• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.3. Populasi dan Sampel

III.5. Teknik Pengumpulan Data III.6. Teknik Analisa data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Analisa Tabel Sunggal IV.2. Analisa Tabel Silang IV.3. Uji Hipotesis

IV.4. Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan V.2. Saran

BAB II

Uraian Teoritis

II.1. Pengertian Komunikasi dan Komunikasi Antar Pribadi

Manusia adalah makhluk sosial yang mana selalu berinteraksi dengan manusia yang lain. Karena sejarah lahirnya manusia memiliki hasrat untuk menjadi satu dengan manusia yang lainnya. Untuk menciptakan suatu relasi manusia membutuhkan komunikasi sebagai sarana. Oleh karena itu komunikasi merupakan dasar dari eksistensi manusia yang ingin bermasyarakat.

Manusia secara sadar atau tidak di dalam kehidupannya sehari-hari selalu menggunakan komunikasi karena merupakan bagian dari kehidupan manusia. Manusia melakukan kegiatan komunikasi sebagai bukti kesadaran akan eksistensinya, yaitu mengadakan relasi atau respon terhadap stimulasi yang datang padanya.

Dan dengan seiring perkembangan peradapan manusia, komunikasi telah merupakan kebutuhan yang mutlak bagi kehidupan manusia dan merupakan milik setiap orang.

II.1.1. Pengertian Komunikasi

Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin,

“Communicatio” yang bersumber dari kata “Comunis” yang berarti sama, yakni :

sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Wilbur Schramm mengatakan :

“Jika kita melakukan komunikasi, kita sedang berusaha mengadakan kesamaan dengan orang lain. Ini berarti kita sedang berusaha memberikan informasi, gagasan atau sikap. Komunikasi pada hakekatnya juga membuat si penerima dan si pemberi sama-sama sesuai untuk menerima suatu pesan” (Riyono Praktikno, 1982 : 71).

Pengertian yang samapun diberikan oleh Onong U. Effendy yang mengatakan : “Komunikasi pada hakekatnya adalah membuat komunikan dan komunikator sama-sama sesuai (tuned) untuk suatu pesan” (Effendy, 1981 : 32).

Jadi, bila kita melihat kepada pengertian komunikasi secara etimologis, defenisi Wilbur Schramm dan Onong U. Effendy, intinya berusaha mencari dan membentuk kesamaan makna (arti) terhadap pesan yang saling dilontarkan baik oleh komunikator ataupun komunikan.

Bila defenisi di atas diikuti, maka pengertian komunikasi itu begitu sederhana sekali. Dalam kenyataannya, manusia berkomunikasi itu bukan hanya mencari kesamaan makna terhadap sesuatu yang dikomunikasikan. Agar wawasan lebih luas terhadap pengertian komunikasi, ada pengertian yang diberikan oleh ahli-ahli yang lain yang menunjukkan pengertian komunikasi bukan hanya masalah kesamaan makna.

Harold D. Lasswell mendefenisikan komunikasi sebagai :

“proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui suatu media yang menimbulkan efek” (Effendy, 1968 : 69). Jelas di sini, komunikasi itu bukan hanya mencari kesamaan makna sesuatu terhadap sesuatu, tetapi ada efek di sana, baik bagi komunikator maupun bagi komunikannya. Jadi ada kekomplekkan dalam artian Lasswell. Sedangkan Carl I.

Hovland lebih tajam lagi dalam memberikan pengertian komunikasi. Beliau mengatakan :

“komunikasi adalah suatu proses dengan mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulasi (biasanya lambang kata-kata) untuk membentuk tingkah laku orang lain” (Effendy, 1981 : 32).

Maka bagi Hovland komunikasi itu suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang lain, sesuai dengan tujuan dari si komunikator. Jadi komunikasi mengandung unsur tujuan bagi seseorang terhadap orang lain. Jadi baik bagi Lasswell maupun Hovland pengertian komunikasi tidaklah hanya membentuk kesamaan makna terhadap sesuatu semata.

Dalam hal ini, kita tidak membenarkan atau menyalahkan pengertian yang telah ada di atas, hanya saja kita dapat menyimpulkan ciri-ciri tertentu dari pengertian komunikasi, baik menurut Wilbur Schramm dan Onong U. Effendy di satu pihak ataupun Hovland dan Lasswell di pihak lain, yaitu :

- Adanya kesamaan arti atau makna terhadap sesuatu yang dikomunikasikan.

- Adanya pesan - Adanya efek

- dan adanya dimensi mempengaruhi

II.1.2. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikan, komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu : a) komunikasi antar pribadi, b)

komunikasi kelompok dan c) komunikasi massa. Sehubungan dengan penelitian ini, maka yang dibahas hanyalah yang menyangkut komunikasi antar pribadi.

Komunikasi antar pribadi (sering juga disebut Diadic Communication) adalah :

“komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan, bisa secara berhadapan muka (face to face) atau bisa juga melalui sebuah medium, umpanya telepon” (Effendy, 1981 : 48). Jadi komunikasi jenis ini selalu membutuhkan adanya seorang lain sebagai lawan komunikasi. Ciri khas komunikasi antar pribadi ialah sifatnya dua arah atau timbal balik (two way traffic of communication). Dalam komunikasi seperti komunikasi antar pribadi, komunikator dan komunikan saling bergantian fungsi. Pada suatu ketika komunikan menjadi komunikator, demikian sebaliknya. Dalam situasi seperti itu, maka komunikator utama adalah orang yang pertama-tama menyampaikan pesan (message), sebab dialah yang memulai komunikasi, dialah yang mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan komunikasi itu. Demikian seterusnya selama proses komunikasi itu berlangsung.

Jika Onong U. Effendy memberikan defenisi seperti di atas yaitu : komunikasi antar pribadi itu antara dua orang, maka William F. Gluck yang dikutip oleh A.W. Widjaja lain lagi memberikan defenisi komunikasi antar pribadi, yaitu :

“proses pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antar dua orang atau lebih di dalam suatu kelompok kecil manusia” (A.W. Widjaja, 1986 : 8).

Jadi bagi beliau komunikasi antar pribadi itu bukan hanya ditujukan kepada dua orang saja, tetapi bisa lebih dari dua orang, yang penting dalam suatu kelompok kecil. Hanya saja beliau tidak memberikan batasan kelompok kecil itu berapa orang.

Sedangkan bagi penulis, berhubung dihadapkan kepada dua defenisi di atas maka penulis menyimpulkan komunikasi antar pribadi itu :

- Arus pesannya cenderung dua arah secara timbal balik - Konteks komunikasi tatap muka atau bermedia

- Feed back/umpan balik bersifat langsung saat itu juga

- Adanya proses pergantian fungsi secara timbal balik antara :

komunikator komunikan.

II.2. Proses Komunikasi Antar Pribadi

Kegiatan komunikasi antar pribadi tentu terjadi tidak dengan sendirinya. Dia membutuhkan suatu rangkaian peristiwa yang berlangsung satu dengan kata lain membutuhkan suatu proses. Sementara itu dalam lingkup ilmu komunikasi, proses yang dimaksud memuat komponen-komponen yang dibutuhkan. Sejumlah komponen atau unsur yang dicakup yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi, maka perlu diperhatikan paradigma Lasswell yang berbunyi : “who

says what in which channel to whom with what effect atau siapa, mengatakan apa,

dengan media apa, kepada siapa, dengan efek apa” (Effendy, 1992:10).

Tepatnya cara menjelaskan proses komunikasi Lasswell dengan menjawab :

- who ? siapa : komunikator - says what ? mengatakan apa : pesan (message) - in which channel ? saluran apa : saluran / media

- to whom ? kepada siapa : komunikan

- with what effect ? dengan efek apa : efek yang terjadi

Maka dalam proses komunikasi (baik interpersonal atau massa) Lasswell menunjukkan terhadap lima unsur di dalamnya, yaitu :

1. Komunikator : orang yang menyampaikan pesan.

2. Pesan : pernyataan yang didukung oleh lambang (verbal ataupun non verbal).

3. Media : sarana / saluran yang mendukung pesan yang

dilontarkan.

4. Komunikan : orang yang menerima pesan. 5. Efek : dampak yang ditimbulkan.

Melalui formula Lasswell ini, jalannya proses komunikasi dapat dilihat seperti di bawah ini :

PROSES KOMUNIKASI Sumber : Effendy, 1992:12 Who komunikator says what pesan in which channel media to whom komunikan to whom effect efek yang terjadi

Selanjutnya Everett M. Rogers memberikan karakteristik dari komunikasi antar pribadi (Edward Depari dan Collin Mc. Andrews, 1988:18).

KARAKTERISTIK KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

1 Arus pesan Cenderung dua arah

2 Konteks komunikasi Tatap muka / bermedia

3 Tingkat umpan balik Tinggi

4 Tingkat selektivias Tinggi

5 Kecepatan jangkauan terhadap audiens Relatif lambat

Berdasarkan uraian sebelumnya tentang pengertian komunikasi antar pribadi, komponen komunikasi Lasswell serta karakteristik komunikasi antar pribadi Everett M. Rogers, maka dapat dibuat visualisasi dari proses komunikasi antar pribadi seperti di bawah ini.

PROSES LENGKAP KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI

Feed back (umpan balik) Penyebar pesan komunikator pesan Media channel Penerima pesan komunikan feed back (umpan balik) efek yang terjadi

Maka dari gambar diatas jelas proses komunikasi antar pribadi itu, adanya pihak pelaku inisiatif dan penerima pesan yang kita artikan pemberi stimulus dan penerima stimulus dimana arus pesan itu secara timbal balik (dua arah) dan umpan baliknya itu segera atau langsung dengan menggunakan media tertentu, dan yang tidak boleh diabaikan bahwa komunikator dan komunikan saling berganti peranan, satu saat sebagai komunikator saat lain jadi komunikan (berganti peran).

Proses komunikasi antar pribadi dapat diuraikan sebagai berikut :

“Pertama-tama, sumber memberikan pesan atau informasi kepada komunikator (apabila sumber adalah suatu kejadian), kemudian oleh komunikator pesan itu disampaikan dengan atau tanpa media kepada komunikan. Penerimaan pesan itu oleh komunikan melalui tahapan-tahapan yang dikenal dengan sensasi, persepsi, memori dan berpikir” (Rakhmat, 1986:89).

- Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Proses itu berhubungan dengan keterlibatan alat indra.

- Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan.

- Memori adalah sistem yang bersrtuktur yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap saat stimuli mengenai indra kita, setiap saat pula stimuli direkam secara sadar atau tidak sadar.

Sehubungan dengan penelitian ini, maka proses lengkap dari komunikasi antar pribadi yang ingin diteliti adalah sebagai berikut :

PROSES KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM PENELITIAN YANG DIMAKSUD

Sumber : Effendy, 1992:13 Proses komunikasi antar pribadi mempergunakan lambang sebagai media. lambang sebagai media yang terdapat dalam komunikasi antar pribadi terbagi dua, yaitu :

- Lambang Verbal

Lambang verbal artinya penggunaan bahasa sebagai media. Bahasa adalah lambang yang dapat mewakili kenyataan yang konkrit dan objektif dalam dunia sekeliling kita, dan juga mewakili hal yang abstrak.

Feed back (umpan balik) komunikator komunikan pesan yang dipertu-karkan Media channel komunikan komunika-tor feed back (umpan balik) produkti-vitas kerja karyawan Bel Mondo

- Lambang Non Verbal

Lambang non verbal berlangsung dengan gejala yang menyangkut gerak-gerik

(gestures), sikap (pastures), ekspresi (facial expression), dan lain gejala yang

sama.

Dalam proses komunikasi, baik antar pribadi atau massa, lambang-lambang yang dipergunakan harus dipahami dan dimengerti baik oleh kominukator maupun komunikan, jika lambang yang dipergunakan atau diperlukan tidak saling dimengerti itu bukan komunikasi, hanya kontak sosial. Komunikasi lebih mudah berlangsung dan berlanjut antara orang-orang yang sependapat tentang sesuatu masalah.

Proses komunikasi antar pribadi berhasil apabila terjadi kesesuaian antara komunikator dan komunikan dalam arti tercapainya tujuan dari komunikasi yaitu perubahan sikap.

II.3. Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi

Yang dimaksud dengan efektif adalah mengenai sasaran atau mencapai tujuan sesuai dengan maksud si pembicara. Jadi, dalam komunikasi antar pribadi apabila tujuan untuk mengubah pendapat, sifat dan tingkah laku komunikasi dapat tercapai, maka komunikasi antar pribadi itu efektif.

Efektivitas komunikasi juga tergantung pada “siapa” serta “cara” penyampaian pesan kepada komunikan. Apabila kita berbicara dengan rekan sejawat, guru, orang tua, atau pimpinan, kita harus menentukan sikap terlebih dahulu, tempat kita berada, posisi, kemudian hal apa yang kita pesankan. Setelah

itu kita harus mendefenisikan diri kita pada saat suatu posisi tertentu. Maka selanjutnya dapatlah kita sampaikan pesan dengan “cara” dan “sikap” yang tepat agar dapat menjadi sasaran yang kita inginkan.

Ada beberapa faktor yang menunjang agar komunikasi itu berlangsung efektif. Wilbur Schramm menampilkan “The Condition of Succes In

Communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika diinginkan agar suatu

pesan membangkitkan tanggapan yang dikehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan.

b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antar komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

d. Pesan harus menyarankan satu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang banyak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat itu ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. (Effendy, 1981:37).

Demikian efektivitas komunikasi dilihat dari unsur pesan, dengan diperhatikan syarat tersebut jelaslah mengapa para komunikator memulai dengan meneliti sedalam-dalamnya tujuan komunikasi dan mengapa “know you audience” merupakan ketentuan utama dalam komunikasi.

Ditinjau dari unsur komunikan, Chester I. Bernard menyatakan : Seseorang dapat dan akan menerima pesan hanya kalau terjadi empat kondisi :

1. Ia dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi.

2. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sama dengan tujuannya.

3. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya bersangkutan bagi kepentingan pribadinya.

4. Ia mampu untuk menempatinya baik secara mental maupun fisik. (Effendy, 1981:38).

Selanjutnya Cutlip dan Center didalam bukunya “Effective Public

Relations” menggunakan fakta tanda mental yang perlu diingat oleh komunikator

yaitu :

1. Bahwa komunikan terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja dan bermain satu sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial. Karena itu, setiap orang adalah subjek bagi lembaga pengaruh, diantaranya adalah pengaruh bagi komunikator.

2. Bahwa komunikan membaca, mendengar dan menonton komunikasi yang menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam.

3. Bahwa tanggapan yang diinginkan oleh komunikator dari komunikan harus menguntungkan bagi komunikan : kalau tidak, ia tidak akan memberikan tanggapan. (Effendy, 1981:38).

Dari sudut komunikator, ada dua faktor penting dari komunikator yaitu kepercayaan pada komunikator (source credibility) dan daya tarik komunikator

(source attractiveness). Kedua hal ini berdasarkan posisi komunikan yang akan

menerima pesan :

a. Hasrat seseorang untuk memperoleh suatu pernyataan yang benar. Jadi komunikator mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai dimana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan dan apa yang dinyatakannya.

b. Hasrat seseorang untuk menyamakan diri dengan komunikator atau bentuk hubungan lainnya dengan komunikator yang secara emosional memuaskan. Jadi komunikator akan sukses dalam komunikasinya, bila ia berhasil memikat perhatian komunikan. (Effendy, 1981:39).

Mc Grosky, Larson dan Knapp dalam bukunya “Introduction to

Interpersonal Communication” menyatakan bahwa berkomunikasi yang efektif

dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antar komunikator dan komunikan dalam setiap situasi. (Effendy, 1981:49).

Dari uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas komunikasi antar pribadi pada prinsipnya adalah :

1. Kemampuan komunikator dan komunikan untuk menyesuaikan diri baik secara fisik maupun psikis. Hal ini tidak mungkin disebabkan oleh daya arus balik langsung.

2. Adanya keseimbangan atau keharmonisan antara komunikator dan pesan yang disampaikan.

3. Adanya respon atau tindakan nyata dari komunikan berupa perubahan sikap, memperkuat pendapat dan sebagainya.

II.4. Teori Self Disclosure

Teori ini diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Untuk hal seperti itu dapat dikelompokkan kedalam empat macam bidang pengenalan yang ditunjukkan dalam suatu gambar yang disebutnya dengan jendela Johari (Johari Window). (Liliweri, 1951:53).

Berikut gambar jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain. Terbuka

Diketahui diri sendiri dan orang lain

Buta

Tidak diketahui diri sendiri dan orang lain tahu

Tersembunyi

Diketahui diri sendiri tetapi tidak diketahui orang lain

Tidak dikenal

Tidak dikethui diri sendiri dan orang lain

Gambar yang disebut Jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam pengembangan hubungan antar seorang dengan yang lainnya terdapat empat kemungkinan sebagaimana terwakili melalui suasana dikeempat bidang (jendela) itu.

- Bidang 1 (Daerah Terbuka)

Daerah terbuka (open self) berisikan semua informasi, prilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan oleh orang lain. Daerah terbuka masing-masing individu akan

berbeda-beda besarnya bergantung pada dengan siapa orang ini berkomunikasi. Ada orang yang membuat kita merasa nyaman dan mendukung kita, terhadap mereka, kita membuka diri kita lebar-lebar. Terhadap orang yang lain kita lebih suka menutup sebagian besar diri kita. Tetapi kebanyakan diantar kita, membuka diri kepada orang-orang tertentu tentang hal-hal tertentu pada waktu-waktu tertentu.

Komunikasi bergantung pada sejauh mana kita membuka diri kepada orang lain dan kepada kita sendiri. Jika kita tidak membiarkan orang lain mengenal kita, komunikasi menjadi sangat sukar, jika malah tidak mungkin. Kita dapat berkomunikasi secara bermakna hanya bila kita saling mengenal dan juga mengenal diri sendiri. Untuk meningkatkan komunikasi, kita terlebih dahulu harus memperbesar daerah terbuka ini.

- Bidang 2 (Daerah Buta)

Daerah buta (blind self) berisikan informasi tentang diri kita yang diketahui orang lain tetapi kita sendiri tidak mengetahuinya. Ini dapat berupa kebiasaan-kebiasaan kecil mengatakan “tahu kan” atau memegang-megang hidung bila marah atau hal-hal lain yang lebih berarti seperti sikap defensif, atau pengalaman terpendam.

Komunikasi menuntut keterbukaan pihak-pihak yang terlibat. Bila daerah buta, komunikasi menjadi sulit. Tetapi, daerah seperti ini akan selalu ada pada diri kita masing-masing. Walaupun kita mungkin dapat menciutkan daerah ini, menghilangkannya sama sekali tidaklah mungkin.

- Bagian 3 (Daerah Tersembunyi)

Daerah tersembunyi (hidden self) mengandung semua hal yang kita ketahui tentang diri sendiri dan tentang orang lain tetapi kita simpan hanya untuk kita sendiri. Ini adalah daerah tempat kita merahasiakan segala sesuatu tentang diri sendiri dan tentang orang lain.

- Bagian 4 ( Daerah Tidak Dikenal)

Daerah tidak dikenal (unknown self) adalah bagian dari diri kita yang tidak diketahui baik oleh kita sendiri maupun oleh orang lain. Ini adalah informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari perhatian.

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi antar pribadi khususnya di dalam sebuah perusahaan adalah bidang 1 (daerah terbuka), dimana antar komunikator (pimpinan) dengan komunikan (pegawai) saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan orang lain baik pimpinan dan bawahan betapa sering mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya.

Menurut Luft (1969) yang dikutip oleh Deddy Mulyana (1996:19) menggambarkan beberapa ciri penyingkapan diri (self disclosure) yang tepat. Lima ciri terpenting adalah sebagai berikut :

1. Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung 2. Dilakukan oleh kedua belah pihak.

3. Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung.

4. Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antar orang-orang yang terlibat.

5. Ada peningkatan dalam penyingkapan, sedikit demi sedikit (Deddy Mulyana, 1996:19).

II.5. Pengertian Produktivitas Kerja

Negara Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang besar dan jumlah tenaga kerjanya juga banyak tetapi dirasakan masih menjadi masalah yang perlu dipecahkan, karena daya dagang ekonomi terbatas, tingkat pendidikan dan produktivitas yang masih rendah. Oleh karenanya tantangan yang dihadapi adalah peningkatan dan pembinaan pendayagunaan tenaga kerja supaya menjadi modal dasar yang produktif dalam pembangunan.

Maka berdasarkan hal tersebut diatas pemerintah menaruh perhatian yang sangat besar untuk menyebarluaskan dan meningkatkan produktivitas. Hal ini dapat dilihat dengan terbitnya Inpres R.I. No 15 tahun 1986 tentang peningkatan produktivitas. Disamping itu dalam pidato Bapak Presiden di depan sidang umum DPR tanggal 15 Agustus 1986 mengatakan “Bahwa efesiensi dan produktivitas itu kita jadikan gerakan nasional yang menjadi gerakan semua aparatur pemerintah, kalangan dunia usaha atau BUMN dan kalangan masyarakat luas lainnya”.

Istilah produktivitas muncul untuk pertama kali tahun 1996 dalam suatu masalah yang disusun oleh Sarjana Ekonomi Prancis bernama Quesnay (pendiri aliran phisiokrat). Tetapi menurut Walter Aignes dalam karyanya “Motivation

and Awareness”, filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak awal

upaya (Effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang.

Menurut ILO (Internasional Labour Organization) menyatakan bahwa

“Production are produced as a result if the integration of mayor elements land, labour and organization is a measure of the productivity”. (Menurut ILO

tersebut, pada prinsipnya bahwa perbandingan antara element-element produksi dengan yang dihasilkan merupakan ukuran produktivitas. Element-element produktivitas tersebut berupa : tanah, capital, buruh dan organisasi).

Sedangkan menurut tulisan Vinay Goel yang termuat dalam “Toward

Higher productivity” menyatakan bahwa “productivity is the relationship between the output produced and the input consumedat any given point of time. (Menurut

Vinay Goel tersebut bahwa produktivitas adalah hubungan antara keluaran yang dihasilkan dengan masukan yang dipakai pada waktu tertentu).

Sesuai dengan laporan I Dewan Produktivitas Nasional 1983, bahwa produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa untuk kehidupan hari ini harus lebih-lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

Adapun yang berkaitan dengan sikap mental yang produktif antara lain menyangkut sikap mental yang :

a. Motivatif b. Disiplin c. Kreatif d. Inovatif

e. Dinamis f. Professional g. Berjiwa kejuangan

II.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Peningkatan produktivitas mempunyai pengertian menghasilkan barang atau jasa yang lebih baik dengan biaya perunit yang lebih rendah, dari semula dengan menggunakan masukan tertentu. Seperti diketahui produktivitas adalah ratio output dan input. Variasi perubahan output dan input tersebut akan mempengaruhi produktivitas.

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas khususnya tenaga kerja, diantaranya sikap mental yang berupa :

1. Keseriusan kerja

Sikap untuk melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan tidak mengabaikan peraturan yang berlaku. Untuk itu disini diperlukan manajemen yang berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan karyawan bawahannya. Apabila manajemen tepat maka akan menimbulkan keseriusan kerja yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong tenaga kerja untuk melakukan tindakan yang produktif.

2. Disiplin kerja :

Sikap atau tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan secara sadar terhadap

Dokumen terkait