• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh komposisi udara dan lama penyimpanan terhadap parameter yang diamati dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Komposisi udara memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P>0,01)

terhadap kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, kadar vitamin C, total asam, uji kekerasan, uji organoleptik warna, organoleptik aroma, organoleptik tekstur, dan orgnoleptik rasa

2. Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P>0,01)

terhadap kadar air, susut bobot, total padatan terlarut, kadar vitamin C, total asam, uji kekerasan, uji organoleptik warna, uji organoleptik aroma, uji tekstur, uji rasa, semakin lama penyimpanan maka kadar air, kadar vitamin C, total asam semakin menurun tetapi pada susut bobot semakin meningkat.

3. Penyimpanan buah jeruk siam dengan mengatur komposisi udara ruang

penyimpananyaitu dengan konsentrasi O2 3-7%, kosenterasi CO2 1-3% dapat

mempertahankan mutu buah jeruk siam selama 15 hari penyimpanan.

Saran

Disarankan untuk melakukan pengkajian penyimpanan pada konsentrasi udara menggunakan suhu rendah selama penyimpanan buah jeruk siam.

Jeruk Siam

Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu

dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

berbentuk bulat dengan permukaan agak halus. Ujung buah bundar dan berpusar. Kulit buah berwarna kuning mengkilat dan sulit dikupas bila matang, ketebalan kulit sekitar 3,9 mm. Daging buah bertekstur lunak, mengandung banyak air, dan berwarna kekuningan. Rasa daging buahnya sangat manis dan baunya harum, ukuran jeruk ini tergolong besar, dengan berat buah jeruk antara 150-250 g/buah (Deptan, 2015).

Tanaman jeruk siam dapat tumbuh 1400 m di atas pemukaan laut. Ketinggian tempat tersebut sangat mempengaruhi kualitas serta rasa buah. Daerah penanaman jeruk siam sebaiknya menerima penyinaran matahari antara 50-60 % dengan perbedaan suhu siang dan malam lebih dari 10% (Sarwono, 1994).

Komposisi buah jeruk

Komposisi buah jeruk terdiri dari air 70-92% (tergantung kualitas buah), gula, asam organik, asam amino, vitamin, zat warna, mineral dan lain-lain. Kandungan asam sitrat buah pada waktu muda cukup tinggi, tetapi setelah buah masak optimum akan semakin berkurang kandungan asam sitrat. Kandungan asam sitrat jeruk manis yang telah masak akan berkurang sampai dua pertiga bagian (Pracaya, 1996). Kandungan atau komposisi gizi pada buah jeruk secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada umumnya buah jeruk merupakan sumber vitamin C yang berguna untuk kesehatan manusia. Sari buah jeruk mengandung 40-70 mg vitamin C per 100 g bahan, tergantung jenisnya. Makin tua buah jeruk, biasanya makin berkurang kandungan vitamin C-nya. Vitamin C terdapat dalam sari buah, daging dan kulit, terutama pada lapisan terluar kulit buah (Pracaya, 1996).

Tabel 1. Komposisi kimia per 100 g sari buah jeruk

Komponen Jumlah Kalori (Kal) 48,0 Protein (g) 3,2 Lemak (g) 0,8 Karbohidrat (g) 44,0 Kalsium (mg) 19,0 Fosfor (mg) 16,0 Vitamin A (SI) 190,0 Vitamin B1(mg) 0,08 Vitamin C (mg) 49,0 Air (g) 87,5

Sumber : Departemen kesehatan RI (1989).

Pasca Panen Jeruk Siam

Sebagai komoditas hortikultura, buah jeruk siam segar pada umumnya memiliki sifat mudah rusak karena mengandung banyak air dan setelah dipanen komoditas ini masih mengalami proses hidup, yaitu proses respirasi, transpirasi dan pematangan. Buah jeruk siam harus mendapatkan teknologi pasca panen yang tepat supaya kesegaran buah sekaligus umur simpannya dapat bertahan lebih lama (Handoko, et al., 2000).

Buah jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup. Beberapa proses hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi, transpirasi, dan proses pematangan buah. Proses (sifat) biokimia tersebut menurunkan mutu kesegaran buah jeruk yang dapat dilihat dari penampakan, susut bobot dan penurunan nilai gizinya (Handoko, et al., 2000).

Jeruk siam dapat dipanen pada umur 6-8 bulan setelah bunganya mekar. Di samping umur, saat panen juga dapat dilihat dari ciri-ciri fisik buahnya antaranya adalah kulit buahnya kekuning-kuningan, buahnya tidak terlampau keras jika dipegang, dan bagian bawah buahnya agak empuk, dan bila dijentik dengan jari bunyinya tidak nyaring lagi (Tim penulis PS, 1995).

Kualitas buah yang baik dapat diperoleh dengan cara pemanenan yang hati-hati. Kebiasaan cara panen yang jelek sering menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pemetikan buah jeruk bisa dilakukan secara langsung dengan tangan atau menggunakan gunting pangkas. Pemetikan buah dengan tangan dilakukan dengan cara memegang buah kemudian diputar sedikit dan ditarik ke bawah hingga lepas dari tangkai. Pada cabang yang tinggi sebaiknya menggunakan tangga dalam pemetikan sebab pemetikan buah dengan memanjat pohon dapat menimbulkan kerugian antara lain pohon rusak, pohon dikotori tanah, dan

mungkin kuman-kuman penyakit diplodia/phytoptora terbawa dari tanah. Waktu

pemetikan buah hendaknya dilakukan pada saat matahari sudah bersinar dan tidak terdapat lagi sisa embun, sekitar jam 9 pagi sampai sore. Tangkai buah dikerat dengan gunting pangkas sekitar 1-2 cm dari buahnya. Tangkai yang terlalu panjang dapat merusak buah lain ketika dimasukkan dalam keranjang. Tiap pemetik sebaiknya membawa keranjang atau kantong yang dapat digantung di leher sehingga buah jeruk tidak perlu dijatuhkan ke bawah karena buah jeruk dapat rusak (Tim Penulis PS, 1995).

Penyimpanan di ruang dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, pelunakan, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas mikroba. Jeruk yang disimpan hendaknya bebas dari lecet kulit, memar, busuk

dan kerusakan lainnya. Suhu ruang penyimpanan dijaga agar stabil. Suhu optimum untuk penyimpanan buah jeruk adalah 5–10oC. Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah (Sutopo, 2011),berdasarkan Pangestuti, et. al

(2007), buah jeruk kebanyakan disimpan dalam kondisi ruang apalagi dalam jumlah sangat besar, sehingga biasanya hanya dapat bertahan selama 2 minggu karena adanya resiko kebusukan sehingga perlakuan pelapisan lilin sangat dianjurkan.

Bahan-bahan pangan segar (belum terolah) misalnya biji-bijian, sayuran, buah-buahan, daging dan susu akan mengalami perubahan biokimia setelah bahan-bahan ini dipanen atau dipisahkan dari induknya. Bahan-bahan segar ini umumnya mengandung air yang cukup tinggi sehingga memungkinkan adanya akifitas enzim dan menyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur, aroma dan nilai gizi bahan. Contoh perubahan biokimiawi yang terjadi pada bahan pangan adalah pencoklatan pada buah yang memar atau terkupas kulitnya, atau daging

segar yang berubah warna menjadi hijau dan berbau busuk

(Julianti dan Nurminah, 2006).

Respirasi Buah

Respirasi merupakan pemecahan bahan-bahan kompleks dalam sel, seperti gula dan asam-asam organik menjadi molekul sederhana seperti karbon dioksida dan air, bersamaan dengan terbentuknya energi dan molekul lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintesa. Aktivitas metabolik ini bersifat katabolik yang merugikan, melainkan bisa menguntungkan seperti sintesa pigmen, enzim dan senyawa lain khususnya perubahan-perubahan yang terjadi selama pemasakan

(Winarno, 1993). Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu serta tipe dan umur tumbuhan.

Selama respirasi, terjadi penurunan kadar gula, dan komponen lainnya, seiring terbentuknya karbondioksida, air, energi dan panas. Pembentukan energi melalui aktivitas sel selama penyimpanan, air digunakan untuk transpirasi. Karbondioksida dan panas dipindahkan melalui sirkulasi udara. Selama penyimpanan, respirasi diusahakan seminimum mungkin, untuk mengurangi perubahan tersebut (Calvin dan Donald, 1983).

Proses respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapisan alami dan jenis jaringan. Hubungan susunan kimiawi jaringan terhadap respirasi bervariasi. Semakin kecil produk, maka semakin besar laju respirasinya, adanya pelapisan alami menurunkan laju respirasi dan jaringan yang muda menunjukkan respirasi yang tinggi (Pantastico, 1993).

Faktor eksternal meliputi ketersediaan etilen, suhu tinggi dan oksigen yang besar, yang akan mempercepat laju respirasi. Sedangkan jumlah karbondioksida yang besar akan memperlambat laju respirasi. Adanya zat pengatur pertumbuhan pengaruhnya berbeda-beda terhadap komoditi yang berbeda (Pantastico, 1993).

Umumnya buah menunjukkan peningkatan respirasi yang tajam segera setelah pemanenan. Hal ini dikenal sebagai peningkatan respirasi klimaterik. Buah yang tidak menunjukkan peningkatan respirasi secara cepat digolongkan sebagai non klimaterik. Penurunan suhu dapat memperlambat kegiatan respirasi produk, mengurangi susut bobot, memperkecil kemungkinan pembusukan akibat masuknya jasad renik dan memperlambat pertumbuhannya (Kartasapoetra, 1994).

Buah jeruk termasuk non klimaterik, sebaiknya panen dilakukan sebelum akhir fase kemasakan buah agar daya simpannya lebih lama. Adanya respirasi menyebabkan buah menjadi masak dan tua yang ditandai dengan proses perubahan fisik, kimia, dan biologi antara lain proses pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan bobot. Laju respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semakin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang sehingga zat gizi hilang (Sutopo, 2011).

Menurut Saputera, et al. (2000), laju konsumsi O2 buah jeruk utuh tanpa dikupas yang berada dalam kemasan termodifikasi aktif pada suhu 10, 15 dan 27,50C berturut-turut yaitu 4,64; 5,92 dan 8,87 ml/kg-jam, sedangkan produksi CO2 berturut-turut adalah 5,10; 6,56 dan 10,17 ml/kg-jam.

Pada umumnya laju respirasi meningkat 2-2,5 kali setiap kenaikan suhu

100C. Kandungan O2 pada ruang penyimpanan juga perlu diperhatikan karena

semakin tinggi kadar O2 maka laju respirasi semakin cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan karena terjadi gangguan pada respirasinya (Pantastico,1993).

Penyimpanan dengan Udara Terkendali

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan

tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih kecil dari oksigen yang tersedia di udara Konsentrasi oksigen yang rendah akan menurunkan laju respirasi dan oksidasi substrat menurunkan pematangan dan sebagai akibatnya umur komoditi menjadi

lebih panjang, perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4 rendah, laju

pembentukan asam askorbat berkurang dan perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah (Pantastico,1993).

Setiap hasil tanaman mempunyai ketahanan sendiri-sendiri terhadap oksigen, apabila oksigen dalam udara lebih dari 5% kebanyakan buah-buahan ketahanannya kurang sehingga akan mengalami kerusakan. Beberapa buah akan mengalami kerusakan pada kadar oksigen yang rendah misalnya buah jeruk akan rusak pada kadar oksigen sekitar 3%, sedangkan pada buah apel mengalami kerusakan pada kadar oksigen di bawah 1% (Kartasapoetra, 1994).

Kerusakan terjadi pada hasil pertanian selama penyimpanan apabila terdapat oksigen, terutama apabila proses anaerobik masih berjalan. Pada umumnya kerusakan tersebut merupakan perubahan bau dan rasa. Tiap-tiap hasil pertanian mempunyai ketahanan tersendiri terhadap oksigen. Kebanyakan buah-buahan akan rusak apabila oksigen dalam udara lebih dari 5%, sedangkan buah jeruk sudah rusak pada kadar oksigen 3% dan buah apel rusak pada kadar oksigen dibawah 1% (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

Proses metabolisme yang terus berlangsung selepas panen mengakibatkan terjadi perubahan baik fisik, kimia maupun biologis yang mengarah ke tanda-tanda kerusakan. Komposisi dari udara di ruang penyimpanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat bahan segar yang disimpan. Baik kandungan oksigen, karbondioksida dan etilen, sehingga mempengaruhi

metabolisme komoditi, dengan melakukan modifikasi atmosfer di sekitar komoditi tersebut dapat mengahasilkan beberapa keuntungan terhadap bahan hasil pertanian (Wardhanu, 2009).

Penghambatan respirasi dilakukan dengan memperhatikan faktor yang berpengaruh pada proses respirasi. Penghambatan penyimpanan buah pada suhu rendah dapat menghambat respirasi buah. Sehingga kematangan dapat dihambat. Namun penyimpanan pada suhu rendah ini dapat menyebabkan kerusakan buah (chilling injury) saat waktu yang digunakan terlalu rendah. Usaha lain adalah penyimpanan dengan udara terkendali (Dumadi, 2001).

Proses penyimpanan dengan udara terkendali (UT) merupakan teknologi yang paling penting dalam penyimpanan buah dan sayur seperti pendinginan. Cara ini bila dikombinasikan dengan pendinginan, dengan nyata menghambat kegiatan respirasi, dan dapat menunda pelunakan, penguningan, perubahan mutu, dan proses pembongkaran lain dengan mempertahankan atmosfer yang

mengandung lebih banyak CO2 dengan lebih sedikit O2 daripada dalam udara

biasa (Pantastico, 1993).

Penyimpanan dengan mengatur komposisi udara atau konsentrasi oksigen dan karbondioksida, dikenal dengan penyimpanan dengan pengendalian atmosfer.

Beberapa metode penyimpanan dengan pengendalian atmosfer yaitu controled

atmosphere storage (CAS) dan modified atmosphere storage (MAS). Controled

atmosphere storage adalah metode penyimpanan dengan pengendalian

konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara terus menerus sesuai dengan

dimana perubahan komposisi udara disebabkan oleh aktivitas respirasi dari produk yang dikemas (Julianti dan Nurminah, 2006).

Prinsip pengawetan dengan udara terkendali adalah pengaturan jumlah gas oksigen dan gas karbondioksida di dalam ruang penyimpanan yang tertutup rapat, dimana kadar oksigen dikurangi sedangkan kadar gas karbondioksida dinaikkan, sehingga proses pernafasan sayur dan buah menjadi terhambat, sehingga proses pematangannya akan terhambat. Sistem penyimpanan ini, mula-mula sayur dan buah disimpan dalam ruang penyimpanan, kemudian ruang tersebut ditutup rapat. Komposisi udara di dalam ruangan tersebut diatur, sehingga diperoleh kadar oksigen yang jauh lebih rendah daripada udara di luar sedangkan kadar karbondioksida sebaliknya (Muchtadi, 1989).

Komposisi gas tersebut dapat dilakukan dengan cara menghisap udara di dalam ruangan dan menggantikannya dengan campuran gas oksigen dan gas karbondioksida dengan perbandingan tertentu, dalam mengimbangi tekanan gas dalam ruangan penyimpanan terkadang ke dalam ruangan tersebut dimasukkan gas nitrogen. Akhirnya suhu ruangan penyimpanan diturunkan menjadi lebih rendah daripada suhu udara di luar, agar proses pengawetan komoditi tersebut menjadi lebih tahan lama (Muchtadi, 1989).

Tipe penyimpanan atmosfer termodifikasi ada 2 yaitu atmosfir termodifikasi aktif dan atmosfir termodifikasi pasif. Atmosfer termodifikasi aktif

adalah penyimpanan dengan modified atmosfer di mana udara di dalam ruangan

awalnya dikontrol dengan menarik semua udara dalam kemasan kemudian diisi kembali dengan udara dan konsentrasinya diatur sehingga keseimbangan langsung dicapai. Atmosfer termodifikasi pasif adalah keseimbangan antara oksigen dan

karbondioksida diperoleh melalui pertukaran udara dalam kemasan (mengandalkan permeabilitas kemasan) (Julianti dan Nurminah, 2006).

Pengaruh CO2 terhadap Mutu Buah

Apabila kandungan CO2 dalam atmosfer ruang penyimpanan bertambah,

maka jumlah CO2 yang terlarut dalam sel ataupun tergabung dengan beberapa zat

penyusun sel pun akan meningkat. Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi

mengarah keperubahan Fisiologi berikut : (a) penurunan Reaksi-reaksi sintetis pematangan (misal : Protein dan zat warna), (b) penurunan produksi zat-zat atsiri, (c) gangguan metabolisme asam organik. Terutama penimbunan asam suksinat, (d) kelembaban pemecahan zat-zat pektin, (e) penghambat sintesis klorofil dan penghilang warna hujau, terutama setelah pemanenan dini, (f) perubahan perbandingan berbagai gula (misal, rasa buah menjadi lebih manis sesudah mengalami penyimpanan pada suhu rendah dan konsentrasi CO2 tinggi), dan (g) penghambatan beberapa kegiatan enzimatik (misalnya, suksinodehidrogen) (Pantastico, 1993).

Konsentrasi CO2 yang tepat, dapat menghambat perkecambahan dan

pertumbuhan beberapa jenis jamur yang menyerang buah-buahan dalam

simpanan. Hambatan itu tampak nyata pada 10-15% CO2, namun rupa-rupa

konsentrasi CO2 yang tinggi dapat membunuh sel-sel, jadi memberikan

kemudahan untuk pertumbuhan jamur. Pengaruh CO2 terhadap jamur ini

merupakan alasan kuat untuk memilih penyimpanan UT (udara terkendali). Namun demikian, dalam beberapa kasus, pengaruh peracunan dan timbulnya rasa yang tidak dikehendaki menghilangkan keuntungan ini, sehingga lebih baik

menggunakan udara yang tidak mengandung CO2, tetapi hanya mengandung presentase O2 yang rendah (Pantastico, 1993).

Laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi adalah tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, luas permukaan, ada tidaknya lapisan kulit alami dan jenis jaringan. Semakin banyak jumlah CO2 yang dihasilkan menandakan semakin tinngi tingkat perkembangan organ. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi pada buah-buahan yang mengandung karbohidrat, maka laju respirasi akan semakin cepat. Produk yang ukuran lebih kecil mengalami laju respirasi lebih cepat daripada buah yang besar, karena mempunyai permukaan yang lebih luas yang bersentuhan dengan udara sehingga lebih banyak O2 berdifusi ke dalam jaringan. Pada produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju respirasinya rendah dan jaringan muda, proses metabolisme akan lebih aktif dari pada jaringan lebih tua (Pantastico,1993).

Faktor eksternal yang mempengaruhi laju respirasi adalah suhu, etilen dan komposisi udara ruang penyimpanan. Laju respirasi akan meningkat 2-2,5 kali tiap kenaikan 10ºC. Pemberian etilen pada tingkat pra-klimaterik, akan meningkatkan respirasi buah klimaterik. Kandungan oksigen pada ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar oksigen, maka laju respirasi semakin cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah dan sayur sebab terjadi gangguan pada respirasi. Kerusakan atau luka pada produk sebaiknya dihindari, karena akan memicu terjadi respirasi dan mengakibatkan umur simpan produk semakin singkat (Pantastico, 1993).

Latar Belakang

Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu jenis jeruk dengan prospek yang cukup baik. Diperkirakan sekitar 60% kebutuhan jeruk dunia dipenuhi oleh jeruk siam. Kelebihan dari jeruk siam ini antara lain rasanya manis, harum, mengandung banyak air dan harganya terjangkau sehingga menjadi daya tarik sendiri untuk konsumen. Sehingga semakin digemari oleh masyrakat.

Pada umumnya, buah jeruk siam dipasarkan pada suhu kamar. Masalah utama dalam penyimpanan buah jeruk pada suhu kamar adalah penurunan kualitas akibat menurunnya berat serta nilai gizi seperti vitamin C dan nilai gizi lainnya. Hal ini disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang berlangsung cepat dan terus menerus.

Penyimpanan dengan udara terkendali merupakan salah satu dari teknologi yang paling penting dalam penyimpanan buah-buahan. Teknologi modifikasi

atmosfir merupakan satu dari cara penyimpanan dimana tingkat konsentrasi O2

lebih rendah dan tingkat konsentrasi CO2 lebih tinggi, bila dibandingkan dengan

udara normal. Metode penyimpanan buah dan sayuran segar banyak dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan buah dan sayur segar adalah

metode penyimpanan dengan sistem kemasan modifikasi atmosfir (Modified

Atmosphere Packaging = MAP). Pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP)

adalah pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas dalam kemasan berubah dan menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan

mikrobia, mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak digunakan dalam teknologi olah minimal buah dan sayur segar juga bahan pangan yang siap santap (Kader dan Watkins, 2000).

Salah satu cara untuk memanipulasi komposisi udara di dalam ruang

penyimpanan adalah melalui penyimpanan modifikasi atmosfer (controlled

atmosfer storage = CAS). Penyimpanan dengan pengendalian konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara terus menerus sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Pengendalian konsentrasi gas ini menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. Setiap komoditi memiliki toleransi yang berbeda terhadap konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada ruang penyimpanan (Julianti dan Nurminah, 2006).

Berdasarkan hal tersebut penulis, tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh Komposisi Udara Ruang Penyimpanan Terhadap Mutu

Jeruk Siam Brastagi (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) Selama Penyimpanan Suhu Ruang”.

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan konsentrasi oksigen dan karbondioksida optimum dalam ruang penyimpanan, yang dapat mempertahankan mutu buah jeruk siam selama penyimpanan.

Kegunaan Penelitian

Sebagai sumber informasi kepada petani maupun pengusaha dalam hal penanganan pasca panen jeruk siam berastagi yang dapat memperpanjang umur simpan, dan sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Hipotesa Penelitian

Komposisi udara konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam ruang penyimpanan dan lama penyimpanan serta interaksi keduanya berpengaruh terhadap mutu jeruk siam.

PENGARUH KOMPOSISI UDARA RUANG PENYIMPANAN TERHADAP MUTU JERUK SIAM BRASTAGI (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa)

SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG

SKRIPSI

Oleh:

MARISI

090305041/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Dokumen terkait