• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Karakteristik Demografi

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang berhubungan dengan usia dari kedua kelompok (intervensi dan kontrol), mayoritas responden yang mengalami dismenore berada pada rentang usia 16-17 tahun (63.3% pada kelompok intervensi dan 73.3% pada kelompok kontrol). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan jumlah responden yang mengalami dismenore berada pada usia di bawah 25 tahun. Penyataan ini didukung oleh pendapat Stoppard (2010) yang mengatakan

bahwa 80% wanita muda dibawah 25 tahun mengalami nyeri haid dan akan hilang pada saat umur 25 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang berhubungan dengan suku, mayoritas responden bersuku jawa ( 33.3% pada kelompok intervensi dan 43.3% pada kelompok kontrol. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan jumlah responden yang mengalami dismenore adalah suku jawa, pernyataan tersebut didukung oleh pendapat judha (2012) bahwa keyakinan dan nilai-nilai budaya dapat mempengaruhi cara individu dalam mengatasi nyeri. Indvidu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Menurut Clancy dan Vicar dalam Judha (2012) menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologi seseorang. Sehingga dalam hal ini dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dismenore yang dialaminya.

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang berhubungan dengan siklus haid, mayoritas responden memiliki siklus haid pada rentang 26-30 hari (56.7%)pada kelompok intervensi dan 60.0% pada kelompok kontrol).

Berdasarkan hasil penelitian intensitas dismenore yang dialami responden dari kedua kelompok sangat bervariasi, mulai dari nyeri ringan hingga nyeri berat. Hal ini dapat dilihat pada lembar lampiran rekapitulasi hasil, dimana tingkat dismenore dimulai dari nyeri tingkat 2 hingga tingkat 8. Perbedaan tingkat intensitas dismenore pada seseorang tidak bisa menjadi indikator pada individu lainnya, hal ini disebabkan bagaimana seseorang mempersepsikan rasa nyeri yang dirasakannya. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Mahon (1994) dalam Potter & Perry (2005) yang menyatakan

bahwa nyeri bersifat subjektif dan sangat individual yang berbeda pada setiap orang. Tingkat nyeri juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor psikis dimana nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita, dan tidak mendapat penjelasan yang baik tentang dismenore dan penanganannya.

2. Uji Hipotesa

Berdasarkan hasil penelitian skala intensitas dismenore pada kedua kelompok berbeda, Pada kelompok intervensi, sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam selama 15 menit didapat nilai rata-rata 4.83 (SD=1.464) dan setelah15 menit dilakukan relaksasi nafas dalam didapat nilai rata-rata 2.90 (SD=1.626), dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan terjadi penurunan nyeri setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Dari hasil Uji paired t-test didapati nilai rata-rata penurunan dismenore sebanyak 1.933, dan didapati nilai p=0.000 (p<0.05) artinya terdapat perbedaan yang bermakna / signifikan pada penurunan intensitas dismenore pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam. Sedangkan, pada kelompok kontrol, kelompok yang hanya di beri leaflet tentang dismenore. didapat nilai rata-rata dismenore pada saat Pre-Test adalah 4.07 (SD=1.660)

dan setelah 15 menit diberi leaflet tentang dismenore (Post-Test) didapat nilai

rata-rata nyeri 4.90 (SD=0.828) pernyataan ini menunjukkan adanya peningkatan dismenore pada kelompok kontrol. Hal ini didukung oleh data yang didapat dari uji Paired t-test, didapat nilai rata-rata pre-test dan post-test

adalah -8.33 (SD=0.874), tanda minus menunjukkan ada peningkatan dismenore pada saat sebelum dan sesudah 15 menit dilakukannya pengukuran. Pada uji ini juga didapat nilai p=0.000 (p<0.05) artinya terdapat

perbedaan yang bermakna / signifikan pada peningkatan intensitas dismenore pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah 15 menit dilakukan pengukuran, hal ini disebabkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan relaksasi nafas dalam sehingga intensitas dismenore mengalami peningkatan.

Berdasarkan hasil uji independen t-test intensitas dismenore antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam(Pre-Test) didapati nilai p=0.063 (p>0.05), yang berarti intensitas

dismenore sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna. Sedangkan pada saat sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol diberikan leaflet selama 15 menit didapati nilai p=0.000 (p<0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas dismenore antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam. Dari hasil kedua uji statistik tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif untuk mengurangi dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

Trisianah (2011) dalam penelitiannya yg berjudul “efektifitas teknik relaksasi nafas dalam dengan kompres hangat terhadap penurunan nyeri dismenore pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang”, menyatakan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif untuk menurunkan dismenore pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang. Pernyataan ini disimpulkan dari hasil uji Wilcoxon yang mendapati nilai p value=0.000 (p=<0.05).

Pernyataan diatas didukung oleh pendapat Simpkin (2002) bahwa relaksasi nafas dalam suatu metode nonfarmakologi yang dapat digunakan

untuk mengurangi rasa nyeri seperti dismenore, metode relaksasi pernapasan ini juga mengurangi respon melawan atau menghindar seperti gemetar.

Schott dan Priest (2008) juga mengatakan bahwa Relaksasi pernapasan yang terkontrol dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi kecemasan dan meningkatkan rasa mampu mengendalikan perasaan yang menimbulkan stres dan nyeri.

Adapun relaksasi nafas dalam selama dismenore dapat mempertahankan komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan homeostatis

sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan agar dapat beradapatasi dengan nyeri selama dismenore (Mander, 2003).

Pada penelitian ini semua faktor yang dianggap dapat memengaruhi dismenore di abaikan, untuk meminimalkan adanya pengaruh perlakuan yang lain terhadap dismenore selain teknik relaksasi nafas dalam, maka dianjurkan bagi seluruh responden untuk tidak melakukan tindakan apapun seperti minum air hangat, mengoleskan balsem atau minyak kayu putih, membuat posisi meringkuk dan juga mengkonsumsi obat penurun nyeri selama menjadi responden dalam penelitian ini. ini disebabkan karena hal tersebut dapat mempengaruhi penurunan intensitas dismenore dan dapat membiaskan hasil penelitian.

Dokumen terkait