• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prevalensi penderita retinopati hipertensi yang berobat ke Poliklinik RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2012 – Mei 2013 sebanyak 57 penderita.

2. Distribusi berdasarkan usia penderita retinopati hipertensi diperoleh jumlah paling banyak terdapat pada kelompok usia 45 – 64 tahun, yaitu sebanyak 29 penderita (50.9%).

3. Distribusi berdasarkan jenis kelamin pada penderita retinopati hipertensi diperoleh jumlah paling banyak terdapat pada perempuan, yaitu sebanyak 31 penderita (54.4%).

4. Distribusi berdasarkan pekerjaan pada penderita retinopati hipertensi diperoleh jumlah paling banyak terdapat pada kelompok penderita yang tidak bekerja, yaitu sebanyak 25 penderita (43.9%).

5. Distribusi berdasarkan tekanan darah sistolik pada penderita retinopati hipertensi diperoleh jumlah paling banyak terdapat pada kelompok dengan tekanan darah sistolik 160 – 179 mmHg, yaitu sebanyak 22 penderita (38.6%).

6. Distribusi berdasarkan tekanan darah diastolik pada penderita retinopati hipertensi diperoleh jumlah paling banyak terdapat pada kelompok dengan tekanan darah diastolik 80 – 89 mmHg, yaitu sebanyak 19 penderita (33.3%).

7. Distribusi berdasarkan durasi menderita hipertensi pada penderita retinopati hipertensi diperoleh jumlah paling banyak terdapat pada kelompok dengan riwayat hipertensi > 5 tahun, yaitu sebanyak 32 penderita (56.1%).

1. Menurut hasil penelitian ini, jumlah penderita retinopati hipertensi yang paling banyak adalah pada perempuan, pada kelompok usia 45 – 64 tahun, pada kelompok penderita yang tidak bekerja, tekanan darah sistolik 160 – 179 mmHg dan memiliki riwayat hipertensi > 5 tahun, untuk itu pada penderita hipertensi dengan karakteristik yang mendekati hasil penelitian ini disarankan agar dilakukan pemeriksaan mata.

2. Rekam Medis sebagai sumber data penelitian sebaiknya ditingkatkan kualitas dalam hal pencatatan agar peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian secara optimal.

3. Bagi peneliti selanjutnya, lokasi penelitian sebaiknya diperluas dan sampel yang diambil lebih banyak sehingga data yang diperoleh semakin akurat untuk melihat karakteristik retinopati hipertensi. .

4. Bagi pembaca yang memiliki karakteristik seperti dalam hasil penelitian ini, segera meminta dilakukan pemeriksaan mata agar dapat ditangani lebih awal.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi 2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah dengan sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg (Lee, et al., 2011). Hipertensi, kenaikan tekanan darah diastolik atau sistolik, ditemukan dalam dua tipe: hipertensi esensial (primer), yang paling sering terjadi, dan hipertensi sekunder, yang disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi. Hipertensi Malignan adalah bentuk hipertensi yang berat, fulminan, dan sering dijumpai pada kedua tipe hipertensi tersebut. Hipertensi merupakan penyebab utama stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal (Kowalak, et al., 2011).

2.1.2 Epidemiologi

Data dari World Health Statistics 2012 menyatakan bahwa hipertensi

merupakan salah satu faktor risiko terjadinya peningkatan angka kesakitan dan kematian di dunia. Prevelensi hipertensi yang tertinggi terjadi di beberapa negara dengan angka pendapatan rendah di benua Afrika. Berdasarkan World Health Day 2013, prevalensi hipertensi tertinggi terjadi di Afrika (46% orang dewasa) sementara prevalensi terendah di Amerika (35% orang dewasa). Secara keseluruhan, negara-negara dengan angka pendapat tinggi memiliki prevalensi hipertensi yang lebih rendah (35% orang dewasa) dibandingkan dengan negara- Negara dengan angka pendapatan yang lebih rendah (40% orang dewasa).

Menurut Bustan, 2007, banyaknya penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta bangsa Indonesia tetapi hanya 4% yang hipertensi terkontrol.

1. Tingkat prevalensi sebesar 6-15% pada orang dewasa. Sebagai suatu proses degeneratif, hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa. Ditemukan kecenderungan peningkatan prevalensi hipertensi menurut peningkatan usia.

2. Sebesar 50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi.

Karena itu mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat karena penderita tidak berupaya mengubah dan menghindari faktor risiko.

3. Sebanyak 70% adalah hipertensi ringan, karena itu hipertensi banyak

diacuhkan atau terabaikan sampai saat ini menjadi ganas (hipertensi maligna)

4. Sejumlah 90% merupakan hipertensi esensial, mereka dengan hipertensi

yang tidak diketahui seluk-beluk penyebabnya. Artinya, karena penyebabnya tidak jelas, maka sulit untuk mencari bentuk intervensi dan pengobatan yang sesuai.

2.1.3 Etiologi

Hipertensi adalah kondisi medis yang heterogen. Pada sebagian besar pasien, hipertensi merupakan akibat dari etiologi dengan patofisiologi yang tidak diketahui (hipertensi esensial atau primer). Walaupun bentuk hipertensi ini tidak bisa disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Sejumlah kecil presentasi pasien memiliki penyebab hipertensi yang spesifik (hipertensi sekunder). Terdapat banyak penyebab sekunder yang potensial, baik karena kondisi medis atau diinduksi secara endogen. Jika penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien dapat disembuhkan (Saseen dan Carter, 2005).

Lebih dari 90% individu dengan hipertensi memiliki hipertensi esensial

(Chobanian, et al., 2003 dalam Saseen dan Carter ,2005). Faktor risiko untuk

hipertensi primer meliputi riwayat keluarga, usia yang bertambah lanjut, dan sleep apnea, ras (sering terjadi pada orang kulit hitam), obesitas, kebiasaan merokok, asupan natrium dalam jumlah besar, konsumsi alkohol secara berlebihan, gaya hidup banyak duduk, stres, renin berlebihan, defisiensi mineral, diabetes miletus.

Penyebab hipertensi sekunder meliputi koarktasio aorta, stenosis arteri renalis dan penyakit parenkim ginjal, tumor otak, kuadriplegia, dan cedera kepala, feokromasitoma, sindrom cushing, hiperaldosteronisme dan disfungsi tiroid, hipofisis atau paratoroid, pemakaian preparat kontrasepsi oral, kokain, epoetin alfa, obat-obatan stimulasi saraf simpatik, inhibitor monoamin oksidase yang digunakan bersama tiramin, terapi sulih estrogen dan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid, hipertensi yang ditimbulkan oleh kehamilan, dan konsumsi alkohol yang berlebihan (Kowalak, et al., 2011).

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa didasarkan pada pengukuran rata-rata dua atau lebih pengukuran, pembacaan tekanan darah pada dua atau lebih kunjungan.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah dewasa Klasifikasi Tekanan darah sistolik

(mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg) Normal 120 80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi derajat I 140-159 90-99 Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

Dikutip dari: The Sehenth Report of the Joint National Committee on Prehention, Detection, Ehaluation, and Treatment of High Blood Pressure

pengukuran. Tekanan darah anak dikatakan normal pada tekanan darah < 90 persentil.

Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi pada anak Derajat hipertensi Prosentase kenaikan di atas batas normal Usia 1-5 tahun tekanan darah diastolik (mmHg) Usia 6-12 tahun tekanan darah diastolik (mmHg) Ringan 5-15% 75-85 90-100 Sedang 15-30% 85-95 100-110 Berat 30-50% 95-112 110-120 Krisis >50% >112 >120

Dikutip dari: Majalah Kedokteran Indonesia, 2009 2.1.5 Patofisiologi

Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan curah jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang meningkatkan frekuensi jantung, volume sekuncup atau keduanya. Resistensi perifer meningkat karena faktor-faktor yang meningkatkan viskositas darah atau yang menurunkan ukuran lumen pembuluh darah, khususnya pembuluh arteriol (Kowalak, et al., 2011).

Beberapa teori membantu menjelaskan terjadinya hipertensi. Teori-teori tersebut meliputi:

1. Perubahan pada bantalan dinding pembuluh darah arteriolar yang

menyebabkan peningkatan resistensi perifer

2. Peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan berasal

dari dalam pusat sistem vasomotor; peningkatan tonus ini menyebabkan peningkatan resistensi vaskular perifer

3. Penambahan holume darah yang terjadi karena disfungsi renal atau

hormonal

4. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang

5. Pelepasan renin yang abnormal sehingga terbentuk angiotension II yang

menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan holume darah

(Kowalak, et al., 2011).

Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen dan beban kerja jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat terjadi ketika keadaan hipertrofi tidak lagi mampu mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memacu proses aterosklerosis arteri koronaria, maka jantung dapat mengalami gangguan lebih lanjut akibat penurunan aliran darah ke dalam miokardium sehingga timbul angina pectoris atau infark miokard. Hipertensi juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin mempercepat proses aterosklerosis serta kerusakan organ, seperti cedera retina, gagal ginjal, stroke, dan aneurisma serta diseksi aorta (Kowalak, et al., 2011).

Patofisiologi hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit yang mendasari, sebagai contoh:

1. Penyebab hipertensi sekunder yang paling sering adalah penyakit ginjal

kronis. Serangan pada ginjal akibat glomerulonefritis kronis atau stenosis arteri renalis akan mengganggu ekskresi natrium, sistem renin-angiotensin-aldosteron, atau perfusi renal sehingga tekanan darah meningkat.

2. Pada sindrom Cushing, peningkatan kadar kortisol akan menaikkan

tekanan darah melalui peningkatan resistensi natrium renal, kadar angiotensin II, dan respons vaskuler terhadap norepinefrin.

3. Pada aldosteronisme primer, penambahan volume intravaskular,

perubahan konsentrasi natrium dalam dinding pembuluh darah, atau kadar aldosteron yang terlampau tinggi menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi.

resistensi vaskular perifer (Kowalak, et al., 2011). 2.1.6 Faktor risiko

Faktor-faktor yang dapat dimasukkan sebagai faktor risiko hipertensi adalah (Bustan, 2007) :

1. Umur : tekanan darah meningkat sesuai umur, dimulai sejak usia

usia 40 tahun

2. Ras / suku : orang kulit hitam lebih banyak menderita hipertensi

dibanding orang kulit putih, sementara itu ditemukan variasi antarsuku di Indonesia; terendah di Lembah Baliem Jaya, Papua (0,6%), dan tertinggi di Sukabumi (Suku Sunda), Jabar (28,6%)

3. Urban / rural : tekanan darah penduduk kota lebih tinggi dibanding

penduduk desa

4. Geografis : tekanan darah penduduk pantai lebih tinggi dibanding

penduduk pegunungan

5. Jenis kelamin : wanita memiliki risiko lebih besar dibanding laki - laki

6. Obesitas

7. Stres

8. Kepribadian tipe A

9. Diet : orang dengan diet tinggi garam

10. Diabetes Mellitus

11. Komposisi air

12. Alkohol (minuman keras) : risiko meningkat bila minum > 3x/hari

13. Rokok

14. Kopi

15. Pil KB : risiko meninggi dengan lamanya pakai, yakni meninggi 5 kali

2.1.7 Penatalaksanaan

- Nilai tambah dari terapi

Sejak lama penelitian telah dilakukan untuk menilai manfaat terapi dan karenanya sebagian besar data yang ada berkaitan dengan penggunaan obat

antihipertensi lama, terutama β blocker dan diuretik. Meta-analisis dari studi

terapi menunjukkan 40% penurunan stroke dan 16% penurunan kasus jantung (Gray, et al., 2005).

- Modifikasi gaya hidup

Semua pasien dan individu dengan riwayat keluarga hipertensi perlu dinasihati mengenai perubahan gaya hidup, seperti menurunkan kegemukan, asupan garam (total <5 g/hari), asupan lemak jenuh dan alkohol, banyak makan buah dan sayuran (setidaknya 7 porsi/hari), tidak merokok, dan berolahraga teratur, semua ini terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi penggunaan obat-obatan. Bagi penderita hipertensi ringan atau nilai batas tanpa komplikasi, pengaruh perubahan ini dapat dievaluasi dengan pengawasan selama 4-6 bulan pertama (Gray, et al., 2005).

- Terapi obat

Jika penggunaan obat dirasakan perlu, gunakan dosis awal paling rendah dan secara bertahap ditingkatkan, tergantung respon terhadap terapi, dengan membiarkan 4 minggu untuk melihat efek, kecuali jika penurunan tekanan darah itu memang amat diperlukan. Umumnya obat diminum pada waktu pagi hari, bukan pada waktu malam hari untuk menghindari eksaserbasi penurunan tekanan darah mendadak di pagi hari yang mungkin merupakan faktor yang berkontribusi pada tingginya insidensi kejadian kardiovaskular antara jam 05.00-08.00 pagi (Gray, et al., 2005).

- Diuretik

Semua diuretik akan menurunkan tekanan darah secara akut melalui pengeluaran garam dan air, tetapi setelah 4 minggu keseimbangan kembali dan tekanan darah kembali ke nilai asal. Namun, tiazid mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol yang menyebabkan efek hipotensi berkelanjutan. Tiazid

sebagai efek samping. Untuk terapi hipertensi gunakan tiazid kerja jangka panjang, seperti hidroklorotiazid (12,5-50 mg/hari), atau bendofluazid (2,5-5,0 mg/hari), barangkali dengan tambahan obat hemat kalium seperti amilorid, kecuali jika penghambat ACE juga digunakan. Indapamid adalah diuretik sulfonamid dengan kerja seperti tiazid tetapi dengan efek ringan pada glukosa dan kolesterol. Tiazid merupakan obat pilihan pertama pada penderita lanjut usia (Gray, et al., 2005).

- Penghambat adrenergik

Obat-obat ini dapat bekerja sentral pada pusat vasomotor di batang otak, di perifer pada pelepasan katekolamin neuron, atau menyekat reseptor α atau β, atau keduanya. Pada otot polos vaskular, stimulasi alfa menyebabkan vasokonstriksi dan stimulasi beta menyebabkan relaksasi. Pada pusat vasomotor, arus simpatik dihambat oleh stimulasi alfa. Efek sentral penyekat β kurang jelas (Gray, et al., 2005).

Penyekat β dapat digunakan secara luas sebagai antihipertensi. Efektivitas semua obat ini hampir sama dalam menurunkan tekanan darah tetapi sebagian ada yang mempunyai selektivitas lebih besar terhadap reseptor beta jantung dibanding obat yang tidak kardioselektif. Juga beberapa penyekat beta mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA) (pindolol, oxprenolol, acebutalol, dan celiprolol), suatu sifat yang menyebabkan lebih sedikit penurunan denyut jantung, curah jantung, dan renin untuk perubahan tekanan darah yang sama jika dibandingkan dengan penyekat β tanpa ISA. Penyekat β dapat memperberat bronkospasme, klaudikasio, dan gagal jantung kongestif yang tidak diterapi dan relatif merupakan kontraindikasi untuk keadaan tersebut (Gray, et al., 2005).

- Vasodilator langsung

Obat ini menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi vaskular perifer. Contoh kelompok obat ini adalah obat oral hidralazin, prazosin, dan minoksidil, dan obat intravena diazoksid dan nitroprusid. Semuanya cenderung menimbulkan takikardi reflektif, hidralazin dapat terkait dengan

sindrom lupus jika digunakan dengan dosis tinggi dan minoksidil biasanya menyebabkan hirsutisme (Gray, et al., 2005).

- Antagonis kalsium

Sekarang merupakan obat antihipertensi yang paling sering digunakan. Pilihan obat tergantung pada efek yang berbeda, pada perlambatan denyut jantung (kronotropisme negatif), mengurangi kontraktilitas miokard (inotropisme negatif) dan kemampuan menyebabkan efek samping seperti muka merah, edema perifer, dan konstipasi. Antagonis kalsium mempunyai efek samping ringan pada lipid dan glukosa (Gray, et al., 2005).

- Penghambat renin-angiotensin

Penyekat reseptor adrenergik menghambat produksi renin ginjal dari aparatus jukstaglomerulus dan mungkin menyekat konversi substrat renin menjadi angiotensin. Namun, obat yang paling banyak digunakan dari kelompok ini untuk terapi hipertensi adalah penghambat ACE, seperti captopril, nelapril, lisinopril,dan ramipril, dan yang paling akhir dikembangkan penyekat reseptor angiotensin II seperti losartan dan valsartan. Angiotensin II adalah vasokonstriktor dan memacu produksi aldosteron, sehingga menyekat produksinya (penghambat ACE) atau terikat pada reseptornya (penyekat reseptor A II), menurunkan resistensi vaskular perifer, dengan efek minimal atau tanpa efek terhadap denyut jantung, atau

holume cairan tubuh. Penghambat ACE dapat menyebabkan hilangnya rasa

pengecapan, kulit merah, dan biasanya menyebabkan batuk kering iritatif, yang mungkin disebabkan peningkatan kadar bradikinin. Batuk dan efek samping lainnya tidak banyak terjadi pada penyekat reseptor A II. Penghambat ACE amat berguna untuk nefropati diabetik, dimana dilatasi arteriol eferen memperlambat penurunan pro memperlambat penurunan progresif fungsi ginjal dan dapat mengurangi proteinuria (Gray, et al., 2005).

- Pilihan Obat

Banyak pasien hipertensi membutuhkan kombinasi obat untuk mendapatkan kontrol tekanan darah yang kuat. Golongan-golongan obat umumnya mempunyai efek tambahan pada tekanan darah jika diresepkan

termasuk:

1. Diuretik tiazid dan penyekat β;

2. Diuretik tiazid dan penghambat ACE;

3. Penyekat β dan antagonis kalsium;

4. Antagonis kalsium dan penghambat ACE;

5. Penghambat ACE dan penyekat α;

6. Penyekat α dan antagonis kalsium.

Setiap pasien hipertensi diperlakukan berbeda dalam pemberian terapi, pilihan ditetapkan tergantung faktor-faktor seperti usia, komorbiditas (misalnya diabetes, penyakit jantung koroner, asma), dan profil farmakologis serta efek samping obat (Gray, et al., 2005).

Krisis hipertensi

Jika tekanan darah meningkat dalam beberapa hari sampai sekitar 180/120 mmHg, maka gagal ginjal dan ensefalopati hipertensif dapat terjadi. Penurunan tekanan darah sangat penting, tetapi dilakukan dengan terkontrol dan bertahap, karena jika penurunan terlalu cepat akan mengakibatkan penurunan perfusi (underperfusion) otak dan ginjal (Gray, et al., 2005).

Terapi obat tambahan - Aspirin

Aspirin digunakan secara luas dalam pencegahan sekunder penyakit kardiovaskular. Secara umum British Hypertension Society menganjurkan aspirin tidak digunakan untuk profilaksis rutin, tetapi digunakan untuk:

1. Pencegahan primer pada pasien hipertensi terkontrol <50 tahun yang

mempunyai bukti kerusakan organ target. Diabetes, atau risiko kardiovaskular 10 tahun sebesar ≥ 15%;

2. Pencegahan sekunder pasien hipertensi dimana ada bukti penyakit

kardiovaskular (Gray, et al., 2005). - Statin

Golongan obat penurun lipid akan mengurangi kejadian koroner,

meskipun pasien hipertensi tidak diperiksa secara khusus, bukti-bukti mendukung penggunaannya pada kasus hipertensi yang risiko kardiovaskular 10 tahunnya >6%. British Hypertension Society membuat rekomendasi pragmatis, yaitu statin digunakan untuk hipertensi dengan keluhan sebagai berikut :

1. Pencegahan primer pada pasien usia <70 tahun dengan kolesterol total

puasa ≥5,0 mmol/L dan risiko kardiovaskular 10 tahun ≥30%,

2. Pencegahan sekunder hipertensi pada pasien usia <75 tahun dengan bukti

adanya penyakit kardiovaskular dan kolesterol total puasa ≥5,0 mmol/L (Gray, et al., 2005).

2.1.8 Komplikasi

Menurut Lily, 2011, komplikasi hipertensi kronis menyebabkan terjadinya kerusakan pada beberapa target organ, yaitu jantung, otak, pembuluh darah aorta dan perifer, ginjal, dan retina.

Tabel 2.3 Komplikasi hipertensi menurut Lily, 2011 Organ System Manifestasi

Jantung Hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, iskemik dan infark miokardial

Otak Stroke

Aorta dan pembuluh darah perifer

Aneurisma dan / atau diseksi aorta, arteriosklerosis

Ginjal Nefrosklerosis, gagal ginjal

Mata Penyempitan arterial,

pendarahan, eksudat, papiledema Dikutip dari: Pathophysiology of Heart Disease ,Fifth Edition,2011

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membrane Bruch, koroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat diatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sclera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrata, di bawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan pada permukaan dalam corpus ciliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus (Vaughan dan Asbury, 2012).

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (1) membrane limitans interna; (2) lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus; (3) lapisan sel ganglion; (4) lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal; (6) lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor; (8) membran limitans eksterna; (9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut; (10) epitel pigmen retina. Lapisan-lapisan dalam membran Bruch sebenarnya merupakan membran basalis epitel pigmen retina (Vaughan dan Asbury, 2012).

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi

sebagai area centralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning – xantofil. Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan-dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang secara berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam; foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di macula. Penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan daerah ini (edema makula) (Vaughan dan Asbury, 2012).

Retina menerima darah dari dua sumber : koriokapilaris yang berada tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya didarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina (Vaughan dan Asbury, 2012).

2.3.1 Definisi

Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah (Ilyas, 2005).

Penyempitan (spasme) pembuluh darah tampak sebagai (Ilyas, 2005) :

1. Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat.

2. Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau irregular (karena spasme

lokal)

3. Percabangan arteriol yang tajam

Bila kelainan berupa sklerosis dapat tampak sebagai (Ilyas, 2005) :

1. Refleks copper wire

2. Refleks silher wire

3. Sheating

4. Lumen pembuluh darah yang irregular

5. Terdapat fenomena crossing sebagai berikut :

- Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada di bawahnya

- Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang bersilangan dengan

vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil

- Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang menyebabkan

bendungan vena.

Kelainan pembuluh darah ini dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau

Dokumen terkait