• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Bisfosfonat risedronat dengan media pembawa gelatin hidrogel terbukti efektif menurunkan jarak relaps gigi setelah hari ke-7, dengan konsentrasi 500 µmol/L memiliki pengaruh menghambat relaps lebih besar daripada kelompok konsentrasi 250 µmol/L.

2. Bisfosfonat risedronat dengan media pembawa gelatin hidrogel terbukti efektif menurun jumlah osteoklas pada hari ke-0,3,7,14 dan 21, dan terdapat perbedaan signifikan antar kelompok tanpa dan dengan bisfosfonat risedronat.

3. Terdapat perbedaan signifikan rasio jumlah osteoklas dan osteoblas pada hari ke 3 dan 14, dan pada seluruh kelompok baik pada hari ke-0,3,7,14 dan 21 osteoblas tampak lebih dominan.

4. Terdapat perbedaan signifikan kadar ALP pada cairan krevikuler gingiva yang dideteksi dengan spektrofotometer panjang gelombang 405 nm pada hari ke-14 dan 21 antara kelompok tanpa bisfosfonat risedronat, kelompok dengan bisfosfonat risedronat dosis 250µmol/L, dan kelompok dengan bisfosfonat risedronat dosis 500µmol/L.

82

B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan:

1. Penelitian lebih lanjut untuk membuat bisfosfonat risedronat yang dibawa oleh media pembawa gelatin hidrogel dalam bentuk sediaan membran sehingga lebih mudah diaplikasikan di klinis dan dilakukan uji release sediaan tersebut untuk menentukan dosis yang lebih tepat.

2. Penelitian lebih lanjut mengenai kadar ALP dengan pengambilan cairan krevikuler gingiva menggunakan periopaper sehingga dapat diperoleh cairan yang lebih banyak dan lebih akurat sehingga dapat memperkuat hasil penelitian ini.

3. Penelitian yang membandingkan pengaruh bisfosfonat risedronat tanpa hidrogel dengan bisfosfonat risedronat hidrogel terhadap relaps gigi.

83

Ringkasan

PENGARUH APLIKASI INTRASULKULER BISFOSFONAT RISEDRONAT HIDROGEL TERHADAP AKTIVITAS OSTEOKLAS, PROSES REMODELING DAN RELAPS GIGI SETELAH DIGERAKKAN

SECARA ORTODONTIK

(Penelitian Eksperimental Laboratoris pada Marmot/Cavia Cobaya)

Pendahuluan

Relaps dalam perawatan ortodontik merupakan masalah yang kompleks dengan banyak faktor yang berpotensi mempengaruhi hasil perawatan. Beberapa literatur menyatakan bahwa stabilitas dan relapssetelah perawatan ortodontik tidak dapat diprediksi, dengan kecenderungan relaps 33-90% setelah kira-kira 10 tahun paska perawatan (Olive and Basford, 2003). Secara umum relapse disebabkan oleh faktor intrinsik pada ligamen periodontal dan tulang alveolar serta faktor ekstrinsik seperti pertumbuhan struktur wajah, tekanan jaringan lunak, dan interdigitasi (Eric dkk., 2003). Hasil penelitian ekperimental pada gigi molar yang digerakkan, Yoshida dkk. (1999) menyatakan bahwa remodeling dari serabut prinsipal ligamen periodontal dan tulang alveolar di sekitarnya merupakan penyebab utama terjadinya relaps

Osteoklas merupakan sel multinuklear, berasal dari diferensiasi sel granulosit-makrofag progenitor dalam sumsum tulang, relaps terjadi jika masih ada resorpsi tulang oleh osteoklas. Setelah fungsi tersebut dijalankan, maka sel ini akan mengalami apoptosis. Bisfosfonat merupakan kelompok obat yang dapat menghambat aktivitas osteoklas dan resorpsi tulang. Efek khusus bisfosfonat pada tulang berhubungan dengan afinitas ikatan antara bisfosfonat dan permukaan tulang

84 pada sisi yang mengalami remodeling aktif (McClung, 2001). Obat ini merupakan analog sintesis pyrophosphat inorganik, suatu regulator endogen proses mineralisasi tulang. Penggunaan bisfosfonat pada tempat yang spesifik (lokal) tanpa efek sistemik sangat diharapkan ketika obat ini diaplikasi secara klinis. Bisfosfonat dengan sistem pelepasan hidrogel dapat digunakan untuk mengontrol pelepasan, karena sistem ini dapat bekerja lebih optimal pada aplikasi topikal (Boateng dkk., 2008).

Pemberian tekanan ortodontik dengan gaya kontinyu akan menghasilkan resorpsi tulang dan pembentukan tulang secara bersamaan, ditandai terjadinya peningkatan aktivitas tartrate-resistant acid phosphatase (TRAP) dengan osteoklas pada area tekanan dan osteoblas pada area regangan (Bonafe dkk., 2003). Peningkatan aktivitas osteoblas selama pembentukan tulang akan disertai peningkatan ekspresi enzim alkalin fosfatase atau ALP (Intan dkk., 2008). Sumber ALP dapat diperoleh dari cairan bening yang diekskresikan dari celah gingiva gigi yang dikenal sebagai cairan krevikuler gingiva (gingival crevicular fluid/GCF). Cairan krevikuler gingiva menggambarkan respon biologi tubuh terhadap proses penyembuhan periodontal pada pasien dengan periodontitis kronis (Perinetti dkk., 2004) atau stimulus mekanis seperti gaya ortodontik (Batra dkk., 2006; Perinetti dkk., 2002). Berdasarkan hasil penelitiannya, Asma dkk. (2008) menyimpulkan bahwa bone turnover (terutama proses pembentukan tulang) dapat dimonitor melalui ekspresi ALP pada cairan krevikuler gingiva selama perawatan ortodontik. Dengan kesimpulan tersebut, Asma dkk. (2008) menyarankan penelitian lebih lanjut tentang potensi ALP sebagai biomarker pembentukan tulang pada periode retensi.

85

Metode Penelitian

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Sampel penelitian ini adalah marmot (Cavia cobaya) dengan berat 350-550 mg. Hewan coba dianastesi dengan ketamin dan xylasin dengan injeksi intramuscular di paha, kemudian dilakukan pemasangan bonding cleat pada gigi incisivus bawah. Kawat stainless steel bulat dengan diameter 0,016 dan open coil spring dengan panjang 1,5 kali jarak inter cleat dipasangkan diantara cleat. Setelah gigi bergerak dan opencoil spring sudah tidak aktif, dilakukan penggantian opencoil spring sesuai jarak intercleat yang baru sampai diperoleh jarak interinsisivus sebesar ± 3 mm (membutuhkan waktu sekitar 14 hari). Jarak ± 3 mm dipertahankan selama 14 hari sebagai periode stabilisasi. Pada kelompok perlakuan mulai dilakukan pemberian obat bisfosfonat risedronat topikal dengan injeksi intraligamen setiap 3 hari (Gambar 3.4). Setelah stabilisasi selama 14 hari, kawat dan open coil dilepas, pada kelompok perlakuan tetap diberikan bisfosfonat risedronat hidrogel dan dilakukan pengamatan relaps gigi pada hari ke-0, 3, 7, 14 dan 21

Bisfosfonat risedronat hidrogel dibuat dengan menggunakan zat aktif bisfosfonat risedronat yaitu risedronate sodium, dibuat sediaan dengan media pembawa gelatin hidrogel sehingga obat tersebut dapat berefek secara topikal. Gelatin 3% dilarutkan ke dalam distilled water kemudian dihomogenisasi dengan

magnetic stirrer selama 3 jam pada suhu 37°. Risedronate sodium dimasukkan dan

diaduk selama 2 jam. Diukur pH, dan ditambahkan NaOH sampai pH 7 (netral). Campuran tersebut ditambahkan dengan larutan glutaraldehid dengan konsentrasi 25% sebagai crosslinker kemudian diaduk sampai homogen menggunakan

86 sebanyak tiga kali masing-masing selama 15 menit untuk menghentikan reaksi

crosslinking dan mengikat glutaraldehid yang tersisa. Hidrogel yang telah dicuci menggunakan glysin dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -300C.

Setelah proses pendinginan dilanjutkan dengan proses lyofilisasi menggunakan

freeze dryer selama 48 jam. Hidrogel akan berubah bentuk dari semisolid menjadi solid (blok). Matriks blok hidrogel gelatin kemudian diproses (diblender) menjadi sediaan microsphere. Ketika akan digunakan, sediaan ini dicampur kembali menggunakan aquades dengan perbandingan 1:20 w/w sehingga terbentuk larutan semi solid. Sediaan akhir dimasukkan ke dalam spuit injeksi dan siap diaplikasikan (Tabata dan Ikada, 1998).

Pengambilan data sampel yaitu pengukuran jarak relapse, kadar ALP dari cairan klevikuler ginginva, penghitungan osteoklas dan osteoblas dilakukan pada hari ke-0, 3, 7, 14, 21 setelah bonding cleat dilepas. Pengambilan cairan krevikuler gingiva dilakukan dengan cara gigi insisivus bawah marmot dibersihkan dengan bulatan kapas untuk menghilangkan plak supragingival, diisolasi dengan gulungan kapas dan dikeringkan. Paper point, dimasukkan kurang lebih 1 mm kedalam sulkus gingiva selama 30 detik dengan interval 90 detik untuk meningkatkan volume cairan GCF yang diambil tiap sisi. Kemudian dimasukkan ke dalam tube eppendorf ukuran 1.5 ml yang berisi 350 µl larutan salin fisiologis. Tube eppendorf disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 2000 g untuk mengelusi komponen GCF secara lengkap. Paper point diambil dan larutan supernatant disimpan pada suhu -80°C sampai dianalisis maksimum selama 1 minggu. Aktivitas ALP ditentukan menggunakan spektrofotometer (model 6330 Jenway UK) pada panjang gelombang 405 nm. Sekitar 50 µL dari 40 mM carbonate buffer pH 9,8 dengan 3

87 mM MgCl2 diambil dengan pipet dimasukkan ependorf. Kemudian 50 µL sampel GCF dan 50 µL dari 3mM p-nitrophenylphosphate ditambahkan pada tube yang sama. Sampel tersebut kemudian diinkubasi selama 30 menit 37°C. Reaksi enzimatis dihentikan dengan menambahkan 50 µL dari 0.6 M sodium hydroxide dan absorbansi diukur dengan segera pada panjang gelombang 405 nm. Jumlah dari

p-nitrophenol yang terbentuk diukur menggunakan kurva standar yang disiapkan dari phosphatase subtrate (sigma 104, Sigma-Aldrich, St Louis, USA). Aktivitas ALP disajikan dalam bentuk enzyme unit (U). U didefinisikan sebagai jumlah pelepasan p-nitrophenol (µmol) per menit pada suhu 37°C (Asma dkk., 2008). Pemeriksaan aktivitas ALP dilakukan di Laboratorium Biomolekuler Fakultas Kedokteran UGM dengan menggunakan uji spektrofotometri.

Marmot diperfusi intrakardial dengan menggunakan larutan NaCl kemudian dilanjutkkan dengan 4% paraformaldehida. Dilakukan diseksi tulang alveolar rahang bawah daerah gigi insisivus bawah, kemudian potongan jaringan difiksasi menggunakan 4% paraformaldehida suhu 4°C selama 12 jam. Sampel kemudian didemineralisasi menggunakan 10% EDTA suhu 4°C sampai lunak bisa dipotong (dalam penelitian ini ± 60 hari). Spesimen didehidrasi menggunakan alkohol bertingkat pada suhu 4°C, xylol akohol, xylol murni dan xylol parafin suhu kamar. Dilakukan pembuatan blok parafin, dipotong sagital berseri ketebalan ± 6 µm paralel sumbu panjang gigi. Setelah dilakukan deparafinisasi dilakukan pewarnaan TRAP (Anan dkk., 1993).

Pengecatan ini dilakukan untuk meneliti keadaan sel-sel tulang, dan dapat berfungsi sebagai penanda khusus untuk sel osteoklas dan preosteoklas. Pengecatan menggunakan larutan napthol ASBI phosphate sebagai substrat. Larutan substrat

88 dan coupler kemudian dicampur dan disebut reagen asam fosfatase (acid phosphatase reagent). Inhibisi non osteoclastic acid phosphatase (penghambat asam fosfatase yang bukan osteoklas) menggunakan 50 mML (+) asam tartrat. Irisan specimen ditetesi dengan menggunakan 2-3 tetes pewarna. Spesimen kemudian diinkubasi 20-30 menit pada suhu 37°C, selanjutnya segera dicuci dengan menggunakan air distilasi selama 2 menit. Spesimen diletakkan dalam alkohol 70% pada suhu kamar selama 30 menit. Spesimen dicuci lagi menggunakan air distilasi selama 2 menit sebanyak 2 kali. Dilakukan counter pewarnaan menggunakan methyl green (Wijngaert dkk., 1988).

Preparat yang telah diwarnai diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya untuk dilihat jumlah sel osteoklas. Dengan menggunakan pewarnaan TRAP, sel osteoklas aktif terlihat berkontak dengan tulang. Sel Osteoklas akan menunjukkan TRAP + dengan ciri ciri besar, biasanya berinti banyak, dengan bentuk inti tak teratur serta berwarna merah terang pada granula sitoplasmanya. Osteoklas ditemukan kontak dengan permukaan tulang dan didalam lacuna

(Baroukh dan Saffar, 1991). Data didapat dengan menghitung rata rata jumlah sel dari 5 lapang pandang yang diambil secara acak pada irisan preparat.

Menggunakan mikroskop optilab dilakukan pemotretan slide dalam 5 lapang pandang, kemudian penghitungan jumlah osteoklas menggunakan program image raster di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UGM. Penghitungan jumlah osteoklas dan osteoblas menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin) dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Data didapat dengan menghitung rerata jumlah sel osteoklas dan osteoblas dari 3 lapang pandang yang diambil secara acak pada irisan preparat. Osteoklas berupa sel

89 multinuklear yang mengandung 4-20 nukleus. Osteoklas ditemukan kontak dengan permukaan tulang dan didalam lacuna. Osteoblas ditemukan dalam kelompok- kelompok sel kuboid di sepanjang sel tepi tulang baru.

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian uji pelepasan bisfosfonat risedronat dengan media pembawa hidrogel gelatin dibandingkan dengan tanpa media pembawa menunjukkan laju pelepasan sodium risedronat dengan media pembawa hidrogel gelatin konsentrasi 500µmol/L dan 250 µmol/L lebih lambat dari pada sodium risedronat murni. Menurut Ganji dkk. (2009), hidrogel bersifat porus (berpori) sehingga suatu substansi dapat disisipkan ke dalam matriks gel dengan laju pelepasan yang disesuaikan. Molekul molekul suatu substansi yang akan dibawa oleh sistem hidrogel tersebut akan terperangkap dalam jaring-jaring gel sampai gel mengalami degradasi (Arora, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan sediaan bisfosfonat risedronat dengan media pembawa hidrogel gelatin efektif menurunkan pergerakan relaps gigi mulai hari ke- 14, yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan jarak relaps yang signifikan antara kelompok yang diberi obat dan tidak. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa bisfosfonat efektif menurunkan pergerakan gigi ortodontik. Penelitian Keles dkk. (2007) pada mencit dengan memberikan bisfosfonat didapatkan gigi yang terhambat pergerakannya dan penurunan jumlah osteoklas. Mencit yang mendapatkan pemberian bisfosfonat menunjukkan terjadinya apoptosis osteoklas dan penurunan pergerakan gigi di

90 bawah tekanan ortodontik yang konstan. Penelitian Choi K dkk. (2010) menyimpulkan terjadi penurunan pergerakan gigi secara ortodontik dan peningkatan durasi perawatan berdasarkan analisis histophotometric setelah pemberian bisfosfonat klorodonat pada tikus. Efek bisfosfonat zoledronate yang diteliti pada tikus wistar oleh Sirisoontorn dkk. (2012) menunjukkan hasil terjadi hambatan pergerakan gigi dan resorbsi akar yang distimulasi perawatan ortodontik. Penelitian secara klinis pada pasien dewasa yang menggunakan alat ortodontik dan mengkonsumsi bisfosfonat dilaporkan mampu memperlebar jarak periodontal ligamen, zona sklerotik di sekitar gigi, dan hipermineralisasi pada tulang alveolar. Seluruh perubahan ini dapat memperlambat waktu perawatan dan menurunkan kemampuan gigi untuk bergerak, bahkan mempersulit penutupan ruang yang dihasikan pasca ekstraksi, paralelisme akar yang baru, dan terjadinya pergerakan gigi. Kejadian ini disebabkan adanya ekspresi aktivitas anti resorbsi tulang rahang pada orang yang mengkonsumsi bisfosfonat dan menggunakan alat ortodontik (Zahrowski, 2007).

Zat aktif bisfosfonat risedronat yaitu risedronat sodium yang dibawa oleh sistem hidrogel gelatin terperangkap dalam jaring-jaring gel sampai gel mengalami degradasi sehingga laju pelepasan zak aktif risedronat sodium menjadi lebih lambat dan dapat berefek topikal. Hari ke-3 dan ke-7 tidak menunjukkan perbedaan penurunan jarak relaps yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa bisfosfonat risedronat belum memberikan pengaruh dan kemungkinan jaringan periodontal masih menjadi faktor penyebab relapsenya gigi di awal pelepasan alat ortodontik. Hasil penelitian sebelumnya oleh Tanya dkk. (2011) menyatakan bahwa relaps terjadi dengan cepat pada saat awal alat ortodontik dilepas. Serabut principal PDL

91 oleh beberapa peneliti dianggap bertanggung jawab atas terjadinya relaps setelah perawatan ortodontik. Selama pergerakan gigi serabut ini akan mengalami peregangan (membentang) di sisi yang terjadi ketegangan oleh adanya aplikasi tekanan, kemudian tertanam dalam tulang yang baru. Serabut ini akan lebih atau berkurang memanjang secara permanen, dan penataan ulang dari serabut ini serta tulang alveolar setelah tidak adanya tekanan akan menyebabkan relaps (Jaap dan Anne Marie, 2009). Selama pergerakan gigi ortodontik, serabut PDL di sisi ketegangan berkembang hanya dalam arah gerakan. Bila tulang baru belum terbentuk di antara serabut PDL, maka stimulasi relaps dapat terjadi segera setelah hilangnya gaya ortodontik (Thilander, 2000).

Hasil penelitian menunjukkan bisfosfonat risedronat dengan media pembawa hidrogel sangat efektif menurunkan jumlah osteoklas. Bisfosfonat merupakan analog sintetik pirofosfat inorganik (PPi). Pada struktur pirofosfat oksigen diikat oleh fosfat (P-O-P), namun pada struktur bisfosfonat molekul oksigen digantikan oleh atom karbon (P-C-P). Ikatan P-C-P memberikan resistensi terhadap degradasi enzim dan ikatan yang kuat terhadap kalsium hidroksi apatit dari struktur tulang (Rodan dan Reszka, 2002). Dilihat dari strukturnya, bisfosfonat dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu bisfosfonat sederhana atau simple-BPs dan bisfosfonat yang mengandung atom nitrogen atau N-BPs (Rogers, 2003). Keberadaan atom nitrogen atau group amino akan meningkatkan potensi anti-resorptif BPs bila dibandingkan dengan BPs yang tidak mengandung nitrogen (ataupun group amino). Non-nitrogen BPs merupakan BPs generasi awal (seperti etidronat, klodronat, dan tiludronat) yang memiliki struktur paling mirip dengan PPi. Berbeda dengan BPs gerenasi awal, BPs generasi ke-2 dan 3 (seperti alendronat,

92 risendronat, ibandronat, pamidronat, dan asam zoledronik) memiliki kandungan nitrogen pada sisi rantai R2 (Drake dkk., 2008). Adapun N-BPs (seperti pamidronate, alendronate, dan risendronate) akan menghambat farnesyl pyrophosphate synthase (enzym dalam jalur mevalonate). Penghambatan ini akan menyebabkan tidak terbentuknya isoprenoid geranylgeranyl pyrophosphate (GGPP). Dengan tidak terbentuknya GGPP, maka tidak terjadi prenilasi beberapa protein-protein kecil GTPase (contohnya Ras, Rho, dan sebagainya) yang bertanggung jawab dalam integritas sitoskeletal dan signaling intrasel pada sel osteoklas. Tidak adanya integritas sitoskeletal sel osteoklas menyebabkan ruffled border tidak terbentuk sehingga osteoklas tidak dapat melakukan aktivitas resorpsi dan mengalami apoptosis (Ghoneima dkk., 2010).

Molekul target lainnya dari bisfosfonat adalah pompa proton tipe vakuola dependen-ATP dalam ruffled border osteoklas, yang dibutuhkan dalam pengasaman lakuna resorbsi serta untuk melarutkan mineral-mineral tulang. Bisfosfonat telah diketahui dapat menghambat ativitas beberapa enzym hidrolitik tertentu secara langsung, seperti metalloprotease, phosphatase, dan asam phosphohydrolase. Selain itu bisfosfonat juga memainkan perannya dalam penghambatan protein tyrosin phosphatase (PTPs), suatu enzim esensial baik untuk pembentukan osteoklas dan juga aktivitas resorbsi osteoklas (Rogers, 2003). Beberapa penelitian terakhir menyatakan bahwa risedronat merupakan obat pilihan karena tingginya potensi dan kurangnya efek yang merugikan jika dibandingkan dengan bisfosfonat yang lain (Robert sit Joel dkk., 2001).

Ligamen periodontal dan tulang alveolar adalah dua struktur penting yang secara aktif berperan dalam proses remodeling tulang sebagai respon terhadap

93 kekuatan mekanik. Fibroblast, osteoblas, osteosit, osteoklas, odontoblasts, cementoblasts, kondrosit dan sel-sel kekebalan (immune cells) adalah jenis sel utama yang memiliki peran interaktif dalam proses remodeling (Nayak dkk., 2013). Proses remodeling dilakukan terutama oleh sel-sel osteoklas dan osteoblas. Osteoklas bertanggungjawab untuk resorpsi tulang dan berasal dari stem cells hematopoetik yang dikenal dengan monosit, sedangkan osteoblas bertanggung jawab untuk pembentukan tulang dan berasal dari sumsum tulang stromal cells (Idris dkk., 2005; Kruger dkk., 2010; Henriksen dkk., 2011).

Penghitungan jumlah osteoklas dan osteoblas pada daerah tekanan selama pergerakan relaps ini bertujuan untuk mendapatkan rasio antara osteoklas dan osteoblas sehingga dapat diketahui dominasi aktivitas kedua sel tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa osteoblas lebih dominan dibanding osteoklas pada ketiga kelompok baik pada hari ke-0,3,7,14 dan 21, menunjukkan aktivitas osteoblas dalam proses pembentukan tulang lebih dominan daripada osteoklas selama pergerakan relaps gigi.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Tanya dkk. (2011) menyatakan bahwa pergerakan gigi ortodontik dan relaps akan menunjukkan proses yang sama. Pada sisi yang merupakan area regangan (tension side) pada saat pergerakan gigi aktif akan dapat berubah menjadi area tekan (pressure side) pada saat pergerakan relaps (Jaap dan Anne, 2009). Setelah pelepasan alat ortodontik, gigi mulai relaps bergerak ke arah posisi semula. Gerakan ini disertai dengan perubahan jumlah dan distribusi osteoklas. Jumlah osteoklas menurun secara signifikan di kedua akar mesial dan distal dari molar pertama dalam waktu 3 hari, kemungkinan besar akibat apoptosis dan atau kepadatan pembuluh darah menurun (Murrell dkk., 1996;

94 Noxon dkk., 2001). Jumlah osteoklas menurun lebih lanjut pada hari ke-14 dan mulai stabil pada hari ke-14 sampai 21 periode relaps (Tanya dkk., 2011).

Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan jumlah ostoeblas pada hari ke-3 dan 7 dimana kelompok B dan C (dengan bisfosfonat) lebih tinggi dari pada kelompok A (tanpa bisfosfonat). Hasil penelitian Fabian dkk. (2005) menggunakan model in vitro yang relevan secara klinis, menunjukkan bahwa bisfosfonat meningkatkan proliferasi BMSC (bone marrow stromal cells) dan menginisasi diferensiasi osteoblastik. Meskipun aksi utama bisfosfonat adalah penghambatan resorpsi tulang oleh osteoklas (Rodan dkk., 2000), terdapat peningkatan bukti bahwa bisfosfonat juga berinteraksi dengan osteoblas (Fabian dkk., 2005). Secara simultan tampak bahwa bifosfonat memiliki efek anabolik pada osteoblas. Penelitian terbaru dari beberapa kelompok peneliti menunjukkan bahwa bifosfonat meningkatkan proliferasi dan pematangan / maturasi osteoblas (Reinholz, 2000; Fromigue dan Body, 2002; Im dkk., 2004) dan menghambat apoptosis (Plotkin dkk., 1999).

Mekanisme efek anabolik bifosfonat terhadap proliferasi dan diferensiasi osteogenik dari BMSC tidak sepenuhnya dipahami. Menurut Giuliani dkk. (1995), efek anabolik bifosfonat adalah karena stimulasi b-FGF pada osteoblas. Mundy dkk. (1999) menyatakan bahwa statin yang menghambat jalur mevalonate, merangsang osteoblas dengan menginduksi ekspresi gen BMP-2 (Fromigue dan Body, 2002). BMP-2 adalah agen osteokonduktif dan faktor pertumbuhan yang poten yang terlibat dalam perekrutan, proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor mesenchymal, dan akhirnya menghasilkan produksi jaringan tulang (Wozney,

95 1989). Pematangan osteoblas setelah pengobatan bifosfonat juga melibatkan peningkatan regulasi yang kuat dari ekspresi gen BMP-2 (Im dkk., 2004).

Pengambilan cairan krevikuler gingiva untuk mengetahui kadar ALP dilakukan pada hari ke-0 (pada saat lingual bonding cleat dan open coil spring dilepas) sebagai baseline. Perubahan yang langsung terjadi pada periodonsium dan pergerakan cepat gigi pada area PDL merupakan perkiraan terbaik untuk mengetahui aktivitas enzim pada hari ke-3 setelah alat ortodontik dilepas. Pada hari ke-7 aktivitas enzim diharapkan menunjukkan secara tepat fase akhir pergerakan gigi saat hylanisasi terjadi, dan pada hari ke-14 dan hari-21 aktivitas enzim terfokus pada kelanjutan fase atau dimulainya post lag phase (fase akhir).

Pada penelitian ini kadar ALP pada cairan krevikuler gingiva dapat terdeteksi menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang 450 nm dengan p- nitrophenol sebagai larutan standar. Keseluruhan aktivitas enzim yang dihasilkan pada studi ini tampak jauh lebih sedikit daripada studi (penelitian) yang lain. Hal ini kemungkinan dikarenakan tidak adanya tekanan yang diberikan dibandingkan dengan studi lain yang mengukur kadar ALP pada gigi yang diberikan tekanan ortodontik. Pada penelitian ini uji ALP pada pergerakan relaps dimana sudah tidak diberikan tekanan ortodontik. Asam dan alkaline fosfatase dilepaskan (release) oleh perlukaan serta kerusakan dan kematian cairan jaringan ektraseluler. Sebagai akibat aplikasi gaya secara ortodontik, enzim tersebut diproduksi oleh periodonsium dan berdifusi pada GCF. Aktivitas monitoring fosfatase pada GCF dapat menjadi penyebab perubahan jaringan yang terjadi selama pergerakan gigi secara ortodontik. Studi ekperimental pada tikus menunjukkan aktivitas fosfatase dapat

96 merefleksikan bone turnover pada gigi yang digerakkan secara ortodontik (Keeling dkk., 1993).

Pada penelitian ini diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan kadar ALP antar kelompok A,B, dan C pada hari ke-0,3 dan 7, namun terdapat perbedaan bermakna pada hari ke 14 dan 21. Yokoya dkk. (1997) melaporkan bahwa osteoklas pada area tekanan meningkat jumlahnya pada hari ke- 7 dan menurun dengan cepat pada hari ke-14. Ketika aktivitas enzim tinggi pergerakan gigi semakin besar. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa aktivitas ALP diikuti tingkat pergerakan gigi selama fase inisial. Studi klinis pada manusia menunjukkan terdapat korelasi antara remodeling tulang alveolar dengan perubahan aktivitas pada fosfatase GCF (Insoft dkk., 1996). Proses remodeling tulang yang lebih kompleks terjadi, ditandai aktivitas resorbsi inisial (3-5 hari) dan diikuti penulangan pada (5-7 hari), dan fase akhir deposisi tulang (7-14 hari) yang terjadi baik pada area tensi maupun kompresi pada dinding tulang alveolar. Pada fase awal resorbsi tulang lebih banyak dibandingkan dengan deposisi tulang, akan tetapi pada fase berikutnya resorbsi dan deposisi menjadi sinkron (King dkk. cit

Dokumen terkait