• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi

2.1.7 Penatalaksanaan

- Nilai tambah dari terapi

Sejak lama penelitian telah dilakukan untuk menilai manfaat terapi dan karenanya sebagian besar data yang ada berkaitan dengan penggunaan obat

antihipertensi lama, terutama β blocker dan diuretik. Meta-analisis dari studi

terapi menunjukkan 40% penurunan stroke dan 16% penurunan kasus jantung (Gray, et al., 2005).

- Modifikasi gaya hidup

Semua pasien dan individu dengan riwayat keluarga hipertensi perlu dinasihati mengenai perubahan gaya hidup, seperti menurunkan kegemukan, asupan garam (total <5 g/hari), asupan lemak jenuh dan alkohol, banyak makan buah dan sayuran (setidaknya 7 porsi/hari), tidak merokok, dan berolahraga teratur, semua ini terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi penggunaan obat-obatan. Bagi penderita hipertensi ringan atau nilai batas tanpa komplikasi, pengaruh perubahan ini dapat dievaluasi dengan pengawasan selama 4-6 bulan pertama (Gray, et al., 2005).

- Terapi obat

Jika penggunaan obat dirasakan perlu, gunakan dosis awal paling rendah dan secara bertahap ditingkatkan, tergantung respon terhadap terapi, dengan membiarkan 4 minggu untuk melihat efek, kecuali jika penurunan tekanan darah itu memang amat diperlukan. Umumnya obat diminum pada waktu pagi hari, bukan pada waktu malam hari untuk menghindari eksaserbasi penurunan tekanan darah mendadak di pagi hari yang mungkin merupakan faktor yang berkontribusi pada tingginya insidensi kejadian kardiovaskular antara jam 05.00-08.00 pagi (Gray, et al., 2005).

- Diuretik

Semua diuretik akan menurunkan tekanan darah secara akut melalui pengeluaran garam dan air, tetapi setelah 4 minggu keseimbangan kembali dan tekanan darah kembali ke nilai asal. Namun, tiazid mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol yang menyebabkan efek hipotensi berkelanjutan. Tiazid

sebagai efek samping. Untuk terapi hipertensi gunakan tiazid kerja jangka panjang, seperti hidroklorotiazid (12,5-50 mg/hari), atau bendofluazid (2,5-5,0 mg/hari), barangkali dengan tambahan obat hemat kalium seperti amilorid, kecuali jika penghambat ACE juga digunakan. Indapamid adalah diuretik sulfonamid dengan kerja seperti tiazid tetapi dengan efek ringan pada glukosa dan kolesterol. Tiazid merupakan obat pilihan pertama pada penderita lanjut usia (Gray, et al., 2005).

- Penghambat adrenergik

Obat-obat ini dapat bekerja sentral pada pusat vasomotor di batang otak, di perifer pada pelepasan katekolamin neuron, atau menyekat reseptor α atau β, atau keduanya. Pada otot polos vaskular, stimulasi alfa menyebabkan vasokonstriksi dan stimulasi beta menyebabkan relaksasi. Pada pusat vasomotor, arus simpatik dihambat oleh stimulasi alfa. Efek sentral penyekat β kurang jelas (Gray, et al., 2005).

Penyekat β dapat digunakan secara luas sebagai antihipertensi. Efektivitas semua obat ini hampir sama dalam menurunkan tekanan darah tetapi sebagian ada yang mempunyai selektivitas lebih besar terhadap reseptor beta jantung dibanding obat yang tidak kardioselektif. Juga beberapa penyekat beta mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA) (pindolol, oxprenolol, acebutalol, dan celiprolol), suatu sifat yang menyebabkan lebih sedikit penurunan denyut jantung, curah jantung, dan renin untuk perubahan tekanan darah yang sama jika dibandingkan dengan penyekat β tanpa ISA. Penyekat β dapat memperberat bronkospasme, klaudikasio, dan gagal jantung kongestif yang tidak diterapi dan relatif merupakan kontraindikasi untuk keadaan tersebut (Gray, et al., 2005).

- Vasodilator langsung

Obat ini menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi vaskular perifer. Contoh kelompok obat ini adalah obat oral hidralazin, prazosin, dan minoksidil, dan obat intravena diazoksid dan nitroprusid. Semuanya cenderung menimbulkan takikardi reflektif, hidralazin dapat terkait dengan

sindrom lupus jika digunakan dengan dosis tinggi dan minoksidil biasanya menyebabkan hirsutisme (Gray, et al., 2005).

- Antagonis kalsium

Sekarang merupakan obat antihipertensi yang paling sering digunakan. Pilihan obat tergantung pada efek yang berbeda, pada perlambatan denyut jantung (kronotropisme negatif), mengurangi kontraktilitas miokard (inotropisme negatif) dan kemampuan menyebabkan efek samping seperti muka merah, edema perifer, dan konstipasi. Antagonis kalsium mempunyai efek samping ringan pada lipid dan glukosa (Gray, et al., 2005).

- Penghambat renin-angiotensin

Penyekat reseptor adrenergik menghambat produksi renin ginjal dari aparatus jukstaglomerulus dan mungkin menyekat konversi substrat renin menjadi angiotensin. Namun, obat yang paling banyak digunakan dari kelompok ini untuk terapi hipertensi adalah penghambat ACE, seperti captopril, nelapril, lisinopril,dan ramipril, dan yang paling akhir dikembangkan penyekat reseptor angiotensin II seperti losartan dan valsartan. Angiotensin II adalah vasokonstriktor dan memacu produksi aldosteron, sehingga menyekat produksinya (penghambat ACE) atau terikat pada reseptornya (penyekat reseptor A II), menurunkan resistensi vaskular perifer, dengan efek minimal atau tanpa efek terhadap denyut jantung, atau

holume cairan tubuh. Penghambat ACE dapat menyebabkan hilangnya rasa

pengecapan, kulit merah, dan biasanya menyebabkan batuk kering iritatif, yang mungkin disebabkan peningkatan kadar bradikinin. Batuk dan efek samping lainnya tidak banyak terjadi pada penyekat reseptor A II. Penghambat ACE amat berguna untuk nefropati diabetik, dimana dilatasi arteriol eferen memperlambat penurunan pro memperlambat penurunan progresif fungsi ginjal dan dapat mengurangi proteinuria (Gray, et al., 2005).

- Pilihan Obat

Banyak pasien hipertensi membutuhkan kombinasi obat untuk mendapatkan kontrol tekanan darah yang kuat. Golongan-golongan obat umumnya mempunyai efek tambahan pada tekanan darah jika diresepkan

termasuk:

1. Diuretik tiazid dan penyekat β;

2. Diuretik tiazid dan penghambat ACE;

3. Penyekat β dan antagonis kalsium;

4. Antagonis kalsium dan penghambat ACE;

5. Penghambat ACE dan penyekat α;

6. Penyekat α dan antagonis kalsium.

Setiap pasien hipertensi diperlakukan berbeda dalam pemberian terapi, pilihan ditetapkan tergantung faktor-faktor seperti usia, komorbiditas (misalnya diabetes, penyakit jantung koroner, asma), dan profil farmakologis serta efek samping obat (Gray, et al., 2005).

Krisis hipertensi

Jika tekanan darah meningkat dalam beberapa hari sampai sekitar 180/120 mmHg, maka gagal ginjal dan ensefalopati hipertensif dapat terjadi. Penurunan tekanan darah sangat penting, tetapi dilakukan dengan terkontrol dan bertahap, karena jika penurunan terlalu cepat akan mengakibatkan penurunan perfusi (underperfusion) otak dan ginjal (Gray, et al., 2005).

Terapi obat tambahan - Aspirin

Aspirin digunakan secara luas dalam pencegahan sekunder penyakit kardiovaskular. Secara umum British Hypertension Society menganjurkan aspirin tidak digunakan untuk profilaksis rutin, tetapi digunakan untuk:

1. Pencegahan primer pada pasien hipertensi terkontrol <50 tahun yang

mempunyai bukti kerusakan organ target. Diabetes, atau risiko kardiovaskular 10 tahun sebesar ≥ 15%;

2. Pencegahan sekunder pasien hipertensi dimana ada bukti penyakit

kardiovaskular (Gray, et al., 2005). - Statin

Golongan obat penurun lipid akan mengurangi kejadian koroner,

meskipun pasien hipertensi tidak diperiksa secara khusus, bukti-bukti mendukung penggunaannya pada kasus hipertensi yang risiko kardiovaskular 10 tahunnya >6%. British Hypertension Society membuat rekomendasi pragmatis, yaitu statin digunakan untuk hipertensi dengan keluhan sebagai berikut :

1. Pencegahan primer pada pasien usia <70 tahun dengan kolesterol total

puasa ≥5,0 mmol/L dan risiko kardiovaskular 10 tahun ≥30%,

2. Pencegahan sekunder hipertensi pada pasien usia <75 tahun dengan bukti

adanya penyakit kardiovaskular dan kolesterol total puasa ≥5,0 mmol/L (Gray, et al., 2005).

Dokumen terkait