BAB III TANAH DAN BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN DALAM
B. Tinjauan Tentang Jaminan
1. Pengertian Jaminan Secara Umum
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan Zaker Heiddos Stelling atau
Security Of Law. Dalam seminar badan pembinaan hukum nasional tentang lembaga politik dan jaminan lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 20 sampai 30 Juli 1977, disebutkan bahwa hukum jaminan, meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan. Definisi ini menjadi tidak jelas, karena yang dilihat hanya dan penggolongan jaminan. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah :
“Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberi fasilitas kredit,
demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi
lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya
lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah”.
2. Dasar Hukum Jaminan
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil adalah tempat materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum. Misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional dan keadaan geografis.
Sumber hukum formal ini dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu sumber formal tertulis dan tidak tertulis. Analog dengan hal ini, maka sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam, yakni sumber hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum jaminan tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurispendensi.
Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis, yaitu :
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848, diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi. Sedangkan yang menyangkut tentang jaminan terdapat pada buku II KUH Perdata Pasal 1131 dan 1132. yang mana isi dari Pasal ini adalah :
Pasal 1131 “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.
Pasal 1132 “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk di dahulukan”.
b. KUHD
KUH Dagang diatur dalam stb 1847 nomor 23 KUH Dagang, terdiri atas 2 buku, yaitu buku I tentang dagang pada umumnya dan buku II tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayaran. Sedangkan jumlah pasalnya sebanyak 754 pasal. Pasal-pasal yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal-pasal-Pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotik kapal laut. Pasal-pasal yang mengatur hipotik kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria
Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal 51 dan Pasal 57 UUPA yang berbunyi “ Hak tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 57 UUPA berbunyi “ Selama undang-undang
mengenai hak tanggungan tersebut dalam 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan mengenai Hypotheek tersebut dalam kitab undang-undang Hukum
Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam S. 1908-542 sebagaiman telah
diubah dengan S. 1937-190.
3. Penggolongan Jaminan
Demi kepentingan kreditor yang mengadakan perutangan undang-undang
memberikan jaminan yang tertuju terhadap semua kreditor dan mengenai semua harta
benda debitor. Baik mengenai benda bergerak maupun tak bergerak, baik benda yang
sudah ada maupun yang masih akan ada, semua menjadi jaminan bagi seluruh perutangan
debitor. Hasil penjualan dari benda-benda tersebut dibagi-bagi “ Secara ponds-ponds gelifk”, seimbang dengan besar kecilnya piutang masing-masing. Jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditor dan menyangkut semua harta kekayaan debitor dan
sebagainya disebut jaminan umum. Artinya benda jaminan itu tidak ditunjuk secara
khusus dan tidak diperuntukkan untuk kreditor. Sedang hasil penjualan benda jaminan itu dibagi-bagi di antara para kreditor seimbang dengan piutangnya masing-masing.
Walaupun telah ada ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memberikan
jaminan bagi perutangan debitor sebagaimana tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132
KUHPerdata, namun ketentuan tersebut diatas adalah merupakan ketentuan yang bersifat umum.
Dalam praktek perbankan adanya jaminan yang dikhususkan itu diisyaratkan oleh suatu prinsip sebagaimana tercantum dalam undang-undang pokok perbankan, yaitu ketentuan Pasal 24 undang-undang No.14 tahun 1967 yang melarang adanya pemberian
kredit tanpa jaminan. Jadi jaminan disini maksudnya adalah jaminan yang dikhususkan untuk Bank dimana persediaan barang-barang jaminan itu disebutkan secara terperinci.
Adapun jaminan khusus ini timbul karena adanya perjanjian yang khusus
diadakan diantara kreditor dan debitor yang dapat berupa jaminan yang bersifat
kebendaan ialah adanya benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan, sedangkan jaminan yang bersifat perorangan ialah adanya orang tertentu yang sanggup membayar/memenuhi prestasi manakala debitor berprestasi.
Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan“, dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan (hasil seminar badan pembinaan Hukum Nasional yang diselengarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 sampai tanggal 30 juli 1977). Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan pengertian jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan perorangan.
Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materiil yaitu :
1. Hak mutlak atas suatu benda
2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu
3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun 4. Selalu mengikuti bendanya, dan 5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.
1. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu. 2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu; dan 3. Terhadap harta kekayaan debitor umumnya.
Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu ; 1. Gadai (pand) yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUH Perdata 2. Hipotik, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata
3. Credietverband, yang diatur dalam stb 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan stb 1937 Nomor 190
4. Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 tahun 1999
5. Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 42 tahun 1999
Yang termasuk jaminan perorangan, adalah :
1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih
2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng
3. Perjanjian garansi
Dari kedelapan jenis jaminan diatas, maka yang masih berlaku adalah: 1. Gadai
2. Hak tanggungan
3. Jaminan fidusia
4. Hipotik atas kapal laut dan pesawat udara
5. Borg
7. Perjanjian garansi 30
8. Jaminan Atas Benda Bergerak Dan Tak Bergerak
Penggolongan atas benda yang penting menurut sistem hukum perdata yang berlaku kini di Indonesia adalah penggolongan atas benda bergerak dan benda tak bergerak. Karenanya juga dikenal adanya pembedaan jaminan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak. Pembedaan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tak bergerak, juga pembedaan atas jaminan benda bergerak dan tak bergerak demikian itu juga dikenal hampir diseluruh perundang-undangan modern di berbagai negara didunia ini.
Pembedaan atas benda bergerak dan benda tak bergerak demikian, dalam hukum perdata mempunyai arti penting dalam hal-hal tertentu, yaitu mengenai :
1. Cara pembebanan/jaminan
2. Cara penyerahan
3. Dalam hal daluwarsa
4. Dalam hal bezit
Cara penyerahan benda bergerak dilakukan dengan cara-cara yang berlainan dengan benda tak bergerak. Penyerahan benda bergerak menurut jenisnya dapat
dilakukan dengan penyerahan nyata, penyerahan simbolis (penyerahan kunci gudang),
Traditio Brevimanu, Coustitum Possessoium (penyerahan dengan terus melanjutkan
penguasaan atas benda itu), Cossi Endossomint. Sedangkan untuk benda tak bergerak
dilakukan dengan balik nama, yaitu harus dilakukan penyerahan yuridis yang bermaksud
30
H.Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta , 2004, hal. 25
memperalihkan hak itu, dibuat dengan bentuk akta otentik yang dibuat dihadapan
notaris/PPAT dan didaftarkan. Dalam hal daluwarsa, untuk benda bergerak tidak
mengenal daluwarsa, sedang untuk benda tak bergerak mengenal lembaga daluwarsa.
C. Penilaian Properti Terhadap Tanah Dan Bangunan Sebagai Jaminan Dalam Proses Pemberian Kredit
Pemilikan tanah dan bangunan yang berkepastian hak secara merata dan menjangkau seluruh masyarakat perlu ditingkatkan, dan dalam rangka untuk mengusahakan pemilikan tanah peruntukan yang berkepastian hak bagi pegawai, perlu memberikan Hak Milik atas tanah dan bangunan yang dibeli pegawai negeri dari Pemerintah. Dengan keputusan ini;
a. Hak Milik atas tanah dan bangunan dapat diberikan kepada pegawai negeri, untuk rumah dan tanah yang telah dibeli dan dibayar lunas oleh pegawai negeri dari pemerintah.
b. Hak Milik atas tanah dan bangunan dapat diberikan kepada pegawai negeri dari pemerintah dan masih atas nama pegawai yang bersangkutan atau ahli warisnya, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik.
c. Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal dapat diberika kepada pegawai negeri dari pemerintah dan masih dipunyai pegawai yang bersangkutan atau ahli
warisnya diberikan Hak Milik kepada pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya.
Permohonan hak milik atas bangunan dan tanah tersebut diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Proses penyaluran kredit dimulai dari masuknya permohonan kredit ke bank, yang bisa berawal dari hasil perbincangan calon debitur dengan pihak Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta atau melalui pengajuan tertulis. Setelah permohonan kredit yang diterima maka dilakukan investigasi awal dengan cara mencari tahu mengenai diri debitur ke berbagai sumber.
Jika bank menilai bahwa permohonan kredit layak diproses lebih lanjut, maka akan dilakukan kunjungan dengan terlebih dahulu menginformasikan kepada calon debitur. Kunjungan dilakukan dalam rangka bank untuk mengetahui bisnis calon debitur sejelas-jelasnya.
Berdasarkan data yang telah terkumpul, petugas Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta dalam hal ini Account/Credit Officer bank melakukan analisis kredit. Pada dasarnya, ada dua golongan data yang dianalisis. Yang pertama adalah analisis terhadap data kuantitatif yaitu menghitung kebutuhan modal kerja yang dibutuhkan, kemampuan membayar bunga dan pokok pinjaman serta analisis keuangan calon debitur.Yang kedua adalah analisis terhadap data kualitatif yaitu cara calon debitur menghadapi persaingan, kemampuan manajemen dalam mengelola bisnis, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil analisis kredit yang dilakukan, Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta akan sampai pada kesimpulan mengenai kelayakan proposal kredit. Jika layak,
berwenang agar disetujui.
Proposal kredit yang telah dinilai layak untuk dibiayai, maka Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta akan menginformasikan kepada calon debitur dan sekaligus meminta kepada calon debitur untuk melengkapi berbagai dokumen yang dibutuhkan dalam rangka realisasi permohonan kredit tersebut, seperti dokumen tanah dan bangunan di atasnya yang asli, dan kelengkapan data calon debitur.
Dokumen dan data tersebut akan diperiksa oleh bagian atau unit legal bank. Unit ini akan memeriksa, misalnya kelengkapan dokumen pendirian/ perubahan akta perusahaan untuk menentukan pihak-pihak yang berwenang mewakili perusahaan untuk menandatangani perjanjian kredit, memeriksa sertifikat tanah dan bangunan di atasnya ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk memastikan bahwa tanah yang dijadikan jaminan kredit tidak dalam sengketa.
Dokumen asli yang dimintakan oleh Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta kepada calon debitur untuk pengikatan tanah dan bangunan diatasnya, adalah:
a. Sertifikat tanah yang dijaminkan b. Akta jual beli
c. Surat IMB (untuk bangunan) dan lampirannya yang berupa cetak biru bangunan. d. Bukti pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tahun terakhir.
Kemudian Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta memasang hak tanggungan dengan menentukan besarnya nilai tanggungan merupakan jumlah maksimum, sebesar mana Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta didahulukan (preferen) di dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi/penjualan jaminan hutang kalau debitur wanprestasi, yang nilainya secara tegas dicantumkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Jumlah tersebut tidak harus
sama dengan jumlah hutang, bahkan biasanya lebih besar daripada hutang, demi untuk menjaga, apabila pada waktu pelaksanaan eksekusi atas jaminan tersebut ternyata hutang debitur telah membengkak, karena adanya denda, ganti rugi dan/atau tunggakan bunga. Jumlah tersebut hanya merupakan maksimum, maka ada kemungkinan pada saat pelaksanaan eksekusi jaminan hutang, Bank perkreditan Rakyat Duta Adiarta hanya didahulukan (preferen) sampai jumlah yang kurang dari yang dipasang (nilai tanggungan), karena dapat saja hutang pokok sudah dicicil oleh debitur, sehingga sisa hutangnya sudah kurang dari beban hak tanggungan yang dipasang. Hal ini mengingat bahwa perjanjian penjaminan bersifat accessoir, sehingga perjanjian itu tidak dapat melebihi dari perjanjian pokoknya.