• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Dismenore Di Smk Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Dismenore Di Smk Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

UNTUK MENGURANGI DISMENORE DI SMK NUSA

PENIDA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2013

RIZKA NOVITA

125102104

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas dalam untuk Mengurangi Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Sumatera Utara Tahun 2013

Abstrak Rizka Novita

Latar belakang : Dismenore adalah nyeri pada bagian perut hingga punggung yang dirasakan pada saat menstruasi, mulai dari nyeri ringan hingga nyeri berat yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Salah satu penanganan untuk mengurangi dismenore adalah relaksasi nafas dalam.

Tujuan penelitian : Menganalisis efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimen dengan pretest – posttest desaign. Sampel pada penelitian ini adalah siswi kelas X – XII di SMK Nusa Penida Medan yang mengalami dismenore yang di tetapkan secara accidental sampling. Jumlah sampel ada 60 responden yang dibagi 2 kelompok, yaitu 30 kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.

Hasil : dari hasil uji t-Independent, sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapati nilai p=0.063 (p>0,05) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada saat sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam pada kedua kelompok, sedangkan pada saat sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kontrol didapati nilai p=0.000 (p<0.05) artinya ada perubahan yang bermakna antara kelompok kontrol dan intervensi sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam.

Kesimpulan : dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

Saran : diharapkan bagi instansi kesehatan untuk lebih menekankan pendidikan kesehatan sejak dini kepada remaja agar tercipta kesehatan reproduksi yang berkesinambungan.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya

karya tulis ilmiah ini dengan judul “Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam untuk

Mengurangi Dismenore” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi di Program D-IV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada saat penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini peneliti mengucapkan terima

kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan

serta dorongan kepada peneliti. Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang

terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara

2. Ibu Nur Asnah Sitohang, Skep, Ns. M.Kep selaku Ketua Program D IV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Diah Lestari Nasution, SST. M.Keb selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran dalam

penulisan Karya tulis ilmiah ini.

4. Kepada kedua orangtua penulis, ayahanda dan Ibunda yang senantiasa selalu

mendoakan, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

5. Kepada sahabat-sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang

telah membantu dan mendukung penulis, terima kasih atas segala kritik dan

saran yang kalian berikan semuanya.

6. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu

(5)

Peneliti menyadari dalam pembuatan Karya tulis ilmiah ini masih dirasakan

kurang sempurna. Karena itu peneliti menerima segala kritik dan saran dari semua

pihak guna penyempurnaan karya tullis ilmiah ini. Akhirnya, penulis mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian karya

tulis ilmiah ini.

Medan, 06 Juli 2013

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

1. Bagi Praktek Kebidanan ... 5

2. Bagi Pendidikan Kebidanan ... 5

3. Bagi penelitian Kebidanan ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Konsep Nyeri ... 7

1. Defenisi Nyeri ... 7

2. Fisiologi Nyeri ... 7

(7)

4. Defenisi Dismenore ... 10

5. Klasifikasi Dismenore ... 11

6. Faktor Penyebab Dismenore ... 12

7. Faktor Resiko Dismenore ... 13

8. Derajat Dismenore ... 14

9. Pengukuran Derajat Dismenore ... 14

10.Penanganan Dismenore ... 17

B. Teknik Relaksasi Nafas Dalam ... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 23

A. Kerangka Konsep ... 23

B. Hipotesis ... 23

C. Defenisi Operasional ... 24

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. Desain Penelitian ... 25

B. Populasi dan Sampel ... 26

1. Populasi ... 26

2. Sampel ... 26

C. Tempat Penelitian ... 27

D. Waktu Penelitian ... 27

E. Etika Penelitian ... 27

F. Instrumen Penelitian ... 28

G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 29

H. Pengumpulan Data ... 29

I. Analisa Data ... 31

(8)

2. Analisis Bivariat ... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

1. Analisa Univariat ... 33

2. Analisa Bivariat ... 38

B. Pembahasan ... 39

1. Karakteristik Demografi ... 39

2. Uji Hipotesa ... 40

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN ... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 45

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 24

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi karakteristik responden di SMK Nusa penida

Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 33

Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Dismenorepada Kelompok Intervensi dan Sesudah

dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di SMK Nusa Penida Medan Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2013 ... 34

Tabel 5.3 ... Perbandingan Tingkat Dismenorepada Kelompok Intervensi sebelum dan

Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di SMK Nusa Penida Medan

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 34

Tabel 5.4 .... Distribusi Tingkat Dismenorepada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah

diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2013 ... 35

Tabel 5.5 ... Perbandingan Tingkat Dismenorepada Kelompok Kontrol Sebelum dan

Sesudah diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2013... 36

Tabel 5.6 ... Perbandingan Tingkat Dismenore Sebelum dan Sesudah dilakukan

Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di

(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 Kerangka Konsep ... 23

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ( PSP )

Lampiran 3 Lembar kuesioner

Lampiran 4 Lembar Prosedur

Lampiran 5 Lembar Protap

Lampiran 6 Lembar Rekapitulasi Hasil

Lampiran 7 Lembar Output Hasil SPSS

Lampiran 8 Leaflet Dismenore

Lampiran 9 Lembar Konsultasi

(12)

Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas dalam untuk Mengurangi Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Sumatera Utara Tahun 2013

Abstrak Rizka Novita

Latar belakang : Dismenore adalah nyeri pada bagian perut hingga punggung yang dirasakan pada saat menstruasi, mulai dari nyeri ringan hingga nyeri berat yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Salah satu penanganan untuk mengurangi dismenore adalah relaksasi nafas dalam.

Tujuan penelitian : Menganalisis efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimen dengan pretest – posttest desaign. Sampel pada penelitian ini adalah siswi kelas X – XII di SMK Nusa Penida Medan yang mengalami dismenore yang di tetapkan secara accidental sampling. Jumlah sampel ada 60 responden yang dibagi 2 kelompok, yaitu 30 kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.

Hasil : dari hasil uji t-Independent, sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapati nilai p=0.063 (p>0,05) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada saat sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam pada kedua kelompok, sedangkan pada saat sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kontrol didapati nilai p=0.000 (p<0.05) artinya ada perubahan yang bermakna antara kelompok kontrol dan intervensi sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam.

Kesimpulan : dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.

Saran : diharapkan bagi instansi kesehatan untuk lebih menekankan pendidikan kesehatan sejak dini kepada remaja agar tercipta kesehatan reproduksi yang berkesinambungan.

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa

dewasa, atau masa usia belasan tahun yag ditandai dengan perubahan perilaku

seperti susah diatur dan lebih sensitif terhadap perasaannya (Sarwono, 2011).

Masa remaja juga sering disebut masa pubertas, yaitu suatu fase

perkembangan yang ditandai dengan terjadinya kematangan organ seksual dan

tercapainya kemampuan reproduksi. Masa pubertas dianggap sebagai periode

tumpang-tindih, dikarenakan terjadi tumpang-tindih antara tahun akhir

kanak-kanak dan awal masa remaja (Pieter & Lumongga, 2011).

Masa remaja adalah masa dimana terjadi pertumbuhan fisik yang cepat

disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ

reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan

dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Pada anak perempuan

matangnya organ reproduksi ini ditandai dengan datangnya menstruasi

(Manuaba, 2006)

Menurut Pieter dan Lumongga (2011) masa menstruasi merupakan masa

pendarahan yang terjadi pada wanita secara rutin setiap bulan terkecuali terjadi

kehamilan. Lamanya menstruasi biasanya terjadi antara 3-5 hari. Namun pada

beberapa terjadi kasus bisa saja mengalami menstruasi yang lebih panjang

ataupun lebih pendek. Jumlah antara periode menstruasi yang pertama dengan

periode menstruasi berikutnya disebut dengan siklus menstruasi.

Rata- rata perempuan mengalami siklus haid selama 21-40 hari. Hanya

(14)

Beberapa kelainan siklus haid adalah polimenore, oligomenore dan amenore.

Gangguan haid lainnya yang sering dikeluhkan wanita setiap bulannya adalah

dismenore (Prawirohardjo, 2008).

Dismenore atau yang biasa disebut nyeri haid adalah kondisi medis yang

terjadi sewaktu menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas yang ditandai

dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul. Nyeri tersebut

timbul akibat adanya hormon prostaglandin yang membuat otot uterus

berkontraksi. Nyeri dapat dirasakan di daerah perut bagian bawah, pinggang

bahkan punggung (Judha, Sudarti & Fauziah, 2013).

Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata – rata lebih dari

50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore. Di Amerika, angka

presentasinya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia

angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang mengalami nyeri

pada masa menstruasinya. Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun

dismenore dirasa mengganggu bagi wanita yang mengalaminya. Derajat nyeri

dan kadar gangguan tentu tidak sama untuk setiap wanita (Misaroh & Atikah,

2009).

Dalam studi epidemiologi di Amerika Serikat pada populasi remaja yang

berusia 12-17 tahun, rata-rata 59,7% remaja mengalami dismenore, dari mereka

yang mengeluh mengalami dismenore, 12% mengalami nyeri berat, 37% nyeri

sedang, dan 49% mengalami nyeri ringan. Dismenore juga bertanggung jawab

atas ketidakhadiran siswi di sekolah, sebanyak 13-51% remaja siswi telah absen

sedikitnya sekali, dan 5-14% berulang kali absen (Anurogo & Wulandari, 2011).

Dismenore terdiri dari dua jenis yaitu dismenore primer dan dismenore

(15)

kemungkinannya lebih dari 50% wanita remaja mengalaminya dan 15%

diantaranya mengalami nyeri yang hebat. Sedangkan, dismenore sekunder lebih

jarang ditemukan. Hanya sekitar 25% wanita yang mengalaminya dan banyak

ditemukan pada wanita usia 20 tahunan (Kasdu, 2008).

Untuk mengurangi dismenore terdapat dua tindakan yaitu secara

farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi yaitu dengan

pemberian analgetik sebagai penghilang rasa sakit sedangkan non farmakologi

dapat dilakukan dengan relaksasi (Trisianah,2011).

Relaksasi adalah suatu tindakan untuk “membebaskan” mental dan fisik

dari ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

Berbagai metode relaksasi digunakan untuk menurunkan kecemasan dan

ketegangan otot sehingga didapatkan penurunan ketegangan otot, contoh

tindakan relaksasi yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri dismenore

adalah teknik relaksasi nafas dalam (Prasetyo, 2007).

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan, yang

dalam hal ini tenaga kesehatan mengajarkan kepada klien bagaimana cara

melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan

bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi

paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Bare & Smeltzer, 2002).

Supaya relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka diperlukan

partisipasi individu dan kerja sama. Teknik relaksasi diajarkan hanya saat klien

sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman yang akut hal ini dikarenakan

(16)

Dibutuhkan 5 sampai 10 sesi pelatihan sebelum klien dapat meminimalkan nyeri

dengan efektif (Bobak, 2010)

Peneliti memilih siswi SMK Nusa Penida Medan sebagai responden

penelitian. Siswi SMK Nusa Penida Medan menjadi pilihan peneliti karena

tempatnya yang strategis dengan tempat tinggal peneliti sehingga memudahkan

peneliti dalam pengumpulan data.

Berdasarkan data awal yang di peroleh peneliti di SMK Nusa Penida

Medan, pada tanggal 10 Desember 2012, dari 136 siswi yang diambil dari

keseluruhan kelas di peroleh data 86 siswi mengeluh mengalami dismenore.

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

mengambil judul tentang “efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk

mengurangi dismenore pada siswi SMK Nusa Penida Medan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah adakah efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi

dismenore pada siswi SMK Nusa Penida Medan provinsi Sumatera Utara tahun

2013.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk

mengurangi dismenore pada siswi SMK Nusa Penida Medan Provinsi

Sumatera Utara tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden di SMK Nusa Penida Medan

(17)

b. Mengidentifikasi tingkat dismenore pada kelompok intervensi pada saat

sebelum (Pre Test) dan sesudah (Post Test), dilakukan teknik relaksasi

nafas dalam selama 15 menit pada siswi SMK Nusa Penida Medan

Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.

c. Mengidentifikasi tingkat dismenore pada kelompok kontrol pada saat

sebelum (Pre Test) dan sesudah (Post Test), diberikannya leaflet

pengetahuan tentang dismenore selama 15 menit (tanpa dilakukan teknik

relaksasi nafas dalam) pada siswi SMK Nusa Penida Medan Provinsi

Sumatera Utara tahun 2013.

d. Membandingkan tingkat dismenore pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol sebelum (Pre Test) dan sesudah (Post Test), dilakukan

teknik relaksasi nafas dalam pada siswi SMK Nusa Penida Medan Provinsi

Sumatera Utara tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Praktek Kebidanan

Hasil penelitian ini akan memberikan informasi tentang signifikansi

Teknik Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengurangi Dismenore. Hal ini akan

memudahkan bidan dalam melakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam untuk

Mengurangi Dismenore kepada remaja putri sehingga dapat meningkatkan

pelaksanan Asuhan Kebidanan dalam ruang lingkup kebidanan.

2. Bagi Pendidikan Kebidanan

Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan oleh pendidikan

kebidanan sebagai bahan bacaan ilmiah di perpustakaan dan tambahan

pengetahuan bagi mahasiswa D-IV bidan pendidik tentang efektifitas Teknik

(18)

3. Bagi Penelitian Kebidanan

Hasil penelitian ini diharapkan dipergunakan sebagai data dan bahan

referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan Teknik

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri

1. Defenisi Nyeri

Defenisi nyeri menurut beberapa sumber :

a. Bare & Smeltzer (2002) mengatakan, bahwa nyeri adalah pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan

jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang

untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (judha, 2012).

b. Artur C Curton (1983) menyatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan

menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri

(Maryunani, 2010).

c. Menurut Kozier dan Erb (1983) dalam Tamsuri (2006), nyeri adalah

sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan

yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi

luka.

2. Fisiologi Nyeri

Bare & Smeltzer (2002) mengatakan, bahwa nyeri adalah pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan

yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk

mencari bantuan perawatan kesehatan (judha, 2012).

Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri, yaitu sel

saraf aferen, serabut konektor dan sel saraf eferen. Sel saraf ini mempunyai

(20)

sumsum tulang belakang dan otak. Reseptor-resetor ini akan memulai

impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor yang

berespon terhadap stimulus atau rangsangan nyeri disebut dengan nosiseptor

(Tamsuri, 2006).

Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf bebas yang dapat

memberikan respon akbiat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi

tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, brakidini, prostaglandin,

subtansi P, dan sebagainya. Zat kimiawi ini akan mengaktivasi nosiseptor

menyebabkan munculnya nyeri spontan. Stimulus yang menimbulkan lesi

pada jaringan akan mengaktivasi nosiseptor yang akan mengkonversi zat-zat

kimia tadi menjadi suatu impuls listrik yang akan di transmisikan melalui

serabut penghantar nyeri (serabut aferen, serabut konektor, dan serabut

eferen) ke medulla spinalis dan seterusnya di projeksikan ke susunan saraf

pusat untuk dipersepsikan menjadi nyeri (Maryunani, 2010).

Menurut Ardinata (2007) mekanisme timbulnya nyeri melibatkan

empat proses, yaitu:

a. Transduksi (Transduction)

Transduksi adalah proses dari stimuli nyeri yang diubah ke

bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika

nosiseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.

Aktivasi nosiseptor ini merupakan bentuk respon terhadap stimulus yang

(21)

b. Transmisi (transmission)

Transmisi adalah serangkaian kejadian neural yang membawa

impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi

melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil

ke sedang serta yang berdiameter besar (Davis, 2003 dalam Ardinata

2007). Kedua saraf ini akan memasuki dorsal horn dari sumsum tulang

belakang lalu memasuki thalamus dan terakhir di korteks serebral

(Ardinata, 2007)

c. Modulasi (Modulation)

Proses modulasi melibatkan sistem neural yang kompleks. Ketika

impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan

dikontrol oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini

kebagian lain dari sistem saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls

nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang

belakang untuk memodulasi efektor (Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata,

2007)

d. Persepsi

Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak

hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan

tetapi juga meliputi pengenalan dan mengingat. Oleh sebab itu, Faktor

psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku) akan muncul sebagai

respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses

persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang

(22)

3. Mekanisme Dismenore

Nyeri haid berpangkal pada mulainya proses menstruasi itu sendiri

yang merangsang otot-otot rahim untuk berkontraksi. Kontraksi otot-otot

rahim tersebut membuat aliran darah ke otot-otot rahim menjadi berkurang

yang berakibat meningkatnya aktivitas rahim untuk memenuhi kebutuhannya

akan aliran darah yang lancar, juga otot-otot rahim yang kekurangan darah

akan merangsang ujung-ujung syaraf sehingga terasa nyeri. Peningatan kadar

prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya

dismenore. PG sangat tinggi dalam endometrium, miometrium dan darah haid

wanita yang menderita dismenore primer. PG menyebabkan peningkatan

aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri.

Kombinasi antara peningkatan kadar PG dan peningkatan kepekaan

miometrium menimbulkan tekanan infra uterus sampai 400 mm Hg dan

menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Atas dasar itu disimpulkan

bahwa PG yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan hiperaktivitas

miometrium. Selanjutnya kontraksi miometrium yang disebabkan oleh PG

akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium

yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika PG dilepaskan dalam

jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul

pula pengaruh umum lainnya seperti diare, mual, muntah (Genie, 2009).

4. Defenisi Dismenore

Defenisi dismenore menurut beberapa sumber:

a. Dismenore adalah adanya rasa sakit selama atau segera sebelum

(23)

b. Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu

kehidupan sehari-hari (Manuaba, 2009).

c. Dismenore merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan

wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan

(Prawirohardjo, 2008).

d. Dismenore merupakan nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk

istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkuragnya aktifitas

sehari-hari (Proverawati & Misaroh, 2009).

5. Klasifikasi Dismenore

Judha, Sudarti dan Fauziah (2013) dismenore dapat digolongkan

berasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat

diamati adalah:

a. Dismenore Spasmodik

Adalah nyeri yang dirasakan di bagian bawah perut dan terjadi

sebelum atau segera setelah haid dimulai. Dismenore spasmodik ditandai

dengan pingsan, mual dan muntah.

b. Dismenore Kongestif

Dismenore kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid

datang, gejala yang ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai kurang

dari 2 minggu. Pada saat haid datang tidak terlalu menibulkan nyeri.

Bahkan setelah hari pertama haid, penderita dismenore kongestif akan

merasa lebih baik.

Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang

(24)

a. Dismenore Primer

Dismenore primer terjadi sesudah 12 bulan atau lebih paska

menarke (menstruasi yang pertama kali). Hal itu karena siklus menstruasi

pada bulan-bulan pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir

yang tidak disertai nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama

dengan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada

beberapa kasus dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah

kejang yang berjangkit, biasanya terbatas di perut bawah, tetapi dapat

merambat ke daerah pinggang dan paha. Nyeri dapat disertai mual,

muntah, sakit kepala, dan diare.

Faktor-faktor yang memegang peranan penting sebagai penyebab

dismenore yaitu faktor kejiwaan, faktor konstitusi, faktor obstruksi kanalis

servikalis dan faktor endokrin.

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital

yang terjadi pada masa remaja. Rasa nyeri yang timbul biasanya

disebabkan karena adanya kelainan pelvis. Dismenore yang tidak dapat

dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum usia

20 tahun.

6. Faktor Penyebab Dismenore

Penyebab pasti dismenore primer hingga kini belum diketahui secara

pasti (idiopatik), namun beberapa faktor ditengarai sebagai pemicu terjadinya

nyeri menstruasi, diantaranya: faktor psikis. Para gadis dan wanita dewasa

yang emosinya tidak stabil lebih mudah mengalami nyeri menstruasi. Faktor

(25)

peningkatan produksi prostaglandin saat menstruasi (Proverawati & Misaroh,

2009).

Menurut Anurogo (2011), nyeri menstruasi muncul akibat kontraksi

disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari

nyreiyang ringan sampai berat dibagian bawah, bokong dan nyeri spasmodik

di sisi medial paha. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan dismenore,

antara lain:

a. Faktor endokrin, rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus

luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraklititas

uterus sedangkan hormon esterogen merangsang kontraktilitas uterus.

b. Faktor kejiwaan dan gangguan psikis, seperti rasa bersalah ketakutan

seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah

jenis kelaminnya, dan imaturitas.

c. Faktor alergi, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada

hubungan antara dismenore dengan biduran, migrain, dan asma.

7. Faktor Resiko Dismenore

Menurut Proverwati dan Misaroh (2009) beberapa faktor di bawah ini

dianggap sebagai resiko timbulnya nyeri menstruasi, yakni:

a. Menstruasi pertama (menarche) di usia dini (kurang dari 12 tahun)

b. Wanita yang belum pernah melahirkan anak hidup

c. Darah menstruasi berjumlah banyak atau masa menstruasi yang panjang

d. Merokok

e. Adanya riwayat nyeri menstruasi pada keluarga.

(26)

8. Derajat Dismenore

Dismenore juga memiliki derajat, antara lain:

a. Dismenore ringan

Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan dapat

melanjutkan kerja sehari– hari.

b. Dismenore sedang

Pada dismenore sedang, ini penderita memerlukan obat

penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.

c. Dismenore berat

Dismenore berat membutuhkan penderita untuk istirahat beberapa

hari dan dapat disertai sakit kepala, kram pinggang, diare dan rasa

tertekan.

9. Pengukuran Derajat Dismenore

Intensitas nyeri menunjukkan seberapa banyak nyeri yang dialami

seseorang. Pasien biasanya mampu mendeskripsikan intensitas nyeri yang

mereka rasakan dalam wakru yang relatif cepat. Intensitas nyeri sering

diungkapkan dengan menggunakan kata-kata seperti ‘tidak ada nyeri’,

‘ringan’, ‘sedang’, ‘berat’ atau bisa juga menggunakan skoring untuk

menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Mengkaji nyeri tidak hanya

sebatas menilai intensitas nyeri, kualitas nyeri, dan durasi nyeri, tetapi,

mengkaji nyeri juga mempertimbangkan pengaruh dan respon nyeri tersebut

terhadap orang yang mengalaminya (Harahap, 2007).

Ada 4 pengukuran intensitas nyeri yang sering digunakan yaitu, Verbal

(27)

a. Verbal Rating Scale (VRS)

VRS adalah skala pengukuran nyeri yang menggunakan kata-kata

sifat deskriptif untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan.VRS

biasanya disusun atas tingkatan intensitas nyeri. Intensitas nyeri yang

diungkapkan dimulai dari “tidak ada nyeri” (no pain) sampai “nyeri

hebat” (extreme pain). VRS merupakan alat pemeriksaan yang efektif

untuk memeriksa intensitas nyeri. Beberapa keterbatasan VRS adalah

adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang

cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang

buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan (Jensen & Karoly,

1992).

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri yang

nyeri ringan sedang berat tak tertahankan

b. Numeric Rating Scale (NRS)

NRS adalah pengukuran nyeri yang sering digunakan dalam

pengukuran nyeri dan telah divalidasi. Berat ringannya rasa sakit atau

nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat

subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga 10, di bawah ini, nol (0)

merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10),

(28)

c. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa

intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap

ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda

“tidak ada nyeri” dan ujung kanan diberi tanda “nyeri yang tidak

tertahankan”. Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut

sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien (Jensen &

Karoly, 1992).

Tidak ada Nyeri yang

nyeri tidak tertahankan

d. Verbal Numerical Rating Scale (VNRS)

Sama seperti VAS hanya diberi skor 0-10, dengan, 1-3 nyeri

ringan, 4-7 nyeri sedang dan 8-10 merupakan nyeri paling buruk (Mc

Kinney et al, 2000 dalam Septa, 2012)

(29)

1-3 (Nyeri ringan) : Hilang tanpa pengobatan, tidak

mengganggu aktivitas sehari- hari.

4-7 (Nyeri sedang) : Nyeri yang menyebar ke perut bagian bawah,

mengganggu aktivitas sehari- hari, membutuhkan obat untuk mengurangi

nyerinya.

8-10 (Nyeri berat) : Nyeri disertai pusing, sakit kepala berat, muntah,

diare, sangat mengganggu aktifitas sehari- hari, penurunan rentan

kesadaran.

10. Penanganan Dismenore

a. Intervensi Farmakologis

The American Geriatrics Society (2009) menyebutkan ada empat

jenis agen farmakologis yang digunakan untuk menangani nyeri yaitu :

analgesik nonopioid dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),

analgesik opioid, analgesik adjuvant (obat tambahan) dan jenis obat

lainnya.

b. Intervensi Nonfarmakologis

Intervensi nonfarmakologis sering dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang merupakan pendekatan kesehatan holistik dalam

mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2005). Beberapa cara nonfarmakologis

dalam penanganan nyeri yaitu :

1) Sentuhan teraupetik

Mackey (1995 dalam Potter & Perry, 2005) menyatakan bahwa

sentuhan teraupetik merupakan pengembangan dari praktek kuno

(30)

menyatakan bahwa pada individu yang sehat, terdapat keseimbangan

antara aliran energi di dalam tubuh dan di luar tubuh. Sentuhan

teraupetik menggunakan tangan untuk pertukaran energi. Brunner dan

Suddarth (2002) menjelaskan bahwa cara ini berhubungan dengan

teori gate control yang menyatakan bahwa dengan adanya sentuhan di

kulit akan membantu penutupan gerbang terhadap impuls nyeri.

Masase merupakan tehnik sentuhan yang umum yang dapat membuat

pasien lebih nyaman.

2) Terapi Dingin dan Panas

Merupakan metode yang menghasilkan panas dan dingin untuk

penanganan akut atau kronik nyeri muskuloskletal (Dureja, 2006).

Terapi es dapat menurunkan prostadglandin dan menghambat proses

inflamasi dengan cara es diletakkan pada tempat cedera. Sedangkan

terapi panas bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke tempat

yang cedera sehingga mengurangi nyeri dan mempercepat

penyembuhan (Brunner & Suddarth, 2002). Terapi panas untuk nyeri

muskuloskletal dapat meningkatkan suhu pada kulit, meningkatkan

aliran darah, mengurangi kaku sendi dan otot kejang (Dureja, 2006).

3) Distraksi

Pemfokusan perhatian pasien pada sesuatu yang lain selain nyeri

yang dialaminya. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau

memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan lebih toleransi

terhadap nyeri yang dirasakannya (Brunner & Suddarth, 2002). Sistem

aktivasi retikular menghambat stimulasi nyeri jika seseorang

(31)

endorphin yang membuat seseorang kurang menyadari nyeri yang

dialaminya (Potter & Perry, 2005)

4) Tehnik relaksasi

a) Relaksasi otot

Relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri

dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.

Penelitian membuktikan relaksasi efektif pada penurunan nyeri

pada nyeri punggung dan pascaoperasi.

b) Relaksasi Nafas Dalam

Tehnik relaksasi yang sederhana meliputi pernafasan perut

dengan frekuensi lambat sambil menghitung dalam hati. Pasien

juga dapat memejamkan mata dan bernafas dengan perlahan dan

nyaman. Metode relaksasi nafas efektif pada nyeri kronis dengan

periode yang teratur (Brunner & Suddarth, 2002).

5) Imajinasi terbimbing

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang

dalam suatu cara yang dirancang khusus untuk mencapai efek positif

tertentu (Brunner & Suddarth, 2002). Pasien menciptakan sesuatu

dalam pikiran dan berkonsentrasi pada hal tersebut sehingga secara

bertahap nyeri berkurang. Perawat membimbing pasien untuk

berkonsentrasi pada hal-hal yang menyenangkan seperti

pemandangan yang indah, pengalaman yang menarik sehingga dapat

menurunkan nyeri. Apabila pasien merasa terganggu dan tidak

nyaman, maka perawat harus menghentikan tindakan tersebut (Potter

(32)

B. Tehknik Relaksasi Nafas Dalam

1. Defenisi Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan, yang

dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan

nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan

bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, Selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).

2. Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah mengurangi stres baik

fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan

kecemasan (Kusyati, 2006).

3. Tahap persiapan pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam ini adalah:

a. Persiapan lingkungan: lingkungan tenang, nyaman, kursi dan matras jika

diperlukan.

b. Persiapan responden atau klien: klien relaks adapun prosedur

pelaksanaannya antara lain:

1) Mengatur posisi klien agar rileks, tanpa beban fisik. Posisi dapat

duduk atau berbaring telentang.

2) Menginstruksikan klien untuk menghirup nafas dalam sehingga

rongga paru berisi udara yang bersih.

3) Menginstruksikan klien untuk menghembuskan udara dan

membiarkannya keluar dari setiap bagian anggota tubuh. Bersamaan

dengan itu, minta klien memusatkan perhatian “betapa nikmat

(33)

4) Menginstruksikan klien untuk bernafas dengan irama normal beberapa

saat (sekitar 1-2 menit)

5) Menginstruksikan klien untuk bernafas dalam, kemudian

menghembuskan perlahan-lahan, dan merasakan saat ini udara

mengalir dari tangan, kaki, menuju ke paru, kemudian udara di buang

keluar. Minta klien memusatkan perhatian pada kaki dan tangan ,

udara yang di keluarkan, dan merasakan kehangatannya.

6) Menginstruksikan klien mengulangi prosedur no.5 dengan

memusatkan perhatian pada kaki-tangan, punggung, perut, bagian

tubuh yang lain.

7) Setelah klien merasa rileks, minta klien secara perlahan menambah

irama pernafasan. Gunakan pernafasan dada atau abdomen. Jika

frekuensi nyeri bertambah, gunakan pernafasan dangkal dengan

frekuensi yang lebih cepat

4. Fisiologis Teknik Ralaksasi Nafas Dalam terhadap penurunan Dismenore

Relaksasi nafas dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme,

yaitu dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang

disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi

pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah kedaerah yang

mengalami spasme dan iskemik (Bare & Smeltzer, 2002).

Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak

pada fisiologi system saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf

perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal indvidu. Pada

saat terjadi pelepasan mediator seperti bradikilin, prostagandin dan substansi

(34)

yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek

seperti spasme otot yang akhiirnya menekan pembuluh darah, mengurangi

aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang

menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak akan

dipersepsikan sebagai nyeri (Trisianah, 2011).

Berdasarkan gate control Theory yang dikemukan potter dan Perry

(2005), teknik relaksasi nafas dalam bekerja pada proses transmisi, dimana

impuls nyeri dari serabut aferen di transmisikan ke thalamus untuk

disampaikan ke korteks cerebral kemudian dipersepsikan sebagai nyeri.

Aplikasi teknik relaksasi nafas dalam menghasilkan pesan yang dikirim lewat

serabut saraf besar aferen, serabut aferen akan menutup “gerbang” sehingga

korteks cerebral tidak menerima pesan karena nyeri sudah dihambat oleh

(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu

aktifitas sehari-hari, sedangkan teknik relaksasi nafas dalam adalah suatu bentuk

asuhan yang mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam,

nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan nafas secara perlahan untuk mengurangi rasa nyeri. Relaksasi

nafas dalam dapat mencapai rileks yang sempurna yang dapat mengurangi

ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mengurangi dismenore.

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah variabel independen

terhadap variabel dependen.

Skema 3.1

Kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik relaksasi nafas dalam efektif

untuk mengurangi dismenore di SMK Nusa Penida Medan tahun 2013. Efektifitas Teknik

Relaksasi Nafas Dalam

(36)

C. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan varibel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (Hidayat, 2007).

Tabel 3.1 defenisi operasional

NO Variabel

Penelitian

Defenisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Skala

Suatu cara yang

digunakan untuk

Observasi 1 = dilakukan

0 = tidak dilakukan

Nominal

2 Dependen:

Dismenore

Nyeri di bagian

perut sampai

Wawancara Derajat nyeri:

(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain Penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen dengan pre-test dan

post-test untuk mengindentifikasikan efektifitas teknik relaksasi nafas dalam

untuk mengurangi dismenore. Penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu

kelompok intervensi yang diberi perlakuan teknik relaksasi nafas dalam dan

kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Pada kedua kelompok ini diawali

dengan pengukuran intensitas nyeri (pre-test). Setelah teknik relaksasi nafas

dalam diberi pada kelompok intervensi, diakhiri dengan pengukuran intensitas

nyeri kembali (post-test).

Skema 4.1

Desain penelitian

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

I P-1 1 P-2

K P-1 0 P-2

Keterangan:

I : Kelompok Intervensi

K : Kelompok Kontrol

P-1 : dilakukan pre-test

P-2 : dilakukan post-test

(38)

0 : Tidak diberikan perlakuan teknik relaksasi nafas dalam

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generilisasi yang terdiri atas objek / subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat,

2007).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi yang mengalami

dismenore di SMK Nusa Penida Medan provinsi Sumatera Utara tahun

2013. Berdasarkan data yang diperoleh dari survey awal yang dilakukan

pada tanggal 10 desember 2012, diperoleh data dari 136 siswi SMK Nusa

Penida Medan hanya 86 siswi yang mengalami dismenore.

Pengambilan populasi dilakukan peneliti dengan cara memasuki

setiap kelas SMK Nusa Penida Medan, dan melakukan pencatatan nama

siswi yang mengalami dismenore.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang di miliki oleh populasi (Hidayat,2007).

Dalam penelitian ini untuk menentukan besar sampel digunakan

teknik accidental sampling, dimana Sampel diambil atas dasar seandainya

saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Juga jumlah sampel yang

(39)

jawabkan, asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh

bersifat kasar dan sementara.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswi SMK Nusa Penida Medan

yang mengalami dismenore pada saat pendataan awal dan saat dilakukan

pengambilan data, siswi sedang mengalami menstruasi. Jumlah sampel

dalam penelitian ini adalah 60 responden, yang di bagi ke dalam 2

kelompok, 30 responden untuk kelompok intervensi dan 30 responden untuk

kelompok kontrol.

C. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMK Nusa Penida Medan di karenakan SMK

Nusa Penida Medan dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga memudahkan

peneliti dalam pengumpulan data.

D. Waktu Penelitian

Rencana waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan

Juni 2013.

E. Etika Penelitian

Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari institusi

pendidikan yaitu Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Sumatera Utara dan izin dari Kepala Sekolah SMK Nusa Penida Medan.

Penelitian ini mempertimbangkan etik penelitian yaitu dengan terlebih dahulu

mendapatkan persetujuan dari responden kemudian memberi penjelasan kepada

responden penelitian tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur

pelaksanaan penelitian yaitu pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam pada

(40)

perlakuan). Responden yang bersedia barulah melakukan penelitian dengan

menekankan pertimbangan etik yang meliputi :

1. Informed Consent

Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden yang akan

diteliti, bila responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap

menghormati hak-hak responden.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

responden dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dengan

tidak mencantumkan nama responden pada lembar instrumen penelitian ini

atau dokumentasi apapun dalam penelitian ini. Peneliti selanjutnya hanya

mencantumkan kode tertentu untuk memudahkan pentabulasian data.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti. Data atau

informasi yang diberikan responden hanya dipergunakan untuk kepentingan

penelitian ini dan tidak akan dibuka untuk selain penelitian ini.

F. Instrumen Penelitian

1. Data Demografi

Data demografi meliputi kode responden, usia responden, kelas

responden dan jurusan pendidikan responden. Data demografi ini berguna

(41)

berpengaruh terhadap penelitian ini. Data demografi ini dapat dilihat pada

lampiran.

2. Lembar observasi nyeri pre test dan post test intervensi

Hasil pengukuran nyeri pre dan post intervensi disajikan dalam

bentuk lembar observasi pada masing-masing kelompok dengan skala nyeri

yang dapat dilihat pada lampiran dengan tujuan untuk melihat efektifitas

teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi dismenore.

Instrumen intensitas nyeri yang digunakan yaitu Verbal Numerical

Rating Scale (VNRS) dan diharapkan akan memudahkan peneliti dalam

mengkaji intensitas nyeri. Terdiri dari 0-10 dengan angka 0 menunjukan tidak

nyeri, angka 1-3 nyeri ringan, angka 4-7 nyeri sedang, angka 8-10 nyeri berat.

Sebelum diberikan relaksasi nafas dalam (pre- test), pada kedua kelompok

subjek diukur intensitas nyerinya dengan skala pengukuran nyeri dan setelah

diberikan relaksasi nafas dalam (post-test), intensitas nyeri diukur kembali

untuk mengetahui perubahan skala pengukuran nyeri.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Hidayat (2011) mengatakan alat ukur atau instrumen penelitian yang

dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas

dan reabilitas data.

Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reabilitas, karena

alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang sudah baku yaitu lembar

observasi berdasarkan pengukuran skala nyeri Verbal Numerical Rating Scale

(VNRS).

(42)

1. Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi pendidikan

program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara dan telah mendapat izin dari Kepala Sekolah SMK Nusa Penida

Medan.

2. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada SMK Nusa

Penida Medan.

3. Setelah mendapat izin dari Kepala Sekolah SMK Nusa Penida Medan.

Peneliti melakukan pendataan calon responden. Pendataan calon responden

ini dilakukan untuk mendapatkan calon responden yang sesuai kriteria.

4. Dalam sekali pendataan peneliti hanya mendapat 1-2 orang calon responden.

5. Setelah mendapatkan calon responden peneliti menjelaskan tujuan, manfaat,

prosedur pengumpulan data pada calon responden.

6. Peneliti juga menanyakan dan menganjurkan i seluruh responden untuk tidak

melakukan tindakan apapun seperti minum air hangat, mengoleskan balsem

atau minyak kayu putih, membuat posisi meringkuk dan juga mengkonsumsi

obat penurun nyeri selama menjadi responden dalam penelitian ini.

7. Kemudian meminta persetujuan calon responden untuk dijadikan responden

dengan menandatangani informed concent.

8. Pada kelompok intervensi, peneliti memberikan lembar observasi untuk di isi

sesuai tingkat nyeri yang dirasakan responden, kemudian dilakukan tindakan

teknik relaksasi nafas dalam selama 15 menit, setelah itu lembar observasi

diberikan lagi kepada responden untuk di isi kembali sesuai tingkat nyeri

yang dirasakan responden setelah di beri perlakuan.

9. Pada kelompok kontrol lembar observasi di berikan untuk di isi sesuai tingkat

(43)

tentang dismenore selama 15 menit lembar observasi untuk di isi kembali

sesuai tingkat nyeri yang dirasakan responden.

10.Jika satu hari itu peneliti mendapat 2 responden maka 1 responden di

masukkan ke kelompok intervensi dan 1 responden lagi di masukkan ke

kelompok kontrol

11.Jika hanya 1 responden yang di dapat maka akan di masukkan ke kelompok

intervensi dan pada hari berikutnya mendapat 1 responden lagi di masukan ke

kelompok kontrol.

12.Kemudian peneliti mengumpulkan lembar observasi untuk mengidentifikasi

hasilnya.

I. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui

beberapa tahap. Pertama editing, yaitu mengecek atu mengoreksi data yang telah

dikumpulkan. Tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang

terdapat pada pencatatan dilapangan. Kedua coding, yaitu pemberian kode-kode

pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Tahap ketiga yaitu

processing yaitu memasukkan data dari lembar kuisioner ke dalam program

computer, dan tahap yang keempat cleaning yaitu mengecek kembali data yang

telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Analisa data

dilakukan dengan menggunakan bantuan komputirisasi dengan langkah – langkah

sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Analisa univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi

(44)

berdasarkan identitas responden, teknik relaksasi nafas dalam dan dismenore

pada siswi di SMK Nusa Penida Medan.

2. Analisis Bivariat

Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan

dengan uji statistic uji t-dependen yakni mengukur skala nyeri pada kelompok

intervensi dan kontrol sebelum dan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas

dalamt, diperoleh mean perbedaan sebelum dan sesudah pada kelompok

intervensi dan kontrol.

Uji t- independen digunakan untuk membandingkan skala dismenore

pada kelompok kontrol dan intervensi sebelum dan sesudah dilaukan teknik

(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini di laksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Januari 2013

sampai Juni 2013. Jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 60 orang

yang terbagi menjadi 30 orang untuk setiap kelompok yaitu kelompok intervensi

yang diberi perlakuan berupa teknik relaksasi nafas dalam selama 15 menit dan

kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan tapi hanya diberi leaflet tentang

dismenore. Perlakuan teknik relaksasi nafas dalam dilakukan di ruang tata usaha

dan ruang kelas pada jam istirahat ataupun jam pulang sekolah. Hasil penelitian

ini akan menguraikan karakteristik demografi responden, analisis intensitas

dismenore sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada

kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol yang hanya di berikan leaflet

tentang dismenore, serta analisis perbedaan intensitas dismenore antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan.

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

karakteristik demografi responden, analisis intensitas dismenore sebelum dan

sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan

pada kelompok kontrol yang hanya di berikan leaflet tentang dismenore.

a. Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari usia, suku dan

siklus haid responden. Sebaran karakteristik demografi responden pada

(46)

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi karakteristik responden di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Karakteristik Demografi Intensitas Dismenore Pre-Test

Tidak Nyeri Intensitas Dismenore Post-Test

Tidak Nyeri

Dari tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok intervensi

mayoritas responden yang mengalami dismenore adalah berada pada

rentang usia 16 – 17 tahun adalah 19 orang (60%), suku jawa 10 orang

(33.3%), siklus haid 26 – 30 hari adalah 17 orang (56.7%), intensitas

dismenore pada saat Pre-test nyeri sedang 24 orang (80.%), dan intesitas

dismenore pada saat post-test nyeri ringan 15 orang (50.0%).

(47)

jawa adalah 13 orang (43.3%), siklus 26 – 30 hari adalah 18 orang (60.0%),

intensitas dismenore pada saat Pre-test nyeri sedang 17 orang (56.7%), dan

intesitas dismenore pada saat post-test nyeri sedang 23 orang (76.7%).

b. Uji Perbandingan Pengukuran Skala Intensitas Dismenore Pre-test dan Post-test Pada Kelompok Intervensi.

Intensitas dismenore pada kedua kelompok diukur dengan menggunakan

skala pengukuran nyeri Verbal Numerical Rating Scale (VNRS) dengan

derajat nyeri di beri skor 1-10, dimana 1-3 nyeri ringan, 4-7 nyeri sedang

dan 8-10 merupakan nyeri paling buruk.

Pada kelompok intervensi pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah

dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam selama 15 menit. Distribusi skala

pengukuran pada kelompok intervensi dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2

Distribusi Tingkat Dismenore pada Kelompok Intervensi (N=30) Sebelum dan Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2013

Dari 30 subjek yang diamati pada kelompok intervensi terlihat bahwa

rata-rata dismenore siswi sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam

(48)

relaksasi nafas dalam adalah 2.90. dapat dilihat ada perbedaan dari nilai

rata-rata sebelum dan sesudah dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam.

Untuk melihat kebermaknaan dari perberdaan diatas maka dilakukan

uji Paired t-test (uji t berpasangan), yang dapat dilihat dari tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3

Perbandingan Tingkat Dismenore pada Kelompok Intervensi (N=30) sebelum dan Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di

SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Variabel Mean T P Value

Intensitas Dismenore sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam

1.933 12.794 0.000

Pada Tabel 5.3. Secara statistik terlihat perbedaan nilai rata-rata antara

pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam

adalah 1.933 dengan nilai t = 12.794, dan nilai p value =0.000 maka dapat

disimpulkan bahwa nilai P< α(0.05), hal ini menunjukkan ada perbedaan

yang bermakna antara rata-rata dismenore sebelum dengan sesudah

dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam.

c. Uji Perbandingan Pengukuran Skala Intensitas Dismenore Pre-test dan Post-test Pada Kelompok Kontrol

Pengukuran pada kelompok kontrol dilakukan juga pre-test dan

post-test, hanya saja berbeda dengan kelompok intervensi, pada kelompok

kontrol siswi atau responden tidak diberi perlakuan, melainkan diberi leaflet

tentang dismenore. Tetapi, pengukuran Pre-test dan Post-test pada

(49)

intervensi. Distribusi skala pengukuran pada kelompok Kontrol dapat dilihat

dalam tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.4

Distribusi Tingkat Dismenore pada Kelompok Kontrol (N=30) Sebelum dan Sesudah diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK Nusa

Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Variabel

Dari 30 responden yang diamati pada kelompok kontrol terlihat

bahwa rata-rata dismenore yang dirasakan responden pada saat pre-test

adalah 4.07 dan rata –rata dismenore yang dirasakan responden pada saat

Post-test adalah 4.90. Dapat dilihat ada perbedaan dari nilai rata-rata pada

saat Pre-test dan Post-test dilakukan.

Untuk melihat kebermaknaan dari perberdaan nilai diatas maka

dilakukan uji Paired t-test (uji t berpasangan), yang dapat dilihat dari tabel

5.5 berikut :

Tabel 5.5

Perbandingan Tingkat Dismenore pada Kelompok Kontrol (N=30) Sebelum dan Sesudah diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK

NusaPenida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Variabel Mean T P Value

Intensitas Dismenore pada Pre-test dan

(50)

Pada Tabel 5.5. Tersebut terlihat bahwa rata – rata perbedaan antara

pre-test dan post-test pada kelompok kontrol adalah sebesar – 0.833, tanda

minus (-) menunjukkan bahwa nyeri pada saat post-test lebih berat dari pada

nyeri pada saat pre-test. Artinya ada peningkatan nyeri pada saat pre-test

dengan rata-rata peningkatan tersebut adalah 0.833, dengan nilai t = 5.221,

dan nilai p value =0.000 maka dapat disimpulkan bahwa nilai P< α(0.05),

hal ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata

dismenore pada saat Pre-test dan Post-test pada kelompok kontrol, yaitu

meningkatnya nyeri pada saat post-test, hal ini di karenakan tidak

diberikannya relaksasi nafas dalam pada kelompok kontrol.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Untuk meihat perbedaan

penurunan intensitas dismenore pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol maka dilakukan uji statististik Independen t-test, adapun hasil uji

perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat

pada tabel 5.6 berikut ini:

Tabel 5.6

Perbandingan Tingkat Dismenore Sebelum dan Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi

dan Kelompok Kontrol di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

(51)

Pada Tabel 5.6 menunjukkan perbedaan intensitas dismenore antara

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Intensitas dismenore pada

kelompok intervensi sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam memiliki nilai

rata (mean) sebesar 4.83 (SD=1.464) dan kelompok kontrol nilai

rata-rata sebesar 4.07 (SD=1.660). Dari hasil tersebut diketahui nilai p=0.063,

sehingga dapat disimpulkan p>0.05 yang berarti bahwa intensitas dismenore

pada saat sebelum diberikan perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan

yang bermakna. Sedangkan, rata-rata intensitas dismenore kelompok

intervensi setelah diberikan perlakuan relaksasi nafas dalam selama 15 menit

adalah 2.90 (SD=1.626) dan rata-rata intensitas dismenore kelompok kontrol

dengan diberi leaflet dismenore (sesudah 15 menit) adalah 4.90 (SD=1.626).

Dari hasil tersebut diketahui nilai p=0.000 sehingga dapat disimpulkan

p<0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas

dismenore antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah

dilakukan relaksasi nafas dalam.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Demografi

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang

berhubungan dengan usia dari kedua kelompok (intervensi dan kontrol),

mayoritas responden yang mengalami dismenore berada pada rentang usia

16-17 tahun (63.3% pada kelompok intervensi dan 73.3% pada kelompok

kontrol). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan jumlah

responden yang mengalami dismenore berada pada usia di bawah 25 tahun.

(52)

bahwa 80% wanita muda dibawah 25 tahun mengalami nyeri haid dan akan

hilang pada saat umur 25 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang

berhubungan dengan suku, mayoritas responden bersuku jawa ( 33.3% pada

kelompok intervensi dan 43.3% pada kelompok kontrol. Dari pernyataan

tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan jumlah responden yang

mengalami dismenore adalah suku jawa, pernyataan tersebut didukung oleh

pendapat judha (2012) bahwa keyakinan dan nilai-nilai budaya dapat

mempengaruhi cara individu dalam mengatasi nyeri. Indvidu mempelajari apa

yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Menurut

Clancy dan Vicar dalam Judha (2012) menyatakan bahwa sosialisasi budaya

menentukan perilaku psikologi seseorang. Sehingga dalam hal ini dapat

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dismenore yang dialaminya.

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang

berhubungan dengan siklus haid, mayoritas responden memiliki siklus haid

pada rentang 26-30 hari (56.7%)pada kelompok intervensi dan 60.0% pada

kelompok kontrol).

Berdasarkan hasil penelitian intensitas dismenore yang dialami

responden dari kedua kelompok sangat bervariasi, mulai dari nyeri ringan

hingga nyeri berat. Hal ini dapat dilihat pada lembar lampiran rekapitulasi

hasil, dimana tingkat dismenore dimulai dari nyeri tingkat 2 hingga tingkat 8.

Perbedaan tingkat intensitas dismenore pada seseorang tidak bisa menjadi

indikator pada individu lainnya, hal ini disebabkan bagaimana seseorang

mempersepsikan rasa nyeri yang dirasakannya. Pernyataan tersebut didukung

(53)

bahwa nyeri bersifat subjektif dan sangat individual yang berbeda pada setiap

orang. Tingkat nyeri juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

faktor psikis dimana nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan

psikis penderita, dan tidak mendapat penjelasan yang baik tentang dismenore

dan penanganannya.

2. Uji Hipotesa

Berdasarkan hasil penelitian skala intensitas dismenore pada kedua

kelompok berbeda, Pada kelompok intervensi, sebelum dilakukan teknik

relaksasi nafas dalam selama 15 menit didapat nilai rata-rata 4.83 (SD=1.464)

dan setelah15 menit dilakukan relaksasi nafas dalam didapat nilai rata-rata

2.90 (SD=1.626), dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan terjadi

penurunan nyeri setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Dari hasil Uji paired

t-test didapati nilai rata-rata penurunan dismenore sebanyak 1.933, dan

didapati nilai p=0.000 (p<0.05) artinya terdapat perbedaan yang bermakna /

signifikan pada penurunan intensitas dismenore pada kelompok intervensi

sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam. Sedangkan, pada

kelompok kontrol, kelompok yang hanya di beri leaflet tentang dismenore.

didapat nilai rata-rata dismenore pada saat Pre-Test adalah 4.07 (SD=1.660)

dan setelah 15 menit diberi leaflet tentang dismenore (Post-Test) didapat nilai

rata-rata nyeri 4.90 (SD=0.828) pernyataan ini menunjukkan adanya

peningkatan dismenore pada kelompok kontrol. Hal ini didukung oleh data

yang didapat dari uji Paired t-test, didapat nilai rata-rata pre-test dan post-test

adalah -8.33 (SD=0.874), tanda minus menunjukkan ada peningkatan

dismenore pada saat sebelum dan sesudah 15 menit dilakukannya

(54)

perbedaan yang bermakna / signifikan pada peningkatan intensitas dismenore

pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah 15 menit dilakukan pengukuran,

hal ini disebabkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan relaksasi nafas

dalam sehingga intensitas dismenore mengalami peningkatan.

Berdasarkan hasil uji independen t-test intensitas dismenore antara

kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dilakukan relaksasi

nafas dalam(Pre-Test) didapati nilai p=0.063 (p>0.05), yang berarti intensitas

dismenore sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan

tidak ada perbedaan yang bermakna. Sedangkan pada saat sesudah dilakukan

relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

diberikan leaflet selama 15 menit didapati nilai p=0.000 (p<0.05), sehingga

dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas

dismenore antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah

dilakukan relaksasi nafas dalam. Dari hasil kedua uji statistik tersebut, dapat

disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif untuk mengurangi

dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun

2013.

Trisianah (2011) dalam penelitiannya yg berjudul “efektifitas teknik

relaksasi nafas dalam dengan kompres hangat terhadap penurunan nyeri

dismenore pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang”, menyatakan

bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif untuk menurunkan dismenore

pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang. Pernyataan ini disimpulkan

dari hasil uji Wilcoxon yang mendapati nilai p value=0.000 (p=<0.05).

Pernyataan diatas didukung oleh pendapat Simpkin (2002) bahwa

(55)

untuk mengurangi rasa nyeri seperti dismenore, metode relaksasi pernapasan

ini juga mengurangi respon melawan atau menghindar seperti gemetar.

Schott dan Priest (2008) juga mengatakan bahwa Relaksasi pernapasan

yang terkontrol dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi

kecemasan dan meningkatkan rasa mampu mengendalikan perasaan yang

menimbulkan stres dan nyeri.

Adapun relaksasi nafas dalam selama dismenore dapat

mempertahankan komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan homeostatis

sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan

ketakutan agar dapat beradapatasi dengan nyeri selama dismenore (Mander,

2003).

Pada penelitian ini semua faktor yang dianggap dapat memengaruhi

dismenore di abaikan, untuk meminimalkan adanya pengaruh perlakuan yang

lain terhadap dismenore selain teknik relaksasi nafas dalam, maka dianjurkan

bagi seluruh responden untuk tidak melakukan tindakan apapun seperti

minum air hangat, mengoleskan balsem atau minyak kayu putih, membuat

posisi meringkuk dan juga mengkonsumsi obat penurun nyeri selama menjadi

responden dalam penelitian ini. ini disebabkan karena hal tersebut dapat

mempengaruhi penurunan intensitas dismenore dan dapat membiaskan hasil

(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang “Efektifitas Teknik

Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengurangi Dismenore di SMK Nusa Penida

Medan Provinsi Sumatera tahun 2013” dapat disimpulkan bahwa:

1. Karakteristik demografi responden pada kelompok intervensi, mayoritas

responden berada pada rentang usia 16-17 tahun sebanyak 19 orang (63.3%),

mayoritas suku responden adalah jawa sebanyak 10 orang (33.3%), dan siklus

haid yang dialami responden, mayoritas berada pada rentang siklus 26-30 hari

yaitu sebanyak 17 orang (56.7%) sedangkan pada kelompok kontrol, sebagian

besar responden berada pada rentang usia 16-17 tahun sebanyak 22 orang

(73.3%), mayoritas responden pada kelompok kontrol bersuku jawa yaitu 13

orang (43.3%), dan siklus haid yang dialami responden pada kelompok

kontrol mayoritas berada pada rentang siklus 26-30 hari yaitu sebanyak 18

orang (60.0%).

2. Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test pada masing-masing kelompok,

yaitu pada kelompok intervensi didapati nilai p=0.000 (p<0.05) maka dapat

disimpulkan bahwa pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang

bermakna pada instesitas dismenore sebelum dan sesudah dilakukan teknik

relaksasi nafas dalam. Namun pada kelompok intervensi pebedaan yang

bermakna menunjukkan adanya penurunan nyeri pada saat setelah dilakukan

relaksasi nafas dalam.

3. Uji Paired t-test pada kelompok kontrol juga didapati nilai p=0.000 (p<0.05)

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat dilihat bahwa Muhammad al-Ghazali sebetulnya mempunyai cara yang tidak jauh berbeda dengan para ahli hadis dalam merumuskan kriteria shahih.. Yang

Langkah Reduksi Bidang Datar Suatu metode yang dapat dipergunakan untuk membawa data anomali magnetik hasil observasi yang masih terdistribusi di bidang yang tidak horizontal

dan Chiger, 1985 dalam Hermawan, 2003) Fermentasi reject nanas dilakukan secara kontinyu untuk mengetahui pengaruh laju alir substrat terhadap konsentrasi sel dan kadar

Untuk melihat benda jauh tak hingga, bayangan yang dibentuk oleh mata miopi akan terbentuk di depan retina yang menyebabkan penderita tidak dapat melihat benda jauh dengan

fotosistem II untuk menghasilkan satu molekul oksigen diatom dan empat ion hidrogen ; elektron yang dihasilkan pada tiap tahap dipindahkan ke residu tirosin redoks-aktif

Menyatakan bahwa laporan praktik kerja lapangan ini adalah hasil karya sendiri dan asli, apabila dikemudian hari ditemukan adanya bukti plagiasi, manipulasi dan dalam

Pemaparan yang lama terhadap getaran, terutama bila bersamaan dengan faktor lain yang berbahaya seperti dingin, kebisingan dan beban statis dapat.

Pada penelitian ini, sistem dibangun dengan konsep Aplikasi Tanya Jawab Question Answering System dengan menggunakan teknologi semantic web sebagai metode penggalian jawaban