• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Kesimpulan

1. Opsi kebijakan yang berkembang dalam diskursus publik adalah menaikkan harga

bensin premium dan solah dengan nominal yang sama pada kisaran Rp. 500/liter – Rp. 3.000/liter. Dengan prinsip hanya dilakukan karena terpaksa dan dengan besaran serendah mungkin maka pilihan opsi “jalan tengah”, yaitu Rp. 2.000/liter: harga bensin premium dinaikkan dari Rp. 6.500/liter menjadi Rp.8.500/liter, dan harga solar dinaikkan dari Rp. 5.500/liter menjadi Rp. 7.500/liter. Opsi inilah yang dipilih oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

2. Kiranya patut pula dilaporkan bahwa bahan analisis ini telah dipergunakan sebagai bagian dari bahan Menteri Pertanian pada Sidang Kabinet pembahasan kebijakan BBM pada 17 November 2014. Pada sidang kabinet itulah kebijakan menaikkan harga BBM diputuskan dan diumumkan oleh Presiden Jokowi pada Senin malam, 17 Desember 2014.

3. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap harga hasil usahatanai

tanaman pangan dengan elastisitas berkisar 0,0020-0,5157, yang berarti kenaikan harga BBM akan mendorong peningkatan harga komoditas tanaman pangan dan hortikultura dengan variasi yang cukup besar. Dampak terbesar adalah terhadap bahan pangan utama, yakni padi dan jagung, berturut-turut dengan elastisitas 0,5157 dan 0,1632, buah-buahan dengan elastisitas 0.1453, dan sayuran dengan elastisitas 0.1098.

Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos Usahatani, Harga Hasil Usahatani dan Laba Usahatani

4. Dampak kenaikan harga BBM terhadap ongkos usahatani tanaman pangan dan

hortikultura pada umumnya kecil, dengan elastisitas pada kisaran 0, 0428 – 0, 1132. Dampak langsung perubahan harga BBM terutama terjadi melalui ongkos penggunaan alat-alat dan mesin-mesin pertanian yang umumnya belum demikian intensif penggunaannya. Dampak terbesar adalah pada usahatani tanaman

50

pangan utama, seperti kedelai, padi dan jagung yang paling banyak diusahakan oleh usahatani rakyat. Dengan demikian, kalaupun harga BBM dinaikkan, besaran kenaikannya mestilah diusahakan moderat.

5. Dampak kenaikan harga BBM terhadap laba nominal dan laba riil usahatani tanaman pangan dan hortikultura , diketahui bahwa secara umum laba nominal usahatani tanaman pangan dan hortikultura meningkat apabila harga BBM dinaikkan. Besaran absolut elastisitas penurunan laba nominal tersebut memang relatif kecil, yakni berkisar antara 0,0128 (sayuran) dan 0.0474 (kacang-kacangan). Peningkatan laba nominal tersebut terjadi karena dampak kenaikan harga jual hasil usahatani lebih tinggi daripada kenaikan ongkos usahatani. Penurunan laba nominal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usahatani maupun kesejahteraan petani tanaman pangan dan hortikultura sehingga sebaiknya dihindari.

6. Perubahan harga BBM terhadap harga komoditas perkebunan, berdampak positif

di tingkat usahatani. Besaran elastisitasnya berkisar antara 0.0026 (tanaman serat) dan 0.3974 (kelapa sawit). Secara umum, elatisitas lebih rendah untuk komoditas yang lebih didominasi oleh perkebunan rakyat. Selain itu, elastasitas harga komoditas perkebunan tersebut relatif lebih rendah dari komoditas tanaman pangan dan hortikultura.

7. Besaran elastisitas memang umumnya kecil, berkisar antara 0,0428 (cengkeh) dan

0,1132 (kopi). Namun demikian, dampak peningkatan harga BBM terhadap ongkos produksi usaha perkebunan relatif lebih tinggi dibanding usahatani tanaman pangan dan hortikultura. Peningkatan harga BBM berdampak negatif terhadap laba nominal usaha perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa dampak positif terhadap harga jual hasil usahatani tidak cukup untuk menutupi peningkatan ongkos usahatani perkebunan. Besaran absolut elastisitas laba nominal adalah antara 0.0081025 (jambu mete) dan -0,0974 (tembakau).

8. Kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap laba riil usaha perkebunan. Besaran absolut elastisitas laba riil usaha perkebunan terhadap harga BBM

51

berkisar antara 0,0519 (cengkeh) dan 0,1411 (tembakau). Walaupun relatif kecil, temuan ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani perkebunan sehingga harus dihindari atau kalaupun terpaksa dinaikkan, besarannya diusahakan serendah mungkin.

9. Perubahan harga BBM berpengaruh positif terhadap komoditas peternakan di tingkat usahatani. Dampak yang terjadi sangat bervariasi, dengan elastisitas berkisar antara 0.0013 (ternak lain) dan 0.3008 (unggas). Sebagaimana diketahui, komoditas selain unggas lebih banyak diusahakan oleh peternak kecil. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap ongkos usaha peternakan dengan elastisitas berkisar antara 0, 0214 (unggas) hingga 0,0301 (ternak lainnya). Variasi besaran elastisitas antar jenis usaha tidak begitu besar, jauh lebih sempit dibanding pada usahatani tanaman.

10. Walaupun berpengaruh positif terhadap harga jual hasil usahatani, peningkatan harga BBM berpengaruh negatif terhadap nilai nominal laba usaha peternakan. Besaran absolut elastisitas laba nominal usaha peternakan terhadap harga BBM berkisar antara 0,0100 (ruminansia non sapi perah dan 0,0319 pada sapi perah). Usaha sapi perah lebih sensitif terhadap perubahan harga BBM. Secara umum, besaran elastisitas tersebut memang relatif kecil.

11. Dampak perubahan harga BBM terhadap daya beli laba (laba riil) usaha peternakan, diketahui bahwa dampak kenaikan harga BBM terhadap laba riil usahaha terrnak menjadi cukup besar. Dengan besaran elastisitas absolut berkisar antara 0,0671 (ternak lainnya dan 0,0756 (sapi perah). Dampak positif terhadap ongkos usaha dan dampak negatif terhadap laba riil membuktikan bahwa kenaikan harga BBM berdampak buruk terhadap daya saing usaha peternakan dan kesejahteraan para peternak.

Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Ongkos, Harga Produk dan Laba Usaha Pengolahan Hasil Pertanian

12. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap produk olahan hasil pertanian. Elastisitas dampak perubahan harga BBM terhadap harga produk olahan hasil

52

pertanian berkisar antara 0.0131 (daging olahan) hingga 0.6783 (beras). Secara umum, dampak tertinggi (elastisitas) adalah terhadap bahan pangan pokok, yakni beras (0,6783), kedelai (0,3522), dan gula (0,3055).

13. Biaya pengolahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap harga BBM, sebagaiman terlihat dari besarnya elastisitas, berkisar antara 0,93 (gula) hingga 6,46 (teh olahan). Hal ini kiranya dapat dimaklumi karena proses pengolahan memang memerlukan energi, yang hingga kini di Indonesia, masih mengandalkan BBM. Dengan dampak yang demikian besar terhadap biaya produksi, tidak seimbang dengan peningkatan harga jual hasil produksinya, peningkatan harga BBM menyebabkan penurunan nilai nominal laba usaha pengolahan hasil pertanian. Elastisitas dampak harga BBM terhadap laba nominal usaha pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0138 (gula) hingga 0,1691 (teh olahan).

14. Perpaduan antara dampak negatif terhadap laba nominal dan dampak positif terhadap biaya hidup (inflasi), menyebabkan pengaruh negatif harga BBM terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian menjadi cukup besar. Besaran absolut elastisitas dampak perubahan kenaikan harga BBM terhadap laba riil usaha pengolahan hasil pertanian berkisar antara 0,0575 (gula) hingga 0,2128 (teh olahan). Industri yang paling terpukul adalah pengolahan teh, bijia-bijan, kopra dan kedelai olahan, ketiganya dengan elastisitas dampak di atas 10%. Penurunan laba riil tersebut tentu berdampak buruk terhadap investasi pada industri pengolahan hasil pertanian.

Menganalisis Dampak Perubahan Harga BBM terhadap Biaya Hidup di Pedesaan dan di Perkotaan

15. Dampak perubahan harga BBM terhadap biaya hidup dalam hal ini dapat pula ditafsirkan sebagai peningkatan inflasi. Besaran elastisitas dampak perubahan harga BBM adalah 0,0223 untuk wilayah pedesaan, 0.0207 untuk wilayah perkotaan dan 0.0209 untuk agregat nasional. Dampak terhadap biaya hidup di pedesaan sedikit lebih tinggi dari pada di perkotaan.

53

Dampak Segera Perubahan Harga BBM Terhadap Ongkos dan Keuntungan Usaha Alsintan di Lokasi Kajian Kabupaten Subang dan Cianjur

16. Di Kabupaten Subang, secara umum dampak kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan

turunnya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan RMU masing-masing -15,07%; -15,70% dan -73,92%.

17. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa sebesar 15%, maka untuk usaha traktor dan pompa masing-masing mendapat surplus keuntungan sebesar 8,08% dan 6,26%. Sementara untuk usaha RMU dengan penyesuaian yang sama, keuntungan turun sebesar -26,03%, sehingga untuk usaha RMU di Kabupaten Subang agar pada keseimbangan baru dapat memperoleh surplus keuntungan yang sama maka penyesuaian jasa giling harus dinaikan sebesar 12%.

18. Didalam mengantisipasi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan termasuk salah satunya adalah kenaikan harga BBM, maka petani pengusaha pompa telah mampu mengadaptasi dengan cara memodifikasi komponen mesin untuk merubah menjadi BBG yang lebih efisien dan menguntungkan. Untuk itu, perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan sebagai berikut: (a) kajian tentang modifikasi berbagai karburator (alat untuk meng-karburasi bahan bakar ke dalam cilinder mesin untuk di-kompresi menjadi energi pada berbagai alat mekanisasi pertanian yang digunakan diperdesaan, (b) kajian tentang teknologi praktis yang dapat merubah bio-masa menjadi sumber energi gas di perdesaan, dan (c) peningkatan capacity building para operator alsintan di perdesaan dalam mengadaptasi dan modifikasi alat-alat pertanian sesuai dengan kondisi lokal dan perubahan regional (termasuk kenaikan harga BBM).

54

19. Di Kabupaten Cianjur, secara umum dampak kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan pangsa ongkos biaya BBM dan pangsa total biaya yang menyebabkan

turunnya keuntungan untuk usaha traktor, pompa dan RMU masing-masing -4,06%; -64,37% dan -5,04%.

20. Setelah ada penyesuaian harga faktor input (onderdil) dan harga jual jasa sebesar 15%, maka untuk usaha traktor dan RMU masing-masing mendapat surplus keuntungan sebesar 15,08% dan 12,40%. Sementara untuk usaha pompa air dengan penyesuaian yang sama keuntungan turun sebesar 19,71%, sehingga untuk usaha pompa air di kabupaten Cianjur agar pada keseimbangan baru dapat memperoleh surplus keuntungan yang sama (sekitar 15%) maka penyesuaian jasa pompa harus dinaikan sekitar 5%.

5.2. Saran Kebijakan

1. Berdasarkan analisis di atas jelas kiranya bahwa kenaikan harga BBM berdampak

buruk terhadap kesejahteraan petani, daya saing dan laba riil usaha pertanian, serta biaya hidup penduduk. kenaikan harga BBM menyebabkan meningkatnya harga bahan pangan pokok yang selanjutnya berdampak buruk terhadap insiden rawan gizi dan insiden kemiskinan. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM harus dijadikan pilihan kebijakan terpaksa. Kalaupun terpaksa dilakukan, kenaikan harga BBM haruslah diusahakan serendah mungkin.

2. Kajian lapang yang dilakukan sesudah kebijakan kenaikan harga BBM

menunjukkan bahwa harga hasil-hasil usahatani dan sewa mesin-mesin pertanian masih belum naik cukup nyata. Para petani dan pengusaha jasa alat dan mesin pertanian mengatakan bahwa penyesuaian harga baru dilakukan secara penuh pada masa pengerjaan lahan (untuk peralatan pra panen) dan panen (untuk hasil usahatani dan jasa peralatan panen/pasca panen) mendatang. Penyesuaian harga terjadi tidak serta-merta. Evaluasi dampak penuh kenaikan harga BBM baru dapat dilakukan pada musim tanam 2014/2015.

55

3. Didalam mengantisipasi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan termasuk salah satunya adalah kenaikan harga BBM, maka petani pengusaha pompa telah mampu mengadaptasi dengan cara memodifikasi komponen mesin untuk merubah menjadi BBG yang lebih efisien dan menguntungkan. Untuk itu, perlu ditindaklanjuti dengan kegiatan sebagai berikut: (a) kajian tentang modifikasi berbagai karburator (alat untuk meng-karburasi bahan bakar ke dalam cilinder mesin untuk di-kompresi menjadi energi pada berbagai alat mekanisasi pertanian yang digunakan diperdesaan, (b) kajian tentang teknologi praktis yang dapat merubah bio-masa menjadi sumber energi gas di pedesaan, dan (c) peningkatan capacity building para operator alsintan di perdesaan dalam mengadaptasi dan modifikasi alat-alat pertanian sesuai dengan kondisi lokal dan perubahan regional (termasuk kenaikan harga BBM).

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2005. Tabel Input-Output. BPS. Jakarta. BPH Migas. 2005. Data Harga BBM. Jakarta.

Simatupang, P, S. Friyatno, M. Maulana, dan N. Syafaat. 2009. Kebijakan untuk Merespon Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Kinerja Sektor Pertanian dan Kesejahteraan Petani. Sinergi Penelitian dan Pengembangan Bidang Pertanian (SINTA). Pusat Analisis Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

US Embassy. 2008. Perkembangan beban anggaran subsidi BBM dalam APBN, 1992/93-2007. Jakarta.

Kementerian Keuangan. 2014. Perkembangan Volume dan Nilai Subsidi BBM. Jakarta. Kompas. 2014. Konsumsi BBM Bersubsidi Berlebih. Kompas 19 September 2014.

Kompas. 2014. Kebijakan BBM: Pasokan normal dua sampai tiga bulan lagi. Kompas, 28 Agustus 2014.

Dokumen terkait