• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik sebuah kesimpulan untuk menjawab pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Faktor pendukung timbulnya perdagangan ilegal terhadap kehidupan liar yang terancam punah (spesies) di Indonesia yaitu dikarenakan Spesies endemik tersebut merupakan objek utama dan spesies langka dalam perdagangan internasional, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan terhadap kehidupan liar, antara lain ; (1) pemenuhan kebutuhan hidup, (2) permintaan pasar dan harga pasar, (3) peraturan dan ketentuan perundang-undangan, (4) norma adat, (5) tingkat kesadaran masyarakat, (6) manajemen sumber daya alam. Di Indonesia sendiri perdagangan atas kehidupan liar ini telah menyebabkan menurunnya tingkat keanekaragaman hayati Indonesia dan menimbulkan kerugian pada negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Kehidupan liar ini memiliki nilai baik dari segi estetika, ilmu pengetahuan, rekreasi, dan ekonomis, dan tanggung jawab unutuk menjaga itu semua tidak hanya berada di tangan mansyarakat, tetapi juga di tangan Negara.

c 2. Perdagangan terhadap spesies yang terancam punah dilakukan menurut

Hukum Internasional, salah satu contohnya adalah dengan adanya keberadaan CITES. CITES merupakan konvensi internasional yang bertujuan untuk menjaga keanekaragaman hayati di dunia, melalui pengaturan di bidang perdagangan. Pengaturan perdagangan tersebut berbeda-beda dan terbagi ke dalam tiga klasifikasi yang menentukan tingkat populasi spesies tersebut (apendiks I, II, dan III). Spesies endemik yang terdapat di Indonesia, seperti komodo, badak, orangutan, dan gajah, termasuk dalam kategori spesies yang terancam kepunahan menurun CITES, IUCN, maupun, WWF. Untuk itu kerjasama internasional menjadi sebuah faktor yang penting dan mendasar untuk menciptakan perlindungan bagi spesies yang terancam punah tersebut dari eksploitasi berlebihan yang diakibatkan oleh perdagangan Internasional.

3. Kasus-kasus perdagangan terhadap spesies yang terancam oleh kepunahan antara lain :

a. Panda.

Panda merupakan salah satu spesies satwa yang dilindungi di dalam apendiks I CITES169

169

Binatang yang dikategorikan di dalam Appendiks I CITES tidak dapat di perdagankan secara komersial kecuali untuk keadaan yang luar biasa (misalnya : kepentingan Ilmiah)

Hewan ini salah satu yang terdaftar dalam Red List IUCN karena pupolasinya yang menurun dan terancam oleh kepunahan.

ci b. Gajah.

Gajah afrika merupakan salah satu satwa liar Afrika yang paling banyak diburu. Penurunan populasi gajah ini tidak hanya dikarenakan penangkapan secara liar namun juga dikarenakan hilangnya habitat mereka karena bertambahnya populasi manusia170. Harga yang mahal, dan keuntungan yang besar dari hasil penjualan gading tersebut merupakan salah satu faktor yang mempersulit penangannan dari perdagangan gading gajah ini. Tahun 1976, CITES meletakan gajah afrika dalam Apendiks III dan menaikaan statusnya ke dalam apendiks II tak lama setelahnya171

170

“Stories and History”, <http://elephant.elehost.com>, 1998. 171

<http://cites.org>, diakses pada tanggal 10 Oktober 2010

. Pada mei 1989 dengan adanya dorongan dari golongan koservasionis Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, dan negara-negara pengimpor lainnya, CITES melakukan pelarangan terhadap perdagangan gading gajah ini. Pada bulan Oktober 1989, negara-negara anggota CITES menyepakati gajah Afrika untuk masuk ke dalam apendiks I CITES, sebagai binatang yang tidak boleh diperdagangkan untuk kepentingan komersial. Dimasukannya

cii gajah afrika kedalam appendiks I mulai berlaku sejak 18 Januari 1990172

c. Orangutan. .

Orangutan merupakan salah satu spesies endemik yang dimiliki Indonesia. 90% dari populasi Orangutan yang ada pada saat ini terletak di wilayah Republik Indonesia, yaitu di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Lokasi lain dari Orangutan hanya bisa ditemukan di Sabah dan Sarawak173. Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya, yaitu; gorila, simpanse, dan bonobo hidup di Afrika. Kurang dari 20.000 tahun yang lalu orangutan dapat dijumpai di seluruh Asia Tenggara, dari Pulau Jawa di ujung selatan sampai ujung utara Pegunungan Himalaya dan Cina bagian selatan174

172

http://elephant.elehost.com, loc.Cit, diakses pada tanggal 5 April 2011

173

E. Meijjard dan H.D RIjksen, Di Ambang Kepunahan! Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad 21 (Our Vanishing Relative, The Status of Wild Orangutans at the Close of the Twentieth Century), Cet.1 , diterjemahkan oleh S.N. Kartika Sari, (Jakarta : The Gibbon Foundation, 2001).Hal 32-33.

174

Departemen Kehutanan, Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007- 2011, Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007, halaman 1

. Spesies endemik ini merupakan salah satu dari hewan-hewan yang tertera baik di dalam appendiks I CITES maupun di dalam lampiran PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pada tahun 2006, IUCN (International Union for

ciii Conservation of Nature and Natural Resources) menetapkan Orangutan Kalimantan ke dalam kategori Endagered. Orangutan Sumatera pun dimasukan ke dalan kategori Critical Endagered. Orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi. Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 Orangutan Sumatera dikategorikan Critically Endangered, artinya sudah sangat terancam kepunahan, sedangkan Orangutan175

B. Saran

Kalimantan dikategorikan Endangered atau langka. Orangutan Kalimantan selama sepuluh tahun terakhir ini telah mengalami penurunan populasi sebanyak 50 persen selama 10 tahun terakhir. Penurunan tersebut dapat dilihat dari semakin berkurangnya daerah di mana orangutan berdiam, luas hutan yang menjadi habitat bagi orangutan, dan peningkatan eksploitasi terhadap orangutan itu sendiri.

Berkaitan dengan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat memberikan beberapa saran untuk menjaga keanekaragaman hayati Indonesia dari kepunahan, saran tersebut adalah :

175

civ 1. Peraturan yang telah dirancang olah pemerintah agar tidak menjadi peraturan belaka yang tidak dapat memberikan efek jera kepada pelaku dari perdagangan terhadap kehidupan liar ini.

2. Pemerintah diharapkan dapat melaksanakan peraturan perundangundangan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga celah-celah yang biasa digunakan oleh para pelaku perdagangan ilegal dapat ditutup. Agar dapat tercipta kefektifan dan keefisienan yang maksimal dari undangundang tersebut, perlu dilakukan pelatihan bagi para aparat, pemberian insentif yang lebih layak, dan dukungan-dukungan lainnya seperti peralatan.

3. Peningkatan kesadaran masyarakat pemerintahan untuk tidak mengeksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan juga perlu dilakukan dengan bekerjasama dengan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) melalui pemberian program penyuluhan kepada masyarakat. Peningkatan kesadaran para aparat dan pejabat pemerintahan melalui penyuluhan unutk memberikan pengertian mengenai arti penting keanekaragaman hayati bagi kita dan generasi yang akan datang.

4. Mendorong dilakukannya kerjasama internasional, seperti dalam kasus panda, untuk melakukan konservasi bagi spesies-spesies Indonesia yang tergolong endemik sekaligus terancam oleh kepunahan. Kerjasama internasional dapat memberikan Indonesia transfer teknologi dalam melakukan konservasi terhadap kehidupan liar di Indonesia. Metodologi

cv konservasi yang didapat dari hasil kerjasama Internasional dapat menyelamatkan populasi dari satwa-kehidupan liar tersebut. Populasi kehidupan liar yang tidak terganggu dapat mengeluarkan spesies tersebut dari statusnya yang terancam. Dengan status yang tak lagi terancam, perdagangan atas spesies ini dapat dilaksanakan dan mendatangakan keuntungan bagi pemerintah di berbagai bidang seperti, pariwisata, atau keuntungan finansial langsung dari perdagangan atas spesies yang tidak lagi terancam punah tersebut.

cvi