• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II

DASAR TEORI

Laser show pada dasarnya merupakan suatu hiburan yang dihasilkan dari manipulasi sinar laser untuk mendapatkan pola-pola geometris tertentu. Secara sederhana, hal ini dapat dilakukan dengan memantulkan sinar laser terhadap satu atau beberapa cermin yang berputar sebelum akhirnya dipantulkan ke dinding atau layar. Tampilan pada layar inilah yang kemudian dapat diamati sebagai pola-pola geometris (Harsono, 2005). Gambar 2.1 mengilustrasikan bagaimana hal ini dilakukan.

2

1 3

4

5

Gambar 2.1. Prinsip dasar operasi laser show (Harsono, 2005) Keterangan gambar:

1. Laser pointer 2. Pantulan sinar laser

3. Cermin

4. Motor DC

5. Pola yang dihasilkan

2.1. Pola-Pola Dasar Hasil Tampilan Perangkat Laser Show

Pola-pola dasar hasil tampilan perangakat laser show berdasarkan kondisi putaran motor adalah sebagai berikut (Harsono, 2005):

1. Pola dasar saat kedua motor tidak berputar adalah berupa titik sinar laser yang diam. 2. Pola dasar saat salah satu motor berputar sedangkan motor yang lain diam adalah

3. Pola dasar saat kedua motor berputar dengan arah yang sama adalah berbentuk seperti gambar 2.2(b).

4. Pola dasar saat kedua motor berputar dengan arah yang berlawanan yakni CW dan CCW adalah berbentuk seperti gambar 2.2(c).

(a) (b) (c) Gambar 2.2. Pola dasar hasil tampilan perangkat laser show (Harsono, 2005)

(a) Salah satu berputar (b) Dua motor berputar searah (c) Dua motor berputar berlawanan

2.2. Kurva Lissajous

Dalam matematika, kurva Lissajous (Gambar Lissajous atau Kurva Bowditch) merupakan grafik dari sistem persamaan parametris seperti ditunjukkan pada persamaan 2.1. Persamaan ini menjelaskan gerakan harmonik kompleks. Keluarga kurva-kurva semacam ini diteliti oleh Nathaniel Bowditch pada 1815, dan diteliti lebih lanjut oleh Jules Antoine Lissajous pada 1857 (---, 2007).

(2.1) Tampilan kurva sangat dipengaruhi oleh perbandingan a/b. Untuk hasil perbandingan sama dengan satu, grafiknya akan berbentuk elips, dengan kasus khusus meliputi bentuk lingkaran (untuk A = B, δ = π/2 radian), dan garis (untuk δ = 0). Bentuk sederhana lissajous yang lain adalah parabola (untuk a/b = 2, δ = π/2). Perbandingan yang lain akan menghasilkan kurva yang lebih kompleks, yang akan berupa kurva tertutup bila

a/b menghasilkan bilangan rasional (---, 2007).

Sebelum tercipta komputer grafis modern, Lissajous biasanya dihasilkan menggunakan osiloskop. Dua masukan sinusoidal berbeda fase dihubungkan pada osiloskop dalam mode X-Y dan perbedaan fase antara keduanya akan ditampilkan dalam bentuk kurva Lissajous. Lissajous juga dapat dihasilkan secara mekanis dengan

menggunakan harmonograph. Dalam osiloskop, diandaikan x adalah Ch1, dan y adalah Ch2. A merupakan amplitudo Ch1, dan B merupakan amplitudo Ch2. Sedangkan a

merupakan frekuensi Ch1, dan b merupakan frekuensi Ch2 sehingga a/b merupakan perbandingan frekuensi dari kedua channel, dan δ merupakan beda fase dari kurva sinus Ch1. Gambar 2.3 memeperlihatkan beberapa kurva Lissajous dengan δ = π/2, a bilangan ganjil, b bilangan genap, dan |a - b| = 1. (---, 2007).

a = 1, b = 2 (a:b = 1:2) a = 3, b = 2 (a:b = 3:2) a = 3, b = 4 (a:b = 3:4) a = 5, b = 4 (a:b = 5:4) a = 5, b = 6 (a:b = 5:6) a = 9, b = 8 (a:b = 9:8)

Gambar 2.3. Beberapa contoh kurva Lissajous (---, 2007)

2.3. Hypotrochoid

Hypotrochoid merupakan suatu roulette yang tercitrakan dari sebuah titik P yang terhubung dengan sebuah lingkaran dengan radius b, yang bergerak mengelilingi bagian dalam lingkaran lain dengan radius a, dengan P merupakan jarak h, dari titik pusat lingkaran yang di dalam. Ilustrasi dari definisi hypotrochoid diperlihatkan pada gambar 2.4. Persamaan parametrik dari sebuah hypotrochoid ditunjukkan seperti pada persamaan 2.2 dan 2.3 (Weisstein, 2006).

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = t b b a h t b a x ( )cos cos (2.2) ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − = t t b a h t b a y ( )cos cos (2.3)

Bentuk-bentuk khusus dari hypotrochoid antara lain adalah: hypocycloid dengan h

= b, ellipse dengan a = 2b, dan rose dengan nilai a dan b sesuai persamaan berikut (Weisstein, 2006): 1 2 + = n h n a , dan 1 ) 1 ( + − = n h n b (2.4) 2.3.1. Hypocyloid

Hypocycloid merupakan kurva yang dihasilkan dari sebuah titik tetap P yang berada pada keliling sebuah lingkaran kecil ber-radius b, yang berputar mengelilingi bagian dalam lingkaran yang lebih besar dengan radius a, dengan a > b. Oleh karena itu

hypocycloid merupakan hypotrochoid dengan h = b. Ilustrasi dari definisi tersebut diperlihatkan pada gambar 2.5. (Weisstein, 2006).

Gambar 2.5. Ilustrasi definisi hypocycloid (Weisstein, 2006)

Sebuah hypocycloid berpetal n, mempunyai persamaan . Untuk adalah bilangan integer, dan x(0) = a, maka nilai x dan y hypocycloid

ditunjukkan pada persamaan 2.5 dan 2.6. Beberapa gambar hypocycloid dengan n bernilai integer diperlihatkan pada gambar 2.6 (Weisstein, 2006).

b a n= / b a n≡ /

x = (2.5)

y = (2.6)

Gambar 2.6. Hypocycloid dengan n berupa bilangan integer (Weisstein, 2006). Apabila na/b merupakan bilangan rasional, maka kurvanya akan tertutup dan mempunyai a petal. Beberapa ilustrasi hypocycloid dengan bernilai rasional diperlihatkan pada gambar 2.7. Sedangkan apabila merupakan bilangan irrasional maka kurvanya tidak akan pernah menutup. Hypocycloid dengan berupa bilangan irrasional ditunjukkan pada gambar 2.8 (Weisstein, 2006).

b a/ b a/ b a/

Gambar 2.7. Hypocycloid dengan a/b berupa bilangan rasional (Weisstein, 2006).

2.3.2. Rose

Rose merupakan sebuah kurva yang berbentuk seperti kelopak bunga. Kurva ini diberi nama rhodonea oleh seorang matematikawan Italia bernama Guido Grandi antara tahun 1723 dan 1728 karena bentuknya yang menyerupai mawar. Persamaan polar untuk

rose diperlihatkan pada persamaan 2.7. Apabila n merupakan bilangan ganjil maka rose

akan memiliki kelopak sebanyak n. Sedangkan apabila n genap maka kelopaknya berjumlah 2n. Beberapa gambar rose dengan n ganjil dan genap diperlihatkan pada gambar 2.9 (Weisstein, 2006).

atau (2.7)

Gambar 2.9. Rose dengan n berupa bilangan ganjil dan genap (Weisstein, 2006) Seandainya merupakan bilangan rasional, maka kurvanya akan menutup pada sudut polar , dengan jika adalah ganjil, dan jika adalah genap. Sedangkan apabila n merupakan bilangan irrasional maka jumlah kelopaknya adalah tak terhingga. Bentuk rose dengan n berupa bilangan rasional diperlihatkan pada gambar 2.10, sedangkan untuk n berupa bilangan irrasional diperlihatkan pada gambar 2.11 (Weisstein, 2006).

Gambar 2.11. Rose dengan n berupa bilangan irrasional (Weisstein, 2006)

2.4. Laser

Tabel 2.1. Jenis-jenis laser beserta panjang gelombang dan kegunaannya (Matsuda, 1987) Nama laser Panjang gelombang

(dalam mikron) Kegunaan Keterangan

Laser excimer

Argon-fluorine 0,193 Reaksi optika

Laser excimer

Krypton-fluorine 0,248 Belum diketahui Laser excimer

Xenon-chlorine 0,308 Belum diketahui Laser Argonion 0,33 dan 0, 36 Belum diketahui

Laser Nitrogen 0,337 Belum diketahui

Daerah cahaya yang tidak tampak oleh mata manusia. Sinar X (0,0001 mikron)

dan sinar Ultraungu (0,2 sampai 0,38 mikron)

Laser berwarna 0,32 sampai 1 Analisis spektroskopi Laser Argonion 0,488 Pertunjukan

Laser uap tembaga 0,51 dan 0,578 Simulasi laser berwarna Laser Helium-Neon 0,633 Peralatan yang teliti (presisi) Laser ruby 0,694 Radar laser

Daerah cahaya yang tampak oleh mata manusia (0,38 sampai 0,77 mikron)

Laser semikonduktor 0,83 Disk laser Laser gelas 1,06 Penyatuan nuklir

menggunakan laser YAG laser 1,06 Pemrosesan laser Laser semikonduktor 1,3 Komunikasi optika Laser Iodine 1,315 Komunikasi optika

(jarak jauh) Laser karbondioksida 10,6 Pemrosesan laser

Daerah cahaya yang tidak tampak oleh mata manusia.

Sinar inframerah (0,8 sampai 1000 mikron)

Laser yang merupakan kependekan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation adalah paket berkas cahaya yang gelombang-gelombang puncaknya terdapat pada kedudukan panjang yang sama, pada waktu yang sama, serta pada arah gerakan yang sama pula, atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai suatu berkas cahaya yang terdiri atas gelombang-gelombang yang sama dan sebangun. Pada berkas cahaya ini tidak dijumpai adanya beberapa panjang gelombang yang berbeda seperti pada berkas cahaya matahari (Matsuda, 1987).

Panjang gelombang laser tergantung dari mediumnya, atau lebih tepatnya lagi pada tipe atom dan molekul yang terdapat di dalam medium itu. Sebagai contoh adalah laser ruby, laser tersebut dibuat dari cahaya yang dipancarkan oleh atom-atom khrom dan memiliki panjang gelombang 0,6943 mikron (Matsuda, 1987). Beberapa jenis laser beserta panjang gelombang dan kegunaannya dapat dilihat pada tabel 2.1

2.5. Keunggulan Utama Laser

Laser mempunyai empat kelebihan utama yang menonjol yang tidak dijumpai dalam cahaya matahari maupun cahaya yang berasal dari listrik, yaitu: (Matsuda, 1987) 1. Sifatnya yang monokromatis atau dengan perkataan lain laser hanya memiliki satu

warna cahaya (panjang gelombang) saja. Sehingga apabila laser dilewatkan pada prisma, sinarnya tidak akan terurai.

2. Arah sorotnya yang sangat baik. Laser menyorot menurut garis lurus dan hampir tidak menyebar sehingga hampir tidak mengalami penurunan energi.

3. Energinya memiliki kerapatan (densitas) yang tinggi sehingga tenaganya yang luar biasa besar itu dapat dipusatkan pada sebuah titik yang sangat kecil menggunakan lensa. Pemusatan energi ini dapat menghasilkan energi yang cukup besar dan temperatur yang tinggi.

4. Sifat koherennya (pertaliannya) yang baik. Sifat koheren ini dapat dilihat apabila laser dilewatkan pada serangkaian lubang kecil maka gelombang cahaya keluarannya akan bertumpuk membentuk pola-pola garis yang sangat rapi. Hal ini dikarenakan sinar laser mempunyai gelombang yang sebangun dan sama. Aplikasi dari tingginya sifat koherensi laser adalah penggunaan laser pada holografi tiga dimensi dan juga sebagai alat pengukur dimensi suatu objek dengan tingkat ketelitian tinggi.

2.6. Mikrokontroler AT89S51 2.6.1. Pengenalan Mikrokontroler

Mikrokontroler atau biasa disingkat MCU adalah suatu keping komputer tunggal yang bertugas mengeksekusi program yang digunakan oleh user untuk mengontrol satu atau beberapa peralataan. Program ini dapat disimpan di dalam keping memori EEPROM eksternal atau dalam memori EEPROM internal di dalam mikrokontroler itu sendiri. Mikrokontroler dapat ditemukan di dalam peralatan-peralatan seperti oven mirowave, mobil, keyboard, pemutar CD, telepon genggam, VCR, sistem keamanan, dan sebagainya (Steiner, 2004).

Mikrokontroler digunakan dalam sistem-sistem yang membutuhkan kemampuan berkomputasi yang tidak sekompleks komputasi pada komputer sekelas 486 atau pentium. Sistem-sistem berbasiskan mikrokontroler secara umum lebih kecil, lebih handal, dan lebih murah. Mereka ideal untuk digunakan pada aplikasi-aplikasi seperti tersebut diatas, dimana ukuran dan biaya adalah pertimbangan yang sangat diutamakan (Steiner, 2004).

Mikrokontroler AT89S51 adalah mikrokontroler keluaran Atmel dengan 4K byte

in-system programmable Flash memori. On-chip Flashnya memungkinkan memori program untuk diprogram di dalam sistem atau menggunakan programmer memori

nonvolatile konvensional. (Atmel, 2001). Memori program internal ini memungkinkan AT89S51 untuk bekerja dalam mode operasi keping tunggal yang tidak memerlukan memori eksternal untuk menyimpan source codenya (Nalwan, 2003).

2.6.2. Struktur Memori

AT89S51 mempunyai struktur memori yang terdiri atas (Nalwan 2003):

1. RAM internal, yaitu memori sebesar 128 byte yang biasanya digunakan untuk menyimpan variabel atau data yang bersifat sementara.

2. Spesial Function Register atau SFR, yaitu memori yang berisi register-register yang mempunyai fungsi khusus yang disediakan oleh mikrokontroler, seperti timer, serial, dan lain-lain.

3. Flash PEROM, memori yang digunakan untuk menyimpan instruksi-instruksi MCS-51.

Seperti terlihat pada gambar 2.12, AT89S51 mempunyai struktur memori yang terpisah antara RAM dan Flash PEROMnya. RAM internal dialamati oleh RAM Address Register, sedangkan Flash PEROM dialmati oleh Program Address Register. Dengan

adanya struktur memori yang terpisah tersebut, walaupun RAM internal dan Flash

PEROM mempunyai alamat awal yang sama, yaitu 00, namun secara fisik kedua memori tersebut tidak saling berhubungan (Nalwan, 2003).

Gambar 2.12. Alamat RAM internal dan Flash PEROM

2.6.2.1. RAM Internal

RAM internal pada AT89S51 menempati alamat memori RAM antara 00H hingga 7FH. Menurut Nalwan, 2003, RAM internal terdiri atas:

1. Register banks

89S51 mempunyai delapan buah register mulai dari R0 hingga R7. Kedelapan buah register ini selalu terletak pada bank 0 atau alamat 00H hingga 07H setiap kali sistem direset. Namun posisi R0 hingga R7 dapat dipindah ke bank 1 (08H hingga 0FH),

bank 2 (10H hingga 17H), atau bank 3 (18H hingga 1FH) dengan mengatur bit RS0 dan RS1 pada PSW atau Program Status Word.

2. Bit Addressable RAM

RAM pada alamat 20H hingga 2FH dapat diakses secara pengalamatan bit sehingga hanya dengan sebuah instruksi saja, setiap bit dalam area ini dapat diset, clear, AND, atau di-OR-kan.

3. General Purpose RAM

General Purpose RAM terletak pada alamat 30H hingga 7FH dan dapat diakses dengan pengalamatan langsung maupun tidak langsung.

2.6.2.2. Special Function Register

AT89S51 mempunyai 21 Spesial Function Register atau SFR yang terletak antara alamat 80H hingga FFH. Beberapa dari register-register ini juga mampu dialamati dengan pengalamatan bit sehingga dapat dioperasikan seperti pada Bit Addressable RAM (Nalwan, 2003).

2.6.2.3. Flash PEROM

AT89S51 mempunyai 4K byte Flash PEROM atau Programmable and Erasable Read Only Memory, yaitu ROM yang dapat ditulis ulang atau dihapus menggunakan sebuah perangkat programmer. Flash PEROM dalam AT89S51 menggnakan Atmel’s High-Density Non Volatile Technology yang mempunyai kemampuan untuk ditulis ulang hingga 1000 kali. Program yang ada pada Flash PEROM akan dijalankan jika pada saat di-reset, pin EA/VP berlogika “1” sehingga mikrokontroler aktif berdasarkan program yang ada pada Flash PEROMnya. Namun, jika pin EA/VP berlogika “0”, mikrokontroler aktif berdasarkan program yang ada pada memori eksternal (Nalwan, 2003).

2.6.3. Timer

AT89S51 mempunyai dua buah timer, yaitu timer 0 dan timer 1 yang masing-masing mempunyai 16 bit counter yang mampu diatur keaktifan maupun mode operasinya, direset, dan diset dengan nilai tertentu. Untuk mengatur kedua timer ini, AT89S51 mempunyai enam buah Special Function Register, yaitu (Nalwan, 2003):

1. Timer Mode Register (TMOD)

Tidak dapat dialamati secara bit (not bit addresable)

Timer 1 Timer 0

Gate (1) C/T (1) M1 (1) M0 (1) Gate (0) C/T (0) M1 (0) M0 (0) Gambar 2.13. Register TMOD (Nalwan, 2003)

Seperti terlihat pada gambar 2.13, register TMOD berupa 8 bit register yang terletak pada lamat 89h dengan fungsi setiap bitnya adalah sebagai berikut (Nalwan, 2003):

Gate : Timer akan berjalan jika bit ini diset dan INT0 (untuk timer0) dan INT1 (untuk timer1) berkondisi high.

C/T : 1 = counter 0 = timer

M1 dan M0 : Untuk memilih mode kerja timer, seperti terlihat pada table 2.4.

Tabel 2.2. Mode kerja timer (Nalwan, 2003)

M1 M0 Mode Fungsi

0 0 0 Pencacah biner 13 bit 0 1 1 Pencacah biner 16 bit

1 0 2 Pencacah biner 8 bit dengan isi ulang 1 1 3 Gabungan pencacah biner 16 bit dan 8 bit

2. THx dan TLx

Setiap timer dalam AT89S51 terdiri atas 16 bit counter yang masing-masing tersimpan dalam dua buah register yaitu THx untuk Timer High Byte dan TLx untuk

Timer Low Byte (Nalwan, 2003):

TH0 : Timer 0 High Byte terletak pada alamat 8Ah TL0 : Timer 0 Low Byte terletak pada alamat 8Bh TH1 : Timer 1 High Byte terletak pada alamat 8Ah TL1 : Timer 1 Low Byte terletak pada alamat 8Bh.

3. Timer Control Register (TCON)

Keempat bit teratas register TCON mempunyai fungsi yang berhubungan dengan timer sementara sisanya digunakan untuk mendukung fungsi interupsi. Register ini bersifat bit addressable sehingga bit TF1 dapat disebut TCON.7, TR1 sebagai TCON.6, dan seterusnya. Seperti terlihat pada gambar 2.14, fungsi-fungsi keempat bit yang berhubungan dengan timer adalah sebagai berikut (Nalwan, 2003):

TCON.7 atau TF1 : Timer 1 Overflow Flag yang akan diset jika timer overflow. Bit ini dapat di-clear oleh software atau oleh

hardware pada saat program menuju ke alamat interrupt vector

TCON.6 atau TR1 : 1 = Timer 1 aktif 0 = Timer 1 non aktif TCON.5 atau TF0 : Sama dengan TF1

TCON.4 atau TR0 : Sama dengan TF1

TCON.3 hingga TCON.0 Akan dibahas pada bagian interupsi.

Dapat diakses secara bit (bit addressable)

Register Timer Register Interupsi

88h TF1 TR1 TF0 TR0 IE1 IT1 IE0 IT0

TCON.7 TCON.6 TCON.5 TCON.4 TCON.3 TCON.2 TCON.1 TCON.0 Gambar 2.14. Register TCON (Nalwan, 2003)

2.6.3.1. Timer Untuk Menghasilkan Tunda Waktu

Tunda maksimal yang dapat dihasilkan oleh timer 16 bit adalah (Nalwan, 2003): 65535 x kristal frekuensi 12 Tundamax = (2.8)

Sedangkan persamaan untuk menentukan jumlah_step yang diperlukan bagi timer 16 bit untuk menghasilkan tunda waktu (delay) tertentu adalah:

12 kristal _ frek * delay step _ Jumlah = (2.9)

Nilai THx/TLx yang perlu dimasukkan untuk menghasilkan tunda waktu tersebut dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

THx/TLx = FFFFh – Jumlah_step (hexa) + 1h (2.10)

2.6.3.2. Tunda Waktu Menggunakan Looping

Selain menggunakan timer, tunda waktu juga dapat dihasilkan dengan melakukan

looping dengan persamaan (Putra, 2002):

cycle _ machine x 12 f 1 putar _ Tunda = 12 f x putar _ Tunda cycle _ Machine =

Apabila looping tersebut menggunakan perintah DJNZ (Decrement register and Jump if Not Zero) yang membutuhkan dua machine cycle untuk menjalankannya, maka nilai yang harus dimasukkan ke dalam register adalah separuhnya, yaitu:

12 f x putar _ Tunda x 2 1 register _ Nilai = (2.11) 2.6.4. Interupsi

Interupsi adalah suatu kejadian atau peristiwa yang menyebabkan mikrokontroler berhenti sejenak untuk melayani interupsi tersebut. Program yang dijalankan pada saat melayani interupsi disebut Interrupt Service Routine (rutin layanan interupsi). Saat terjadi interupsi, program akan berhenti sesaat, menjalankan program yang berada pada alamat yang ditunjuk oleh vektor dari interupsi yang terjadi hingga selesai dan kembali meneruskan program yang terhenti oleh interupsi tadi (Nalwan, 2002).

Dalam suatu kondisi, dapat juga dibutuhkan suatu program yang sedang berjalan tidak boleh diinterupsi. Untuk itu, AT89S51 mempunyai lima buah interupsi yang masing-masing dapat di-enable ataupun di-disable satu per satu. Pengaturan keaktifan interupsi dilakukan pada Interrupt Enable Register (Register pengaktif interupsi) yang terletak pada alamat A8h, seperti terlihat pada gambar 2.15. Fungsi masing-masing register tersebut adalah sebagai berikut (Nalwan, 2003):

EA : Menonaktifkan semua interupsi jika bit ini clear. Jika bit ini clear maka apapun kondisi bit lain dalam register ini, semua interupsi tidak akan dilayani. Oleh karena itu untuk mengaktifkan salah satu interupsi, bit ini harus set.

ES : Mengaktif/nonaktifkan interupsi portserial, set = aktif, clear = non aktif. Jika interupsi port serial aktif, interupsi akan terjadi setiap ada data yang masuk ataupun keluar melalui port serial yang ditandai flag RI (Receive Interrupt flag) ataupun TI (Transmit Interrupt flag) set.

ET1 : Mengaktif/nonaktifkan interupsi timer 1, set = aktif, clear = non aktif. Jika interupsi ini aktif, interupsi akan terjadi pada saat timer 1 overflow. EX1 : Mengaktif/nonaktifkan interupsi eksternal 1, set = aktif, clear = non aktif.

Jika interupsi ini aktif, interupsi akan terjadi pada saat terjadi logika 0 pada 1

INT .

ET0 : Mengaktif/nonaktifkan interupsi timer 0, set = aktif, clear = non aktif. Jika interupsi ini aktif, interupsi akan terjadi pada saat timer 0 overflow.

EX0 : Mengaktif/nonaktifkan interupsi eksternal 1, set = aktif, clear = non aktif. Jika interupsi ini aktif, interupsi akan terjadi pada saat terjadi logika 0 pada

0 INT .

Dapat diakses secara bit (bit addressable)

A8h EA ES ET1 EX1 ET0 EX0

IE.7 IE.4 IE.3 IE.2 IE.1 IE.0

Gambar 2.15. Register IE (Nalwan, 2003)

Gambar 2.16. Sumber interupsi (Atmel, 2001)

Interupsi eksternal INT dan 0 INT dapat dipilih dengan dua macam pilihan 1 aktivasi, yaitu: aktivasi tingkat (level-activated) atau aktivasi transisi ( transition-activated), yang tergantung dari pengesetan bit IT0 dan IT1 dalam register TCON, seperti terlihat pada gambar 2.14. Pada gambar 2.16 terlihat bahwa tanda atau flag yang sesungguhnya menghasilkan interupsi ini adalah bit-bit IE0 (TCON.1) dan IE1 (TCON.3) yang juga terdapat dalam register TCON. Saat rutin layanan interupsi eksternal dijalankan, mikrokontroler akan secara otomatis me-nol-kan tanda interupsi terkait seandainya interupsi tersebut diaktivasi dengan keaktifan transisi. Jika interupsi tersebut diaktivasi secara level atau tingkat, maka sumber eksternal-lah yang mengontrol tanda interupsi tersebut (Putra, 2002).

2.7. Rangkaian Single Chip Microcontroller VCC 11,0592 MHz 10uF/16V 33pF X1 EA/VP RESET VCC AT89S51 X2 8k2 33pF

Gambar 2.17. Rangkaian single chip microcontroller

Seperti terlihat pada gambar 2.17, rangkaian single chip microcontroller hanya memerlukan sebuah osilator yang terdiri dari sebuah kristal dan dua buah kapasitor, serta rangkaian reset yang terdiri atas sebuah resistor dan kapasitor. Pada rangkaian single chip, kaki EA/VPPperlu dihubungkan ke Vcc untuk membuat akses awal mikrokontroler berasal dari alamat 000H Flash PEROM. Apabila kaki EA/VPPterhubung ke ground

maka akses awal akan berasal dari alamat 000H memori eksternal (Nalwan, 2003).

Sementara itu, untuk membuat rangkaian reset secara manual cukup ditambahkan sebuah resistor dan tombol push-button seperti terlihat pada gambar 2.18. Saat saklar ditekan, aliran arus akan mengalir dari VCC melalui R1 menuju ke kaki RESET. Tegangan di kaki RESET atau VR2 akan bernilai (Nalwan, 2003):

CC xV 2 R 1 R 2 R 2 VR + = (2.12)

Dengan memasukkan nilai-nilai resistor seperti tercantum pada gambar 2.18 pada persamaan 2.6 maka tegangan VR2 saat saklar ditekan akan bernilai 4,94 volt dengan VCC = 5 volt. Tegangan 4,94 volt pada kaki RST akan menyebabkan kaki ini berlogika 1 pada saat saklar tersebut ditekan. Saat saklar dilepas, aliran arus dari VCC memalui R1 akan terhenti dan tegangan pada kaki RST akan turun menuju ke nol sehingga logika pada kaki ini berubah menjadi 0 dan proses reset selesai (Nalwan, 2003).

VCC R1 100 RESET VCC R2 8,2K 10uF/16V

Gambar 2.18. Rangkaian reset secara manual (Nalwan, 2003)

2.8. Remote Control

Salah satu cara untuk mengontrol peralatan secara remote namun masih berada dalam area jarak padang adalah menggunakan cahaya infra merah. Infra merah sebenarnya merupakan cahaya biasa dengan warna tertentu. Manusia tidak dapat melihat warna dari sinar ini karena panjang gelombangnya berada dibawah spektrum cahaya tampak. Meskipun manusia tidak dapat melihat cahaya infra merah yang diemisikan oleh

remote control namun tidak berarti cahaya tersebut tidak dapat dilihat. Kamera video atau kamera foto digital dapat digunakan untuk menangkap sinar tersebut. (Bergmans, 2001)

Infra merah merupakan subjek yang sangat menarik dalam bidang pengontrolan dan komunikasi. Hal ini dikarenakan ia mudah dihasilkan dan tidak mengalami interferensi elektromagnetik. Namun sinar ini tidak begitu sempurna karena terdapat begitu banyak benda yang dapat menghasilkan infra merah. Segala sesuatu yang dapat menghasilkan panas dapat meradiasikannya, misalnya: matahari, lampu, oven, kompor, mesin mobil, air panas, dan bahkan tubuh manusia dapat meradiasikan infra merah. Oleh karena itu diperlukan suatu “kunci” supaya receiver dapat membedakan antara data transmisi yang sesungguhnya dan noise-noise yang dihasilkan lingkungan di sekitarnya. (Lipnharski, 2003)

Modulasi merupakan jawaban untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan modulasi, sumber sinar infra merah dibuat berkedap-kedip dengan frekuensi carrier tertentu. Receiver-nya kemudian di-tuned dengan frekuensi yang sama sehingga ia akan mengabaikan sinyal-sinyal yang lain. Frekuensi carrier yang dipakai biasanya antara 30 – 60 kHz. (Bergmans, 2001). Gelombang dengan frekuensi carrier ini kemudian digunakan untuk merepresentasikan kode “1” dalam komunikasi digital. Sementara kode “0” direpresentasikan dengan ketiadaan sinyal dari transmitter. Gambar 2.19 menunjukkan pemodulasian sinyal infra merah.

Gambar 2.19. Pemodulasian sinyal infra merah (Bergmans, 2001)

2.8.1. SONY Remote Control

Untuk menghindari kemungkinan remote control dari suatu produsen elektronik mengintervensi peralatan elektronik dari perusahaan lain maka setiap produsen elektronik menggunakan protokol dan pengkodean yang berbeda satu dengan yang lain. Sehingga meskipun mereka menggunakan frekuensi carrier yang sama, namun interferensi akan

Dokumen terkait