• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Data Runtun Waktu

Runtun waktu adalah urutan observasi yang diambil dalam waktu tertentu. Contohnya kuantitas barang yang dikirim dari suatu pabrik, banyaknya kecelakaan di jalan raya, besarnya curah hujan harian, pengamatan per jam terhadap suatu reaksi kimia, dan sebagainya (Box, Jenkins, Reinsel, Ljung, 2016:1). Sedangkan data runtun waktu adalah data yang dikumpulkan berdasarkan suatu urutan waktu.

Analisis runtun waktu merupakan cabang utama dalam statistik yang berfokus pada analisis data runtun waktu untuk mempelajari karakteristik data dan memprediksi suatu nilai dimasa depan.

Tujuan utama analisis runtun waktu adalah mengembangkan model matematis yang memberikan deskripsi yang baik untuk data sampel. Kita asumsikan runtun waktu dapat didefinisikan sebagai kumpulan variabel acak yang diindeks berdasarkan urutan waktunya. Misal, variabel acak , , ,…, dengan variabel acak menunjukkan nilai untuk waktu pertama, variabel menunjukkan nilai untuk waktu kedua, menunjukkan nilai untuk waktu ketiga, dan seterusnya. Secara umum, koleksi variabel acak, , yang diindeks oleh t disebut sebagai proses stokastik. Didalam tugas akhir ini, waktu t yang dimaksud adalah waktu diskrit. Nilai yang diamati dari proses stokastik disebut sebagai realisasi dari proses stokastik.

Contoh berikut adalah grafik data runtun waktu tentang total barang dalam negeri yang dimuat di pelabuhan Tanjung Perak (sumber: BPS). Data ini diambil dari tahun 2006 sampai dengan 2016. Grafik data runtun waktu tersebut adalah sebagai berikut

Gambar 1. Total barang dalam negeri yang dimuat di pelabuhan Tanjung Perak

B. ACF dan PACF

Beberapa konsep yang berkaitan dengan runtun waktu yaitu fungsi

Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF)

1. Fungsi Autokorelasi/Autocorrelation Function (ACF)

Andaikan runtun waktu , memiliki rata-rata dan variansi , dan kovarian yang merupakan fungsi dari selisih waktu |t-s|.

Definisi 2.1

= 0 untuk i≠0 dan

= , untuk i=0

Definisi 2.2

Kovarian dari dan sebagai

. Definisi 2.3

Fungsi Autokorelasi diantara dan adalah

Fungsi disebut fungsi autokovarian dan disebut fungsi autokorelasi (ACF) pada analisis runtun waktu karena merepresentasikan kovarian dan korelasi diantara dan .

2. Fungsi Autokorelasi Parsial/Partial Autocorrelation Function (PACF) Definisi 2.4

Fungsi Autokorelasi Parsial merupakan koefisien korelasi diantara dan dengan mengabaikan varibel , dan didefinisikan sebagai

.

3. Estimasi Fungsi Autokorelasi (ACF) dan Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF)

Untuk menduga ACF dan PACF berdasarkan sampel, didefinisikan penduga-penduga sebagai berikut

a. Fungsi Autokorelasi Sampel Definisi 2.5

Fungsi Autokorelasi sampel untuk time-lag 1,2,3,4,…,k dinotasikan dengan , dan didefinisikan sebagai berikut:

Dengan = koefisien autokorelasi sampel = waktu (atau periode)

= pengamatan variabel runtun waktu X pada waktu t = pengamatan variabel runtun waktu variabel pada

waktu t+k, k = 0,1,2…

Nilai untuk selalu 1 karena untuk k = 1,

Selanjutnya sebagai contoh, nilai untuk data contoh pada Tabel 1 akan dihitung dengan menggunakan persamaan diatas TABEL 1 Waktu (atau periode) t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Variabel 13 8 15 4 4 12 11 7 14 12 10 = -0.188

Dengan cara yang sama diperoleh, dan seterusnya . Dibawah ini adalah grafik ACF dari tabel 1 menggunakan program R

b. Fungsi Autokorelasi Parsial Sampel Definisi 2.6

Fungsi Autokorelasi Parsial sampel dinotasikan dengan , didefinisikan sebagai berikut: dan dengan j=1,…, k-1 Perhitungan ini dimulai dengan .

Dengan menggunakan hasil perhitungan pada fungsi autokorelasi sampel, dapat dicari: Dibawah ini adalah grafik PACF dari tabel 1 menggunakan program R

Garis putus-putus horizontal yang terdapat pada grafik ACF dan PACF digambarkan pada sumbu y dengan nilai ±

, dengan n = banyaknya data.

C. Data Stasioner

Data yang stasioner berarti bahwa secara grafis, tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data sepanjang waktu. Data secara kasarnya harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi tersebut tetap konstan setiap waktu.

Secara spesifik, ada dua definisi untuk stasioneritas, yaitu stasioner lemah dan stasioner ketat.

Definisi 2.7

a. Stasioner lemah: Runtun waktu dikatakan stasioner lemah jika i.

ii.

iii.

b. Stasioner ketat: Runtun waktu dikatakan stasioner ketat jika distribusi probabilitas gabungan dari identik dengan distribusi probabilitas

Sehingga,

Dengan pergeseran waktu h=0, ±1, ±2, ….

Konsep stasioneritas dapat digambarkan secara praktis (non-statistik) sebagai berikut:

1. Apabila suatu data runtun waktu digambarkan grafiknya dan kemudian tidak terbukti adanya perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu (gambar 4) maka dapat dikatakan bahwa data runtun waktu tersebut stasioner pada nilai tengahnya (mean).

2. Apabila grafik data runtun waktu tidak memperlihatkan adanya perubahan varians yang nyata dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa data runtun waktu tersebut adalah stasioner pada variannya (gambar 4).

3. Apabila suatu data runtun waktu memiliki nilai tengah yang menyimpang (dengan beberapa pola yang berulang) dari waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa data runtun waktu tersebut tidak stasioner pada nilai tengahnya (gambar 5).

4. Apabila suatu data runtun waktu memiliki nilai tengah yang menyimpang (berubah setiap waktu) dan varian (atau standar deviasinya) tidak konstan setiap waktu, maka dapat dikatakan bahwa data runtun waktu tersebut tidak stasioner pada nilai tengah dan variannya (gambar 6).

Gambar 5. Data yang tidak stasioner pada nilai tengahnya

Gambar 6. Data yang tidak stasioner pada nilai tengah dan variansinya Pendeteksian ketidakstasioneran data dalam rata-rata (mean) juga dapat menggunakan grafik ACF dan PACF. Data runtun waktu dikatakan stasioner apabila pada grafik ACF dan PACF puncak lag menurun secara cepat, yang menunjukan adanya keadaaan stasioner dalam rata-rata (mean). Sedangkan data runtun waktu dikatakan tidak stasioner apabila pada grafik ACF dan PACF puncak lag menurun secara perlahan yang menunjukan adanya keadaan tidak stasioner dalam rata-rata. Sebagai contoh bisa dilihat pada gambar berikut

Gambar 7. ACF dan PACF dari data yang stasioner

Gambar 8. ACF dan PACF dari data yang tidak stasioner

D. Metode Pembedaan ( Differencing )

Salah satu cara menghilangkan ketidakstasioneran dapat dilakukan dengan metode pembedaan (differencing).

Perhatikan deret bilangan yang sederhana, 2,4,6,8,…,20, yang mengandung trend linear dan tidak bersifat random. Dengan mengurangkan nilai-nilai yang berurutan, 4-2, 6-4, 8-6,…, 20-18, kita akan memperoleh nilai-nilai-nilai-nilai pembedaan pertama (first differences) yang merupakan deret angka 2,2,2,…,2.

Deret ini jelas stasioner. Jadi untuk mendapatkan kestasioneran dapat dibuat deret bilangan baru yang terdiri dari perbedaan bilangan antara periode yang berturut-turut:

Pembedaan pertama

(1) Deret baru , akan mempunyai n-1 nilai dan akan stasioner apabila tren dari data awal adalah linear.

Notasi yang sangat bermanfaat adalah operator shift mundur (backward

shift), B, yang penggunaan adalah sebagai berikut:

Dengan kata lain, notasi B yang dipasang pada , mempunyai pengaruh menggeser data 1 periode ke belakang. Dua penerapan B untuk shift akan menggeser data 2 periode kebelakang, sebagai berikut:

Operator shift mundur tersebut sangat tepat untuk menggambarkan proses pembedaan (differencing). Sebagai contoh, apabila suatu deret berkala tidak stasioner, maka data tersebut dapat dibuat lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama dari deret data dan persamaan (1) memberi batasan mengenai apa yang dimaksud dengan perbedaan pertama.

Mengunakan operator shift mundur, persamaan (1) dapat ditulis menjadi. Pembedaan pertama

Perhatikan bahwa pembedaan pertama dinyatakan oleh . Sama halnya apabila perbedaan orde kedua (yaitu perbedaan pertama dari perbedaan pertama sebelumnya) harus dihitung, maka:

Perbedaan orde kedua (second order differences )

Perhatikan bahwa pembedaan orde kedua diberi notasi . Ini merupakan hal yang penting untuk memperlihatkan bahwa pembedaan orde kedua adalah tidak sama dengan pembedaan kedua, yang diberi notasi Demikian pula, pembedaan kedua belas adalah , akan tetapi pembedaan orde keduabelas adalah

Tujuan melakukan pembedaan adalah untuk mencapai stasioneritas, dan secara umum, apabila terdapat pembedaan orde-d untuk mencapai stasioneritas, dapat ditulis sebagai:

Pembedaan orde ke-d = .

Contoh grafik data yang tidak stasioner dan stasioner setelah dilakukan pembedaan orde ke-1 bisa dilihat pada gambar 8.

Gambar 9. Contoh grafik dari data yang tidak stasioner (kiri), dan data stasioner setelah dilakukan pembedaan orde ke-1 (kanan).

16 BAB III MODEL ARIMA

Model-model Autoregressive/Integrated/Moving Average (ARIMA) telah dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), dan nama mereka sering disinonimkan dengan proses ARIMA yang diterapkan untuk analisis runtun waktu. Model Autoregressive (AR) pertama kali diperkenalkan oleh Yule (1926) dan kemudian dikembangkan oleh Walker (1931), sedangkan model Moving Average (MA) pertama kali digunakan oleh Slutzky (1937). Akan tetapi Wold-lah (1938) yang menghasilkan dasar-dasar teoritis dari proses kombinasi ARMA.

A. Proses Autoregressive (AR)

Model autoregresif didasarkan pada gagasan bahwa nilai saat ini dari runtun , dapat dijelaskan sebagai fungsi dari p nilai masa lalu, dengan p menunjukan jumlah langkah ke masa lalu yang dibutuhkan untuk meramalkan nilai sekarang.

Definisi 3.1

Secara umum untuk proses AR orde ke-p atau AR(p), dapat ditulis sebagai berikut:

dengan = parameter autoregresif ke-j , j=1…p

= galat pada waktu t.

Dalam praktek, salah satu kasus yang akan paling sering kita hadapi adalah apabila p = 1, yaitu untuk model AR(1). Dari kasus ini didefinisikan sebagai berikut:

AR (1)

Dengan menggunakan simbol operator shift mundur, B, maka persamaan (2) menjadi: AR (1) atau

Ciri khusus dari AR(p) adalah grafik ACF-nya menurun secara eksponensial/membentuk gelombang sinus dan grafik PACF-nya Cuts off (terpotong) setelah lag p. Sebagai contoh bisa dilihat pada gambar 10 dan 11

Gambar 10. ACF dari AR(1) dengan (dengan simulasi R)

B. Proses Moving Average (MA) Definisi 3.2

Proses MA secara umum berorde q atau MA(q),didefinisikan sebagai berikut: .

Dengan sampai adalah parameter-parameter moving average, adalah galat pada saat t-k (dengan k=1…q) dan adalah suatu konstanta.

Perbedaan model moving average dengan model autoregresif terletak pada jenis variabel independen. Bila variabel independen pada model autoregresif adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen ( ) itu sendiri, maka pada model moving average sebagai variabel independennya adalah nilai residual pada periode sebelumnya. Orde dari nilai MA (yang diberi notasi q) ditentukan oleh jumlah periode variabel independen yang masuk dalam model.

Dalam prakteknya, kasus yang kemungkinan besar akan dihadapi adalah apabila q=1 yaitu MA(1) . Kasus ini ditulis seperti persamaan berikut:

MA(1)

Ciri khusus dari MA(q) adalah grafik ACF-nya Cuts off setelah lag q dan grafik PACF-nya menurun secara eksponensial / membentuk gelombang sinus teredam. Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 12 dan 13

Gambar 13. PACF dari MA(1) dengan (dengan simulasi R)

C. Proses ARMA Definisi 3.3

Runtun waktu { adalah ARMA(p,q) jika stasioner dan , dengan

Proses AR dan MA yang sederhana pun memperlihatkan sejumlah ragam. Jadi sudah dapat diduga bahwa apabila dilakukan pencampuran, maka kerumitan proses identifikasi akan berlipat ganda. Pada bagian ini, sebuah model umum untuk campuran proses AR(1) dan MA(1) akan dituliskan sebagai berikut:

ARMA (1,1)

atau

.

Ciri khusus dari ARMA(p,q) adalah grafik ACF-nya Cuts off setelah lag q dan grafik PACF-nya Cuts off (terpotong) setelah lag p. Dengan menggunakan simulasi pada program R, grafik ACF dan PACF untuk model

Gambar 14. ACF untuk model

Gambar 15. PACF untuk model

D. Proses ARIMA

Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi.

Definisi 3.4

Proses ARIMA (p,d,q) secara umum ditulis sebagai berikut: ,

.

Persamaan untuk kasus yang paling sederhana, ARIMA(1,1,1), adalah sebagai berikut:

Perhatikan pemakaian operator shift mundur untuk menggambarkan (i) pembedaan pertama, (ii) bagian AR(1) dari model dan (iii) aspek MA(1). Suku-suku tersebut dapat dikalikan dan disusun kembali sebagai berikut:

, maka

.

E. Model ARIMA Musiman

Model ARIMA dapat digunakan untuk memodelkan data runtun waktu yang bersifat musiman. Runtun waktu dikatakan musiman apabila terdapat pola yang muncul berulang-ulang pada waktu tertentu. Notasi ARIMA dapat diperluas untuk menangani aspek musiman, notasi umum yang disingkat adalah:

Pembedaan pertama

ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S.

Definisi 3.5

Proses ARIMA musiman secara umum ditulis sebagai berikut

.

Contoh:

Untuk tujuan ilustrasi, kita ambil model umum ARIMA(1,1,1) (1,1,1)4 sebagai berikut. (3) Bagian yang tidak musiman dari model p = orde AR q = orde MA d = banyaknya differencing Bagian musiman dari model dengan P = orde musiman untuk AR Q = orde musiman untuk MA D = banyaknya seasonal differencing S = jumlah periode per musim AR musiman AR tidak musiman Pembedaan tidak musiman Pembedaan musiman MA tidak musiman MA musiman

Seluruh faktor dapat dikalikan, dan model umum tersebut ditulis dalam bentuk yang disebut “bentuk terurai.” Perkalian pada persamaan (3) menghasilkan sebagai berikut:

.

Dalam bentuk ini, koefisien dan diduga dari data, maka persamaan (4) dapat digunakan untuk peramalan.

Berikut ini contoh grafik ACF dan PACF untuk data musiman dengan menggunakan simulasi pada program R

Gambar 17. Grafik ACF dan PACF untuk model 0.8

F. Tahapan Pemodelan ARIMA

Untuk menyatakan bahwa suatu model layak digunakan atau tidak, terlebih dahulu diperiksa residualnya bersifat derau putih dan berdistribusi normal atau tidak. Jika memenuhi kedua syarat tersebut maka model tersebut dikatakan layak. Selanjutnya model yang bersifat derau putih, berdistribusi normal dan memiliki nilai AIC terkecil akan digunakan untuk peramalan. Oleh karena itu,

sebelum memilih model terbaik perlu dilakukan beberapa tahapan yang terdiri dari

1. Identifikasi model

Pada tahapan identifikasi model kita harus melihat apakah data besifat stasioner atau tidak. Caranya dengan melihat grafik data lalu melihat grafik ACF dan PACF-nya. Apabila data stasioner (d = 0) berarti proses pemilihan model bisa dilanjutkan. Jika data tidak stasioner, maka perlu dilakukan pembedaan pertama (d = 1). Bila sudah stasioner proses pemilihan model bisa dilanjutkan, bila tidak dilakukan pembedaan selanjutnya sampai diperoleh data yang stasioner. Apabila data yang kita gunakan bersifat musiman maka pembedaan untuk data musiman disimbolkan dengan D. Orde D menyesuaikan dengan orde d. Proses selanjutnya yaitu mencari orde p,q (untuk data tidak musiman) atau orde P,Q (bila data musiman) dengan melihat grafik ACF dan PACF. Untuk orde p dan q kurang dari atau sama dengan tiga.

TABEL 2 Pola ACF dan PACF untuk data tidak musiman

AR(p) MA(q) ARMA(p,q)

ACF Menurun secara

eksponensial / membentuk gelombang sinus teredam

Cuts off setelah

lag q

Cuts off setelah

lag q

PACF Cuts off setelah

lag p Menurun secara eksponensial / membentuk gelombang sinus teredam

Cuts off setelah

lag p

AR(P)S MA(Q) S ARMA(P,Q) S

ACF Menurun secara

eksponensial pada lag musiman

Cuts off setelah

lag QS

Cuts off setelah

lag QS

PACF Cuts off setelah

lag PS

Menurun secara eksponensial pada lag musiman

Cuts off setelah

lag PS

Contoh dari grafik yang menurun secara eksponensial / membentuk gelombang sinus teredam dan grafik yang cuts off bisa dilihat pada gambar berikut

Gambar 18. ACF dan PACF dari AR(2)

Pada gambar diatas bisa dilihat bahwa grafik ACF menunjukan pola sinus teredam dan grafik PACF menunjukan cuts off pada lag ke 2. Berdasarkan grafik ACF dan PACF pada gambar 18, model yang didapat adalah AR(2)

Setelah menemukan p,d,q atau P,D,Q, akan dicari kemungkinan-kemungkinan model yang akan kita gunakan pada pada tahap selanjutnya. Sebagai contoh, misalnya ada sebuah data tidak musiman dan orde p = 1, d = 0, q

= 0. Kemungkinan kemungkinan modelnya adalah ARIMA(1,0,0), ARIMA (0,0,1), ARIMA(1,0,1).

2. Estimasi Parameter

Estimasi parameter bertujuan untuk mencari nilai dari dan yang akan digunakan dalam pembentukan model terbaik.

a. Estimasi model AR(p)

Model umum AR(p) didefinisikan sebagai:

(5)

Apabila kedua ruas dikalikan , dengan k = 1,2,3..., p hasilnya adalah:

(6)

Dengan memasukkan nilai harapan (expected value) pada kedua sisi persamaan maka didapat

, (7) dengan adalah kovarians antara dan . Hal ini dapat berlaku karna yaitu nilai harapan ruas kiri persamaan (6) didefinisikan sebagai kovarian antara variabel dan dimana variabel-variabel tersebut terpisah sejauh k periode waktu. Demikian pula adalah karena dan

terpisah sejauh k-1 periode dan demikian seterusnya. Akhirnya adalah nol, karena nilai-nilai galat bersifat random dan tidak berkorelasi dengan nilai sebelumnya.

Kemudian, kedua sisi persamaan (7) dapat dibagi dengan varian yaitu . Hasilnya adalah

, (8) dengan .

Apabila persamaan (8) k = 1,2,3..., p, maka sistem persamaan berikut, yang dikenal sebagai persamaan Yule-Walker akan didapat:

, , ,

,

karena nilai teoritis untuk tidak diketahui maka diganti nilai estimasinya yaitu .

Persamaan (9) kemudian dapat dipecahkan untuk guna memperoleh estimasi awal model-model AR. Sebagai contoh misalkan p=2 dan dan diestimasi sebesar = 0.77 dan = 0.368. Maka persamaan Yule-Walker (9) menjadi:

,

(10)

Pemecahan persamaan (10) untuk mencari dan menghasilkan.

,

.

Dengan mensubtitusikan nilai = 0.77 dan = 0.368 pada persamaan diatas, didapat dan .

Dengan mengikuti prosedur yang sama, dapat diperoleh nilai-nilai awal untuk beberapa model AR(p). (Perhatikan apabila p=1, maka persamaan (9) secara sederhana menjadi , atau ).

b. Etimasi model MA(q)

Model MA(q) ditulis sebagai berikut:

. (11)

Dengan mengalikan kedua sisi persamaan (11) dengan maka persamaan menjadi:

(12)

Dengan memasukkan nilai harapan pada kedua sisi persamaan di atas menghasilkan:

(13) Nilai harapan persamaan diatas bergantung pada nilai k. Bila k = 0, persamaan diatas menjadi

(14) Seluruh suku yang lain pada persamaan (13) hilang karena adanya definisi 2.1, dimana

= 0 untuk i≠0 dan = 0 untuk i≠0. Jadi, persamaan (14) menjadi

(15)

Bila faktor dipisahkan, maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai

(16)

Secara umum untuk k = k, persamaan (13) menjadi

atau

(17)

Bila persamaan (16) dibagi (17), akan menghasilkan

(18) Apabila q = 1, maka persamaan (18) menjadi

.

Karena seluruh suku termasuk indeks lebih besar dari 1, yang tidak terdapat pada model MA(1). Jadi

(19) Persamaan (19) dapat dipecahkan untuk , untuk memperoleh

Memecahkan persamaan di atas akan memperoleh dua nilai untuk . Salah satunya adalah nilai absout yang lebih kecil dari 1, kemudian nilai ini dipilih sebagai nilai awal .

Untuk mendapatkan , dst biasanya sukar dan harus menggunakan suatu prosedur iteratif yang tersedia di perangkat lunak, salah satu contohnya adalah software R.

c. Estimasi model ARMA

Sebagai contoh digunakan model ARMA(1,1) yang mempunyai persamaan sebagai berikut

Dengan mengalikan kedua sisi dengan menghasilkan

Bila memasukkan nilai harapan pada persamaan di atas akan menghasilkan Apabila k = 0 maka Karena (20) Maka didapat (21)

. (22)

Dari persamaan (21) dan (22) diperoleh nilai-nilai untuk dan sebagai berikut

Hasil pembagian dengan adalah

.

Pemecahan adalah bukan pekerjaan yang mudah dan memerlukan prosedur iteratif yang banyak memakan waktu. Sehingga perlu bantuan perangkat lunak, salah satu contohnya adalah R

3. Pemeriksaan Diagnostik Tahapan ini terdiri dari

a. Derau Putih (White Noise) Definisi 2.12

Proses disebut proses derau putih jika proses tersebut merupakan variabel random yang tidak saling berkorelasi dengan rata-rata , variansi dan untuk setiap k ≠ 0.

Proses derau putih stasioner dengan fungsi autokovarian

Fungsi autokorelasi

Dan fungsi autokorelasi parsial

Menurut definisi, = 1, dan saat membahas ACF dan PACF yang ditunjukan hanya pada dan untuk . Fenomena dasar yang terjadi pada proses derau putih adalah ACF dan PACF dari residu selalu identik dengan nol. Untuk menguji apakah residu bersifat derau putih atau tidak, dapat digunakan uji Ljung-Box dengan tahapan sebagai berikut

(residu bersifat derau putih)

untuk i = 1,2,3,…,K, (residu tidak bersifat derau putih) Statistik uji: ditolak bila .

Dibawah ini contoh derau putih dari ACF dan PACF dengan menggunakan program R

Gambar 19. Contoh derau putih dari ACF (atas), derau putih dari PACF (bawah)

b. Uji Normalitas Residual

Uji normalitas residual bertujuan untuk mengetahui apakah residual berdistribusi normal atau tidak. Ada 2 cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui normalitas residual, pertama dengan melihat Normal Q-Q Grafik.

Residu akan berdistribusi normal jika berada disekitar garis diagonal seperti pada gambar.

Gambar 20. Normal Q-Q Grafik(data pada lampiran)

Cara kedua yaitu dengan Uji Shapiro – Wilk. Definisi 2.13

Diberikan sampel variabel random, statististik uji Shapiro-Wilk didefinisikan sebagai

Dengan = statistik terurut ke-i

= rata-rata sampel

adalah nilai harapan dari statistik terurut pada variabel random yang terdistribusi secara identik dan independen berdasarkan Distribusi Normal Standar

adalah matriks kovarian dari statistik terurut.

Nilai W berada diantara 0 dan 1. Nilai kecil dari W menyebabkan penolakan normalitas sedangkan nilai satu menunjukkan normalitas data.

Dengan menggunakan program R, residual dikatakan normal apabila p-value > 0.05.

c. Akaike’s Information Criterion (AIC)

Untuk memilih model terbaik, Akaike memperkenalkan sebuah kriteria pemilihan model. Kriteria ini dikenal dengan AIC (Akaike’s Information

Criterion) yang dirumuskan dengan:

dengan M = banyaknya parameter pada model

n = banyaknya data

= penduga dari

35 BAB IV

PENERAPAN MODEL ARIMA PADA DATA TRAFIK DAN HARGA BERAS

A. Trafik

Trafik adalah jumlah byte yang diterima atau dikirim dari semua klien yang terhubung dengan akses poin (AP) pada suatu interval waktu (Papadopouli, Shen, Raftopuulos, Ploumidis dan Hernandez, 2004).

Trafik adalah banyaknya aliran data dalam suatu jaringan, contohnya jaringan internet. Trafik terdiri dari dua jenis yaitu trafik inbound dan trafik

outbound. Trafik inbound adalah trafik yang berasal dari jaringan lain (biasanya

Internet) dan dialamatkan ke komputer di dalam jaringan pengguna. Trafik

outbound adalah trafik yang berasal dari jaringan pengguna, dan dialamatkan ke

komputer disuatu tempat di Internet.

Gambar 21. Grafik aliran trafik di jaringan.

Berdasarkan Gambar 21 area hijau merepresentasikan trafik inbound, sementara garis biru merepresentasikan trafik outbound. Sebuah router biasanya

akan menampilkan lebih banyak trafik inbound daripada trafik outbound ketika user mendownload data dari Internet. (Sumber: telkomspeedy.com)

Jaringan komunikasi modern tidak memiliki alat yang cukup untuk memprediksi trafik data untuk 24 atau 48 jam kedepan (Grossglausser dan Bolot, 1999). Ini menimbulkan pertanyaan berikut, “dapatkah model statistik digunakan untuk memperkirakan trafik Wi-Fi ?” (Pajouh, 2002).

Tujuan utama runtun waktu adalah untuk mengembangkan model statistik yang menjelaskan perilaku suatu variabel dari waktu ke waktu sehingga memungkinkan untuk membuat estimasi masa depan dari variable tersebut (Correa, 2004).

Model trafik berdasarkan runtun waktu sangat bermanfaat bagi proses perencanaan pembangunan jaringan, pemesanan sumber daya, pemantauan

Dokumen terkait