• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Beberapa saran yang dapat untuk dikemukakan dari hasil pembahasan penulisan ini, yaitu:

1. Tertanggung (pemegang polis) dalam mengisi surat pengajuan asuransi jiwa hendaknya mengisi dengan kondisi yang sebenar-benarnya, dan sebelum menandatangani surat pengajuan asuransi jiwa harus memahami keseluruhan isi dari pasal-pasal dalam polis dan peraturan peraturan yang telah ditetapkan oleh PT. Asuransi Manulife Indonesia di Medan.

2. Pelaksanaan pembayaran klaim asuransi oleh PT. Asuransi Manulife Indonesia kepada tertanggung agar tetap selalu teliti supaya tidak terjadi pembayaran klaim kepada pihak yang tidak berhak.

3. Usaha mengembangkan dan menjalankan perusahaan selainmemberikan kepuasan dan pelayanan yang maksimal kepada para tertanggung PT. Asuransi Manulife Indonesia di Medan tidak lupa untuk memperhatikan kesejahteraan para karyawannya dan para agen petugas asuransi sehingga tidak akan terjadi peristiwa penggelapan uang pembayaran premi tertanggung yang dilakukan oleh petugas penagih premi, karena hal ini sangat berpengaruh pula terhadap kinerja dan semangat, sehingga menjadikan PT. Asuransi Manulife Indonesia di Medan sebagaiperusahaan yang maju dan terpercaya.

[Type text]

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT

HUKUM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia

Kata asuransi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Insurance yang artinya jaminan atau pertanggungan.14Sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan).15

Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian.Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian.16

“Alat sosial untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah yang memadai unit-unit yang terbuka terhadap resiko sehingga kerugian-kerugian individu mereka secara kolektif dapat diramalkan.Kemudian, kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang bergabung itu.”

Menurut Mehr dan Cammack, mendefinisikan asuransi sebagai:

17

14

Aditya Bagus Pratama, Kamus Lengkap Bahasa Inggris, Surabaya: Pustaka Media, 2004, hal. 121

15

Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resiko, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2000, hal. 1

16

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 6 17

H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi The Bankers Hand Book, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 398

Menurut Willett, mendefinisikan asuransi sebagai “alat sosial untuk menumpukkan dana guna mengatasi kerugian modal yang tak tentu yang

atau kelompok orang.18

“Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dimana penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar sejumlah premi, sedangkan penanggung mengikatkan diri untuk membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan pada saat ditutupnya pertanggungan kepada penikmat dan didasarkan atas hidup dan matinya seseorang yang ditunjuk.”

Menurut H.M.N Purwosutjipto, memberikan definisi atau pengertian asuransi sejumlah uang sebagai berikut:

19

“Asuransi atau verzekering adalah sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.”

Menurut Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan tentang asuransi atau verzekering adalah sebagai berikut:

20

Menurut Abbas Salim, bahwa asuransi dipahami sebagai suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substansi) kerugian kerugian yang belum pasti.21

18

Ibid.

19

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2003, hal.10

20

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Penerbit Intermasa, 2000, hal.12

21

Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal.1

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014Tentang Perasuransian menyatakan bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Berdasarkan pengertian yang tersebut diatas dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat 4 (empat) unsur yang harus ada, yaitu:

1. Perjanjian yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua pihak (tertanggung dan penanggung) yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan;

2. Premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung;

3. Adanya ganti kerugian dari penaggung kepada tertanggung jika terjadi klain atau masa perjanjian selesai;

4. Adanya suatu peristiwa (envenemen/accident) yang belum tentu terjadi, yang disebabkan karena adanya suatu risiko yang mungkin datang atau tidak dialami.22

Secara umum, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pada Buku I Bab IX Pasal 246 ditegaskan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorangtertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk menberikanpenggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangankeuntungan yang diharapkan, yang

22

A.Djazuli dan Yadi Janwari,Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hal.119

mungkin akan dideritanya karena suatuperistiwa yang tidak tentu.

Beberapa hal yang ada, perlu dikemukakan lebih lanjut dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 246 KUHD tersebut diatas, antara lain:

1. Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan begitu ia harus tunduk pada ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian, Pasal 1320 KUHPerdata.

2. Perjanjian atau kontrak asuransi pada umumnya bersifat adhesif. Atinya bahwa kontrak asuransi dibuat oleh perusahaan asuransi yang bersangkutan, dimana calon tertanggung tidak bisa mengajukan usul agar perusahaan asuransi tersebut mengubah pasal yang menurutnya tidak sesuai dengan kehendak tertanggung.

3. Dalam suatu perjanjian asuransi, terdapat dua pihak, yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung. Namun, dalam prakteknya, sering kali terjadi pihak tertanggung berbeda dengan pihak yang akan menerima tanggungan jika terjadi kerugian atas sesuatu yang diasuransikan. Dengan demikian, dalam peristiwa ini terdapat tigak pihak, yaitu:

a. Pihak penanggung, b. Pihak tertanggung,

c. Pihak yang berhak menerima tanggungan.

4. Dalam setiap perjanjian asuransi haruslah ditandai dengan adanya pembayran premi dari pihak tertanggung, sebagai salah satu tanda bahwa para pihak (khususnya pihak tertanggung) setuju untuk diadakan perjanjian asuransi, “tak ada premi tak ada asuransi.”

5. Terjadinya perjanjian asuransi, dengan secara yuridis formal maka apabila terjadi suatu peristiwa yang telah diperjanjikan dapat diadakan suatu claim, pihak penanggung akan memberikan ganti keugian.23

Pasal 247 KUHD menyebutkan bahwa pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai, yaitu:

1. Bahaya kebakaran.

2. Bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum panen. 3. Jiwa satu atau beberapa orang,

4. Bahaya laut dan pembudakan,

5. Bahaya yang mengancam pengangkutan di daratan, sungai dan perarian darat.

23

Berdasarkan pada Pasal 247 KUHD tersebut maka terdapat 2 (dua) jenis asuransi, yaitu:

1. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi laut, dan asuransi pengangkutan.

2. Asuransi jiwa, yakni adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seorang yang dipertanggungkan.24

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Peransuransian, Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Purwosutjipto memberikan pengertian mengenai asuransi jiwa, yakni: Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya.25

1. Pada asuransi jiwa “peristiwa yang tak tertentu” terjadi, bila terjadi kematian dalam tenggang waktu yang lebih singkat dari pada waktu yang disebutkan dalam polis. Pada asuransi kerugian “peristiwa yang tak tertentu” terjadi bila pada masa tenggang waktu yang tersebut dalam polis Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi yang tersebut diatas adalah sebagai berikut:

24

Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi, Bandung: Penerbit Alumni, 2007, hal. 5

25

terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang diasuransikan terbakar.

2. Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan terlebih dahulu (Pasal 305 KUHD). Pada asuransi kerugian bahwa jumlah ganti kerugian dihitung dengan membandingkan harga barang yang rusak sebagai akibat hilang atau terbakar dengan harga barang sebelum timbul kehilangan atau kebakaran.26

KUHD di dalam asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X dari Pasal 302-Pasal 308 KUHD.Jadi hanya 7 (tujuh) pasal.Setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Pasal 302 KUHD menyatakan bahwa “jiwa seseorang dapat, guna keperluanseorang yangberkepentingan, dipertanggungkan, baik untuk selama hidupnya jiwa itu, baik untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.

B. Tujuan dan Asas-asas dalam Hukum Asuransi

Tujuan utama dari asuransi ialah mengalihkan resiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak pasti, yang tidak diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil resiko itu, untuk mengganti kerugian. Oleh karena itu, selama tidak ada kerugian, penanggung tidak akan membayar ganti kerugian kepada tertanggung.27

Hakikatnya pada setiap orang akan selalu mengahadapi suatu risiko baik terhadap dirinya maupun harta bendanya, yang disebut risiko adalah kewajiban menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat suatu peristiwa diluar kesalahannya yang menimpa diri atau benda yang menjadi miliknya. Persoalan risiko ini berpangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu

26

Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hal. 280 27

pihak yang telah mengadakan perjanjian, sehingga yang menjadi tujuan asuransi adalah sebagai tujuan ganti rugi.28

1. Teori Pengalihan Resiko

Asuransi sebenarnya memiliki tujuan-tujuan utama yanghendak dicapai. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:

Menurut teori pengalihan resiko, (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika harta kekayaan atau jiwanya terancam, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raga. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berusaha mencari jalan bila ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut dengan premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak saat itu resiko beralih kepada pihak penanggung.”

2. Pembayaran Ganti Kerugian

Tidak terjadinya peristiwa dalam hal ini yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalahnya terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak selamanya bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh akan terjadi. Ini merupakan kesempatan kepada penanggumg mengumpulkan premi dari tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Suatu ketika jika peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi, yang menimbulkan kerugian, maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransi dengan demikian, tertangung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang dideritanya

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dengan tertanggung (voluntary insurance).Akan tetapi, undang – undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya, tertanggung terikat dengan penanggung karena undang – undang, bukan karena perjanjian.Asuransi jenis ini disebut dengan jenis asuransi sosial (social security insurance).Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.

4. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung.Sedangkan anggota pekumpulan bertindak sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayarkan sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan.29

28

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 6 29

Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian asuransi dalam KUHPerdata dapat berlaku pula dalam perjanjian khusus. Dengan demikian, perusahaan asuransi (penanggung) dan pemegang polis (tertanggung) harus tunduk pada beberapa ketentuan dalam KUH Perdata, termasuk asas-asas yang terdapat dalam KUH Perdata.30

Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Dengan bunyi Pasal 1313 KUHPerdata, maka timbul suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Maksudnya, bahwa hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.31

30

Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011, hal. 32

31

Burhanudin Ali SDB & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Jakarta: Hi-Fest Publishing, 2009, hal. 14

Berdasarkan hukum perdata Indonesia, bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mengadakan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, ketertiban umum dan kesusilaan yang baik.Hal ini sebagaimana telah disebut oleh Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.”

Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa suatu perjanjian yang telah disepakati dan mempunyai kekuatan hukum, maka perjanjian tersebut terkandung beberapa asas-asas, yaitu:

1. Asas Konsensualitas

Perjanjian terjadi ketika ada sepakat, hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang.

Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup:

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilihi pihak dengan siapa ia membuat perjanjian. c. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia membuat perjanjian. d. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang

akan dibuatnya.

e. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

f. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

g. Kebebasan untuk menerima atau menyimpan ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (optional).32

3. Asas Pacta Sunservanda

Perjanjian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

4. Asas Itikad Baik

Dibedakan dalam pengertian subyektif dan obyektif. Pengertian Subyektif adalah kejujuran dari pihak terkait dalam melaksanakan perjanjian, sedangkan pengertian

32

Rudyanti Dorotea Tobing, Hukum Perjanjian Kredit, Konsep Perjanjian Kredit Sindikasi Yang Berasaskan Demokrasi Ekonomi, Yogyakarta: Laksbang Grafika, 2014, hal. 78

obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.33

1. Prinsip Kepentingan yang dapat Diasuransikan (Insurable Interest)

Beberapa prinsip yang ada menjadi pedoman dalam mengadakan perjanjian asuransi.Prinsip-prinsip tersebut yaitu:

Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Inrusable Interest) merupakan syarat mutlak untuk mengadakan perjanjian asuransi.Apabila pihak tertanggung atau pihak yang dipertanggungkan tidak memiliki kepentingan pada saat mengadakan perjanjian auransi, dapat menyebabkan perjanjian tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum.34

“Diharuskannya ada prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) dalam perjanjian asuransi dengan maksud untuk mencegah agar asuransi tidak menjadi permainan dan perjudian.Hal itu disebabkan, apabila sesorang yang tidak mempunyai kepentingan atas suatu objek tersebut, maka akibatnya tanpa menderita kerugian orang tersebut akan mendapat ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang tidak dikehendaki menimpa objek dimaksud.”35

2. Prinsip Itikad Baik yang Sempurna (Utmost Goodfaith)

Dalam Kontrak asuransi, itikad baik saja belum cukup tetapi dituntut yang terbaik dari itikad baik dari calon tertanggung. Hal ini dikarenakan tertanggung yang dinilai lebih memahami tentang objek yang akan dipertanggungkan, maka tertanggung harus mengungkapkan seluruh fakta material yang berkaitan objek pertanggungan tersebut secara akurat dan lengkap kepada Underwriter.36

Menurut Gunanto, Prinsip itikad baik yang sempurna (Utmost Good Faith) menyangkut kewajiban yang harus dipenuhi para pihak sebelum kontrak ditutup dan bukan dipenuhi dalam rangka pelaksanaan kontrak yang sudah ditutup seperti itikad baik yang dimaksud Pasal 1338 KUH Perdata.37

3. Prinsip Keseimbangan (Indemnity Principle)

Penerapan prinsip keseimbangan (Indemnity Principle) dalam asuransi ini, sekaligus menjadi pembeda bahwa asuransi tidak sama dengan perjudian. Dalam perjudian tidak dikenal ganti rugi bagi yang kalah.Kerugian akibat kekalahan yang diderita dalam perjudian merupakan konsekuensi yang harus diterima.38 Sedangkan dalam asuransi, ganti rugi merupakan suatu tujuan bahwa asuransi merupakan risk transfer mechanism.Mengalihkan atau membagi resiko yang kemungkinan akan diderita atau dihadapi tertanggung atas suatu peristiwa yang tidak dikehendaki dan belum pasti terjadi. Harapannya, beban financial tertanggung menjadi lebih pasti.Fixed Cost dalam bentuk premi.Namun, satu hal

33

H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal. 176 34

Ibid.

35

M. Suparman Sastrawidjaja, Op. Cit., hal. 16 36

Kun Wahyu Wardana, Op.Cit.,hal. 34 37

Gunanto, Asuransi Kebakaran di Indonesia, Tanggerang: Logos Wacana Ilmu, 2003, hal. 12

38

yang perlu digarisbawahi dalam prinsip keseimbangan (Indemnity Principle) ini, bahwa tertanggung tidak diperkenankan untuk memperoleh keuntungan dari ganti rugi yang diberikan oleh penanggung. Besarnya ganti rugi yang diterima oleh tertanggung harus seimbang atau sama dengan kerugian yang dideritanya.39

4. Prinsip sebab akibat (Cause Proximate Principle)

Cause Proximate Principle merupakan salah satu prinsip penting dalam penyelesaian santunan.Dengan menggunakan prinsip ini, maka suatu peristiwa dapat ditentukan penyebabnya. Penggantian kerugian oleh perusahaan asuransi hanya akan dibayarkan apabila peristiwa yang dominan menimbulkan kerugian itu termasuk dalam jaminan polis asuransi yang bersangkutan.40

5. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)

Prinsip Subrogasi diatur dalam Pasal 284 KUHD yang menyatakan bahwa “Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perubahan yang dapat merugikan hak si penaggung terhadap orang-orang ketiga itu.”

Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap objek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi tersebut kepada tertanggung sesuai jaminan polis. Tapi, suatu hal yang pelu diketahui, bahwa subrogasi hanya berlaku untuk contract of indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan penggantian lebih dari kerugian yang dideritanya.41

6. Prinsip Kontribusi (Contribution Principle)

Prinsip Kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi berganda (Double Insurance) seperti yang tercantum dalam pasal 278 KUHD,yang menyatakan bahwa “apabila dalam satu-satunya polis, meskipun pada hari-hari yang berlainan, oleh berbagai penaggung telah diadakan penaggungan yang melebihi harga, maka mereka itu bersama-sama, menurut keseimbangan daripada jumlah-jumlah untuk mana mereka telah menandatangani polis tadi, memikul hanya harga sebenarnya yang dipertanggungkan.”42

dengan jumlah pertanggungan yang ditutupinya.”

“Apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa penaggung, maka masingmasing penaggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari kerugian itu yang diderita oleh tertanggung. Tertanggung dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas objek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa, apabila penaggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penaggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding

43 39 Ibid. 40 Ibid.,hal. 39 41

Kun Wahyu Wardana, Op.Cit.,hal. 42 42

7. Prinsip Mengikuti Keberuntungan Penanggung Pertama (Follow The Fortune of the Ceding Company)

8. Prinsip mengikuti keberuntungan penanggung pertama tidak boleh diartikan secara luas dan tanpa batas tanggun jawab penaggung ulang.

Reasuransi dalam hal ini hanyalah terbatas pada klaim yang sah dan wajib dibayar oleh penaggung pertama sesuai dengan jumlah kerugian sekalipun berdasarkan teori dan praktik penanggung ulang dapat diminta untuk menyetujui penyelesaian klaim atas dasar kompromi.44

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi

Perjanjian asuransi, maka adanya penanggung berjanji akan membayar kerugian yang disebabkan resiko yang telah diasuransikan kepada tertanggung, sedangkan tertanggung membayar premi secara periodik kepada penanggung.45

Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian khusus karena diatur tersendiri didalam KUHD, namun dalam hal yang menyangkut mengenai perjanjian, mengenai syarat sahnya dan ketentuan-ketentuan hukum lainnya maka perjanjian asuransi harus tunduk pada hukum perjanjian yang sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).46

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Adapun yang harus diperhatikan dalam KUHPerdata terkait dengan perjanjian asuransi, seperti Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur syarat-syarat sahnya

Dokumen terkait