EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
UNTUK MENGURANGI DISMENORE DI SMK NUSA
PENIDA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2013
RIZKA NOVITA
125102104
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas dalam untuk Mengurangi Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Sumatera Utara Tahun 2013
Abstrak Rizka Novita
Latar belakang : Dismenore adalah nyeri pada bagian perut hingga punggung yang dirasakan pada saat menstruasi, mulai dari nyeri ringan hingga nyeri berat yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Salah satu penanganan untuk mengurangi dismenore adalah relaksasi nafas dalam.
Tujuan penelitian : Menganalisis efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.
Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimen dengan pretest – posttest desaign. Sampel pada penelitian ini adalah siswi kelas X – XII di SMK Nusa Penida Medan yang mengalami dismenore yang di tetapkan secara accidental sampling. Jumlah sampel ada 60 responden yang dibagi 2 kelompok, yaitu 30 kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.
Hasil : dari hasil uji t-Independent, sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapati nilai p=0.063 (p>0,05) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada saat sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam pada kedua kelompok, sedangkan pada saat sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kontrol didapati nilai p=0.000 (p<0.05) artinya ada perubahan yang bermakna antara kelompok kontrol dan intervensi sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam.
Kesimpulan : dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.
Saran : diharapkan bagi instansi kesehatan untuk lebih menekankan pendidikan kesehatan sejak dini kepada remaja agar tercipta kesehatan reproduksi yang berkesinambungan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
karya tulis ilmiah ini dengan judul “Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam untuk
Mengurangi Dismenore” sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi di Program D-IV
Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada saat penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini peneliti mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan
serta dorongan kepada peneliti. Ucapan terima kasih disampaikan kepada yang
terhormat :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2. Ibu Nur Asnah Sitohang, Skep, Ns. M.Kep selaku Ketua Program D IV
Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Diah Lestari Nasution, SST. M.Keb selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan saran dalam
penulisan Karya tulis ilmiah ini.
4. Kepada kedua orangtua penulis, ayahanda dan Ibunda yang senantiasa selalu
mendoakan, memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
5. Kepada sahabat-sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu dan mendukung penulis, terima kasih atas segala kritik dan
saran yang kalian berikan semuanya.
6. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu
Peneliti menyadari dalam pembuatan Karya tulis ilmiah ini masih dirasakan
kurang sempurna. Karena itu peneliti menerima segala kritik dan saran dari semua
pihak guna penyempurnaan karya tullis ilmiah ini. Akhirnya, penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian karya
tulis ilmiah ini.
Medan, 06 Juli 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR SKEMA ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan Umum ... 4
2. Tujuan Khusus ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Bagi Praktek Kebidanan ... 5
2. Bagi Pendidikan Kebidanan ... 5
3. Bagi penelitian Kebidanan ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Konsep Nyeri ... 7
1. Defenisi Nyeri ... 7
2. Fisiologi Nyeri ... 7
4. Defenisi Dismenore ... 10
5. Klasifikasi Dismenore ... 11
6. Faktor Penyebab Dismenore ... 12
7. Faktor Resiko Dismenore ... 13
8. Derajat Dismenore ... 14
9. Pengukuran Derajat Dismenore ... 14
10.Penanganan Dismenore ... 17
B. Teknik Relaksasi Nafas Dalam ... 19
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 23
A. Kerangka Konsep ... 23
B. Hipotesis ... 23
C. Defenisi Operasional ... 24
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 25
A. Desain Penelitian ... 25
B. Populasi dan Sampel ... 26
1. Populasi ... 26
2. Sampel ... 26
C. Tempat Penelitian ... 27
D. Waktu Penelitian ... 27
E. Etika Penelitian ... 27
F. Instrumen Penelitian ... 28
G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 29
H. Pengumpulan Data ... 29
I. Analisa Data ... 31
2. Analisis Bivariat ... 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 33
A. Hasil Penelitian ... 33
1. Analisa Univariat ... 33
2. Analisa Bivariat ... 38
B. Pembahasan ... 39
1. Karakteristik Demografi ... 39
2. Uji Hipotesa ... 40
BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN ... 44
A. Kesimpulan ... 44
B. Saran ... 45
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 24
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi karakteristik responden di SMK Nusa penida
Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 33
Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Dismenorepada Kelompok Intervensi dan Sesudah
dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di SMK Nusa Penida Medan Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2013 ... 34
Tabel 5.3 ... Perbandingan Tingkat Dismenorepada Kelompok Intervensi sebelum dan
Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di SMK Nusa Penida Medan
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 ... 34
Tabel 5.4 .... Distribusi Tingkat Dismenorepada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah
diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2013 ... 35
Tabel 5.5 ... Perbandingan Tingkat Dismenorepada Kelompok Kontrol Sebelum dan
Sesudah diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2013... 36
Tabel 5.6 ... Perbandingan Tingkat Dismenore Sebelum dan Sesudah dilakukan
Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Kerangka Konsep ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ( PSP )
Lampiran 3 Lembar kuesioner
Lampiran 4 Lembar Prosedur
Lampiran 5 Lembar Protap
Lampiran 6 Lembar Rekapitulasi Hasil
Lampiran 7 Lembar Output Hasil SPSS
Lampiran 8 Leaflet Dismenore
Lampiran 9 Lembar Konsultasi
Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas dalam untuk Mengurangi Dismenore di SMK Nusa Penida Medan Sumatera Utara Tahun 2013
Abstrak Rizka Novita
Latar belakang : Dismenore adalah nyeri pada bagian perut hingga punggung yang dirasakan pada saat menstruasi, mulai dari nyeri ringan hingga nyeri berat yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Salah satu penanganan untuk mengurangi dismenore adalah relaksasi nafas dalam.
Tujuan penelitian : Menganalisis efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.
Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimen dengan pretest – posttest desaign. Sampel pada penelitian ini adalah siswi kelas X – XII di SMK Nusa Penida Medan yang mengalami dismenore yang di tetapkan secara accidental sampling. Jumlah sampel ada 60 responden yang dibagi 2 kelompok, yaitu 30 kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi.
Hasil : dari hasil uji t-Independent, sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapati nilai p=0.063 (p>0,05) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada saat sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam pada kedua kelompok, sedangkan pada saat sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kontrol didapati nilai p=0.000 (p<0.05) artinya ada perubahan yang bermakna antara kelompok kontrol dan intervensi sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam.
Kesimpulan : dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013.
Saran : diharapkan bagi instansi kesehatan untuk lebih menekankan pendidikan kesehatan sejak dini kepada remaja agar tercipta kesehatan reproduksi yang berkesinambungan.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa
dewasa, atau masa usia belasan tahun yag ditandai dengan perubahan perilaku
seperti susah diatur dan lebih sensitif terhadap perasaannya (Sarwono, 2011).
Masa remaja juga sering disebut masa pubertas, yaitu suatu fase
perkembangan yang ditandai dengan terjadinya kematangan organ seksual dan
tercapainya kemampuan reproduksi. Masa pubertas dianggap sebagai periode
tumpang-tindih, dikarenakan terjadi tumpang-tindih antara tahun akhir
kanak-kanak dan awal masa remaja (Pieter & Lumongga, 2011).
Masa remaja adalah masa dimana terjadi pertumbuhan fisik yang cepat
disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ
reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan
dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Pada anak perempuan
matangnya organ reproduksi ini ditandai dengan datangnya menstruasi
(Manuaba, 2006)
Menurut Pieter dan Lumongga (2011) masa menstruasi merupakan masa
pendarahan yang terjadi pada wanita secara rutin setiap bulan terkecuali terjadi
kehamilan. Lamanya menstruasi biasanya terjadi antara 3-5 hari. Namun pada
beberapa terjadi kasus bisa saja mengalami menstruasi yang lebih panjang
ataupun lebih pendek. Jumlah antara periode menstruasi yang pertama dengan
periode menstruasi berikutnya disebut dengan siklus menstruasi.
Rata- rata perempuan mengalami siklus haid selama 21-40 hari. Hanya
Beberapa kelainan siklus haid adalah polimenore, oligomenore dan amenore.
Gangguan haid lainnya yang sering dikeluhkan wanita setiap bulannya adalah
dismenore (Prawirohardjo, 2008).
Dismenore atau yang biasa disebut nyeri haid adalah kondisi medis yang
terjadi sewaktu menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas yang ditandai
dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul. Nyeri tersebut
timbul akibat adanya hormon prostaglandin yang membuat otot uterus
berkontraksi. Nyeri dapat dirasakan di daerah perut bagian bawah, pinggang
bahkan punggung (Judha, Sudarti & Fauziah, 2013).
Angka kejadian dismenore di dunia sangat besar. Rata – rata lebih dari
50% perempuan di setiap negara mengalami dismenore. Di Amerika, angka
presentasinya sekitar 60% dan di Swedia sekitar 72%. Sementara di Indonesia
angkanya diperkirakan 55% perempuan usia produktif yang mengalami nyeri
pada masa menstruasinya. Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun
dismenore dirasa mengganggu bagi wanita yang mengalaminya. Derajat nyeri
dan kadar gangguan tentu tidak sama untuk setiap wanita (Misaroh & Atikah,
2009).
Dalam studi epidemiologi di Amerika Serikat pada populasi remaja yang
berusia 12-17 tahun, rata-rata 59,7% remaja mengalami dismenore, dari mereka
yang mengeluh mengalami dismenore, 12% mengalami nyeri berat, 37% nyeri
sedang, dan 49% mengalami nyeri ringan. Dismenore juga bertanggung jawab
atas ketidakhadiran siswi di sekolah, sebanyak 13-51% remaja siswi telah absen
sedikitnya sekali, dan 5-14% berulang kali absen (Anurogo & Wulandari, 2011).
Dismenore terdiri dari dua jenis yaitu dismenore primer dan dismenore
kemungkinannya lebih dari 50% wanita remaja mengalaminya dan 15%
diantaranya mengalami nyeri yang hebat. Sedangkan, dismenore sekunder lebih
jarang ditemukan. Hanya sekitar 25% wanita yang mengalaminya dan banyak
ditemukan pada wanita usia 20 tahunan (Kasdu, 2008).
Untuk mengurangi dismenore terdapat dua tindakan yaitu secara
farmakologi dan non farmakologi. Pengobatan farmakologi yaitu dengan
pemberian analgetik sebagai penghilang rasa sakit sedangkan non farmakologi
dapat dilakukan dengan relaksasi (Trisianah,2011).
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk “membebaskan” mental dan fisik
dari ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Berbagai metode relaksasi digunakan untuk menurunkan kecemasan dan
ketegangan otot sehingga didapatkan penurunan ketegangan otot, contoh
tindakan relaksasi yang dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri dismenore
adalah teknik relaksasi nafas dalam (Prasetyo, 2007).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan, yang
dalam hal ini tenaga kesehatan mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Bare & Smeltzer, 2002).
Supaya relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka diperlukan
partisipasi individu dan kerja sama. Teknik relaksasi diajarkan hanya saat klien
sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman yang akut hal ini dikarenakan
Dibutuhkan 5 sampai 10 sesi pelatihan sebelum klien dapat meminimalkan nyeri
dengan efektif (Bobak, 2010)
Peneliti memilih siswi SMK Nusa Penida Medan sebagai responden
penelitian. Siswi SMK Nusa Penida Medan menjadi pilihan peneliti karena
tempatnya yang strategis dengan tempat tinggal peneliti sehingga memudahkan
peneliti dalam pengumpulan data.
Berdasarkan data awal yang di peroleh peneliti di SMK Nusa Penida
Medan, pada tanggal 10 Desember 2012, dari 136 siswi yang diambil dari
keseluruhan kelas di peroleh data 86 siswi mengeluh mengalami dismenore.
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
mengambil judul tentang “efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk
mengurangi dismenore pada siswi SMK Nusa Penida Medan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah adakah efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi
dismenore pada siswi SMK Nusa Penida Medan provinsi Sumatera Utara tahun
2013.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas teknik relaksasi nafas dalam untuk
mengurangi dismenore pada siswi SMK Nusa Penida Medan Provinsi
Sumatera Utara tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden di SMK Nusa Penida Medan
b. Mengidentifikasi tingkat dismenore pada kelompok intervensi pada saat
sebelum (Pre Test) dan sesudah (Post Test), dilakukan teknik relaksasi
nafas dalam selama 15 menit pada siswi SMK Nusa Penida Medan
Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.
c. Mengidentifikasi tingkat dismenore pada kelompok kontrol pada saat
sebelum (Pre Test) dan sesudah (Post Test), diberikannya leaflet
pengetahuan tentang dismenore selama 15 menit (tanpa dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam) pada siswi SMK Nusa Penida Medan Provinsi
Sumatera Utara tahun 2013.
d. Membandingkan tingkat dismenore pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebelum (Pre Test) dan sesudah (Post Test), dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam pada siswi SMK Nusa Penida Medan Provinsi
Sumatera Utara tahun 2013.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Praktek Kebidanan
Hasil penelitian ini akan memberikan informasi tentang signifikansi
Teknik Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengurangi Dismenore. Hal ini akan
memudahkan bidan dalam melakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam untuk
Mengurangi Dismenore kepada remaja putri sehingga dapat meningkatkan
pelaksanan Asuhan Kebidanan dalam ruang lingkup kebidanan.
2. Bagi Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan oleh pendidikan
kebidanan sebagai bahan bacaan ilmiah di perpustakaan dan tambahan
pengetahuan bagi mahasiswa D-IV bidan pendidik tentang efektifitas Teknik
3. Bagi Penelitian Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dipergunakan sebagai data dan bahan
referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan Teknik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Defenisi Nyeri
Defenisi nyeri menurut beberapa sumber :
a. Bare & Smeltzer (2002) mengatakan, bahwa nyeri adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang
untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (judha, 2012).
b. Artur C Curton (1983) menyatakan bahwa nyeri merupakan suatu
mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan
menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri
(Maryunani, 2010).
c. Menurut Kozier dan Erb (1983) dalam Tamsuri (2006), nyeri adalah
sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan
yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi
luka.
2. Fisiologi Nyeri
Bare & Smeltzer (2002) mengatakan, bahwa nyeri adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan
yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan (judha, 2012).
Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri, yaitu sel
saraf aferen, serabut konektor dan sel saraf eferen. Sel saraf ini mempunyai
sumsum tulang belakang dan otak. Reseptor-resetor ini akan memulai
impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor yang
berespon terhadap stimulus atau rangsangan nyeri disebut dengan nosiseptor
(Tamsuri, 2006).
Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf bebas yang dapat
memberikan respon akbiat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, brakidini, prostaglandin,
subtansi P, dan sebagainya. Zat kimiawi ini akan mengaktivasi nosiseptor
menyebabkan munculnya nyeri spontan. Stimulus yang menimbulkan lesi
pada jaringan akan mengaktivasi nosiseptor yang akan mengkonversi zat-zat
kimia tadi menjadi suatu impuls listrik yang akan di transmisikan melalui
serabut penghantar nyeri (serabut aferen, serabut konektor, dan serabut
eferen) ke medulla spinalis dan seterusnya di projeksikan ke susunan saraf
pusat untuk dipersepsikan menjadi nyeri (Maryunani, 2010).
Menurut Ardinata (2007) mekanisme timbulnya nyeri melibatkan
empat proses, yaitu:
a. Transduksi (Transduction)
Transduksi adalah proses dari stimuli nyeri yang diubah ke
bentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses transduksi dimulai ketika
nosiseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi.
Aktivasi nosiseptor ini merupakan bentuk respon terhadap stimulus yang
b. Transmisi (transmission)
Transmisi adalah serangkaian kejadian neural yang membawa
impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi
melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil
ke sedang serta yang berdiameter besar (Davis, 2003 dalam Ardinata
2007). Kedua saraf ini akan memasuki dorsal horn dari sumsum tulang
belakang lalu memasuki thalamus dan terakhir di korteks serebral
(Ardinata, 2007)
c. Modulasi (Modulation)
Proses modulasi melibatkan sistem neural yang kompleks. Ketika
impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan
dikontrol oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls nyeri ini
kebagian lain dari sistem saraf seperti bagian cortex. Selanjutnya impuls
nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-saraf descend ke tulang
belakang untuk memodulasi efektor (Turk & Flor, 1999 dalam Ardinata,
2007)
d. Persepsi
Persepsi adalah proses yang subjektif. Proses persepsi ini tidak
hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja, akan
tetapi juga meliputi pengenalan dan mengingat. Oleh sebab itu, Faktor
psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku) akan muncul sebagai
respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses
persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang
3. Mekanisme Dismenore
Nyeri haid berpangkal pada mulainya proses menstruasi itu sendiri
yang merangsang otot-otot rahim untuk berkontraksi. Kontraksi otot-otot
rahim tersebut membuat aliran darah ke otot-otot rahim menjadi berkurang
yang berakibat meningkatnya aktivitas rahim untuk memenuhi kebutuhannya
akan aliran darah yang lancar, juga otot-otot rahim yang kekurangan darah
akan merangsang ujung-ujung syaraf sehingga terasa nyeri. Peningatan kadar
prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya
dismenore. PG sangat tinggi dalam endometrium, miometrium dan darah haid
wanita yang menderita dismenore primer. PG menyebabkan peningkatan
aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri.
Kombinasi antara peningkatan kadar PG dan peningkatan kepekaan
miometrium menimbulkan tekanan infra uterus sampai 400 mm Hg dan
menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Atas dasar itu disimpulkan
bahwa PG yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan hiperaktivitas
miometrium. Selanjutnya kontraksi miometrium yang disebabkan oleh PG
akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium
yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika PG dilepaskan dalam
jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul
pula pengaruh umum lainnya seperti diare, mual, muntah (Genie, 2009).
4. Defenisi Dismenore
Defenisi dismenore menurut beberapa sumber:
a. Dismenore adalah adanya rasa sakit selama atau segera sebelum
b. Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu
kehidupan sehari-hari (Manuaba, 2009).
c. Dismenore merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan
wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan
(Prawirohardjo, 2008).
d. Dismenore merupakan nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk
istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkuragnya aktifitas
sehari-hari (Proverawati & Misaroh, 2009).
5. Klasifikasi Dismenore
Judha, Sudarti dan Fauziah (2013) dismenore dapat digolongkan
berasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan atau sebab yang dapat
diamati adalah:
a. Dismenore Spasmodik
Adalah nyeri yang dirasakan di bagian bawah perut dan terjadi
sebelum atau segera setelah haid dimulai. Dismenore spasmodik ditandai
dengan pingsan, mual dan muntah.
b. Dismenore Kongestif
Dismenore kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid
datang, gejala yang ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai kurang
dari 2 minggu. Pada saat haid datang tidak terlalu menibulkan nyeri.
Bahkan setelah hari pertama haid, penderita dismenore kongestif akan
merasa lebih baik.
Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang
a. Dismenore Primer
Dismenore primer terjadi sesudah 12 bulan atau lebih paska
menarke (menstruasi yang pertama kali). Hal itu karena siklus menstruasi
pada bulan-bulan pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir
yang tidak disertai nyeri. Rasa nyeri timbul sebelum atau bersama-sama
dengan menstruasi dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada
beberapa kasus dapat berlangsung sampai beberapa hari. Sifat nyeri adalah
kejang yang berjangkit, biasanya terbatas di perut bawah, tetapi dapat
merambat ke daerah pinggang dan paha. Nyeri dapat disertai mual,
muntah, sakit kepala, dan diare.
Faktor-faktor yang memegang peranan penting sebagai penyebab
dismenore yaitu faktor kejiwaan, faktor konstitusi, faktor obstruksi kanalis
servikalis dan faktor endokrin.
b. Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan kongenital
yang terjadi pada masa remaja. Rasa nyeri yang timbul biasanya
disebabkan karena adanya kelainan pelvis. Dismenore yang tidak dapat
dikaitkan dengan suatu gangguan tertentu biasanya dimulai sebelum usia
20 tahun.
6. Faktor Penyebab Dismenore
Penyebab pasti dismenore primer hingga kini belum diketahui secara
pasti (idiopatik), namun beberapa faktor ditengarai sebagai pemicu terjadinya
nyeri menstruasi, diantaranya: faktor psikis. Para gadis dan wanita dewasa
yang emosinya tidak stabil lebih mudah mengalami nyeri menstruasi. Faktor
peningkatan produksi prostaglandin saat menstruasi (Proverawati & Misaroh,
2009).
Menurut Anurogo (2011), nyeri menstruasi muncul akibat kontraksi
disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari
nyreiyang ringan sampai berat dibagian bawah, bokong dan nyeri spasmodik
di sisi medial paha. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan dismenore,
antara lain:
a. Faktor endokrin, rendahnya kadar progesteron pada akhir fase korpus
luteum. Hormon progesteron menghambat atau mencegah kontraklititas
uterus sedangkan hormon esterogen merangsang kontraktilitas uterus.
b. Faktor kejiwaan dan gangguan psikis, seperti rasa bersalah ketakutan
seksual, takut hamil, hilangnya tempat berteduh, konflik dengan masalah
jenis kelaminnya, dan imaturitas.
c. Faktor alergi, penyebab alergi adalah toksin haid. Menurut riset, ada
hubungan antara dismenore dengan biduran, migrain, dan asma.
7. Faktor Resiko Dismenore
Menurut Proverwati dan Misaroh (2009) beberapa faktor di bawah ini
dianggap sebagai resiko timbulnya nyeri menstruasi, yakni:
a. Menstruasi pertama (menarche) di usia dini (kurang dari 12 tahun)
b. Wanita yang belum pernah melahirkan anak hidup
c. Darah menstruasi berjumlah banyak atau masa menstruasi yang panjang
d. Merokok
e. Adanya riwayat nyeri menstruasi pada keluarga.
8. Derajat Dismenore
Dismenore juga memiliki derajat, antara lain:
a. Dismenore ringan
Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan dapat
melanjutkan kerja sehari– hari.
b. Dismenore sedang
Pada dismenore sedang, ini penderita memerlukan obat
penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya.
c. Dismenore berat
Dismenore berat membutuhkan penderita untuk istirahat beberapa
hari dan dapat disertai sakit kepala, kram pinggang, diare dan rasa
tertekan.
9. Pengukuran Derajat Dismenore
Intensitas nyeri menunjukkan seberapa banyak nyeri yang dialami
seseorang. Pasien biasanya mampu mendeskripsikan intensitas nyeri yang
mereka rasakan dalam wakru yang relatif cepat. Intensitas nyeri sering
diungkapkan dengan menggunakan kata-kata seperti ‘tidak ada nyeri’,
‘ringan’, ‘sedang’, ‘berat’ atau bisa juga menggunakan skoring untuk
menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Mengkaji nyeri tidak hanya
sebatas menilai intensitas nyeri, kualitas nyeri, dan durasi nyeri, tetapi,
mengkaji nyeri juga mempertimbangkan pengaruh dan respon nyeri tersebut
terhadap orang yang mengalaminya (Harahap, 2007).
Ada 4 pengukuran intensitas nyeri yang sering digunakan yaitu, Verbal
a. Verbal Rating Scale (VRS)
VRS adalah skala pengukuran nyeri yang menggunakan kata-kata
sifat deskriptif untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan.VRS
biasanya disusun atas tingkatan intensitas nyeri. Intensitas nyeri yang
diungkapkan dimulai dari “tidak ada nyeri” (no pain) sampai “nyeri
hebat” (extreme pain). VRS merupakan alat pemeriksaan yang efektif
untuk memeriksa intensitas nyeri. Beberapa keterbatasan VRS adalah
adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang
cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang
buta huruf untuk memahami kata sifat yang digunakan (Jensen & Karoly,
1992).
Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri yang
nyeri ringan sedang berat tak tertahankan
b. Numeric Rating Scale (NRS)
NRS adalah pengukuran nyeri yang sering digunakan dalam
pengukuran nyeri dan telah divalidasi. Berat ringannya rasa sakit atau
nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat
subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga 10, di bawah ini, nol (0)
merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10),
c. Visual Analogue Scale (VAS)
VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa
intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap
ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda
“tidak ada nyeri” dan ujung kanan diberi tanda “nyeri yang tidak
tertahankan”. Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut
sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien (Jensen &
Karoly, 1992).
Tidak ada Nyeri yang
nyeri tidak tertahankan
d. Verbal Numerical Rating Scale (VNRS)
Sama seperti VAS hanya diberi skor 0-10, dengan, 1-3 nyeri
ringan, 4-7 nyeri sedang dan 8-10 merupakan nyeri paling buruk (Mc
Kinney et al, 2000 dalam Septa, 2012)
1-3 (Nyeri ringan) : Hilang tanpa pengobatan, tidak
mengganggu aktivitas sehari- hari.
4-7 (Nyeri sedang) : Nyeri yang menyebar ke perut bagian bawah,
mengganggu aktivitas sehari- hari, membutuhkan obat untuk mengurangi
nyerinya.
8-10 (Nyeri berat) : Nyeri disertai pusing, sakit kepala berat, muntah,
diare, sangat mengganggu aktifitas sehari- hari, penurunan rentan
kesadaran.
10. Penanganan Dismenore
a. Intervensi Farmakologis
The American Geriatrics Society (2009) menyebutkan ada empat
jenis agen farmakologis yang digunakan untuk menangani nyeri yaitu :
analgesik nonopioid dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
analgesik opioid, analgesik adjuvant (obat tambahan) dan jenis obat
lainnya.
b. Intervensi Nonfarmakologis
Intervensi nonfarmakologis sering dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang merupakan pendekatan kesehatan holistik dalam
mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2005). Beberapa cara nonfarmakologis
dalam penanganan nyeri yaitu :
1) Sentuhan teraupetik
Mackey (1995 dalam Potter & Perry, 2005) menyatakan bahwa
sentuhan teraupetik merupakan pengembangan dari praktek kuno
menyatakan bahwa pada individu yang sehat, terdapat keseimbangan
antara aliran energi di dalam tubuh dan di luar tubuh. Sentuhan
teraupetik menggunakan tangan untuk pertukaran energi. Brunner dan
Suddarth (2002) menjelaskan bahwa cara ini berhubungan dengan
teori gate control yang menyatakan bahwa dengan adanya sentuhan di
kulit akan membantu penutupan gerbang terhadap impuls nyeri.
Masase merupakan tehnik sentuhan yang umum yang dapat membuat
pasien lebih nyaman.
2) Terapi Dingin dan Panas
Merupakan metode yang menghasilkan panas dan dingin untuk
penanganan akut atau kronik nyeri muskuloskletal (Dureja, 2006).
Terapi es dapat menurunkan prostadglandin dan menghambat proses
inflamasi dengan cara es diletakkan pada tempat cedera. Sedangkan
terapi panas bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke tempat
yang cedera sehingga mengurangi nyeri dan mempercepat
penyembuhan (Brunner & Suddarth, 2002). Terapi panas untuk nyeri
muskuloskletal dapat meningkatkan suhu pada kulit, meningkatkan
aliran darah, mengurangi kaku sendi dan otot kejang (Dureja, 2006).
3) Distraksi
Pemfokusan perhatian pasien pada sesuatu yang lain selain nyeri
yang dialaminya. Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau
memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan lebih toleransi
terhadap nyeri yang dirasakannya (Brunner & Suddarth, 2002). Sistem
aktivasi retikular menghambat stimulasi nyeri jika seseorang
endorphin yang membuat seseorang kurang menyadari nyeri yang
dialaminya (Potter & Perry, 2005)
4) Tehnik relaksasi
a) Relaksasi otot
Relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.
Penelitian membuktikan relaksasi efektif pada penurunan nyeri
pada nyeri punggung dan pascaoperasi.
b) Relaksasi Nafas Dalam
Tehnik relaksasi yang sederhana meliputi pernafasan perut
dengan frekuensi lambat sambil menghitung dalam hati. Pasien
juga dapat memejamkan mata dan bernafas dengan perlahan dan
nyaman. Metode relaksasi nafas efektif pada nyeri kronis dengan
periode yang teratur (Brunner & Suddarth, 2002).
5) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang khusus untuk mencapai efek positif
tertentu (Brunner & Suddarth, 2002). Pasien menciptakan sesuatu
dalam pikiran dan berkonsentrasi pada hal tersebut sehingga secara
bertahap nyeri berkurang. Perawat membimbing pasien untuk
berkonsentrasi pada hal-hal yang menyenangkan seperti
pemandangan yang indah, pengalaman yang menarik sehingga dapat
menurunkan nyeri. Apabila pasien merasa terganggu dan tidak
nyaman, maka perawat harus menghentikan tindakan tersebut (Potter
B. Tehknik Relaksasi Nafas Dalam
1. Defenisi Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan
nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, Selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).
2. Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah mengurangi stres baik
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan (Kusyati, 2006).
3. Tahap persiapan pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam ini adalah:
a. Persiapan lingkungan: lingkungan tenang, nyaman, kursi dan matras jika
diperlukan.
b. Persiapan responden atau klien: klien relaks adapun prosedur
pelaksanaannya antara lain:
1) Mengatur posisi klien agar rileks, tanpa beban fisik. Posisi dapat
duduk atau berbaring telentang.
2) Menginstruksikan klien untuk menghirup nafas dalam sehingga
rongga paru berisi udara yang bersih.
3) Menginstruksikan klien untuk menghembuskan udara dan
membiarkannya keluar dari setiap bagian anggota tubuh. Bersamaan
dengan itu, minta klien memusatkan perhatian “betapa nikmat
4) Menginstruksikan klien untuk bernafas dengan irama normal beberapa
saat (sekitar 1-2 menit)
5) Menginstruksikan klien untuk bernafas dalam, kemudian
menghembuskan perlahan-lahan, dan merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan, kaki, menuju ke paru, kemudian udara di buang
keluar. Minta klien memusatkan perhatian pada kaki dan tangan ,
udara yang di keluarkan, dan merasakan kehangatannya.
6) Menginstruksikan klien mengulangi prosedur no.5 dengan
memusatkan perhatian pada kaki-tangan, punggung, perut, bagian
tubuh yang lain.
7) Setelah klien merasa rileks, minta klien secara perlahan menambah
irama pernafasan. Gunakan pernafasan dada atau abdomen. Jika
frekuensi nyeri bertambah, gunakan pernafasan dangkal dengan
frekuensi yang lebih cepat
4. Fisiologis Teknik Ralaksasi Nafas Dalam terhadap penurunan Dismenore
Relaksasi nafas dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme,
yaitu dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah kedaerah yang
mengalami spasme dan iskemik (Bare & Smeltzer, 2002).
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak
pada fisiologi system saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf
perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal indvidu. Pada
saat terjadi pelepasan mediator seperti bradikilin, prostagandin dan substansi
yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek
seperti spasme otot yang akhiirnya menekan pembuluh darah, mengurangi
aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang
menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak akan
dipersepsikan sebagai nyeri (Trisianah, 2011).
Berdasarkan gate control Theory yang dikemukan potter dan Perry
(2005), teknik relaksasi nafas dalam bekerja pada proses transmisi, dimana
impuls nyeri dari serabut aferen di transmisikan ke thalamus untuk
disampaikan ke korteks cerebral kemudian dipersepsikan sebagai nyeri.
Aplikasi teknik relaksasi nafas dalam menghasilkan pesan yang dikirim lewat
serabut saraf besar aferen, serabut aferen akan menutup “gerbang” sehingga
korteks cerebral tidak menerima pesan karena nyeri sudah dihambat oleh
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Kerangka Konsep
Dismenore merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu
aktifitas sehari-hari, sedangkan teknik relaksasi nafas dalam adalah suatu bentuk
asuhan yang mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam,
nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan untuk mengurangi rasa nyeri. Relaksasi
nafas dalam dapat mencapai rileks yang sempurna yang dapat mengurangi
ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mengurangi dismenore.
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah variabel independen
terhadap variabel dependen.
Skema 3.1
Kerangka konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik relaksasi nafas dalam efektif
untuk mengurangi dismenore di SMK Nusa Penida Medan tahun 2013. Efektifitas Teknik
Relaksasi Nafas Dalam
C. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah mendefenisikan varibel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2007).
Tabel 3.1 defenisi operasional
NO Variabel
Penelitian
Defenisi
Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Skala
Suatu cara yang
digunakan untuk
Observasi 1 = dilakukan
0 = tidak dilakukan
Nominal
2 Dependen:
Dismenore
Nyeri di bagian
perut sampai
Wawancara Derajat nyeri:
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain Penelitian ini menggunakan Quasi Eksperimen dengan pre-test dan
post-test untuk mengindentifikasikan efektifitas teknik relaksasi nafas dalam
untuk mengurangi dismenore. Penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu
kelompok intervensi yang diberi perlakuan teknik relaksasi nafas dalam dan
kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Pada kedua kelompok ini diawali
dengan pengukuran intensitas nyeri (pre-test). Setelah teknik relaksasi nafas
dalam diberi pada kelompok intervensi, diakhiri dengan pengukuran intensitas
nyeri kembali (post-test).
Skema 4.1
Desain penelitian
Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test
I P-1 1 P-2
K P-1 0 P-2
Keterangan:
I : Kelompok Intervensi
K : Kelompok Kontrol
P-1 : dilakukan pre-test
P-2 : dilakukan post-test
0 : Tidak diberikan perlakuan teknik relaksasi nafas dalam
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generilisasi yang terdiri atas objek / subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat,
2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi yang mengalami
dismenore di SMK Nusa Penida Medan provinsi Sumatera Utara tahun
2013. Berdasarkan data yang diperoleh dari survey awal yang dilakukan
pada tanggal 10 desember 2012, diperoleh data dari 136 siswi SMK Nusa
Penida Medan hanya 86 siswi yang mengalami dismenore.
Pengambilan populasi dilakukan peneliti dengan cara memasuki
setiap kelas SMK Nusa Penida Medan, dan melakukan pencatatan nama
siswi yang mengalami dismenore.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang di miliki oleh populasi (Hidayat,2007).
Dalam penelitian ini untuk menentukan besar sampel digunakan
teknik accidental sampling, dimana Sampel diambil atas dasar seandainya
saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Juga jumlah sampel yang
jawabkan, asal memenuhi keperluan saja. Kesimpulan yang diperoleh
bersifat kasar dan sementara.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswi SMK Nusa Penida Medan
yang mengalami dismenore pada saat pendataan awal dan saat dilakukan
pengambilan data, siswi sedang mengalami menstruasi. Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah 60 responden, yang di bagi ke dalam 2
kelompok, 30 responden untuk kelompok intervensi dan 30 responden untuk
kelompok kontrol.
C. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini adalah SMK Nusa Penida Medan di karenakan SMK
Nusa Penida Medan dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga memudahkan
peneliti dalam pengumpulan data.
D. Waktu Penelitian
Rencana waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan
Juni 2013.
E. Etika Penelitian
Penelitian dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari institusi
pendidikan yaitu Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan
Sumatera Utara dan izin dari Kepala Sekolah SMK Nusa Penida Medan.
Penelitian ini mempertimbangkan etik penelitian yaitu dengan terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari responden kemudian memberi penjelasan kepada
responden penelitian tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur
pelaksanaan penelitian yaitu pelaksanaan teknik relaksasi nafas dalam pada
perlakuan). Responden yang bersedia barulah melakukan penelitian dengan
menekankan pertimbangan etik yang meliputi :
1. Informed Consent
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden yang akan
diteliti, bila responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap
menghormati hak-hak responden.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
responden dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dengan
tidak mencantumkan nama responden pada lembar instrumen penelitian ini
atau dokumentasi apapun dalam penelitian ini. Peneliti selanjutnya hanya
mencantumkan kode tertentu untuk memudahkan pentabulasian data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti. Data atau
informasi yang diberikan responden hanya dipergunakan untuk kepentingan
penelitian ini dan tidak akan dibuka untuk selain penelitian ini.
F. Instrumen Penelitian
1. Data Demografi
Data demografi meliputi kode responden, usia responden, kelas
responden dan jurusan pendidikan responden. Data demografi ini berguna
berpengaruh terhadap penelitian ini. Data demografi ini dapat dilihat pada
lampiran.
2. Lembar observasi nyeri pre test dan post test intervensi
Hasil pengukuran nyeri pre dan post intervensi disajikan dalam
bentuk lembar observasi pada masing-masing kelompok dengan skala nyeri
yang dapat dilihat pada lampiran dengan tujuan untuk melihat efektifitas
teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi dismenore.
Instrumen intensitas nyeri yang digunakan yaitu Verbal Numerical
Rating Scale (VNRS) dan diharapkan akan memudahkan peneliti dalam
mengkaji intensitas nyeri. Terdiri dari 0-10 dengan angka 0 menunjukan tidak
nyeri, angka 1-3 nyeri ringan, angka 4-7 nyeri sedang, angka 8-10 nyeri berat.
Sebelum diberikan relaksasi nafas dalam (pre- test), pada kedua kelompok
subjek diukur intensitas nyerinya dengan skala pengukuran nyeri dan setelah
diberikan relaksasi nafas dalam (post-test), intensitas nyeri diukur kembali
untuk mengetahui perubahan skala pengukuran nyeri.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas
Hidayat (2011) mengatakan alat ukur atau instrumen penelitian yang
dapat diterima sesuai standar adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas
dan reabilitas data.
Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reabilitas, karena
alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang sudah baku yaitu lembar
observasi berdasarkan pengukuran skala nyeri Verbal Numerical Rating Scale
(VNRS).
1. Permohonan izin pelaksanaan penelitian didapatkan dari institusi pendidikan
program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara dan telah mendapat izin dari Kepala Sekolah SMK Nusa Penida
Medan.
2. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada SMK Nusa
Penida Medan.
3. Setelah mendapat izin dari Kepala Sekolah SMK Nusa Penida Medan.
Peneliti melakukan pendataan calon responden. Pendataan calon responden
ini dilakukan untuk mendapatkan calon responden yang sesuai kriteria.
4. Dalam sekali pendataan peneliti hanya mendapat 1-2 orang calon responden.
5. Setelah mendapatkan calon responden peneliti menjelaskan tujuan, manfaat,
prosedur pengumpulan data pada calon responden.
6. Peneliti juga menanyakan dan menganjurkan i seluruh responden untuk tidak
melakukan tindakan apapun seperti minum air hangat, mengoleskan balsem
atau minyak kayu putih, membuat posisi meringkuk dan juga mengkonsumsi
obat penurun nyeri selama menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Kemudian meminta persetujuan calon responden untuk dijadikan responden
dengan menandatangani informed concent.
8. Pada kelompok intervensi, peneliti memberikan lembar observasi untuk di isi
sesuai tingkat nyeri yang dirasakan responden, kemudian dilakukan tindakan
teknik relaksasi nafas dalam selama 15 menit, setelah itu lembar observasi
diberikan lagi kepada responden untuk di isi kembali sesuai tingkat nyeri
yang dirasakan responden setelah di beri perlakuan.
9. Pada kelompok kontrol lembar observasi di berikan untuk di isi sesuai tingkat
tentang dismenore selama 15 menit lembar observasi untuk di isi kembali
sesuai tingkat nyeri yang dirasakan responden.
10.Jika satu hari itu peneliti mendapat 2 responden maka 1 responden di
masukkan ke kelompok intervensi dan 1 responden lagi di masukkan ke
kelompok kontrol
11.Jika hanya 1 responden yang di dapat maka akan di masukkan ke kelompok
intervensi dan pada hari berikutnya mendapat 1 responden lagi di masukan ke
kelompok kontrol.
12.Kemudian peneliti mengumpulkan lembar observasi untuk mengidentifikasi
hasilnya.
I. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui
beberapa tahap. Pertama editing, yaitu mengecek atu mengoreksi data yang telah
dikumpulkan. Tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang
terdapat pada pencatatan dilapangan. Kedua coding, yaitu pemberian kode-kode
pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Tahap ketiga yaitu
processing yaitu memasukkan data dari lembar kuisioner ke dalam program
computer, dan tahap yang keempat cleaning yaitu mengecek kembali data yang
telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Analisa data
dilakukan dengan menggunakan bantuan komputirisasi dengan langkah – langkah
sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi
berdasarkan identitas responden, teknik relaksasi nafas dalam dan dismenore
pada siswi di SMK Nusa Penida Medan.
2. Analisis Bivariat
Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan
dengan uji statistic uji t-dependen yakni mengukur skala nyeri pada kelompok
intervensi dan kontrol sebelum dan setelah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalamt, diperoleh mean perbedaan sebelum dan sesudah pada kelompok
intervensi dan kontrol.
Uji t- independen digunakan untuk membandingkan skala dismenore
pada kelompok kontrol dan intervensi sebelum dan sesudah dilaukan teknik
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini di laksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Januari 2013
sampai Juni 2013. Jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 60 orang
yang terbagi menjadi 30 orang untuk setiap kelompok yaitu kelompok intervensi
yang diberi perlakuan berupa teknik relaksasi nafas dalam selama 15 menit dan
kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan tapi hanya diberi leaflet tentang
dismenore. Perlakuan teknik relaksasi nafas dalam dilakukan di ruang tata usaha
dan ruang kelas pada jam istirahat ataupun jam pulang sekolah. Hasil penelitian
ini akan menguraikan karakteristik demografi responden, analisis intensitas
dismenore sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada
kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol yang hanya di berikan leaflet
tentang dismenore, serta analisis perbedaan intensitas dismenore antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberi perlakuan.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
karakteristik demografi responden, analisis intensitas dismenore sebelum dan
sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan
pada kelompok kontrol yang hanya di berikan leaflet tentang dismenore.
a. Karakteristik Demografi Responden
Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari usia, suku dan
siklus haid responden. Sebaran karakteristik demografi responden pada
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi karakteristik responden di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Karakteristik Demografi Intensitas Dismenore Pre-Test
Tidak Nyeri Intensitas Dismenore Post-Test
Tidak Nyeri
Dari tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok intervensi
mayoritas responden yang mengalami dismenore adalah berada pada
rentang usia 16 – 17 tahun adalah 19 orang (60%), suku jawa 10 orang
(33.3%), siklus haid 26 – 30 hari adalah 17 orang (56.7%), intensitas
dismenore pada saat Pre-test nyeri sedang 24 orang (80.%), dan intesitas
dismenore pada saat post-test nyeri ringan 15 orang (50.0%).
jawa adalah 13 orang (43.3%), siklus 26 – 30 hari adalah 18 orang (60.0%),
intensitas dismenore pada saat Pre-test nyeri sedang 17 orang (56.7%), dan
intesitas dismenore pada saat post-test nyeri sedang 23 orang (76.7%).
b. Uji Perbandingan Pengukuran Skala Intensitas Dismenore Pre-test dan Post-test Pada Kelompok Intervensi.
Intensitas dismenore pada kedua kelompok diukur dengan menggunakan
skala pengukuran nyeri Verbal Numerical Rating Scale (VNRS) dengan
derajat nyeri di beri skor 1-10, dimana 1-3 nyeri ringan, 4-7 nyeri sedang
dan 8-10 merupakan nyeri paling buruk.
Pada kelompok intervensi pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah
dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam selama 15 menit. Distribusi skala
pengukuran pada kelompok intervensi dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Tingkat Dismenore pada Kelompok Intervensi (N=30) Sebelum dan Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2013
Dari 30 subjek yang diamati pada kelompok intervensi terlihat bahwa
rata-rata dismenore siswi sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
relaksasi nafas dalam adalah 2.90. dapat dilihat ada perbedaan dari nilai
rata-rata sebelum dan sesudah dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam.
Untuk melihat kebermaknaan dari perberdaan diatas maka dilakukan
uji Paired t-test (uji t berpasangan), yang dapat dilihat dari tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Perbandingan Tingkat Dismenore pada Kelompok Intervensi (N=30) sebelum dan Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam di
SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Variabel Mean T P Value
Intensitas Dismenore sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
1.933 12.794 0.000
Pada Tabel 5.3. Secara statistik terlihat perbedaan nilai rata-rata antara
pengukuran sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
adalah 1.933 dengan nilai t = 12.794, dan nilai p value =0.000 maka dapat
disimpulkan bahwa nilai P< α(0.05), hal ini menunjukkan ada perbedaan
yang bermakna antara rata-rata dismenore sebelum dengan sesudah
dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam.
c. Uji Perbandingan Pengukuran Skala Intensitas Dismenore Pre-test dan Post-test Pada Kelompok Kontrol
Pengukuran pada kelompok kontrol dilakukan juga pre-test dan
post-test, hanya saja berbeda dengan kelompok intervensi, pada kelompok
kontrol siswi atau responden tidak diberi perlakuan, melainkan diberi leaflet
tentang dismenore. Tetapi, pengukuran Pre-test dan Post-test pada
intervensi. Distribusi skala pengukuran pada kelompok Kontrol dapat dilihat
dalam tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Tingkat Dismenore pada Kelompok Kontrol (N=30) Sebelum dan Sesudah diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK Nusa
Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Variabel
Dari 30 responden yang diamati pada kelompok kontrol terlihat
bahwa rata-rata dismenore yang dirasakan responden pada saat pre-test
adalah 4.07 dan rata –rata dismenore yang dirasakan responden pada saat
Post-test adalah 4.90. Dapat dilihat ada perbedaan dari nilai rata-rata pada
saat Pre-test dan Post-test dilakukan.
Untuk melihat kebermaknaan dari perberdaan nilai diatas maka
dilakukan uji Paired t-test (uji t berpasangan), yang dapat dilihat dari tabel
5.5 berikut :
Tabel 5.5
Perbandingan Tingkat Dismenore pada Kelompok Kontrol (N=30) Sebelum dan Sesudah diberikan Leaflet tentang Dismenore di SMK
NusaPenida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Variabel Mean T P Value
Intensitas Dismenore pada Pre-test dan
Pada Tabel 5.5. Tersebut terlihat bahwa rata – rata perbedaan antara
pre-test dan post-test pada kelompok kontrol adalah sebesar – 0.833, tanda
minus (-) menunjukkan bahwa nyeri pada saat post-test lebih berat dari pada
nyeri pada saat pre-test. Artinya ada peningkatan nyeri pada saat pre-test
dengan rata-rata peningkatan tersebut adalah 0.833, dengan nilai t = 5.221,
dan nilai p value =0.000 maka dapat disimpulkan bahwa nilai P< α(0.05),
hal ini menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara rata-rata
dismenore pada saat Pre-test dan Post-test pada kelompok kontrol, yaitu
meningkatnya nyeri pada saat post-test, hal ini di karenakan tidak
diberikannya relaksasi nafas dalam pada kelompok kontrol.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Untuk meihat perbedaan
penurunan intensitas dismenore pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol maka dilakukan uji statististik Independen t-test, adapun hasil uji
perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat
pada tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6
Perbandingan Tingkat Dismenore Sebelum dan Sesudah dilakukan Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Pada Tabel 5.6 menunjukkan perbedaan intensitas dismenore antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Intensitas dismenore pada
kelompok intervensi sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam memiliki nilai
rata (mean) sebesar 4.83 (SD=1.464) dan kelompok kontrol nilai
rata-rata sebesar 4.07 (SD=1.660). Dari hasil tersebut diketahui nilai p=0.063,
sehingga dapat disimpulkan p>0.05 yang berarti bahwa intensitas dismenore
pada saat sebelum diberikan perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan
yang bermakna. Sedangkan, rata-rata intensitas dismenore kelompok
intervensi setelah diberikan perlakuan relaksasi nafas dalam selama 15 menit
adalah 2.90 (SD=1.626) dan rata-rata intensitas dismenore kelompok kontrol
dengan diberi leaflet dismenore (sesudah 15 menit) adalah 4.90 (SD=1.626).
Dari hasil tersebut diketahui nilai p=0.000 sehingga dapat disimpulkan
p<0.05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas
dismenore antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah
dilakukan relaksasi nafas dalam.
B. Pembahasan
1. Karakteristik Demografi
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang
berhubungan dengan usia dari kedua kelompok (intervensi dan kontrol),
mayoritas responden yang mengalami dismenore berada pada rentang usia
16-17 tahun (63.3% pada kelompok intervensi dan 73.3% pada kelompok
kontrol). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan jumlah
responden yang mengalami dismenore berada pada usia di bawah 25 tahun.
bahwa 80% wanita muda dibawah 25 tahun mengalami nyeri haid dan akan
hilang pada saat umur 25 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang
berhubungan dengan suku, mayoritas responden bersuku jawa ( 33.3% pada
kelompok intervensi dan 43.3% pada kelompok kontrol. Dari pernyataan
tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan jumlah responden yang
mengalami dismenore adalah suku jawa, pernyataan tersebut didukung oleh
pendapat judha (2012) bahwa keyakinan dan nilai-nilai budaya dapat
mempengaruhi cara individu dalam mengatasi nyeri. Indvidu mempelajari apa
yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Menurut
Clancy dan Vicar dalam Judha (2012) menyatakan bahwa sosialisasi budaya
menentukan perilaku psikologi seseorang. Sehingga dalam hal ini dapat
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dismenore yang dialaminya.
Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang
berhubungan dengan siklus haid, mayoritas responden memiliki siklus haid
pada rentang 26-30 hari (56.7%)pada kelompok intervensi dan 60.0% pada
kelompok kontrol).
Berdasarkan hasil penelitian intensitas dismenore yang dialami
responden dari kedua kelompok sangat bervariasi, mulai dari nyeri ringan
hingga nyeri berat. Hal ini dapat dilihat pada lembar lampiran rekapitulasi
hasil, dimana tingkat dismenore dimulai dari nyeri tingkat 2 hingga tingkat 8.
Perbedaan tingkat intensitas dismenore pada seseorang tidak bisa menjadi
indikator pada individu lainnya, hal ini disebabkan bagaimana seseorang
mempersepsikan rasa nyeri yang dirasakannya. Pernyataan tersebut didukung
bahwa nyeri bersifat subjektif dan sangat individual yang berbeda pada setiap
orang. Tingkat nyeri juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor psikis dimana nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan
psikis penderita, dan tidak mendapat penjelasan yang baik tentang dismenore
dan penanganannya.
2. Uji Hipotesa
Berdasarkan hasil penelitian skala intensitas dismenore pada kedua
kelompok berbeda, Pada kelompok intervensi, sebelum dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam selama 15 menit didapat nilai rata-rata 4.83 (SD=1.464)
dan setelah15 menit dilakukan relaksasi nafas dalam didapat nilai rata-rata
2.90 (SD=1.626), dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan terjadi
penurunan nyeri setelah dilakukan relaksasi nafas dalam. Dari hasil Uji paired
t-test didapati nilai rata-rata penurunan dismenore sebanyak 1.933, dan
didapati nilai p=0.000 (p<0.05) artinya terdapat perbedaan yang bermakna /
signifikan pada penurunan intensitas dismenore pada kelompok intervensi
sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam. Sedangkan, pada
kelompok kontrol, kelompok yang hanya di beri leaflet tentang dismenore.
didapat nilai rata-rata dismenore pada saat Pre-Test adalah 4.07 (SD=1.660)
dan setelah 15 menit diberi leaflet tentang dismenore (Post-Test) didapat nilai
rata-rata nyeri 4.90 (SD=0.828) pernyataan ini menunjukkan adanya
peningkatan dismenore pada kelompok kontrol. Hal ini didukung oleh data
yang didapat dari uji Paired t-test, didapat nilai rata-rata pre-test dan post-test
adalah -8.33 (SD=0.874), tanda minus menunjukkan ada peningkatan
dismenore pada saat sebelum dan sesudah 15 menit dilakukannya
perbedaan yang bermakna / signifikan pada peningkatan intensitas dismenore
pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah 15 menit dilakukan pengukuran,
hal ini disebabkan pada kelompok kontrol tidak dilakukan relaksasi nafas
dalam sehingga intensitas dismenore mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil uji independen t-test intensitas dismenore antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dilakukan relaksasi
nafas dalam(Pre-Test) didapati nilai p=0.063 (p>0.05), yang berarti intensitas
dismenore sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas dalam menunjukkan
tidak ada perbedaan yang bermakna. Sedangkan pada saat sesudah dilakukan
relaksasi nafas dalam pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
diberikan leaflet selama 15 menit didapati nilai p=0.000 (p<0.05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas
dismenore antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah
dilakukan relaksasi nafas dalam. Dari hasil kedua uji statistik tersebut, dapat
disimpulkan bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif untuk mengurangi
dismenore di SMK Nusa Penida Medan Provinsi Sumatera Utara Tahun
2013.
Trisianah (2011) dalam penelitiannya yg berjudul “efektifitas teknik
relaksasi nafas dalam dengan kompres hangat terhadap penurunan nyeri
dismenore pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang”, menyatakan
bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif untuk menurunkan dismenore
pada remaja putri di SMA Negeri 15 Semarang. Pernyataan ini disimpulkan
dari hasil uji Wilcoxon yang mendapati nilai p value=0.000 (p=<0.05).
Pernyataan diatas didukung oleh pendapat Simpkin (2002) bahwa
untuk mengurangi rasa nyeri seperti dismenore, metode relaksasi pernapasan
ini juga mengurangi respon melawan atau menghindar seperti gemetar.
Schott dan Priest (2008) juga mengatakan bahwa Relaksasi pernapasan
yang terkontrol dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi
kecemasan dan meningkatkan rasa mampu mengendalikan perasaan yang
menimbulkan stres dan nyeri.
Adapun relaksasi nafas dalam selama dismenore dapat
mempertahankan komponen sistem saraf simpatis dalam keadaan homeostatis
sehingga tidak terjadi peningkatan suplai darah, mengurangi kecemasan dan
ketakutan agar dapat beradapatasi dengan nyeri selama dismenore (Mander,
2003).
Pada penelitian ini semua faktor yang dianggap dapat memengaruhi
dismenore di abaikan, untuk meminimalkan adanya pengaruh perlakuan yang
lain terhadap dismenore selain teknik relaksasi nafas dalam, maka dianjurkan
bagi seluruh responden untuk tidak melakukan tindakan apapun seperti
minum air hangat, mengoleskan balsem atau minyak kayu putih, membuat
posisi meringkuk dan juga mengkonsumsi obat penurun nyeri selama menjadi
responden dalam penelitian ini. ini disebabkan karena hal tersebut dapat
mempengaruhi penurunan intensitas dismenore dan dapat membiaskan hasil
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang “Efektifitas Teknik
Relaksasi Nafas Dalam untuk Mengurangi Dismenore di SMK Nusa Penida
Medan Provinsi Sumatera tahun 2013” dapat disimpulkan bahwa:
1. Karakteristik demografi responden pada kelompok intervensi, mayoritas
responden berada pada rentang usia 16-17 tahun sebanyak 19 orang (63.3%),
mayoritas suku responden adalah jawa sebanyak 10 orang (33.3%), dan siklus
haid yang dialami responden, mayoritas berada pada rentang siklus 26-30 hari
yaitu sebanyak 17 orang (56.7%) sedangkan pada kelompok kontrol, sebagian
besar responden berada pada rentang usia 16-17 tahun sebanyak 22 orang
(73.3%), mayoritas responden pada kelompok kontrol bersuku jawa yaitu 13
orang (43.3%), dan siklus haid yang dialami responden pada kelompok
kontrol mayoritas berada pada rentang siklus 26-30 hari yaitu sebanyak 18
orang (60.0%).
2. Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test pada masing-masing kelompok,
yaitu pada kelompok intervensi didapati nilai p=0.000 (p<0.05) maka dapat
disimpulkan bahwa pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang
bermakna pada instesitas dismenore sebelum dan sesudah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam. Namun pada kelompok intervensi pebedaan yang
bermakna menunjukkan adanya penurunan nyeri pada saat setelah dilakukan
relaksasi nafas dalam.
3. Uji Paired t-test pada kelompok kontrol juga didapati nilai p=0.000 (p<0.05)