• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Klasifikasi Perawatan

2.4.3 Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)

Pemeliharaan perbaikan (preventive maintenance) adalah perawatan dan perbaikan oleh personil untuk tujuan pemeliharaan peralatan dan fasilitas dalam kondisi operasi yang memuaskan dengan menyediakan inspeksi sistematis, deteksi, dan koreksi dari kegagalan yang baru mulai terjadi sebelum kegagalan benar-benar terjadi atau berkembang menjadi kerusakan yang lebih besar. Kegiatan pemeliharan termasuk pengujian, pengukuran, penyesuaian, dan penggantian suku cadang yang dilakukan secra khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan. Tujuan utama dari pemeliharaan sendiri adalah untuk menghindari atau mengurangi akibat dari kegagalan peralatan. Hal ini mungkin terjadi dengan mencegah kegagalan sebelum kegagalan terjadi. Preventive maintenance dirancang untuk menjaga dan mengmbalikan keandalan peralatan dengan mengganti komponen using sebelum benar-benar rusak.

Preventive maintenance merupakan penjadwalan aktivitas pemeliharaan yang telah direncanakan dalam mencegah breakdown atau kegagalan. Tujuan utamanya dalaha untuk mencegah kegagalan peralatan sebelum kegagalan

benar-benar terjadi, serta memelihara dan meningkatkan keandalan peralatan dengan mengganti komponen yang usang sebelum komponen tersebut benar-benar rusak/gagal. Jadwal untuk preventive maintenance didasarkan pada observasi dari perilaku sistem., mekanisme komponen wear-out dan pengetahuan tentang komponen apa yang kritis untuk melanjutkan operasi sistem. Biaya merupakan faktor dalam menjadwalkan kegiatan ini (keandalan juga salah satu faktor tetapi biaya lebih umum karena keandalan dan resiko dapat digambarkan dalam biaya). Aktivitas preventive maintenance terdiri dari pengecekan komponen, pemeriksaan sebagian aatau seluruh pada periode waktu tertentu, penggantian oli, pemberian minyak dan sebagainya. Sebagai tambahan, para pekerja dapat mencatat kerusakan peralatan, sehingga mereka tahu untuk mengganti atau mereparasi bagian yang usang sebelum kegagalan sistem terjadi karenanya.

Preventive maintenance adalah pilihan yang logis jika 2 kondisi berikut ini terpenuhi:

1. Komponen tersebut memiliki tingkat kegagalan yang semakin meningkat. Dengan kata lain, tingkat kegagalan dari komponen meningkat seiring waktu, sehingga menyiratkan wear-out.

2. Biaya keseluruhan dari tindakan preventive maintenance harus kurang dari biaya keseluruhsn dari sebuah tindaksn corrective. (catatan: dalam biaya keseluruhan untuk tindakan corrective, harus mencakup tambahsn yang nyata dan atau biaya tak berwujud, seperti biaya downtime, kehilangan biaya produksi dan sebagainya).

Jika kedua kondisi ini terpenuhi, maka preventive maintenance ini masuk akal dilakukan. Selain itu, berdasarkan rasio biaya, waktu yang optimal untuk tindakan tersebut dapat dengan mudah dihitung untuk satu komponen.

Menurut Assauri (2008, p135), dalam prakteknya preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu perusahaan dapat dibedakan atas:

1. Routine maintenance

Routine maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, misalnya setiap hari. Contohnya adalah pembersihan fasilitas atau peralatan, pelumasan (lubrication) atau pengecekan oli, serta pengecekan bahan bakarnya dan mungkin termasuk pemanasan dari mesin selama beberapa menit sebelum dipakai berproduksi sepanjang hari.

2. Periodic maintenance

Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, lalu meningkat setiap satu bulan sekali dan akhirnya setiap satu tahun sekali. Periodic maintenance dapat pula dilakukan dengan memakai lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagai jadwal kegiatan, misalnya setiap seratus jam mesin sekali, lalu meningkat setiap lima ratus jam kerja mesin sekali dan seterusnya. Jadi sifat kegiatan maintenance ini tetap secara periodik atau berkala. Kegiatan periodic maintenance ini jauh lebih berat daripada kegiatan routine maintenance. Sebagai contoh dari kegiatan periodic maintenance adalah pembongkaran karburator ataupun pembongkaran alat-alat dibagian sistem aliran bensin, setting katup-katup pemasukan dan pembuangan cylinder mesin dan

pembongkaran mesin atau fasilitas tersebut untuk penggantian bearing, serta service dan overhaul besar atau kecil.

Ada beberapa kesalahpahaman tentang preventive maintenance, salah satunya seperti preventive maintenance terlalu mahal. Logika ini menyatakan bahwa biaya preventif lebih mahal untuk pemeliharaan dan penjadwalan downtime yang tetap daripada biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan peralatan sampai perbaikan mutlak diperlukan. Hal ini mungkin benar untuk beberapa komponen, namun harus dibandingkan tidak hanya dari biaya tetapi juga keuntungan dan penghematan jangka panjang dengan preventive maintenance. Tanpa preventive maintenance, contohnya, biaya untuk waktu produksi yang hilang dari breakdown peralatan yang tidak terjadwal akan terjadi. Preventive maintenance akan menghasilkan penghematan karena peningkatan layanan sistem yang efektif. Keuntungan jangka panjang dari preventive maintenance meliputi peningkatan keandalan sistem, penurunan biaya penggantian, penurunan downtime sistem, manajemen persediaan suku cadang yang lebih baik.

Preventive maintenance ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat efektif didalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam golongan critical unit. Sebuah peralatan produksi akan termasuk dalam golongan critical unit, apabila:

1. Kerusakan fasilitas produksi akan menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi.

2. Kesrusakan fasilitas produksi ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan.

3. Kerusakan peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan atau keselamatan pekerja.

4. Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut sudah cukup besar (mahal). 2.4.4 Sistem Perawatan

Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sistem perawatan harus memiliki respons yang baik terhadap kerusakan-kerusakan yang akan muncul maupun kapasitas kerja yang memadai untuk menangani kerusakan yang telah terjadi. Untuk kepentingan ini, maka sistem perawatan harus memiliki dan menjalankan fungsi dari beberapa hal seperti variabel keputusan (Nasution, 2006, p364).

2.4.4.1 Variabel Keputusan

Ada 4 variabel keputusan dalam penentuan kebijakan perawatan menurut Nasution (2006,p365), yaitu:

1. What, menyatakan apa yang harus dirawat.

Dalam proses produksi yang sederhana, penentuan komponen atau fasilitas apa yang harus mendapat prioritas perawatan akan mudah ditentukan. Berlainan dengan proses produksi yang kompleks, dimana mungkin terdapat ratusan bahkan ribuan komponen yang harus dijaga tingkat keandalannya. Komponen digolongkan berdasarkan kontribusi masing-masing komponen terhadap keandalan proses produksi secara keseluruhan dan pengaruhnya terhadap total biaya operasi penggolongannya adalah:

a. Kelas A (komponene kritis), yaitu komponene yang kerusakannya akan mengakibatkan berhentinya proses produksi secara keseluruhan dan

memerlukan biaya yang tinggi untuk keperluan repair, serta biaya kesempatan produksi yang hilang.

b. Kelas B (komponen Mayor), yaitu komponen yang mempengaruhi kelancaran proses produksi. Sewaktu mengalami kerusakan, komponen ini tidak menghentikan proses produksi secara keseluruhan.

c. Kelas C (Komponen minor), yaitu komponen yang bersifat pendukung. Kerusakan komponen jenis ini mungkin menurunkan efisiensi lokal fasilitas yang bersangkutan, tetapi tidak mengganggu proses produksi secara keseluruhan.

Penggolongan ini akan menghasilkan daftar prioritas komponen sehingga pihak maintenance dapat membuat urutan kerja komponen apa yang harus diperbaiki terlebih dahulu.

2. How, menyatakan bagaimana perawatan harus dilakukan.

Mengacu pada cara apa yang paling tepat untuk dilaksanakan, bukan pada kelengkapan atau kecanggihan peralatan yang dimiliki. Terdapat 3 cara umum yang dipakai yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu inspeksi (inspection), perawatan perbaikan (corrective maintenance), dan perawatan preventif (preventive maintenance).

Terdapat dua pertimbangan dalam memilih alternative mana yang terbaik untuk dilaksanakan:

a. Ketersediaan data akurat untuk pola kerusakan komponen.

Untuk beberapa proses produksi kontinyu, perawatan preventif mutlak diperlukan. Dalam hal ini dua pertimbsngan diatas dapat diabaikan karena biaya set up operasi yang dikarenakan penghentian proses produksi sangat tinggi.

3. Who, menyatakan siapa yang harus melakukan aktivitas perawatan

Pemilihan terhadap kegiatan perawatan internal atau eksternal didasarkan atas pertimbangan penguasaan teknologi dan frekuensi perawatan. Untuk proses produksi dengan tingkat teknologi yang tidak tinggi, perawatan internal sering dilakukan. Penguasaan teknologi yang tinggi dan frekuensi kerusakan yang sedikit, mengarahkan pihak manajemen untuk memilih perawatan eksternal. 4. Where, menyatakan dimana usaha perawtan dilaksanakan

Terdapat 2 alternatif umum, yaitu sentralisaasi dan desentralisasi. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan alternatif adalah frekuensi perawatan, spesialisasi keahlian tenaga perawatan, prioritas perawatan dan alokasi waktu perawatan. Perawatan sentralisasi mengakibatkan tingkat utilitas tenaga dan fasilitas perawatan menjadi lebih tinggi tetapi membutuhkan alokasi waktu perawatan yang lebih besar sehingga waktu kerusakan yang dialami komponen akan lebih lama.

2.4.4.2 Downtime

Downtime mengacu pada periode waktu ketika suatu sistem tidak tersedia atau gagal untuk menyediakan atau melakukan fungsi utamanya. Downtime dapat terjadi karena pemeliharaan rutin atau juga akibat dari sistem gagal berfungsi karena peristiwa yang tidak direncanakan, contohnya aeperti ketika unit mengalami maslah seperti kerusakan yang dapat mengganggu kinerja secara

keseluruhan sehingga membutuhkan sejumlah waktu tertentu untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.

Menurut Ebeling (2001, p190), downtime terdiri dari beberapa unsur, yaitu : 1. Supply delay, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh personal maintenance untuk

memperoleh komponen atau suku cadang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses perbaikan.

2. Maintenance delay, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menunggu ketersediaan sumber daya perawatan untuk melakukan proses perbaikan. 3. Acces time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke

komponen yang mengalami kerusakan.

4. Diagnosis time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab kerusakan dan langkah perbaikan apa yang harus ditempuh untuk memperbaiki kerusakan.

5. Repair of replacement time, yaitu waktu aktual yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses pemilihan setelah permasalahan dapat diidentifikasi dan akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.

6. Verification and aligment time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa unit telah kembali pada kondisi operasi semula.

Dokumen terkait