• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TANAH DAN BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN DALAM

A. Kebendaan menurut Hukum

1. Subyek hak atas tanah

Subyek hak atas tanah merupakan orang perseorangan atau badan hokum yang dapat memperoleh sesuatu hak atas tanah. Subyek hukum adalah orang perseorangan (nuturliijke van een recht) atau badan hukum rechts person yang mempunyai hak, mempunyai kehendak dan dapat melakukan perbuatan hokum.

a. Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah

Orang perseorangan selaku subyek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau warga Negara asing, berdomisili di dalam atau diluar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah.

Sekalipun manusia diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, namun hukum dapat mengecualikan manusia sebagai makhluk hukum atau hukum bisa tidak mengakuinya sebagai orang dalam arti hokum. Apabila hukum sudah menentukan demikian maka tertutup kemungkinan bagi manusia tersebut menjadi pembawa hak dan kewajiban selaku subyek hukum.

Badan Hukum selaku subyek hak atas tanah antara lain lembaga pemerintahan Indonesia, lembaga perwakilan Negara asing, lembaga perwakilan internasional, badan usaha yang didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing melalui penanaman modal asing di Indonesia, badan keagamaan atau badan social lainnya.

Perhimpunan orang yang tergabung dalam badan hukum walau tidak berjiwa seperti halnya manusia, namun mempunyai kehendak dan dapat melakukan perbuatan hukum sehingga dipersamakan dengan orang, selanjutnya diakui oleh undang-undang sebagai subyek hukum.

1. Badan hukum Publik

Badan hukum public merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan keputusan pejabat pemerintah Indonesia, pejabat Negara asing atau pejabat internasional yang bertujuannya yaitu untuk kepentingan umum.

2. Badan hokum privat

Badan hukum provat merupakan badan hukum yang didirikan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan taitu untuk kepentingan perseronya, misalnya perseroan terbatas, yayasan atau koperasi.

3. Badan hukum lainnya

Selain badan hukum publik dan privat murni juga ada perkumpulan orang atau badan hukum yang didirikan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan yaitu untuk kepentingan umum yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.

2. Obyek hak atas tanah

Obyek hak atas tanah merupakan bidang-bidang tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang dapat dipunyai dengan sesuatu pemilikan hak atas tanah oleh orang atau badan hukum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Obyek pemilikan hak atas tanah yang dimaksud sama dengan obyek pendaftaran tanah sebagaiman ketentuan pasal 9 peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 yaitu:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna

bangunan dan hak guna pakai. b. Tanah hak pengelolaan

c. Tanah wakaf

d. Hak milik atas satuan rumah susun

e. Hak tanggungan

f. Tanah Negara

Supaya penggunaan dan pemanfaatan tanah dimaksud sejalan dengan hak dan kewajibannya maka dapat dilakukan koordinasi horizontal.

Masuknya hak-hak tanah menurut KUH Perdata dan hukum adat tanah dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) melalui lembaga konversi. Dengan demikian kita melihat bahwa ketentuan konversi yang diatur oleh Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan pelaksanaanya memberikan tempat yang terhormat dan kembali kepada hukum adat sebagai landasan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), sehingga seluruh hak-hak tanah yang ada baik yang tunduk kepada 3 W maupun kepada hukum

adat, di konversi menjadi hak-hak yang tunduk kepada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Pada ayat 3 pasal 1 ketentuan konversi dapat kita lihat yaitu :

a. Hak Eigendom kepunyaan orang asing

b. Hak Eigendom kepunyaan seorang warga negara Indonesia yang mempunyai

kewarganegaraan asing.

c. Badan-badan hukum yang mempunyai hak milik

3. Kebendaan

Ketentuan dalam KUH Perdata tentang kebendaan umumnya, mendefinisikan kebendaan sebagai tiap-tiap benda dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik, demikian pula segala apa yang karena hukum perlekatan termasuk dalam pengertian kebendaan, seperti segala hasil daripada kebendaan tersebut, baik hasil karena alam maupun hasil karena pekerjaan orang, selama yang terakhir ini melekat pada kebendaan itu seperti dahan dan akar terpaut pada tanahnya, semuanya itu adalah bagian dari suatu kebendaan, jika dan selama hasil itu belum dapat ditagih. Yang dinamakan dengan hasil karena alam adalah segala sesuatu yang tumbuh timbul dari tanah sendiri, dan yang merupakan hasil dari atau dilahirkan oleh binatang-binatang;dan hasil karena pekerjaan orang yang ditarik dari tanah adalah segala sesuatu yang diperoleh karena penanaman diatasnya; sedangkan yang dinamakan hasil perdata adalah uang sewa, uang upeti, uang angsuran dan bunga.

Pasal 504 Kitab Undang-undang Hukum Perdata membagi semua kebendaan dan perlekatannya tersebut kedalam dua kelompok besar yaitu : kebendaan bergerak dan

kebendaan tidak bergerak. Masing-masing kebendaan tersebut selanjutnya dibagi lagi atas kebendaan yang berwujud dan kebendaan yang tidak berwujud.33

a. kebendaan tidak berwujud atas nama

Secara konseptual kebendan berwujud dibedakan dari kebendaan tidak berwujud berdasarkan pada sifat dapat dilihat-tidaknya (konkrit-abstraknya) kebendaan tersebut. Namun demikian, pada kenyataannya kepentingan praktis telah membuat masyarakat menciptakan materialisasi dari kebendaan tidak berwujud dalam bentuk surat atau akta yang menjadi bukti kepemilikan dari kebendaan tidak berwujud tersebut. Jadi walaupun disebut dengan kebendaan tidak berwujud, kebendaan tersebut sebenarnya dapat dilihat pada materialnya.

Terhadap kebendaan tidak berwujud, ilmu hukum selanjutnya membedakan kedalam tiga kategori, yaitu:

b. kebendaan tidak berwujud atas tunjuk c. kebendaan tidak berwujud atas bawa.

Penggolongan tersebut didasarkan pada sifat mudah tidaknya kebendaan tidak berwujud tersebut dialihkan. Untuk yang pertama peralihannya hanya dapat dilakukan dengan cara tertulis melalui pembuatan akta, baik notariil maupun dibawah tangan, yang dikenal dengan nama akta cessie. Sedangkan untuk kebendaan tidak berwujud atas tunjuk peralihannya cukup dilakukan dengan cara endosemen, yang diikuti dengan penyerahan surat atau akta kepemilikan kebendaan tidak berwujud yang hendak dialihkan tersebut. Dan bagi kebendaan tidak berwujud atas bawa, peralihannya dapat dilakukan hanya

33

dengan melakukan penyerahan fisik dari surat atau akta kepemilikan kebendaan tidak berwujud tersebut.

Dengan demikian secara garis besar, penggolongan kebendaan dapat diringkas sebagai berikut;

1. kebendaan bergerak yang menurut sifatnya adalah dapat dipindahkan (kebendaan

yang berwujud; merupakan hak-hak atas kebendaan bergerak itu sendiri (kebendaan yang tidak berwujud);

2. kebendaan tidak bergerak yang menurut sifatnya tidak dapat dipindahkan, serta

yang segala sesuatu yang melekat padanya (kebendaan yang berwujud); menurut tujuannya tidak untuk dipindah-pindahkan (kebendaan yang berwujud); merupakan hak-hak atas kebendaan tidak bergerak itu sendiri (kebendaan yang tidak berwujud).

Dengan adanya pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak tersebut maka akan terjadi pembedaan dalam hal:

1. Pembebanan jaminan

Pembebanan benda bergerak dan tidak bergerak akan menentukan bentuk atau jenis pembebanan atau pengikatan jaminan atas benda tersebut dalam pemberian kredit. Misalnya jaminan berupa bentuk pengikatan atau pembebanannya berupa fidusia atau gadai. Jaminan berupa benda tidak bergerak (tanah dan bangunan), bentuk pengikatan dan pembebanannya berupa hak tanggungan. Kapal bobot lebih dari 20 (dua puluh) meter kubik dan pesawat udara bentuk pengikatan dan pembebanannya berupa hipotik.

Pembedaan mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak mengakibatkan perbedaan dalam penyerahan benda itu. Untuk benda bergerak penyerahan dilakukan dengan penyerahan nyata (penyerahan bendanya), sedangkan untuk benda tidak bergerak penyerahan dilakukan dengan balik nama.

3. Dalam hal daluwarsa (verjaring)

Untuk benda bergerak tidak mengenal daluarsa, sedangkan benda tidak bergerak mengenal daluarsa (tiga puluh tahun).

4. Berkenaan dengan bezit.

Untuk benda bergerak berlaku ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata yaitu seorang

bezitter dari barang bergerak adalah pemilik benda itu sedangkan untuk benda tidak bergerak tidak demikian.

4. Hak Kebendaan

Hak kebendaan adalah hak bersifat atas suatu kebendaan, yang memberikan kepada pemiliknya kekuasaan secara langsung atas kebendaan tersebut yang bersifat mutlak, yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Hak kebendaan ini dibedakan dari hak perseorangan yang bersifat relatif, yang hanya dapat dipertahankan oleh pemilik hak tersebut terhadap orang perorangan tertentu saja, terhadap siapa pemilik hak perseorangan ini berhubungan hukum. Dalam KUH Perdata hak kebendaan diatur dalam buku II tentang kebendaan, sedangkan hak perseorangan diatur dalam Buku III tentang perikatan.

Berdasarkan pada tujuan pemanfaatannya hak kebendaan dapat digolongkan dalam:

1. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan kepada pemilik haknya, yang dibedakan atas; Pertama, kebendaan yang nyata-nyata dimiliki olehnya sendiri (hak penguasaan atau bezit);

Pembedaan kedua macam hak kebendaan tersebut didasarkan pada sifat bergerak, terkecuali kebendaan tidak berwujud atas nama dan atas tunjuk, KUH Perdata memberlakukan prinsip bezit berlaku sebagai titel sempurna, dengan pengertian setiap penguasa fisik atas kebendaan bergerak dianggap sebagai pemiliknya sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Sedangkan terhadap kebendaan tidak bergerak, undang-undang menciptakan suatu sistem pencatatan dan publikasi hak kebendaan, yang akan menjadi bukti yang otentik atas setiap kebendaan yang melekat pada suatu kebendaan tidak begerak. Untuk hal yang terakhir setiap peralihan kepemilikan dan atau pembebanan atas setiap kebendaan tidak bergerak tersebut dianggap baru terjadi setelah dilakukannya pendaftaran dan atau pencatatan atas peralihan kepemilikan dan atau pembebanan atas kebendaan tersebut.

2. Hak kebendaan yang memberikan jaminan kepada pemegang haknya (hak pembebanan atau jaminan)

b. Hak Mendasar Yang Dimiliki Pemilik Hak Kebendaan

Ilmu hukum memberikan tiga hak mendasar yang dapat dimiliki oleh setiap pemilik hak kebendaan tersebut, yaitu:

1. Hak penguasaan yang berlaku mutlak, yang dapat dipertahankan setiap orang; dengan pengertian bahwa kemanapun suatu kebendaan beralih, pemegang haknya yang sah berhak untuk menuntut kepada siapapun juga agar kebendaan tersebut dikembalikan kepadanya.

2. Hak kemelekatan dari hak kebendaan tersebut terhadap kebendaan yang dihaki;

dengan pengertian kepada siapapun kebendaan tersebut beralih karena hukum, hak kebendaan akan tetap ada dan melekat pada kebendaan itu.

3. Hak mendahului dari pemilik hak kebendaan yang berupa jaminan, untuk

memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas setiap penjualan kebendaan yang dijaminkan dengan hak kebendaan tersebut.

Ketiga hak mendasar tersebut memungkinkan pemilik hak kebendaan tersebut memperoleh berbagai macam hak lainnya, seperti misalnya hak revindikasi.

5. Hak Bangunan

Hak guna bangunan merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya guna membangun dan menggunakan bangunan yang berdiri atau tempat usaha.

Hak guna bangunan maka perlu pula didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 adalah:

a. Semua hak pakai yang diperoleh departemen-departemen, direktorat-direktorat

dan daerah-daerah swatantra sebagai yang dimaksud dalam Peraturan Menteri agraria nomor 9 tahun 1965.

b. Semua hak-hak pengelolaan sebagai yang dimaksud dalam Peraturan Menteri

Pasal-pasal tersebut ditujukan kepada pemegang hak atas bangunan yang bersangkutan supaya mendaftarkan tanahnya masing-masing dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas bangunan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang lewat bagi pemegang hak tersebut.

Sertifikat hak bangunan dapat beralih dan dialihkan sepanjang dimungkinkan dalam perjanjian oleh para pihak yang bersangkutan dengan ketentuan bahwa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari penguasa hak atas bangunannya, dalam hal ini persetujuan tertulis dari pemegang hak miliknya atau hal ini persetujuan tertulis dari pemegang hak miliknya atau dari pemegang hak pengelolaannya atau atas tanah Negara dengan izin tertulis dari pejabat berwenang.

Dokumen terkait