• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Stroke

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Stroke

2.1.1 Defenisi Stroke

Defenisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang tertanggu. Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama. Belum ada data yang pasti stroke di Indonesia, namun riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di rumah-rumah sakit di Indonesia. Prevalensi stroke di India diperkirakan 203 pasien per 100.000 penduduk, sedangkan di China insidennya 219 per 100.000 penduduk.

Menurut patofisiologinya, stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri serebral proses aterosklerosis. Trombosit dibedakan menjadi dua subkategori, yaitu trombosis pada arteri

besar (meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris), dan trombosis pada arteri kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri besar , sedangkan 20% stroke disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran, medularis) yang menyebabkan stroke tipe lakuner. Kurang lebih 32% stroke disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke.

Berbagai penelitian menunjukkan terdapat faktor risiko yang membuat seorang individu menjadi lebih rentan mendapat stroke. Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor yang dapat di modifikasi dan tidak dapat dimofikasi.

2.1.2 Etiologi Stroke

Ada beberapa faktor yang menyebabkan stroke diantaranya sebagai berikut (Black,2009;Smeltzer&Bare,2002) :

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). Trombus dimulai bersamaan dengan kerusakan dinding pembuluh darah endotel. Aterosklerosis adalah pencetus utamanya. Thrombus dapat terjadi dimana saja di sepanjang arteri karotis dan cabang-cabangnya. Thrombosis merupakan penyebab stroke yang paling utama, kurang lebih sekitar 60% dari kejadian stroke.

2. Embolisme Serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Mayoritas emboli berasal dari lapisan endokardium jantung, dimana plak keluar dari endokardium dan masuk

kesirkulasi. Embolisme serebral merupakan penyebab kedua stroke, kurang lebih sekitar 245 dari kejadian stroke.

3. Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hipertensi adalah penyebab utama perdarahan intraserebral. Prognosis pasien dengan perdarahan intraserebral buruk, 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Tingkat kematian akibat perdarahan intraserebral berkisar 40%-80%.

4. Penyebab lain, contohnya: spasme arteri serebral karena iritasi, mengurangi perfusi ke area otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami kontraksi tersebut; status hiperkoagulasi dapat mengakibatkan terjadinya thrombosis dan stroke iskemik; kompresi pembuluh darah serebaral yang diakibatkan dari tumor; bekuan darah yang besar ukurannya, atau abses otak.

2.1.3 Klasifikasi stroke

Secara garis besar berdasarkan kelainan patofisiologis yang terjadi, stroke dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Wahjoepramono, 2005).

Stroke iskemik disebabkan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menjadi menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya karena emboli atau trombosis (Wahjoepramono, 2005). Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya aliran darah menuju otak yang mengakibatkan sel saraf dan sel lainnya mengalami ganngguan karena terhentinya suplai oksigen dan glukosa yang dibawa oleh darah. Penurunan aliran darah ini dapat menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Bila gangguan suplai darah tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan tejadi kematian sel. Akan tetapi apabila aliran darah dapat diperbaiki segera, maka kerusakan yang terjadi dapat sangat minimal.

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besardibagi menjadi dua, yaitu akibat trombosisdan akibat emboli. Trombosis merupakan proses pembekuan darah pada jaringan. Jika trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang menuju ke otak, maka bekuan darah tadi dapat menyumbat aliran darah. Emboli dapat berupa trombus atau bekuan darah yang terlepas, udara, dan lainnya. Emboli yang masuk ke dalam pembuluh darah dan ikut aliran darah dapat berhenti disuatu tempat sempit yang tidak bisa ia lewati (Junaidi, 2004). Hal ini yang biasa menimbulkan penyumbatan aliran darah dan menjadi penyebab stroke.

2. Stroke Hemoragik

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa stroke hemoragik merupakan 8 – 13 % dari semua stroke di USA, 20 – 30 % stroke di

Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara, kasus stroke hemoragik adalah sebesar 26 % dari semau stroke (Misbach, 1999). Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan perdarahan intrakranial non traumatik. Perdarahan intrakranial yang sering terjadi adalah perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subarakhnoid (PSA).

2.1.4 Manifestasi Klinis Stroke

Stroke dapat menimbulkan efek pada berbagai funsi tubuh, meliputi : aktivitas motorik, eliminasi bowel dan urin, fungsi intelektual, kerusakan persepsi sensori, kepribadian, afek, sensasi, menelan, dan komunikasi. Fungsi – fungsi tubuh yang mengalami gangguan tersebut secara langsung terkait dengan arteri yang tersumbat dan area otak yang tidak mendapatkan perfusi adekuat dari sistem tersebut. Manifestasi klinis menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Lewis (2007) yaitu :

1. Kehilangan Fungsi Motorik

Defisit motorik merupakan efek stroke yang paling jelas terlihat. Defisit motorik meliputi kerusakan : mobilitas, fungsi respirasi, menelan, dan berbicara, refleks gag, dan kemampuan melakukan aktifitas sehari – hari. Gejala yang muncul diakibatkan oleh adanya kerusakan motor neuron pada jalur piramidal (bekas saraf dari otak yang melewati spinal cord menuju sel – sel motorik). Stroke mengakibatkan lesi pada motor neuron atas (Upper Motor Neuron = UMN) dan mengakibatkan hilangnya kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karakteristik defisit motorik meliputi

akinesia, gangguan integrasi gerakan, kerusakan tonus otot, dan kerusakan refleks. Karena jalur piramida menyeberang pada saat di medulla, kerusakan kontrol motorik volunter pada satu sisi tubuh merefleksikan adanya kerusakan motor neuron atas di sisi yang berlawanan pada otak 9 kontralateral).

Disfungsi motorik yang paling sering terjadi adalah hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh). Pada fase akut stroke, gambaran klinis yang muncul adalah paralisis flaccid dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam. Saat refleks tendon ini muncul kembali (biasanya 48 jam), peningkatan tonus otot dapat dilihat bersaan dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstermitas yang terkena.

2. Kehilangan Fungsi Komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab utama terjadinya afasia. Disfungsi bahasa dan komunikasi akibat stroke adalah : a). Disartria (kesulitan berbicara), diakibatkan oleh paralisi otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara. b). Disfasia (kesulitan terkait penggunaan bahasa) atau afasia (kehilangan total kemampuan menggunakan menggunakan bahasa), dapat berupa afasia ekspresif, afasia reseptif, atau afasia global (campuran antara keduanya). c). Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang telah dipelajari sebelumnya).

Pasien yang pernah mengalami stroke akan kesulitan mengontrol emosinya. Respon emosinya tidak dapat ditebak. Perasaan depresi akibat perubahan gambaran tubuh dan hilangnya berbagai fungsi tubuh dapat membuat makin parah. Pasien dapat pula mengalami frustasi karena masalah mobilitas dan komunikasi.

4. Kerusakan Fungsi Intelektual

Baik itu memori maupun penilaian dapat terganggu sebagai akibat stroke. Pasien dengan stroke atak kiri sering sangat berhati – harti dalam membuat penilaian. Pasien dengan stroke otak kanan cenderung lebih impulsif dan bereaksi lebih cepat.

5. Gangguan Persepsi dan Sensori

Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visuospasial, dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual diakibatkan oleh adanya gangguan jalur sensori primer antara mata dan korteks visual. Hilangnya sensori akibat stroke dapat berupa kerusakan yang ringan (contoh : sentuhan) atau kerusakan yang lebih berat, yaitu hilangnya propriopsepsi (kemampuan untuk menilai posisi dan gerakan bagian – bagian tubuh) dan kesulitan menginterpretasikan stimulus visual, taktil dan auditori.

6. Gangguan Eliminasi

Kebanyakan masalah yang terkait dengan eliminasi urin dan bowel terjadi pada tahap akut dan bersifat sementara. Saat salah hemisfer otak

terkena stroke, progonis fungsi kandung kemih baik. Awalnya, pasien dapat mengalami urgensi dan inkontinensi. Walaupun kontrol motor bowel biasanya tidak terganggu, pasien sering mengalami konstipasi yang diakibatkan oleh imobilitas, otot abdomen yang melemah, dehidrasi dan respon yang menurun terhadap refleks defekasi. Masalah eliminasi urin dan bowel dapat juga disebabkan oleh ketidakmampuan pasien mengekspresikan kebutuhan eliminasi.

2.2Faktor Risiko

Penggolongan faktor risiko didasarkan pada dapat atau tidaknya risiko tersebut dapat dimodifikasi atau tidak (AHA, 2006). Faktor risiko stroke juga dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, faktor perilaku (primordial) (Depkes, 2007). Interaksi antara ketiga faktor tersebut dapat memperberat risiko untuk terkena stroke

2.2.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi 2.2.1.1Usia

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring bertambahnya usia hingga makin bertambahnya usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama dibagian endotel yang mengalami penebalan intima, sehingga mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran darah ke otak ( Krisdayanti, 2009 dalam Aisyah 2012).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Depkes RI (2009) digolongkan menjadi : 26 – 35= Dewasa awal, 36 – 45= Dewasa akhir, 46 – 55= Lansia awal, 55 – 65= Lansia akhir, >65 = Manula.

Dalam statistik, faktor ini menjadi 2 kali lipat setelah usia ≥55 tahun.

2.2.1.2Jenis Kelamin

Stroke diketahui lebih banyak diderita laki-laki dibandingkan perempuan. Kecuali umur 35 – 44 dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakaian obat kontrasepsi oral dan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Perempuan Indonesia mempunyai usia harapan hidup tiga sampai empat tahun lebih tinggi dari usia harapan hidup laki-laki.

2.2.1.3Ras

Penduduk Afrika – Amerika dan Hispanic – Amerika berpotensi stroke lebih tinggi dibanding Eropa – Amerika. Pada penelitian ini penyakit arterosklerosis terlihat bahwa penduduk kulit hitam terdapat serangan stroke 38% lebih tinggi dibanding kulit putih.

2.2.1.4Faktor Keturunan (riwayat penyakit keluarga)

Adanya riwayat stroke pada orang tua, meningkatkan faktor risiko terjadinya stroke. Hal ini diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara faktor genetik; faktor kultur atau lingkungan dan life style ; interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

2.2.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Stroke pada prinsipnya dapat dicegah. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa 50% kematian akibat stroke pada pasien yang berusia di bawah 70 tahun dapat dicegah dengan menerapakan pengetahuan yang ada (Hudak & Gallo,1996)

Faktor risiko yang dapat diubah antara lain: 2.2.2.1Hipertensi

Penyakit hiperytensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik ada pemeriksaan tekanan darah menggunakan alat ukur tekanan darah.

Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukran tinggi badan, berat badan , tingkat aktifitas normal dan kesehatan

secara umum adalah 120/80 mmHg. Dalam aktifitas sehari – hari, tekanan darah normalnya adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu beraktifitas atau berolahraga.

Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapat pengobatan dn pengontrolan secara teratur maka hal ini dapat membawa sipenderita kedalam kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja ekstra, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak, dan mata. Penyakit hipertensi merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung.

Penyakit hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.

Hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri. Arteri dalah pembuluh darah yang mengangkut darah dari jantung yang memompa keseluruh jaringan dan organ – organ tubuh.

Hipertensi juga sering disebut silent killer karena termasuk penyakit yang mematikan. Hipertensi adalah penyakit yang

bisa menyerang siapa saja, baik muda maupun tua, entah orang kaya maupun orang miskin. Hipertensi adalah salah satu penyakit mematikan didunia. Sebanyak 1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Bahkan diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025.

Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat alias mematikan. Laporan komite nasional pencegahan, deteksi, evaliasi, dan penanganan hipertensi menyatakan bahwa tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan risiko serangan jantung, gagal ginjal dan stroke.

Suatu peningkatan tekanan darah meningkatkan risiko penyakit jantung , penyakit ginjal, pengerasan dari arteri dan stroke.

Makin tingginya tekanan darah, makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke, baik perdarahan maupun iskemik. Faktor risiko stroke terbanyak adalah hipertensi dengan 71% dari 3723 kasus (Misback, 1999). Pengendalian tekanan darah dapat mengurangi 38% insiden stroke (Black & Hawks, 2005)

2.2.2.2Penyakit Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau keduanya. Faktor risiko stroke akibat DM sebanyak 17,3% (Misback,1999). Pasien DM cenderung menderita arterosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi, kegemukan dan kenaikan kadar kolesterol. Kombinasi hipertensi dan diabetes sangat menaikkan komplikasi diabetes termasuk stroke (AHA/ASA, 2006).

Selain dikenal sebagai penyakit, diabetes melitus juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke. Hal ini disebabkan karena DM dapat meningkatkan prevalensi aterosklerosis dan juga meningkatkan prevalensi faktor risiko lain seperti hipertensi, obesitas, dan hiperlipidemia.

2.2.2.3Penyakit jantung

Penyakit atau kelainan jantung merupakan sumber emboli untuk terjadinya stroke. Yang tersering adalah atrium fibrilasi. Setiap tahun, 4% dari pasien atrium fibrilasi mengalami stroke (AHA/ASA, 2006).

Penyakit atau kelainan jantung dapat mengakibatkan iskemik otak. Hal ini disebabkan oleh denyut jantung yang tidak teratur dan tidak efesien dapat menurunkan total curah jantung yang mengakibatkan aliran darah di otak berkurang

(iskemia). Selain itu juga dengan adanya penyakit atau kelainan jantung dapat terjadi pelepasan embolus (keping darah) yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah otak. Hal ini yang disebut dengan stroke iskemik akibat trombosis. Seseorang dengan penyakit atau kelainan pada jantung mendapat risiko untuk terkena stroke lebih tinggi 3 kali lipat dari orang yang tidak memiliki penyakit atau kelainan jantung (Hull, 1993). 2.2.2.4Kolesterol Total

Meningkatnya kadar kolesterol total dan Low Density

Lipoprotein (LDL) berkaitan erat dengan terjadinya

aterosklerosis. Kolesterol LDL yang tinggi merupaka risiko terjadinya stroke iskemik. Kejadian stroke meningkat pada pasien dengan kadar kolesterol total 38,7 mg/dL meningkatkan risiko stroke sebanyak 25% (AHA, 2006).

Pemeriksan kadar kolesterol darah sangat penting untuk dilakukan, karena tingginya kadar kolesterol dalam darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya stroke. Hal ini disebabkan oleh kolesterol darah yang ikut berperan dalam penumpukan lemak di lumen pembuluh darah yang dapat menyebabkan aterosklerosis (Hull, 1993). Kadar kolesterol yang tinggi dalam dalam darah adalah pemicu terjadinya stroke. Hal ini terjadi karena kolesterol yang tertimbun dalam darah menyebabkan pembuluh darah menjadi sempit sehingga

mengganggu suplai darah ke otak yang disebut dengan stroke iskemik. Berikut ini merupakan hubungan antara kolesterol dengan risiko aterosklerosis:

2.2.2.5Kadar gula darah

Kadar gula darah yang normal adalah dibawah 200 mg/dl. Jika kadar gula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemia, maka orang tersebut dicurigai memiliki penyakit diabetes melitus. Kadar gula darah yang tadinya normal cenderung meningkat setelah usia 50 tahun secara perlahan tapi pasti, terutama pada orang-orang yang tidak aktif (Depkes, 2008).

Keadaan hiperglikemi atau kadar gula dalam darah yang tinggi dan berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh, salah satunya adalah dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun besar termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Hull, 1993).

2.2.3 Faktor risiko perilaku (Primordial) 2.2.3.1Merokok

Rokok merupakan salah satu faktor yang signifikan untuk meningkatkan risiko stroke. Orang yang memiliki kebiasaan merokok cenderung lebih berisiko untuk terkena penyakit jantung dan stroke dibandingkan orang yang tidak merokok

(Stroke Association, 2010). Hal ini disebabkan oleh zat-zat kimia yang beracun dalam rokok., seperti nikotin dan karbon monoksida yang dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, meningkatkan tekanan darah, dan menyebabkan kerusakan pada sistem kardiovaskuler melalui berbagai macam mekanisme tubuh. Nikotin dalam rokok menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah. Arteri juga mengalami penyempitan dan dinding pembuluh darah menjadi mudah robek, yang mengakibatkan produksi trombosit meningkat sehingga darah mudah membeku. Selain itu, merokok dapat mengakibatkan hal buruk bagi lemak darah. Semua efek nikotin dari rokok dapat mempercepat proses aterosklerosis dan penyumbatan pada pembuluh darah. Karbon monoksida dari rokok juga dapat mengurangi jumlah oksigen yang dibawa oleh darah, sehigga menyebabkan ketidakseimbangan antara oksigen yang dibutuhkan dengan oksigen yang dibawa oleh darah (Stroke

Association, 2010).

2.2.3.2Kebiasaan mengkonsumsi alkohol

Peran alkohol dalam sumbangannya sebagai faktor risiko stroke memang masih kontroversial dan disuga tergantung pada dosis yang dikomsumsi. Alkohol dapat meningkatkan risiko terserang stroke jika diminum dalam jumlah banyak, sedangkan

dalam jumlah sedikit dapat mengurangi risiko stroke (Pearson, 1994). Akan tetapi, kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dapat menjadi salah satu pemicu untuk terjadinya hipertensi, yang memberikan sumbangan faktor risiko untuk terjadinya penyakit stroke. Dalam sebuah pengamatan, diperoleh data bahwa mengkonsumsi 3 gelas alkohol per hari akan meningkatkan risiko stroke hemoragik, yaitu perdarahan intraserebral hingga 7 kali lipat ( Wahjoepramono, 2005).

2.2.3.3Aktivitas fisik

Aktivitas fisik atau olahraga merupakan bentuk pemberian rangsangan berulang pada tubuh. Tubuh akan beradapatasi jika diberi rangsangan secara teratur dengan takaran dan waktu yang tepat. Aktivitas fisik sangat berhubungan dengan faktor risiko stroke, yaitu hipertensi dan aterosklerosis. Seseorang yang sering melakukan aktivitas fisik, minimal 3 – 5 kali dalam seminggu dengan lama waktu minimal 30 – 60 menit dapat menurunkan risiko untuk terkena penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah, seperti stroke (Depkes, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Stroke atau gangguan fungsi peredaran darah diotak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang paling sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Data dari World Health Organization (WHO) tahun (2008) jumlah kematian didunia sebanyak 57 juta jiwa dan 6,17 juta jiwa meninggal dunia akibat stroke dengan Proportional Mortality Rate (PMR) 10,8%. Jumlah penderita stroke akan semakin meningkat tiap tahun dan diprediksi dua kali lipat pada tahun 2020. Pada tahun (2001), jumlah penderita stroke diseluruh dunia dengan Case Fatality Rate(CFR) 26,8%. Penyakit hipertensi menyumbangkan 17,5 jut kasus stroke di dunia.

Berdasarkan data dari National Heart, Lung, and Blood Institute (2012) pada tahun 2008 penyakit stroke menjadi penyebab kematian terbesar ke empat di Amerika Serikat dengan jumlah 134.148 orang dengan angka proporsi sebesar 5,4% dari seluruh jumlah kematian (2,5 juta jiwa orang). Prevalensi stroke di Eropa telah diperkiarakan mencapai 9,6 juata jiwa, di Amerika terdapat 4,8 juta jiwa dan di Afrika terdapat 1,6 juta jiwa. Menurut data dari British heart Foundation (2010) diperoleh angka kematian

(mortalitiy rate) pada penderita stroke iskemik sebesar 5 per 100.000 penduduk dan stroke hemoragik sebesar 10 per 100.000 penduduk.

Prevalensi stroke di Indonesia mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk pada kelompok umur 55-64 tahun, stroke menjadi penyebab kematian tertinggi baik di perkotaan maupun pedesaan di Indonesia. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darusalam (13,6 per 1000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1000 penduduk).

Pasien yang dirawat inap di Bagian Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan dari januari 2010 sampai desember 2010, didapati data jumlah pasien stroke sebanyak 365 orang (58%) dari 628 orang pasien yang dirawat inap di bagian Neurologi (dalam penelitian Marlina, 2010)

Pemeriksaan faktor risiko dengan cermat dapat mempermudah tenaga medis untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat dua macam faktor risiko, pertama yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, ras atau etnis dan riwayat keluarga: yang kedua yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti tekanan darah, penyakit jantung, penyakit diabetes melitus, kolesterol total, kadar gula darah. Dan terdapat faktor risiko yang lain yaitu faktor risiko perilaku (primordial) seperti merokok, komsumsi alkohol, aktivitas fisik.

Berdasarkan data World Health Organisation dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Tiap tahunnya, 7 juta orang diseluh dunia

meninggal akibat hipertensi. Masalah kesehatan global terkait hipertensi dirasakamn mencemaskan dan menyebabkan biaya kesehatan tinggi.

Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi umur 18 tahun keatas di Indonesia adalah sebesar 325,8%. Salah satu faktor risiko dari penyakit hipertensi adalah konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol didunia menyebabkan kematian lebih dari 3,3 juta setiap tahunnya atau 5,9% dari semua kematian (WHO, 2014). Menurut Hasil Riskesdas 2007 di Indonesia prevalensi konsumsi alkohol nasional adalah 4,6%, pada laki – laki 8,8% dan perempuan 0,5%. Faktor risiko lain hipertensi adalah merokok. Dari Hasil Riskesdas tahun 2013 tampak bahwa proporsi perokok aktif setiap hari umur 30 – 34 tahun sebesar 33,4%, umur 35 – 39 tahun 32,2%, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki – laki lebih banyak dibandingkan perokok perempuan (47,55 banding 1,1%).

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif dan efesien karena sifatnya yang multi kausal (disebabkan banyak faktor). Upaya pencegahan

Dokumen terkait