• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran dari analisa yang telah dilakukan sehingga dapat memberikan suatu rekomendasi sebagai masukan bagi pihak perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

7

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas

Kualitas adalah tingkat baik buruknya sesuatu, kadar, derajat, atau taraf (kepandaian, kecakapan, dsb). Menurut Sofjan Assauri (2004), mutu atau kualitas diartikan sebagai the standart of something as measured against other thing of a

similar kind, yang artinya secara bebas adalah standar sesuatu sebagai pengukur

yang membedakan suatu benda dengan yang lainya. Di sini keberadaan kualitas tersebut yang menjadikan suatu benda berbeda. Perbedaan yang terdapat pada benda ini menjadikan benda ini istimewa dan spesial dibandingkan dengan benda lainya yang masih tergolong sama. Kualitas merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam setiap proses produksi, kulitas yang baik akan dihasilkan oleh proses yang terkendali. Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam banyak produk dan jasa, tanpa membedakan apakah konsumen itu perorangan, kelompok industri, program pertahanan militer, atau toko pengecer. Akibatnya kualitas adalah faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan peningkatan posisi bersaing perusahaan.

2.1.1 Pengertian Pengendalian K ualitas

Pada suatu perusahaan pengendalian kalitas sangat penting karena hal ini menentukan produk yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas perusahaan atau tidak. Sedangkan menurut Sofjan Assauri dalam bukunya

8

Manajemen Produksi dan Operasi (2004) mengemukakan bahwa Pengendalian kualitas adalah kegiatan memastikan apakah kebijakan dalam hal kualitas (standar) dapat tercermin dalam hasil akhir, atau dengan kata lain usaha untuk mempertahankan mutu atau kualitas dari barang-barang yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pimpinan. Pelaksanaan pengendalian kualitas dilaksanakan oleh operator dan leader pada masing-masing departemen. Pada pelaksanaan pengendalian kualitas semua produk dicek menurut standar, dan semua penyimpangan-penyimpangan dalam hal ini digunakan sebagai umpan balik sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan untuk produksi di masa yang akan datang.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengar uhi Kualitas

Kualitas dipengaruhi oleh faktor yang akan menentukan bahwa suatu barang dapat memenuhi tujuannya. Menurut Sofjan Assauri (2004), mengemukakan bahwa tingkat kualitas ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Fungsi Suatu Barang

Kualitas yang hendak dicapai sesuai dengan fungsi untuk apa barang tersebut digunakan atau dibutuhkan tercermin pada spesifikasi dari barang tersebut seperti tahan lamanya, kegunaannya, berat, bunyi, mudah atau tidaknya perawatan dan kepercayaannya.

b. Wujud Luar

9

barang tersebut, adalah wujud luar barang itu. Faktor wujud luar yang terdapat pada suatu barang tidak hanya terlihat dari bentuk, tetapi juga dari warna, susunan dan hal-hal lainnya.

c. Biaya Barang Tersebut

Umumnya biaya dan harga suatu barang akan menentukan kualitas barang tersebut. Hal ini terlihat dari barang-barang yang mempunyai biaya atau harga yang mahal, dapat menunujukan bahwa kualitas barang tersebut relatif lebih baik.

2.1.3 Ruang Lingkup Pengendalian K ualitas

Menurut Sofjan Assauri (2004), secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokan dalam dua tingkatan, yaitu :

a. Pengendalian Selama Pengolahan (Proses)

Pengendalian harus dilakukan secara beraturan dan teratur. Pengendalian dilakukan hanya terhadap bagian dari proses mungkin tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan pengendalian pada bagian lain. Pengendalian ini termasuk juga pengendalian atas bahan-bahan yang digunakan untuk proses. b. Pengendalian Atas Hasil yang Telah Diselesaikan

Meskipun telah diadakannya pengendalian kualitas selama proses tidak menjamin bahwa tidak ada hasil produksi yang rusak atau kurang baik. Untuk menjaga agar barang-barang yang dihasilkan cukup baik sampai ke konsumen maka diperlukan adanya pengendalian atas barang hasil produksi.

10

2.1.4 Perspektif Terhadap Kualitas

Beraneka ragamnya definisi mengenai kualitas ini dikarenakan perpedaan perspektif atau pandangan yang digunakan. David Garvin mengidentifikasikan lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan Fandy Tjiptono (2011) yaitu :

a. Transcedental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Dengan demikian fungsi perencanaan,

produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi

seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas. b. Produck-based Aproach

Pendekatan ini menganggap kualitas ini sebagai karakteristik atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.

c. User-based Approach

Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang ( misalnya perceived quality ) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.

11

d. Manufacturing-based Approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik- praktik perekayasaan serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan persyaratannya ( conformance to requirements ). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operation-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.

e. Value-based Approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai ” affordable exellence ”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).

2.1.5 Dimensi K ualitas

Ada delapan dimensi kualitas menurut Vincent Gaspersz (2005) yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk manufaktur. Dimensi-dimensi tersebut adalah:

a. Kinerja (performance), yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik

12

c. Kehandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal pakai.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

e. Daya tahan (durability), yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.

f. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan.

g. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera.

Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.

2.1.6 Organisasi Pengendalian K ualitas

Menurut Sofjan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi (2004) berpendapat bahwa pengendalian kualitas merupakan salah satu fungsi yang penting dari suatu perusahaan, sehingga kegiatan ini ditangani oleh bagian pengendalian kualitas yang ada di perusahaan itu. Tugas dari bagian pengendalian kualitas itu sendiri adalah menyelenggarakan atau melihat kegiatan atau hasil yang dikerjakan serta mengumpulkan dan menyalurkan kembali keterangan-keterangan yang dikumpulkan selama pekerjaan itu sesudah dianalisa. Tugas-tugas ini meliputi :

13

b. Pengendalian atas kegiatan di bermacam-macam tingkat proses dan diantara tingkat-tingkat proses jika perlu.

c. Pengendalian terakhir atas produk-produk hasil sebelum dikirimkan kepada langganan.

d. Test-test dari para pemakai.

e. Penyelidikan atas sebab-sebab kesalahan yang t imbul selama pembuatan.

2.1.7 M aksud dan Tujuan Pengendalian K ualitas

Menurut Sofjan Assauri dalam bukunya yang berjudul Manajemen

produksi (2004), bahwa maksud dari pengendalian kualitas adalah agar

spesifikasi produk yang telah ditetapkan sebagai standar dapat tercermin dalam produk atau hasil akhir.

Secara terperinci dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian kualitas adalah :

a. Agar produk hasil produksi dapat mencapai standar mutu yang ditetapkan. b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.

c. Mengusahakan agar biaya design dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin. d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

2.1.8 Hal-hal yang M empengaruhi Derajat Pengendalian K ualitas Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi derajat atau tingkat pengendalian kualitas produk menurut Sofjan Assauri (2004) adalah sebagai berikut :

14

a. Kemampuan proses

Batas-batas yang ingin dicapai harus disesuaikan dengan kemampuan proses yang ada, tidak akan ada gunanya mencoba mengendalikan suatu proses dalam batas-batas yang melebihi kemampuan proses yang ada.

b. Spesifikasi yang berlaku

Spesifikasi dari hasil produksi yang ingin dicapai harus dapat berlaku, bila ditinjau dari segi kemampuan proses dan keinginan atau kebutuhan konsumen yang ingin dicapai dari hasil produksi tersebut. Dalam hal ini harus dapat dipastikan apakah spesifikasi yang ditentukan tersebut dapat berlaku, sebelum pengendalian kualitas pada proses dapat dimulai.

c. Apkiran yang dapat diterima

Tujuan untuk mengendalikan suatu proses adalah untuk dapat mengurangi bahan-bahan di bawah standar, sehingga menjadi seminimum mungkin. Derajat atau tingkat pengendalian kualitas yang dilakukan akan tergantung pada banyaknya bahan/barang yang berada di bawah standar atau apkiran yang dapat diterima. Banyaknya produk yang dinyatakan rusak ( salah ), yang dapat diterima harus ditentukan dan disetujui sebelumnya.

d. Ekonomisnya kegiatan produksi

Ekonomis atau efisiennya suatu kegiatan produksi tergantung pada seluruh proses yang ada di dalamnya. Sesuatu yang sama dapat dihasilkan dengan macam-macam proses, dengan biaya produksi yang berbeda-beda, dan jumlah barang-barang yang terbuang atau apkiran yang berbeda. Tidaklah selalu ekonomis untuk memilih proses dengan jumlah

15

barang-barang apkiran yang sedikit, karena biaya untuk pengerjaan atau

processing lebih lanjut akan mungkin lebih mahal ( melebihi biaya-biaya

yang telah dihemat ).

2.1.9 Teknik Pengendalian K ualitas

Sofjan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi dan Operasi (2004), ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengadakan pengendalian kualitas : A. Inspeksi ( inspect )

Inspeksi dilakukan untuk melihat dimana barang yang diproduksi mempunyai kualitas yang dikehendaki. Caranya dengan melakukan pengukuran dan sampel yang telah diambil.

1. Cara pemeriksaan a) Attributes

Pemeriksaan karakteristik yang bersifat kualitatif pengelompokan sesuai standar dengan produk yang cacat.

b) Variabel-variabel

Pemeriksaan secara variabel berarti bahwa karakteristik diukur secara kualitatif.

2. Jenis sampel

a) Single sampling

Sampel diambil dari sejumlah barang yang diambil secara acak dari kumpulan produk akhir.

16

b) Double sampling

Pengambilan sampling dengan 2 tingkatan apabila sampel pertama rusak melebihi standar yang ditentukan oleh perusahaan maka dilakukan pengambilan sampel lagi. Sampel kedua merupakan yang menentukan apakah produk tersebut diterima atau tidak.

B. Pemberian Keterangan

Keterangan-keterangan yang diperoleh selama inspeksi diteruskan ke bagian lain yang bersangkutan. Keterangan yang diberikan dapat berupa ringkasan, catatan, demonstrasi atau pemberian komentar, tindakan atau peringatan. C. Penyelidikan

Kegiatan penyelidikan membutuhkan penganalisaan catatan ( biasanya tentang pengendalian ), yang hasilnya dapat digunakan untuk menentukan kebijakan perusahaan dalam pengendalian kualitas produk.

2.1.10 Pengertian Produk, Produk cacat, Produk Rusak

Produk merupakan sesuatu yang dapat dirasakan manfaatnya oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Perusahaan dituntut untuk menciptakan suatu produk yang sesuai dengan permintaan konsumen. Pengertian Produk adalah hasil dari kegiatan produksi yang mempunyai wujud tertentu, mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia tertentu. Menurut Philip Kotler dalam bukunya manajemen pemasaran (2007), Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan.

17

Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2007), mengklasifikasikan produk menjadi 3 macam berdasarkan karakteristik produk tersebut, yaitu :

a. Daya tahan dan keberwujudan

Produk dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok menurut daya tahan dan wujudnya, yaitu :

1) Barang yang tidak tahan lama (non durable goods), yaitu barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan, misalnya makanan, sabun, bir, minyak tanah, kertas tisu, dan sebagainya.

2) Barang tahan lama (durable goods), yaitu barang berwujud yang biasanya dapat digunakan berkali-kali, contohnya seperti meja, kursi, mobil, mesin, pakaian, dan sebagainya.

3) Jasa (service), jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan mudah habis, contohnya mencakup potongan rambut, reparasi.

b. Klasifikasi Barang Konsumen Produk dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam:

1) Barang Convinience, adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera dan dengan usaha minimum, contohnya meliputi produk tembakau surat kabar, sabun.

2) Barang Shopping, merupakan barang-barang yang karakteristiknya dibandingkan, berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga dan gaya dalam

18

proses pemilihan, dan pembelian, contohnya meliputi meja, kursi, pakaian, peralatan rumah tangga.

3) Barang Khusus (Special goods), adalah barang-barang dengan karakteristik unik atau identifikasi merek dimana untuk memperoleh barang-barang itu sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya, contohnya meliputi merek dan jenis barang mewah, mobil, komponen stereo.

4) Barang unsought, adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau diketahui namun secara normal konsumen tidak berfikir untuk membelinya, contohnya detektor asap, pengolah makanan, batu nisan, tanah kuburan, ensiklopedia.

c. Klasifikasi Barang Industri

Barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan cara barang itu memasuki proses produksi dan harga relatifnya, yaitu :

1) Barang baku dan suku cadang (material and part), adalah barang-barang yang sepenuhnya memasuki produk yang dihasilkan. Barang-barang itu terbagi menjadi dua kelas, yaitu :

a) Bahan mentah, yaitu produk pertanian (misalnya gandum, kapas, ternak, buah, dan sayuran) dan produk alam (misalnya ikan, kayu, minyak mentah, biji besi).

b) Bahan baku dan suku cadang hasil manufaktur, yaitu bahan baku komponen (misalnya besi, benang semen, semen, kabel) dan suku cadang komponen (misalnya motor kecil, ban, cetakan).

19

2) Barang Modal (capital items) adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan atau pengolahan produk akhir, meliputi instalasi dan peralatan.

3) Perlengkapan dan jasa bisnis, adalah barang dan jasa tidak tahan lama yang membantu pengembangan atau pengolahan produk akhir. Barang- barang itu dibagi dalam dua jenis :

a) Perlengkapan operasi (misalnya pelumas, batu bara, kertas tulis, pensil) atau barang untuk pemeliharaan dan perbaikan (misalnya cat, paku, sapu)

b) Jasa bisnis, meliputi jasa pemeliharaan dan perbaikan (misalnya pembersihan jendela, reparasi mesin) dan jasa konsultasi bisnis (misalnya konsultasi manajemen, hukum, periklanan).

Salah satu tujuan perusahaan dalam kegiatan pengendalian kualitas adalah menekan jumlah produk cacat dan produk rusak sehingga biaya produk yang dikeluarkan tidak terlalu besar dan tidak mengecewakan konsumen. Pengertian produk cacat menurut Sofjan assauri (2004) adalah : “Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar namun secara ekonomis bila diperbaiki lebih menguntungkan dibanding langsung dijual. Dengan kata lain biaya perbaikan terhadap produk cacat masih lebih rendah dari hasil penjualan produk cacat tersebut setelah diperbaiki”.

Produk cacat dapat disebabkan karena hal-hal sebagai berikut : a. Produk cacat yang disebabkan oleh sulitnya pengerjaan.

20

b. Produk cacat yang sifatnya normal dalam perusahaan.

c. Produk cacat yang disebabkan kurangnya pengendalian dalam perusahaan. Produk rusak adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar yang ditentukan. Produk rusak mungkin dapat diperbaiki namun biaya perbaikan yang dikeluarkan akan lebih besar dari hasil jualnya setelah diperbaiki. Dengan kata lain secara ekonomis tidak menguntungkan, jadi produk rusak tidak akan diproses lebih lanjut”.

Dari segi dapat atau tidaknya produk rusak dijual, produk rusak dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

a. Produk rusak yang laku dijual

Produk rusak yang laku dijual pada umumnya harga jualnya relatif rendah dibanding apabila produk tersebut tidak mengalami kerusakan. b. Produk rusak yang tidak laku dijual

Produk rusak yang tidak laku dijual dimungkinkan karena tingkat kerusakan produk terlalu tinggi, sehingga produk tersebut sudah kehilangan nilai kegunaan.

Adapun penyebab timbulnya produk rusak adalah : a. Produk rusak yang disebabkan oleh sulitnya pengerjaan.

b. Produk rusak yang terjadinya bersifat normal dalam perusahaan.

21

2.2 Budaya Kaizen

2.2.1 Pengertian Budaya Kaizen

Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka dinamakan budaya kerja menurut Widagdho (2004).

Budaya Kerja Jepang dikenal dengan sebutan Kaizen. Kaizen menurut Imai (2008) adalah “kemajuan dan perbaikan terus menerus dalam kehidupan seseorang, kehidupan berumah tangga, kehidupan bermasyarakat dan kehidupan kerja”. Kata Kaizen digunakan untuk menguraikan suatu proses manajemen dan budaya bisnis berarti perbaikan terus-menerus dan perlahan-lahan dengan keikutsertaan aktif dan komitmen dari semua karyawan dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh perusahaan.

Maka pernyataan dapat disimpulkan bahwa :

“Budaya organisasi masyarakat Jepang disebut Kaizen yang secara bahasa Jepang kai berarti perubahan sedangkan zen berarti baik dan secara istilah artinya adalah perbaikan dan penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan semua anggota dalam hirarki perusahaan, baik manajemen maupun karyawan. Intinya adalah bahwa manajemen harus memuaskan dan memenuhi kebutuhan pelanggan jika perusahaan ingin tetap bertahan dan berkembang“.

22

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa budaya Kaizen proses perbaikan yang terjadi secara terus menerus untuk memperbaiki cara kerja, meningkatkan mutu dan produktivitas output dengan cara antara lain menanamkan sikap disiplin terhadap karyawan serta menciptakan tempat kerja yang nyaman bagi karyan yang melibatkan semua anggota dalam hierarki perusahaan, baik manajemen maupun karyawan.

2.2.2 Konsep Budaya Kaizen

Konsep utama Kaizen menurut Imai (2008) untuk mewujudkan strategi

Kaizen yaitu :

1. Kaizen dan Manajemen

Dalam konteks Kaizen, manajemen memiliki dua fungsi utama yaitu: pemeliharaan dan perbaikan. Pemeliharaan berkaitan dengan kegiatan untuk memelihara teknologi, system manajerial, standar oprasional yang ada, dan menjaga standar oprasional melalui pelatihan serta disiplin. Sedangkan perbaikan berkaitan dengan kegiatan yang diarahkan untuk meningkatkan standar yang ada. Perbaikan dapat dibedakan sebagai:

Kaizen dan Inovasi. Kaizen bersifat perbaikan kecil yang berlangsung

secara berkesinambungan, sedangkan inovasi merupakan perbaikan drastis sebagai hasil investasi sumber daya berjumlah besar dalam teknologi atau peralatan.

2. Proses Versus Hasil

23

hasil yang direncanakan merupakan cermin dari kegagalan proses. Manajemen harus menemukan, mengenali, dan memperbaiki kesalahan pada proses.

3. Siklus PDCA/SDCA

Langkah pertama dari Kaizen adalah menerapkan siklus PDCA (Plan,Do,Check,Act) sebagai sarana yang menjamin terlaksananya kesinambungan dari Kaizen guna mewujudkan kebijakan untuk memelihara, memperbaiki dan meningkatkan standar. Setiap proses kerja yang baru biasanya belum stabil sehingga perlu distabilkan melalui siklus SDCA (Standardize,Do,Check,Act) dalam rangka mencapai kestabilan proses. Sedangkan PDCA menerapkan perubahan guna meningkatkannnya. SDCA berkaitan dengan fungsi pemeliharaan sedangkan PDCA berkaitan dengan fungsi perbaikan.

4. Mengutamakan Kualitas

Kualitas mepurapakan prioritas tinggi dibandingkan dengan harga dan penyerahan produk yang ditawarkan kepada konsumen, karena perusahaan tidak dapat bersainga jika kualitas produk dan pelayanan tidak memadai. 5. Berbicara dengan data

Mengumpulkan data tentang keadaan saat ini merupakan langkah awal dalam upaya perbaikan, karena data berguna untuk memecahkan suatu masalah.

24

6. Kepuasan Konsumen

Semua pekerjaan terselenggarakan melalui serangkaian proses dan masing-masing proses memiliki pemasok maupun konsumen.

2.2.3 Pr insip Budaya Kaizen

Prinsip budaya Kaizen menurut Imai (2008) terdiri dari : 1. Orientasi Pelanggan

2. PMT (Pengendalian mutu Terpadu) 3. Robotik

4. Gugus Kendali Mutu 5. Sistem Saran

6. Otomasi atau Fleksibel 7. Disiplin ditempat kerja

8. Pemeliharaan Produktivitas Terpadu 9. Kamban (Tepat Waktu)

10.Penyempurnaan Mutu 11.Tepat Waktu

12.Tanpa Cacat

13.Aktivitas Kelompok kecil

14.Hubungan Kooperatif Karyawan Manajemen 15.Pengembangan Produk Baru

Prinsip-prinsip Kaizen yang sering diterapkan dalam perusahaan di jepang adalah :

25

1. Memfokuskan pada pelanggan

Dalam Kaizen semua aktifitas diarahkan pada kepuasan pelanggan da focus pandangan jangka panjang pada kebutuhan pelanggan. Perusahaan harus menyediakan produk bermutu tinggi dan pelayanan untuk menyampaikannya ke tangan konsumen untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

2. Melakukan Perbaikan Secara Terus Menerus

Perusahaan tidak akan berhenti setelah perbaikan berhasil dimplementasikan. Setiap kemajuan akan dipersatukan dalam proses desain/ manufaktur/manajemen sebagai standar prestasi kerja yang baru dan formal. 3. Mengakui Masalah Seacara Terbuka

Pada perusahaan Kaizen, setiap tim kerja dapat mengemukakan masalahnya secara terbuka. Mereka akan mendapat perhatian dari setiap orang yang ada di tim, departemen atau perusahaan dan menerima ide penyelesaian masalah dari siapapun.

4. Mendorong Keterbukaan

Pada perusahaan Kaizen, ruang kerja bersfat terbuka, kebersamaan lebih disukai sehingga membuat kepemimpinan semakin jelas dan komunikasi semakin hidup.

5. Menciptakan Tim Kerja

Setiap individu dalam sebuah perusahaan Kaizen menjadi anggota tim kerja yang diarahkan oleh seorang pimpinan tim. Keberhasilan tim tergantung sejauh mana tujuan tim dan tingkat kemampuan tim. Kegiatan tim

26

dikendalikan dengan pemeriksaan yang memadai dan keseimbangan dalam prestasi kerjanya.

6. Mengelola Proyek Lewat Tim Lintas Fungsional

Kaizen menyatakan bahwa tidak seorang pun atau satu tim pun harus

mempunyai semua keterampilan atau ide terbaik untuk mengelola satu proyek secara efisien, bahkan dalam hal yang menyangkut disiplin ilmunya sendiri. 7. Mengembangkan Proses Hubungan yang Tepat

Pada perusahaan Kaizen diharapkan terjalin hubungan yang harmonis pada komunikasi dan cara untuk menghindari konfrontasi antar pribadi.

8. Mengembangkan Disiplin Pribadi

Adanya rasa hormat pada diri sendiri dan perusahaan menunjukkan kekuatan

Dokumen terkait