kerajaan Pajang. Petilasan Kraton Pajang

pada masa lalu digunakan untuk penyimpanan senjata untuk raja Pajang (Sultan

Hadiwijaya). Pada masa sekarang, Petilasan Kraton Pajang ini digunakan sebagai

tempat wisata dan tempat perenungan bagi orang-orang yang memiliki keinginan

untuk memuja. Usaha pelestarian di Petilasan Kraton Pajang ini masih diadakan

acara rutin Malem Jumat Legen yang diadakan tiap malam Jumat Legi. Acara

Malam Jumat Legi ini diadakan di Petilasan Kraton Pajang mulai pukul 10.00

atau 11.00 malam. Acara Jumat legen ini diadakan doa bersama atau tahlil selama

lima belas menit yang dipimpin oleh juru kunci dan dilanjutkan dengan acara

makan bersama yang merupakan hasil swadaya dari pengumpulan dana para

peziarah. Pendanaan dari Petilasan Kraton Pajang ini hanya ditanggung oleh dana

swadaya para peziarah dan dari kerabat keturunan saja. Pihak Kraton Surakarta

ataupun Kraton Jogjakarta tidak pernah memberikan bantuan, demikian juga

dengan Pemda Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas Pariwisatanya belum memberi

dana perawatan. Dalam upaya pelestariannya tersebut, berdampak pada

masyarakat sekitar Petilasan Kraton Pajang baik secara moril maupun spiritual

(http://walah.multiply.com/journal/350/Destination_Petilasan_Keraton_Pajang di

unduh 13 Desember 2010).

Petilasan Kraton Pajang adalah salah satu bentuk Cagar Budaya

peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang

sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan kebudayaan jawa. Petilasan

Kraton Pajang perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang

pemerintah setempat mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata, hal

ini diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah dan sebagai upaya

pelestarian peninggalan hasil budaya. Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan

untuk menjadi aset wisata sejarah dikarenakan cukup relevan dalam penanaman

(20)

commit to user

mengenai adanya Kraton Pajang yang selama ini dianggap tidak ada. Sehingga

diperlukan perhatian khusus terhadap Benda Cagar Budaya tersebut.

Penulis tertarik untuk meneliti Petilasan Kraton Pajang ini karena petilasan

ini merupakan Benda Cagar Budaya yang memerlukan perhatian khusus dari

pemerintah daerah karena dimungkinkan akan menjadi aset wisata yang dapat

menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut menarik bagi pneliti untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang

Penjajagan Menjadi Aset Wisata)”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam

melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka

dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah Kraton Pajang?

2. Mengapa Masyarakat membangun Petilasan Kraton Pajang?

3. Bagaimana Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan

Cagar Budaya?

4. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan

masalah di atas, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah Kraton Pajang.

2. Untuk mengetahui alasan masyarakat membangun Petilasan Kraton

Pajang.

3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya di

Petilasan Kraton Pajang.

4. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.

D. Manfaat Penelitian

(21)

commit to user

Secara teroretis penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan

untuk menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya

pengembangan yang dilakukan daerah terhadap potensi wisata

didaerahnya’

b) Adanya penelitian memberikan masukan dan sumbangan kepada

pembaca supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan

sumber data dari bidang kepariwisataan.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan

sumbangan kepada pihak terkait dalam mengembangkan potensi yang

dimiliki Petilasan Kraton Pajang.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para ilmuwan dan

peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian yang ada hubunngannya

dengan penelitian ini, sehingga hal-hal yang belum terungkap dapat

(22)

commit to user

Menurut Koentjaraningrat (2004:19) kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya dibedakan dari kebudayaan, karena budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu sendiri. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.

Menurut Bakker dalam Usman Pelly (1994:22), asal kata kebudayaan berasal dari kata Abhyudaya dari bahasa sansekerta. kata Abhyudaya berarti hasil baik, kemajuan, kemakmuran yang serba lengkap. Bakker mengartikan secara singkat kebudayaan sebagai penciptaan penerbitan dan pengolahan nilai-nilai insani.

Menurut Mangunsarkoro yang dikutip Djoko Widagdo (2001:20) Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil karya jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Dari pendapat ini nampak bahwa kebudayaan menyangkut semua hasil karya manusia dalam berbagai sifat termasuk wujud dan bentuknya.

(23)

commit to user

mengemukakan bahwa “Kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk

mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik

yang konkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan”.

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengungkapan diri

manusia ke dalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat

dan menjadi warisannya. Kata materi harus dimengerti dalam arti luas,

sehingga mencakup juga badan dan relasi-relasi dengan orang lain (K.J Veeger,

1992:7).

Menurut antropolog E.B Taylor dalam Koentjaraningrat (1990: 180),

kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta

kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku

yang normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan

bertindak.

Menurut Selo Soemardjan dalam Soerjono Soekanto (1990:189),

kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya

masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaaan atau

kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk

menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk

keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala

kaidah dan nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah

kemasyarakatan dalam arti luas, termasuk didalamnya agama, ideologi,

kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa

manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan

kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup

bermasyarakat dan yang menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.

Dari pengertian kebudayaan tersebut di atas, maka dapat berarti bahwa

secara umum kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia baik

yang konkrit maupun yang abstrak yang merupakan keseluruhan sistem,

(24)

commit to user

mana kebudayaan merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai

kesempurnaan hidup.

b. Unsur-unsur Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (2000:2) kebudayaan setiap masyarakat

terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan

bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Ada tujuh unsur

kebudayaan yang dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal

dan merupakan unsur yang bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik

dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat

kota yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal ini merupakan isi dari

semua kebudayaan yang ada di dunia, antara lain: (1) Sistem religi dan upacara,

(2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengetahuan, (4) Bahasa

(lisan maupun tertulis), (5) Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak), (6)

Sistem mata pencaharian hidup, dan (7) Sistem teknologi dan peralatan.

Menurut Soerjono Soekanto (1990: 191) ada tujuh unsur kebudayaan

yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu: (1) peralatan dan perlengkapan

hidup manusia (pakaian, perumahan, rumah tangga, senjata, alat-alat produksi,

dan transportasi), (2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi

(pertanian, peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi), (3) sistem

kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan

sistem perkawinan), (4) bahasa (lisan maupun tertulis), (5) kesenian (seni rupa,

seni suara, dan seni gerak), (6) sistem pengetahuan, dan (7) religi (sistem

kepercayaan).

Ketujuh unsur ini, masing-masing dapat dipecah dalam sub

unsur-unsurnya. Ketujuh unsur kebudayaan mencakup seluruh kebudayaan makhluk

manusia dimanapun, dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta

isi dari konsepnya.

c. Wujud Kebudayaan

Menurut J.J Honigman yang dikutip Koentjaraningrat (1990:86)

(25)

commit to user

artifacts. Dalam hal ini gejala kebudayaan yang termasuk kelompok ideas

adalah gejala sesuatu yang masih terdapat di dalam pikiran manusia yang

berupa ide-ide, pendapat maupun gagasan. Gejala kebudayaan yang termasuk

kelompok actifities adalah tindakan-tindakan manusia sebagai tindak lanjut dari

apa yang terdapat dalam alam pikir manusia. Gejala kebudayaan yang ketiga

adalah artifacts, yaitu kebudayaan yang bersifat kebendaan atau kebudayaan

fisik atau kebudayaan material yang merupakan hasil karya manusia yang

berupa benda dengan berbagai sifatnya. Sejalan dengan pernyataan di atas,

Koentjaraningrat (2004: 5) mengemukakan bahwa kebudayaan itu ada tiga

wujudnya, antara lain : (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan

ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan

sebagainya., (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta

tindakan berpola dan manusia dalam masyarakat, dan (3) Wujud kebudayaan

sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya abstrak,

tidak dapat diraba atau difoto, dan dalam alam pikiran dari warga masyarakat

di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ide ini biasa

distebut dengan tata-kelakuan, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan

ide itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,

mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia

dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan biasa disebut dengan sistem

sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini

terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan,

serta bergaul satu dengan yang lainnya selalu mengikuti pola tertentu

berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas manusia dalam

suatu masyarakat, maka sistem sosial ini bersifat konkrit. Wujud yang ketiga

dari kebudayaan disebut juga kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan

banyak, karena merupakan aktifitas, perbuatan dan karya manusia dalam

masyarakat, maka sifatnya paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal

(26)

commit to user

Ketiga wujud kebudayaan tersebut, dalam kenyataan kehidupan

masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan

adat istiadat mengatur dan member arah pada perbuatan dan karya manusia

menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik

itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan

manusia dari lingkungan alamiah sehingga mempengaruhi pula pola-pola

perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya.

Djoko Widagdo (2001: 21) mengatakan bahwa kebudayaan adalah

segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh manusia, karena itu

meliputi: (1) Kebudayaan material (bersifat jasmaniah) yang meliputi

benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup, (2) Kebudayaan

non material (bersifat rohaniah) yaitu segala hal yang tidak dapat dilihat dan

diraba, misalnya religi, bahasa, dan ilmu pengetahuan.

Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa semua benda hasil karya

atau ciptaan manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya merupakan

salah satu wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah

memenuhi persyaratan tertentu, maka benda-benda tersebut merupakan Benda

Cagar Budaya.

d. Benda Cagar Budaya

Benda Cagar Budaya adalah semua benda hasil karya atau ciptaan

manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya yang merupakan salah satu

wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah memenuhi

persyaratan tertentu. Benda cagar budaya memiliki nilai yang sangat penting

bagi pemahaman sejarah bangsa karena melalui benda cagar budaya tersebut

masyarakat dapat melihat hasil karya manusia yang pada masa lampau

sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih nyata tentang pola kehidupan

yang berlangsung pada masa yang telah lalu.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992

tentang Benda Cagar Budaya dalam Bab I Pasal I dinyatakan bahwa Benda

Cagar Budaya adalah: (1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak

(27)

commit to user

yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa

gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)

tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,

dan kebudayaan dan, (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting

bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan

(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_92.htm di unduh 16 Agustus 2010).

2. Petilasan

Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar "tilas" atau bekas) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). Petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa. Dalam bahasa Arab, petilasan disebut maqam (berarti "kedudukan" atau "tempat"). Istilah 'makam' dalam bahasa Indonesia tidak berarti sama dengan 'maqam'. Merupakan tanda dimana leluhur besar bangsa ini pernah menginjakkan kaki dan mendapat makna atau pengetahuan luhur di wilayah tersebut.

Beberapa bentuk situs petilasan antara lain: Lingga-Yoni, lingga merupakan batu panjang seperti huruf alif, dipancang tegak di suatu wilayah. Lingga berarti makna kebenaran sejati, jalan lurus yang telah dimaknai oleh leluhur yang memancangnya, terkadang di wilayah lingga, juga terdapat Yoni. Lingga-Yoni merupakan keseimbangan langit dan bumi. Keselarasan feminism dan maskulin. Batu kecil yang dipancang sederhana juga sebagai situs petilasan. Ada juga petilasan yang berbentuk patung-patung batu. Merupakan simbol dari leluhur itu sendiri. Karena petilasan sejak dahulu merupakan tempat meditasi atau hening, maka sampai sekarang fungsinya masih dijalankan.

(28)

commit to user

3. Kraton

a. Pengertian Kraton

Menurut Purwodarminto (1976:489) dalam kamus besar Bahasa

Indonesia, kraton diartikan sebagai istana raja, kerajaan. Kata kraton berasal

dari kata dasar (Jawa: Lingga) ratu ditambah awalah ka dan akhiran an menjadi

ka-ra-tu-an, kemudian dipercepat pengucapannya menjadi kraton yang berarti

tempat tinggal atau kediaman resmi ratu atau raja dengan keluarganya (Sri

Winarni, 2004:26).

Sri Winarni (2004:27) menjelaskan kraton menjadi dua pengertian,

yaitu: (1) Kraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini

kraton sama dengan istana (palace), dan (2) Kraton berarti negara (nagari)

yaitu daerah atau wilayah tertentu yang memiliki susunan asli, pemerintahan

sendiri (otonomi), memiliki daerah atau wilayah tertentu dan rakyat (kawula)

tertentu. Dalam pengertian ini kraton sama dengan kerajaan (kingdom).

Definisi lain dari kraton dikemukakan oleh Ekadjati (1992: 49), kraton

berasal dari bahasa Jawa kuno dengan kata dasar ratu yang berarti raja yang

mendapat akhiran an yang menunjukkan keterangan tempat, yaitu tempat

bersemayam raja. Sebuah kraton merupakan kumpulan bangunan tempat

bersemayam raja dan keluarganya. Raja sebagai kepala pemerintahan negara

selalu tinggal di dalam kraton dan biasanya dijadikan pusat dari segala kegiatan

politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Kraton dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah istana tempat

bersemayam raja atau ratu. Kraton tidak identik dengan istana karena kraton

bukan semata-mata sebagai tempat tinggal raja tetapi kraton implicit dari

nilai-nilai keagamaan, filsafat, dan budaya.

Berdasarkan pandangan Orang Jawa, kraton berasal dari kata karatyan

atau keraton yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri yang

merupakan tempat raja bermukim (W.D Miranti, 2003:13). Menurut Darsiti

Soeratman (1989:1) istilah kraton menunjukkan tempat kediaman ratu atau

raja, yang mempunyai beberapa arti : (1) Berarti negara atau kerajaan, (2)

(29)

commit to user

mengelilingi halaman) baluwarti, (3) Pekarangan raja meliputi wilayah di

dalam cepuri ditambah alun-alun.

Menurut Darsiti Soeratman (1989: 1) kraton merupakan bangunan

yang unik berukuran luas dengan struktur bangunan yang bersifat khusus.

Kraton adalah monopoli raja, oleh karena itu penguasa tradisional lainnya,

misalnya kadipaten tidak diperkenankan duduk di dhampar atau singgasana

raja dan tidak diijinkan memiliki alun-alun bale witana, di samping tidak

berhak memutuskan hukuman mati, jadi kraton merupakan tempat kedudukan

khusus raja. Istilah kraton merupakan kediaman raja atau ratu yang meliputi

tempat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangan yang dibatasi pagar

atau tembok cepuri Baluwarti.

Istana atau kraton juga disebut negoro. Istana raja dan tempat

kediaman yang dihuni bersama keluarga, beserta bangunan-bangunan tempat

pangeran dan bangsawan bekerja termasuk didalamnya pusat negara yang

dianggap magis religius (George D.Larson, 1990: 5).

Beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa kraton adalah

pekarangan raja yang meliputi wilayah di dalam cepuri (tembok yang

mengelilingi keraton) baluwarti dan alun-alun yang dihuni oleh raja atau ratu

bersama keluarganya dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para

bangsawan tinggal dan bekerja.

beserta kerabat atau keluarganya. Menurut Sartono Kartodirjo (1984: 23)

kraton merupakan pusat birokrasi pemerintahan atau dalam kata lain

(30)

commit to user

Bangunan kraton sebagai situs budaya dapat digunakan sebagai

sumber pembelajaran sejarah karena bangunan itu mengandung nilai historis

(K.M Tanjung, 2005:4). Nilai-nilai historis dapat berupa latar belakang

penelitian sejarah yang berkaitan dengan hal-hal yang nampak sebagai

peninggalan sejarah tersebut (I Gede Widja, 1989: 22). Latar belakang sejarah

juga mendapat perhatian dari guru sejarah karena disinilah unsur-unsur

inspiratif atau edukatif bisa diungkap. Dalam penelitian ini Keraton berfungsi

sebagai tempat pariwisata budaya atau cultural tourism.

4. Pariwisata

Manusia dituntut lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari karena

perkembangan jaman yang semakin pesat menjadikan kebutuhan hidup manusia

beragam. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menjadi semakin sibuk

dalam berbagai aspek kehidupannya sehari-hari. Kesibukan tersebut bukan hanya

terjadi di dalam pekerjaan saja, tetapi juga pendidikan. Dalam kondisi seperti ini,

manusia sering mengalami stress yang terjadi karena beban hidup yang berat.

Salah satu jalan yang lazim dilakukan untuk mengatasi stress dan mengurangi

kepenatan adalah dengan mengadakan perjalanan wisata. Untuk lebih memahami

perjalanan wisata, berikut diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan

pariwisata secara umum.

a. Pengertian Pariwisata

Ditinjau secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa

sansekerta yaitu pari yang berarti banyak dan wisata yang berarti perjalanan

atau berpergian. Atas dasar itulah kata pariwisata diartikan sebagai perjalanan

yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat

lainnya yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata tour (Oka A Yoeti,

1993: 106).

Menurut Salah Wahab dalam Oka A Yoeti (1993: 107) pariwisata

merupakan suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat

pelayanan secara bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu

(31)

commit to user

(daerah tertentu, suatu negara atau benua) untuk sementara waktu dalam

mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang

dialaminya di mana ia memperoleh pekerjaan tetap.

Pengertian kepariwisataan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun

1990 pada Bab I Pasal I, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata artinya semua kegiatan dan

urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan

pengawasa pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan

masyarakat. Menurut Institut of Tourism in Britain dalam Kusmayadi (2000:

5), pariwisata adalah kepergian orang-orang untuk sementara dalam jangka

waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan tempat

bekerja sehari-hari, serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat

tujuan dan mencakup kepergian untuk berbagai maksud termasuk kunjungan

sehari atau darmawisata.

Menurut H. Kodyat dalam J.J Spillane (1990: 21) pariwisata adalah

perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain bersifat sementara dilakukan

perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau

keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial,

budaya, alam dan ilmu.

Dalam perkembangannya muncul pengertian yang mengarah pada

pariwisata sebagai industri. Pendapat dari Salah Wahab dalam Nyoman S

Pandit (1994: 34) tentang pariwisata dikatakan bahwa:

Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Pariwisata sebagai sektor yang kompleks, ia juga meliputi sektor industri kerajinan tangan dan cindera mata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa pariwisata

adalah suatu perjalanan yamg dilakukan untuk sementara waktu, yang

diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk

(32)

commit to user

semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan

rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

b. Jenis Pariwisata

Pengelompokan tentang jenis pariwisata dianggap penting, karena

dengan cara itu dapat menentukan penghasilan devisa yang diterima dari suatu

jenis pariwisata yang dikembangkan di suatu tempat atau daerah tertentu. Di

lain pihak, pengelompokan ini juga sangat berguna untuk menyusun statistik

kepariwisataan atau mendapatkan data penelitian yang diperlukan dalam

perencanaan selanjutnya di masa yang akan datang.

Menurut Oka A Yoeti (1993:111), Jenis pariwisata menurut letak

geografis, di mana kegiatan pariwisata itu berkembang :

1) Pariwisata Lokal (Local Tourism)

Adalah pariwisata setempat yang mempunyai ruang lingkup relatif sempit

dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.

2) Pariwisata Regional (Regional Tourism)

Adalah kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau

daerah yang ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan dengan local

tourism, tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan kepariwisataan

nasional (national tourism).

3) Kepariwisataan Nasional (National Tourism)

a) Kepariwisataan dalam arti sempit

Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah suatu

negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri (domestic

tourism), dimana titik beratnya orang melakukan perjalanan wisata

adalah warga negara sendiri dan orang-orang asing yang berdomisili di

negara tersebut.

b) Kepariwisataan dalam arti luas

Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah

negara, selain kegiatan domestic tourism juga dikembangkan foreign

(33)

commit to user

sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri maupun dari

dalam negeri ke luar negeri.

4) Regional-International Tourism

Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah

internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua atau

tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan ASEAN,

Timur Tengah, Asia Selatan, dan Eropa Barat.

5) International Tourism

Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism), yaitu

kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di dunia.

Menurut J.J Spillane (1990: 31), jenis pariwisata menurut motif tujuan

perjalanannya adalah sebagai berikut :

1) Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism)

Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan tempat

tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak

keingintahuan, mengendorkan ketegangan saraf, melihat sesuatu yang

baru, menikmati keindahan alam dan mendapatkan ketenangan dan

kedamaian di daerah luar kota.

2) Pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki

pemanfaatan hari-hari liburnya untuk beristirahat, pemulihan kembali

kesegaran jasmani dan rohani, menyegarkan keletihan dan kelelahan.

3) Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan karena adanya rangkaian motivasi.

4) Pariwisata untuk olah raga (Sports Tourism)

Jenis ini dibagi dalam dua kategori, antara lain:

a) Big Sport Events, yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar.

b) Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olah raga bagi

mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri.

5) Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Bussiness Tourism)

(34)

commit to user

Jenis pariwisata ini adalah semacam konvensi dan pertemuan dari

badan-badan atau organisasi internasional.

c. Wisatawan

Manusia merupakan salah satu unsur pokok dalam pariwisata, di mana

perkembangan kepariwisataan tidak terlepas dan peranan manusia sebagai

pelaku utama pariwisata itu sendiri, dalam hal ini manusia berperan baik

sebagai penyelenggara maupun penikmatnya. Manusia sebagai penikmat

pariwisata dimaksudkan sebagai orang yang melakukan perjalanan wisata dan

menikmati obyek dan daya tarik wisata termasuk semua fasilitas yang

disediakan selama berada di daerah tujuan wisata tersebut.

Orang yang melakukan perjalanan wisata tersebut sering disebut

dengan istilah wisatawan. Wisatawan berasal dari dari bahasa sansekerta,

yaitu gabungan dari kata wisata dan wan sebagaimana pendapat yang

mengatakan kata wisatawan berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari

kata wisata yang berarti perjalanan dan wan untuk menyatakan orang dengan

profesinya, keahliannya, keadaannya, jabatannya, atau kedudukan seseorang.

Jadi secara sederhana wisatawan berarti orang yang melakukan perjalanan

(Oka A Yoeti, 1993: 120).

Menurut Instruksi Presiden RI Nomor 9 tahun 1969 yang dikutip J.J

Spillane (1990: 21) wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat

tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan

kunjungan. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, seseorang termasuk

wisatawan jika dapat menikmati perjalanan dan kunjungan yang dilakukan,

hal ini sesuai dengan tujuan pokok perjalanan wisata yaitu untuk

bersenang-senang dan harus dilakukan dengan sukarela.

Definisi wisatawan yang sejalan dengan pengertian di atas terdapat

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 yang

dikutip A Hari Karyono (1997:21) tentang kepariwisataan yang menyebutkan

“Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata, di mana wisata

(35)

commit to user

dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan

daya tarik wisata”.

Wisatawan adalah perjalanan atau perpindahan dari satu tempat ke

tempat lain yang bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik

wisata dan orang yang melakukannya disebut wisatawan. Perjalanan dan

perpindahan sementara yang dilakukannya tersebut tidak terbatas dalam satu

wilayah tertentu saja, perjalanan atau perpindahan tersebut dapat dilakukan

dalam satu kota, antar kota dalam satu propinsi, antar propinsi bahkan

termasuk pula antar negara, tetapi harus tetap dilakukan dengan tujuan

kesenangan dan bukan untuk mencari nafkah atau bekerja.

Menurut Oka A. Yoeti (1993:123) Wisatawan merupakan pengunjung

sementara yang tinggal sekurang-kurangnya dua puluh empat jam di negara

yang dikunjungi dan tujuan perjalanannya dapat digolongkan sebagai berikut:

(1) Pesiar yaitu untuk keperluan rekreasi, kesehatan, studi, keagamaan, dan

olah raga, (2) Hubungan dagang, sanak keluarga, konferensi-konferensi dan

misi.

Berdasarkan beberapa definisi wisatawan di atas, dapat diartikan

bahwa wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan tempat

tinggalnya menuju tempat lain dengan tujuan apapun tetapi bukan untuk

mencari nafkah atau mendapatkan upah, di mana perjalanan yang dilakukan

itu bersifat sementara dan dilakukan untuk menikmati obyek dan daya tarik

wisata dengan tujuan bersenang-senang dan dilakukan secara sukarela.

Berdasarkan sifat perjalanannya dan lokasi di mana perjalanan wisata

dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) wisatawan

asing (Foreign Tourist) adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata,

yang dating memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara di

mana biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara

atau wisman, (2) domestic foreign tourist adalah orang asing yang berdiam

atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan

wisata di wilayah negara di mana ia tinggal, (3) wisatawan domestik (domestic

(36)

commit to user

dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya,

(4) indigenous foreign tourist merupakan warga suatu negara tertentu karena

tugas atau jabatannya berada d luar negara asalnya dan melakukan perjalanan

wisata di wilayah negaranya sendiri, (5) transit tourist adalah wisatawan yang

sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir

atau singgah pada suatu pelabuhan atau airport atau stasiun bukan atas

kemauan sendiri, dan (6) business tourist adalah orang yang melakukan

perjalanan untuk tujuan bisnis, bukan wisata tetapi perjalanan wisata

dilakukannya setelah tujuan utamanya selesai. Jadi, perjalanan wisata

merupakan tujuan sekunder yaitu setelah tujuan primer (bisnis) selesai.

d. Obyek dan Daya Tarik Wisata

Obyek dan daya tarik wisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dalam perjalanan wisata karena merupakan salah satu obyek yang dimiliki

oleh para wisatawan dalam perjalanan dan kunjungannya. Obyek dan daya

tarik wisata memiliki peranan dalam tingkat kepuasan wisatawan yang datang

mengunjunginya.

Suatu tempat atau daerah tertentu dapat berkembang menjadi obyek

wisata jika memiliki suatu daya tarik sehingga menumbuhkan minat

wisatawan untuk mengunjunginya, hal ini sejalan dengan pendapat M.

Ngafenan yang dikutip A. Hari Karyono (1997: 27) yang menyatakan “Obyek

wisata (Tourist Object) adalah segala obyek yang dapat menimbulkan daya

tarik bagi wisatawan untuk dapat mengunjunginya. Keadaan alam, bangunan

bersejarah, kebudayaan dan pusat-pusat rekreasi modern”.

Selain pengertian tersebut, menurut Oka A, Yoeti (1982: 158) Obyek

wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk

mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada hal-hal yang dapat menarik orang

untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya adalah:

(1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang bersifat

alamiah. Misalnya iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora

dan fauna, kawah, sungai, karang dan ikan di bawah laut, gua-gua, tebing,

(37)

commit to user

bersejarah dan sisa peradaban masa lampau. Petilasan Kraton Pajang

merupakan jenis ini, (b) Museum, galeri seni, perpustakaan, dan kesenian

rakyat, (c) Acara tradisional , pameran, festival, upacara naik haji, dan upacara

perkawinan, (d) Rumah-rumah beribadah seperti masjid, kuil, candi, dan pura,

dan (3) Tata cara hidup masyarakat misalnya bagaimana kebiasaan hidup

suatu masyarakat dan adat-istiadatnya.

Dalam peningkatan daya tarik suatu tempat agar menjadi daerah tujuan

wisata yang menarik, diperlukan tersedianya segala sesuatu yang menunjang

kelancaran, kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan selama dari dan ke

tempat wisata tersebut. Oleh karena itu, semua aktifitas dan fasilitas yang

terdapat di daerah tujuan wisata harus ditujukan agar dapat menarik minat

wisatawan untuk mengunjunginya.

Dalam kamus istilah pariwisata yang dikutip A. Hari Karyono (1997:

27) dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan obyek wisata antara lain

sebagai berikut: (1) Obyek wisata, perwujudan ciptaan manusia, tata hidup,

seni budaya, sejarah bangsa, keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk

dikunjungi wisatawan (2) Obyek wisata alam, obyek wisata yang daya

tariknya bersumber pada keindahan dan kekayaan alam, (3) Obyek wisata

budaya, obyek yang daya tariknya bersumber pada kebudayaan, seperti

peninggalan sejarah, museum, keraton, atraksi kesenian dan obyek wisata lain

yang berkaitan dengan budaya, (4) Obyek wisata tirta, kawasan perairan yang

dapat digunakan baik untuk rekreasi maupun kegiatan olah raga air.

Ada beberapa jenis obyek wisata, yaitu antara lain obyek wisata alam,

obyek wisata budaya dan obyek wisata tirta. Adanya alam yang indah,

kekayaan budaya, dan pesona bahari yang besar akan menjadi suatu obyek

wisata yang menarik jika ditangani dengan tepat dan dikemas dengan

sebaik-baiknya sehingga mampu menumbuhkan minat yang besar bagi wisatawan

untuk mengunjunginya. Apabila keindahan alam, kekayaan budaya dan

pesona bahari tersebut tidak dikembangkan dan dikemas menjadi sesuatu yang

(38)

commit to user

mengunjunginya, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai obyek

wisata yang menarik.

Jenis-jenis obyek wisata juga disebutkan dalam Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab III Pasal IV antara lain

disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata, hasil karya manusia yang

berwujud: museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,

wisata agro, wisata tirta, wisata bumi, wisata petualangan alam, taman rekreasi

dan tempat hiburan.

Berdasarkan beberapa definisi obyek wisata di atas, dapat disimpulkan

bahwa obyek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang

untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada beberapa jenis obyek wisata,

yaitu antara lain obyek wisata alam, obyek wisata budaya dan obyek wisata

tirta.

5. Masyarakat

Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya bermasyarakat dan

tidak dapat hidup sendiri. Ada ketergantungan antara manusia satu dengan

manusia yang lain, sehingga menyebabkan ketergantungan antar manusia.

Manusia juga sebagai pribadi atau individu mempunyai kedudukan dan peranan

tertentu di dalam hubungannya dengan masyarakat sebagai suatu bentuk

pergaulan hidup tertentu. Masyarakat menyadari bahwa manusia sebagai pribadi

atau individu hidup di dalam suatu kebudayaan yang memperlakukan manusia

sebagai makhluk yang mampu untuk mengarahkan dirinya di dalam kehidupan

dan yang menjadi unsur dinamis di dalam peristiwa-peristiwa sosial sepanjang

sejarah (Soerjono Soekanto, 1983: 9).

a. Pengertian Masyarakat

Koentjaraningrat (1990:144) mengemukakan masyarakat adalah

sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi. Hal yang

berbeda diungkapkan Max Weber dalam bukunya Daljoeni (1997:33),

masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan

(39)

commit to user

Para ahli antropologi sosial dalam Soerjono Soekanto (1983:103)

mengartikan masyarakat sebagai wadah dari orang-orang yang buta huruf,

mengadakan reproduksi sendiri, mempunyai adat istiadat, mempertahankan

ketertiban dengan menerapkan sanksi-sanksi sebagai sarana pengendalian

sosial dan mempunyai wilayah tempat tinggal yang khusus. Hal tersebut

disebut sebagai masyarakat, namun seiring perkembangan dinamakan sistem

sosial. Istilah masyarakat lebih banyak dipergunakan sebagai sinonim dari

negara atau bahkan peradaban. Menurut Daljoeni (1997:34) masyarakat juga

merupakan suatu kesatuan fungsional, struktural, dan harmonis, selain itu

adanya ketegangan dan konflik hanya peristiwa yang kebetulan saja.

Menurut Cooley dalam Soerjono Soekanto (1993:8) masyarakat adalah

sesuatu yang menyeluruh yang mencakup berbagai bagian yang berkaitan

secara sistematis-fungsional. Masyarakat merupakan suatu keutuhan psikis

yang mempunyai jiwa sosial yang terwujud dalam organisasi dan lembaga.

Masyarakat dan individu merupakan unsur yang saling mengisi dalam

kehidupan manusia. Menurut Hassan Shadily (1983:47) masyarakat adalah

golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau

karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu

sama lain.

Masyarakat menurut Comte dalam Soejono Soekanto (1983:15),

masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan

realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan

berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Manusia diikat di

dalam kehidupan kelompok karena rasa sosial yang serta merta dan

kebutuhannya. Menurut Soepomo yang dikutip Soerjono Soekanto (1983:

153), masyarakat bukanlah merupakan suatu badan tersendiri dengan

kepentingan tersendiri pula, dan memiliki kekuasaan yang sama sekali terlepas

dari pribadi-pribadi anggota masyarakat. Pribadi tersebut merasa dirinya

menjadi satu dengan masyarakat, sehingga masyarakat merupakan

bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Pribadi merupakan pengkhususan daripada

(40)

commit to user

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling

berinteraksi, yang memiliki budaya sendiri dan bertempat tinggal di daerah

teriotial tertentu.

b. Macam-macam Masyarakat

Menurut Hassan Shadily (1983:50) cara terbentuknya masyarakat

dalam pembagiannya adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat paksaan,

misalnya masyarakat di tempat tawanan, masyarakat pengungsi dan pelarian.

Kelompok masyarakat paksaan bersifat Gemeinschaft (ke dalam) dan

Gesellschaft (ke luar), (2) Masyarakat merdeka yang terbagi menjadi dua,

yaitu: (a) Masyarakat alam yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya,

umumnya masih sederhana kebudayaannya dalam keadaan terpencil atau tak

mudah berhubungan dengan dunia luar. Masyarakat alam bersifat

Gemeinschaft dan, (b) Masyarakat budidaya, yaitu masyarakat yang terjadi

karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, yaitu antara lain kongsi

perekonomian, koperasi dan gereja. Masyarakat budidaya bersifat

Gesellschaft.

c. Klasifikasi Masyarakat

Adanya perbedaan lingkungan alam dan kompleksitas kebutuhan

manusia di muka bumi menjadikan kehidupan manusia dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa kriteria. Seperti yang dikemukakan oleh Hendropuspito O.C

(1989: 90), bahwa klasifikasi masyarakat dibagi dalam:

1) Masyarakat sederhana dan masyarakat maju (berkembang)

a) Masyarakat sederhana ditandai dengan tidak adanya pembagian kerja

yang cermat. Setiap orang melakukan semua pekerjaan yang

diperlukan untuk mencukupi kebutuhannya. Dengan kata lain setiap

orang dapat mengerjakan segala jenis pekerjaan.

b) Masyarakat maju. Masyarakat ini ditandai dengan adanya pembagian

(41)

commit to user

masyarakat sedemikian ini hanya tahu menjalankan satu jenis

pekerjaan atau satu profesi saja.

2) Masyarakat ekonomi

Masyarakat ini seluruh aktifitas segenap penduduk ditentukan pada

keberhasilan ekonomi sebagai puncak tertinggi. Tinggi rendahnya status

sosial serta jabatan di dalam masyarakat diukur menurut tinggi rendahnya

prestasi ekonomi.

3) Masyarakat agama

Klasifikasi ini ditandai apabila agama merupakan kekuatan terbesar yang

menentukan jalannya segala bidang kehidupan dalam masyarakat baik

politik, ekonomi, pendidikan, cara berpikir dan bertindak harus

berpedoman pada ajaran agama.

4) Masyarakat totaliter

Yaitu apabila dalam masyarakat, kekuasaan politik berada dalam satu

kelompok pemerintahan yang mengatur semua kelompok-kelompok lain

serta lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat itu secara terpusat dan

ketat.

5) Masyarakat demokrasi

Yaitu ditandai dengan adanya kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan

adanya pengakuan persamaan hak dan persamaan martabat semua

manusia.

Para sosiolog dari abad ke 19 cenderung mengadakan klasifikasi yang

tajam antara masyarakat sederhana yang dibedakan dengan masyarakat

modern yang kompleks. Perbedaan sejalan dengan perbedaan masyarakat

buta huruf dengan masyarakat yang sudah mengenal tulisan (Soerjono

Soekanto, 1993: 104).

Menurut ekologi sosial, pengklasifikasian masyarakat menurut

fungsinya, antara lain: (1) Jasa : pertanian, perikanan, dan pertambangan, (2)

Distributif melalui perdagangan dan pemasaran, (3) Industrial, (4) Industrial

(42)

commit to user

d. Ciri-ciri masyarakat

Masyarakat bertempat tinggal menyebar, tidak hanya terpusat pada

satu daerah. Tiap daerah yang ditempati memberikan suatu pengaruh pada

masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut, pengaruh-pengaruh ini

akan menjadi suatu ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto (1993: 105), ciri-ciri masyarakat antara

lain : (1) manusia yang hidup bersama secara teoritis. Di dalam sosiologi tidak

ada ukuran yang mutlak untuk menentukan jumlah manusia, tetapi minimal

adalah dua orang, (2) bergaul selama jangka waktu yang cukup lama, (3)

mereka sadar bahwa mereka adalah suatu kesatuan, (4) adanya nilai-nilai dan

norma-norma yang menjadi patokan bagi perilaku yang dianggap pantas, dan

(5) menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.

Menurut Abu Ahmadi (1985: 24), ciri-ciri masyarakat antara lain: (1)

Harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan

binatang, (2) telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah,

dan (3) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka

untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama

Menurut Abdul Syani (2003: 37), cirri-ciri masyarakat antara lain: (1)

Adanya interaksi, (2) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua

aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu, dan (3) Adanya rasa

identitas terhadap kelompok, di mana individu yang bersangkutan menjadi

anggota kelompok.

Kehidupan manusia yang selalu ingin hidup bermasyarakat didasari

oleh beberapa faktor. Hasan Sadilu (1983:51) mengemukakan bahwa manusia

selalu hidup bersama dalam masyarakat karena: (1) Hasrat yang didasarkan

naluri yaitu kehendak biologis yang diluar penguasaan akal, (2) Kelemahan

manusia adalah mendesak untuk mencari kekerabatan bersama orang lain,

sehingga dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kehidupan

sehari-hari dengan bersama, (3) Manusia adalah zoon politicon yaitu makhluk

(43)

commit to user

hidup bersama dan, (4) Manusia hidup bersama selain karena persamaan juga

karena perbedaaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan, dan sebagainya.

Menurut Koentjaraningrat (1990: 239) di dalam suatu masyarakat,

terdapat ikatan khusus yang membuat satu kesatuan manusia menjadi satu

masyarakat, yaitu: (1) Pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor

kehidupan dalam batas kesatuan, (2) Pola tersebut harus bersifat mantap dan

kontinyu, atau dengan kata lain pada khas itu sudah menjadi adat istiadat yang

khas dan, (3) Adanya satu rasa identitas diantara para warga atau anggotanya

bahwa mereka merupakan satu kesatuan khusus yang berbeda dari

kesatuan-kesatuan lainnya.

Menurut Hoogvelt (1985:35) tujuan utama kelompok manusia yaitu

guna mewujudkan hidup bersama yang lebih sempurna dalam segala

aspeknya, maka dari itu masyarakat mempunyai tugas pokok bagi anggota

masyarakatnya, mengenai tugas pokok masyarakat antara lain: (1)

Melestarikan eksistensi penghuninya sebagai satu bangsa yang sejahtera.

Tugas yang besar meliputi pengadaan sarana-sarana dasar dengan tingkat

kepastian yang tinggi dan yang dapat menjamin tercapainya sandang, pangan

dan pemukiman yang cukup, keamanan dan ketentraman yang langgeng serta

pro reaksi warga masyarakat baru, (2) Mengatur pembagian tugas. Masyarakat

sebagai kesatuan organisme sosial mengemban serangkaian tugas yang harus

diselesaikan melalui warganya. Pembagian tugas yang begitu penting

sekaligus kompleks tidak dapat diserahkan pada kemauan-kemauan

masyarakat. Untuk itu harus ada skema yang menyeluruh, berdasarkan skema

tersebut masyarakat membagi-bagikan tugas pada kesatuan-kesatuan bakat,

pendidikan, dan keterampilan yang dibina oleh kesatuan yang bersangkutan

dan, (3) Mempersatukan warga masyarakat. Nilai persatuan dan kesatuan yang

telah mengambil keputusan untuk hidup bersama dalam kesatuan yang lebih

Gambar

  Tabel
Tabel 2: Jumlah Tingkat Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010
Tabel 3 : Jenis Pekerjaan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010
Tabel 4 : Jumlah lembaga pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010

Referensi

Dokumen terkait