• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berisi tentang kesimpulan terhadap permasalahan yang telah dibahas serta memberikan saran yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Model

Pemodelan sistem berawal dari bagaimana kita mencoba memahami dunia nyata ini dan menuangkannya menjadi sebuah model dengan beragam metode yang ada. Tidak ada model yang benar dan salah. Model dinilai dari sejauh mana dia dapat berguna. Sehingga langkah pertama dalam pemodelan adalah menentukan tujuan dari pemodelan tersebut. Model dapat dibuat untuk memprediksi sebuah komponen dalam model setelah jangka waktu tertentu. Kegunaan model sebagai alat prediksi terletak pada ketepatan dan ketelitian hasil prediksinya. Model juga dapat dipakai sebagai wahana untuk belajar paran pihak yang ingin memahami struktur dan perilaku dari sumberdaya alam.

Kegunaan model sebagai sarana belajar terletak pada bagaimana proses belajar terjadi secara efektif dengan memanfaatkan model yang dibuat. Pemodelan sistem merupakan sebuah ilmu pengetahuan dan seni. Sebuah ilmu pengetahuan karena ada logika yang jelas ingin dibangunnya dengan urutan yang sesuai. Sebuah seni, karena pemodelan mencakup bagaimana menuangkan persepsi manusia atasdunia nyata dengan segala keunikannya. Tahapan pemodelan telah dikemukakan dalam banyak literatur seperti pada Grant et al., (2000) dan Sterman (2000). Kami menyarankan pemodelan sistem dilakukan dengan fase-fase sebagai berikut:

a. Identifikasi isu atau masalah, tujuan dan batasan.

b. Konseptualisasi model dengan menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, diagram sebab-akibat, diagram stok dan flow atau diagram sekuens.

c. Formulasi model, merumuskan makna diagram, kuantifikasi dan atau kualifikasi komponen model jika perlu.

d. Evaluasi model, mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal yang serupa jika ada.

e. Penggunaan model, membuat skenario-skenario ke depan atau alternatif kebijakan, mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan tersebut dan pengembangan perencanaan dan agenda bersama.

Model dinamik yang dikembangkan berasal dari penelitian Hidayat (2010). Model tersebut mencakup pendugaan stok lemuru di Selat Bali hingga perhitungan pendapatan nelayan di Muncar. Model tersebut terdiri dari beberapa sub sistem, yakni sub sistem stok ikan, penduduk, penangkapan, dan ekonomi.

Pada sub sistem stok ikan, teknik pendugaan stok lemuru yang digunakan adalah teknik pendugaan stok surplus yang dikembangkan oleh Schaefer. Inti konsep ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan.

Pada sub sistem penangkapan dilakukan standarisasi alat tangkap. Hal ini disebabkan karena alat tangkap di Muncar bersifat multi gear (Hidayat, 2010).

Standarisasi alat tangkap dilakukan dengan menjadikan purse seine sebagai alat tangkap standar karena jumlah alat dan hasil tangkapan purse seine tersebut adalah yang terbanyak di Muncar dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.

2.2 Simulasi Sistem Dinamik

Forrester (1961), mendefinisikan simulasi sebagai penyelesaian atau perhitungan tahap demi tahap dari persamaan matematika yang menggambarkan keadaan sistem untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem tersebut sehingga diketahui perilakunya. Oleh Muhammadi (2001), simulasi didefinisikan sebagai peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan.

Sistem dinamik merupakan penggambaran dari perilaku sistem yang mana memiliki hubungan interpedensi dan berubah terhadap waktu. Dapat dikatakan bahwa sistem dinamik merupakan umpan balik atau feedback structure yang saling berkaitan dan menuju ke arah keseimbangan. Berikut ini merupakan gambaran dari sistem umpan balik yang terdapat dalam sistem dinamik :

Gambar 2.1 Umpan Balik Populasi (Sumber: Irna Fitriana, ITS)

Umpan balik pada sistem dinamik merupakan gambaran dari model. Dimana pembuatan model ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam sistem dinamik. Umpan balik dalam ini biasa disebut sebagai causatic diagram atau diagram sebab akibat yang mana diagram ini memiliki keterkaitan (seperti pada gambar 2.1).Diagram sebab akibat inilah yang nantinya akan dikembangkan menjadi diagram simulasi. Dimana diagram simulasi merupakan pengembangan dari diagram sebab akibat.

Dalam melakukan telaah kebijakan, cara padang menyeluruh atas realitas sistem yang menjadi titik tolak kebijakan yang perlu dilakukan. Sistem dinamik merupakan metodologi pemodelan sistem yang dikembangkan oleh Jay W. Forrester di MIT. Prinsip utama dari metode ini adalah umpan balik (close loop thinking) yang berupa pengiriman dan pengembalian informasi. Adapun tujuan dari pendekatan sistem dinamik adalah memahami perilaku sistem. Dalam kasus industri semen, permasalahan yang mendasar adalah tidak terserapnya produksi semen oleh pasar domestik karena kondisi resesi ekonomi sehingga permintaan akan semen juga berkurang. Berbagai skenario kebijakan industry semen perlu dikembangkan dalam hal mana pengetrapannya harus bertitik tolak pada realitas sistem yang ada.

Oleh karenanya skenario sebaiknya diturunkan atas dasar realitas yang mungkin berubah. Penghampiran Sistem Dinamik atas model permasalahan kebijakan di industri semen dimungkinkan untuk mengakomodasikan maksud-maksud tersebut diatas. Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang lengkap atas permasalahan industri semen nasional sehingga arah kebijakan yang diambil

tepat menuju pada pencapaian tujuan jangka panjang. Dalam metodologi pemodelan system dinamik, terdapat 6 tahapan pengembangan model yaitu: 1. Identifikasi dan definisi masalah

2. Konseptualisasi sistem 3. Formulasi Model

4. Simulasi dan validasi model 5. Analisa dan perbaikan kebijakan 6. Implementasi Kebijakan

Beberapa variabel model sistem dinamik diantaranya sebagai berikut:

1. Level : akumulasi aliran dari waktu ke waktu Simbol diagram simulasi variabel level dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Variabel Level (Sumber: Erma Suryani, ITS)

2. Rate : akumulasi aliran dari waktu ke Waktu Simbol diagram simulasi variabel rate dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Variabel Rate (Sumber: Erma Suryani, ITS)

3. Auxiliary : variable bantu Simbol diagram simulasi variabel auxiliary dapat dilihat pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Variabel Auxiliary (Sumber: Erma Suryani, ITS)

Simulasi merupakan salah satu alat analisis yang terpercaya bagi perancangan dan pengoperasian proses atau sistem yang rumit. Dengan semakin meningkatnya persaingan dunia, simulasi menjadi alat yang sangat cocok untuk perencanaan, perancangan dan pengawasan bagi sebuah sistem. Simulasi merupakan sebuah tiruan dari sebuah cara operasi di dunia nyata. Model simulasi adalah suatu teknik dimana hubungan sebab akibat dari suatu sistem ditangkap (capture) di dalam sebuah model komputer, untuk menghasilkan beberapa perilaku sesuai dengan sistem nyata. Pelaksanaan simulasi melalui 4 tahap, dimana tahap pertama simulasi adalah penyusunan konsep. Gejala atau proses yang akan ditirukan perlu dipahami, antara lain dengan menentukan unsur-unsur yang berperan dalam gejala atau proses tersebut.

Tahap kedua adalah pembuatan dan perumusan model. Konsep pada tahap awal dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian gambar atau rumus. Tahap ketiga, simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan model yang telah dibuat. Dalam model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, dimana perhitungan dilakukan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses. Dalam model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan mengadakan analisis hubungan sebab akibat antar unsur dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses.

Tahap terakhir, dilakukan validasi untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik apabila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang ditirukan kecil. Hasil simulasi tersebut selanjutnya digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta mengetahui kecenderungannya di masa mendatang.

2.2.1 Pendekatan Sistem Dinamik

Pengembangan model dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik. Metode sistem dinamik dapat meningkatkan pembelajaran pada sistem yang kompleks (Sterman, 2000). Untuk memodelkan permasalahan sistem dinamik diperlukan tools seperti Vensim, Stella, Powersim, dan perangkat lunak simulasi lainnya. Untuk itu, perangkat lunak Vensim digunakan dalam penelitian ini.

Pengembangan model dimulai dari konseptualisasi sistem yang dilakukan melalui pembuatan model konseptual yang digambarkan melalui causal loop diagram. Konseptualisasi sistem digunakan untuk menggambarkan secara umum mengenai simulasi sistem dinamis yang akan dilakukan.

Gambar 2.5 Causal loop diagram (Sumber: Irna Fitriana, ITS)

Selanjutnya model konseptual diterjemahkan menjadi model sistem dinamik melalui stock and flow maps. Formulasi pada model dilakukan dengan cara memahami dan menguji konsistensi model apakah sudah sesuai dengan tujuan dan batasan yang dibuat. Setelah model dibuat, selanjutnya dilakukan tahap verifikasi. Pada tahap verifikasi dilakukan pengecekan terhadap model yang dibuat, apakah model sudah sesuai dengan yang diinginkan, masuk akal, dan formulasi maupun satuannya sudah konsisten. Selanjutnya model sistem disimulasikan. Kemudian, validasi hasil simulasi model dilakukan untuk memastikan bahwa model yang dibuat benar-benar dapat merepresenta-sikan kondisi riil sistem.

2.2.2 Metodologi Sistem Dinamis

Struktur sistem di metodologi sistem dinamis ditunjukkan oleh Causal Loop Diagram. Causal Loop Diagram menangkap mekanisme umpan balik baik loop umpan balik negatif (menyeimbangkan) atau loop umpan balik positif (memperkuat). Loop umpan balik negatif menitikberatkan pada tujuan pencarian tingkah laku sistem. Setelah terjadi gangguan pada sistem,maka kemudian sistem berusaha untuk kembali ke keadaan keseimbangan. Dalam loop umpan balik positip, ganguan awal menyebabkan perubahan lebih lanjut dan menunjukkan adanya suatu keseimbangan yang tidak stabil.

Metodologi Sistem Dinamis (System Dynamics, selanjutnya disingkat SD) mula-mula berkembang di Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1956, dikembangkan oleh Jay W. Forrester (Forrester, 2002). Dasar pemikiran metodologi SD adalah berpikir sistem atau systems thinking, yaitu cara berpikir di mana setiap masalah dipandang sebagai sebuah sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur-unsur dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Kriteria persoalan yang tepat untuk dimodelkan menggunakan metodologi SD (Tasrif, 2005):

1. Mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu) 2. Mengandung minimal satu struktur umpan balik.

Sesuai dengan namanya, penggunaan metode ini erat berhubungan dengan pertanyaan tentang tendensi sistem dinamis yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Asumsi utama dalam paradigma sistem dinamis adalah bahwa tendensi-tendensi

dinamis yang persistent (terjadi terus menerus) pada setiap sistem yang kompleks bersumber dari struktur kausal yang membentuk sistem itu.

Oleh karena itulah model-model sistem dinamis diklasifikasikan ke dalam model matematik kausal (theory-like). Metodologi sistem dinamis pada dasarnya menggunakan hubungan sebab-akibat (causal) dalam menyusun model suatu sistem yang kompleks, sebagai dasar dalam mengenali dan memahami tingkah laku sistem dinamis tersebut. Dengan perkataan lain, penggunaan metodologi sistem dinamis lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pengertian kita tentang bagaimana tingkah laku sistem muncul dari strukturnya.

Metodologi SD terdiri atas enam tahapan yang terdiri dari formulasi model, simulasi model, validasi model , analisis kebijakan dan pengembangan skenario dan implementasi kebijakan. Berikut ini adalah unsur-unsur SD:

1. Feedback loops: Struktur elemen utama dari suatu sistem. Ada dua jenis feedback yakni positip dan negatif.

2. Variabel Stock dan Flow: Elemen fundamental dari loop. Stock adalah kondisi/akumulasi dari sistem pada waktu tertentu, sedangkan flow adalah aliran (masukan dan keluaran) yang mengatur 'kuantitas' dalam stock. Variabel lain yang tersedia di Powersim adalah auxiliary dan constant (Davidson, 2000) dan Delay (penundaan). Auxilary merupakan variabel yang bisa berubah seiring dengan waktu, perubahannya dapat disebabkan atas hubungan-hubungan sebab-akibat yang terjadi antara variabel dalam model atau pun akibat variabel dari luar secara independen. Constant merupakan variabel dengan nilai tetap yang tidak berubah sepanjang waktu. Sedangkan Delay

adalah variabel waktu pada perilaku perubahan yang tidak serta-merta (tertunda) atas proses yang terjadi dalam hubungan-hubungan antar struktur hingga mempengaruhi perilaku model.

3. Close-loop: Sistem yang dijadikan model adalah sebagai sistem lingkaran tertutup.

4. Rate mengontrol kebijakan atau perilaku dari sistem.

Menurut Sterman (1981) prinsip-prinsip untuk membuat model dinamis dengan ciri-ciri seperti yang diuraikan di atas adalah sebagai berikut:

1. Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi harus dibedakan di dalam model.

2. Adanya struktur stock dan flow dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model.

3. Aliran-aliran yang berbeda secara konseptual, di dalam model harus dibedakan; 4. Hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi variabel di dalam sistem yang

harus digunakan dalam pemodelan keputusannya;

5. Struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model haruslah sesuai (cocok) dengan praktek-praktek manajerial; dan

6. Model haruslah robust dalam kondisi-kondisi ekstrim.

Mengenai robust-nya sebuah model, menurut Sterman (1981) sejumlah pengujian tertentu perlu dilakukan terhadap model sehingga pada gilirannya akan meningkatkan keyakinan pengguna terhadap kemampuan model di dalam mengungkapkan sistem yang diwakilinya. Keyakinan ini menjadi dasar bagi

kesahihan model. Bila kesahihan model telah dapat dicapai, simulasi selanjutnya dapat digunakan untuk merancang kebijakan-kebijakan yang efektif.

Ada beberapa penelitian yang menurut peneliti dapat menunjang penelitian yang akan dilakukan. Dibawah ini merupakan Causal Loop Diagram yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya:

Gambar 2.6 Contoh Causal Loop Diagram (Sumber: Ratna Novitasari, ITS)

Berdasarkan causal loop yang telah disusun sebelumnya maka selanjutnya dapat disusun stock and flow diagram atau diaram alirnya. Diagram alir akan mampu menggambarkan sistem lebih detail karena akan memperhatikan pengaruh waktu tiap keterkaitan antar variabel, sehingga akan ada variabel yang menunjukkan hasil akumulasi dalam sistem disebut level, serta variabel yang merupakan aktivitas sistem dan mempengaruhi level yaitu rate.

Setelah membangun model melalui stock and flow diagram maka selanjutnya dapat dilakukan formulasi matematis terhadap model sehingga dapat dilakukan simulasi. Berikut adalah stock and flow diagram yang telah disusun :

Gambar 2.7 Sub Model 1 (Sumber: Ratna Novitasari, ITS)

Gambar 2.8 Sub Model untuk Profit (Sumber: Ratna Novitasari, ITS)

2.3 Perawatan (Maintenance)

Perawatan (Maintenance) adalah memperbaiki alat-alat mekanik atau elektrik yang sedang rusak atau terganggu dan juga melakukan aktivitas rutin yang menjaga peralatan bekerja dengan baik atau mencegah masalah sebelum masalah timbul. Menurut Assauri (2008, p134), maintenance merupakan kegiatan memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian yang diperlukan supaya terdapat suatu keadaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi maintenance didefinisikan sebagai tindakan yang mengembalikan unit yang rusak/gagal ke kondisi operasi atau menjaga unit non

failed dalam status operasional. Kegiatan perawatan berdampak pada keseluruhan sistem, keandalan, ketersediaan, downtime, biaya operasi dan sebagainya.

Tujuan utama dari system perawatan adalah menjaga proses produksi agar berjalan dalam kondisi operasi yang optimum. Optimum disini berarti dapat memenuhi permintaan yang diterima dengan memperhatikan minimasi biaya yang diperlukan (Nasution, 2006, p361). Ada beberapa hal yang menjadi tujuan utama dilakukannya aktivitas perawatan mesin (O’Connor, 2001, p407), yaitu:

1. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi agar memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana produksi.

2. Menjaga kualitas produk pada tingkat yang tepat untuk memenuhi kebutuhan produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

3. Mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai investasi tersebut.

4. Mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya.

5. Memperhatikan dan menghindari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja.

6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan.

1. Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem atau mesin untuk mencegah terjadinya breakdown secara mendadak dan untuk mengetahui apakah sistem atau mesin bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya.

2. Penggantian (replacement), yaitu tindakan penggantian komponen yang tidak dapat berfungsi lagi. Penggantian ini mungkin dilakukan secara mendadak atau dengan perencanaan sebelumnya.

3. Reparasi (repair), yaitu melakukan perbaikan secara cermat pada saat terjadi kerusakan kecil. Tindakan ini dilakukan setelah status gagal sudah terjadi. 4. Overhaul, yaitu tindakan pemeriksaan secara menyeluruh yang biasanya

dilakukan pada akhir periode tertentu.

2.4 Klasifikasi Per awatan

Secara umum jenis-jenis pemeliharaan dibagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu reactive maintenance dan proactive maintenance (Ebeling 2001,p189) :

2.4.1 Reactive Maintenance

Reactive maintenance merupakan mode perawatan “run it till it breaks”. Tidak ada tindakan atau usaha yang diambil untuk pemeliharaan seperti kondisi awalnya. Jadi reactive maintenance adalah bentuk perawatan dimana peralatan dan fasilitas diperbaiki karena breakdown atau gagal. Reactive maintenance dilakukan dalam menanggapi downtime yang tidak terencana atau tidak terjadwal,

biasanya karena kegagalan, apakah kegagalan internal atau eksternal (Ebeling, 2001, p189).

Keuntungan dari reactive maintenance adalah initial cost yang lebih rendah dari metode perawatan lain dan hanya membutuhkan beberapa staf dalam proses perbaikan. Sedangkan kerugian dari reactive maintenance adalah biaya meningkat karena downtime peralatan yang tidak terencana, dapat menambah biaya yang berkaitan dengan perbaikan atau penggantian peralatan, penggunaan sumber daya staf yang tidak efisien, serta menambah biaya tenaga kerja, khususnya jika perpanjangan waktu dibutuhkan karena proses penggantian atau perbaikan komponen yang tidak diketahui waktunya.

Salah satu metode perawatan yang termasuk dalam reactive maintenance adalah corrective maintenance (perawatan perbaikan). Corrective maintenance adalah perbaikan secara remedial ketika terjadi peralatan yang rusak dan kemudian harus diperbaiki atas dasar prioritas atau kondisi darurat. Sering pula disebut sebagai perawatan darurat (emergency maintenance). Kegiatan corrective maintenance bersifat perbaikan pasif yaitu menunggu sampai kerusakan terjadi lebih dahulu, kemudian baru diperbaiki agar fasilitas produksi maupun peralatan yang ada dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi sehingga dalam proses produksi dapat berjalan lancar dan kembali normal.

Corrective maintenance terdiri dari tindakan-tindakan mengembalikan system yang gagal ke status operasional. Biasanya meliputi penggantian atau perbaikan komponen yang bertanggungjawab dalam kegagalan sistem secara keseluruhan. Corrective maintenance dilakukan pada interval yang tidak

terprediksi karena waktu kerusakan komponen yang tidak diketahui sebelumnya. Tujuan dari corrective maintenance adalah untuk mengembalikan sistem untuk memenuhi operasi dalam waktu sesingkat mungkin. Corrective maintenance terdiri dari 3 (tiga) langkah (http2):

a. Diagnosis masalah. Teknisi maintenance harus mengambil waktu untuk menempatkan part yang gagal atau kalau tidak menilai penyebab kegagalan sistem.

b. Reparasi dan/atau mengganti komponen yang salah. Segera sesudah penyebab kegagalan sistem ditentukan, harus mengambil tindakan terhadap penyebab tersebut, biasanya dengan mengganti atau mereparasi komponen yang menyebabkan sistem menjadi gagal.

c. Pembuktian tindakan perbaikan. Segera sesudah komponen tersebut diperbaiki atau diganti, teknisi maintenance harus membuktikan bahwa sistem dapat beroperasi kembali dengan baik.

Tindakan corrective ini dapat memakan biaya perawatan yang lebih murah dari pada tindakan preventive. Hal ini dapat terjadi apabila kerusakan terjadi saat mesin atau fasilitas tidak melakukan proses produksi. Namun saat kerusakan terjadi selama proses produksi berlangsung maka biaya perawatan akan mengalami peningkatan akibat terhentinya proses produksi yang mengganggu proses secara keseluruhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindakan corrective memusatkan permasalahan setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi.

2.4.2 Proactive Maintenance

Proactive maintenance dapat dilakukan hanya ketika dan untuk. Perawatan ini harus dapat mengurangi angka kegagalan yang tidak terjadwalkan atau memperpanjang umur komponen. Secara umu diasumsikan bahwa kegiatan proactive maintenance lebih murah dari kegiatan reactive maintenance (Ebeling, 2001,p189).

2.4.3 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan perbaikan (preventive maintenance) adalah perawatan dan perbaikan oleh personil untuk tujuan pemeliharaan peralatan dan fasilitas dalam kondisi operasi yang memuaskan dengan menyediakan inspeksi sistematis, deteksi, dan koreksi dari kegagalan yang baru mulai terjadi sebelum kegagalan benar-benar terjadi atau berkembang menjadi kerusakan yang lebih besar. Kegiatan pemeliharan termasuk pengujian, pengukuran, penyesuaian, dan penggantian suku cadang yang dilakukan secra khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan. Tujuan utama dari pemeliharaan sendiri adalah untuk menghindari atau mengurangi akibat dari kegagalan peralatan. Hal ini mungkin terjadi dengan mencegah kegagalan sebelum kegagalan terjadi. Preventive maintenance dirancang untuk menjaga dan mengmbalikan keandalan peralatan dengan mengganti komponen using sebelum benar-benar rusak.

Preventive maintenance merupakan penjadwalan aktivitas pemeliharaan yang telah direncanakan dalam mencegah breakdown atau kegagalan. Tujuan utamanya dalaha untuk mencegah kegagalan peralatan sebelum kegagalan

benar-benar terjadi, serta memelihara dan meningkatkan keandalan peralatan dengan mengganti komponen yang usang sebelum komponen tersebut benar-benar rusak/gagal. Jadwal untuk preventive maintenance didasarkan pada observasi dari perilaku sistem., mekanisme komponen wear-out dan pengetahuan tentang komponen apa yang kritis untuk melanjutkan operasi sistem. Biaya merupakan faktor dalam menjadwalkan kegiatan ini (keandalan juga salah satu faktor tetapi biaya lebih umum karena keandalan dan resiko dapat digambarkan dalam biaya). Aktivitas preventive maintenance terdiri dari pengecekan komponen, pemeriksaan sebagian aatau seluruh pada periode waktu tertentu, penggantian oli, pemberian minyak dan sebagainya. Sebagai tambahan, para pekerja dapat mencatat kerusakan peralatan, sehingga mereka tahu untuk mengganti atau mereparasi bagian yang usang sebelum kegagalan sistem terjadi karenanya.

Preventive maintenance adalah pilihan yang logis jika 2 kondisi berikut ini terpenuhi:

1. Komponen tersebut memiliki tingkat kegagalan yang semakin meningkat. Dengan kata lain, tingkat kegagalan dari komponen meningkat seiring waktu,

Dokumen terkait