• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. DASAR TEORI

2.8. Remote Control

Salah satu cara untuk mengontrol peralatan secara remote namun masih berada dalam area jarak padang adalah menggunakan cahaya infra merah. Infra merah sebenarnya merupakan cahaya biasa dengan warna tertentu. Manusia tidak dapat melihat warna dari sinar ini karena panjang gelombangnya berada dibawah spektrum cahaya tampak. Meskipun manusia tidak dapat melihat cahaya infra merah yang diemisikan oleh

remote control namun tidak berarti cahaya tersebut tidak dapat dilihat. Kamera video atau kamera foto digital dapat digunakan untuk menangkap sinar tersebut. (Bergmans, 2001)

Infra merah merupakan subjek yang sangat menarik dalam bidang pengontrolan dan komunikasi. Hal ini dikarenakan ia mudah dihasilkan dan tidak mengalami interferensi elektromagnetik. Namun sinar ini tidak begitu sempurna karena terdapat begitu banyak benda yang dapat menghasilkan infra merah. Segala sesuatu yang dapat menghasilkan panas dapat meradiasikannya, misalnya: matahari, lampu, oven, kompor, mesin mobil, air panas, dan bahkan tubuh manusia dapat meradiasikan infra merah. Oleh karena itu diperlukan suatu “kunci” supaya receiver dapat membedakan antara data transmisi yang sesungguhnya dan noise-noise yang dihasilkan lingkungan di sekitarnya. (Lipnharski, 2003)

Modulasi merupakan jawaban untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan modulasi, sumber sinar infra merah dibuat berkedap-kedip dengan frekuensi carrier tertentu. Receiver-nya kemudian di-tuned dengan frekuensi yang sama sehingga ia akan mengabaikan sinyal-sinyal yang lain. Frekuensi carrier yang dipakai biasanya antara 30 – 60 kHz. (Bergmans, 2001). Gelombang dengan frekuensi carrier ini kemudian digunakan untuk merepresentasikan kode “1” dalam komunikasi digital. Sementara kode “0” direpresentasikan dengan ketiadaan sinyal dari transmitter. Gambar 2.19 menunjukkan pemodulasian sinyal infra merah.

Gambar 2.19. Pemodulasian sinyal infra merah (Bergmans, 2001)

2.8.1. SONY Remote Control

Untuk menghindari kemungkinan remote control dari suatu produsen elektronik mengintervensi peralatan elektronik dari perusahaan lain maka setiap produsen elektronik menggunakan protokol dan pengkodean yang berbeda satu dengan yang lain. Sehingga meskipun mereka menggunakan frekuensi carrier yang sama, namun interferensi akan dapat dihindari karena sistem pengkodeannya berbeda. (Lipnharski, 2003).

Sony menggunakan protokol SIRC (Serial Infra Red Control) yang menggunakan teknik pengkodean lebar pulsa atau pulse-width codification. Pada pengkodean ini, pulsa yang merepresentasikan logika “1” adalah rentetan gelombang carrier 40 kHz selama 1,2 milidetik, sementara lama rentetan untuk logika 0 adalah 0,6 milidetik. Semua bit dipisahkan oleh interval diam selama 0,6 milidetik (Bergsman, 2003). Pengkodean lebar pulsa SIRC Sony dapat dilihat pada gambar 2.20.

Gambar 2.20. Pengkodean lebar pulsa SIRC Sony (Bergsman, 2003)

Pada gambar 2.21 diperlihatkan urutan pulsa yang digunakan pada protokol SIRC. Pada protokol ini LSB ditransmisikan terlebih dahulu. Start bit adalah rentetan gelombang carrier selama 2,4 milidetik, diikuti interval diam selama 0,6 milidetik. Kemudian dikirimkan 7-bit command, diikuti oleh 5-bit Device address. Seluruh rentetan transmisi perintah akan diulang setiap 45 milidetik (diukur dari start ke start) selama tombol yang sama pada remote control masih terus ditekan. (Bergsman, 2003)

Gambar 2.21. Protokol SIRC Sony (Bergsman, 2003)

2.6.2. IR Receiver Module

Pada gambar 2.22 diperlihatkan diagram blok dasar sebuah receiver infra merah. Sinyal transmisi infra merah diterima oleh photodiode infra merah pada bagian kiri diagram blok. Sinyal yang diterima kemudian dikuatkan dan dibatasi pada dua blok selanjutnya. Limiter bertindak sebagai rangkaian AGC (Auto Gain Control) untuk mendapatkan level pulsa yang konstan berapapun jarak receiver dari transmitter. Dengan adanya kapasitor maka hanya sinyal AC saja yang diteruskan ke BPF (Band Pass Filter). BPF di-tuned pada frekuensi carrier remote control dan hanya akan melewatkan sinyal dengan frekuensi yang sesuai. (Bergmans, 2001)

Gambar 2.22. Digram blok receiver infra merah (Bergmans, 2001)

Ketiga blok terakhir berfungsi untuk mendeteksi adanya frekuensi carrier. Jika terdeteksi, maka output comparator akan ditarik ke logika “0”, demikian sebaliknya. (Bergmans, 2001). Dari sini terlihat bahwa keluaran receiver adalah inverse atau kebalikan dari data yang ditransmisikan oleh remote control.

2.9. Motor DC

Motor DC merupakan mesin listrik berputar yang didesain untuk bekerja menggunakan sumber daya dari tegangan searah. Tipe dasar dari motor jenis ini adalah motor DC magnet permanen. Bagian stator dari motor DC magnet permanen terdiri atas dua atau lebih kutub magnet. Bagian rotor-nya terdiri dari atas lilitan-lilitan yang terhubung ke komutator mekanik. Polaritas kutub yang berlawanan antara lilitan berarus

dan magnet pada stator akan saling menarik dan menyebabkan rotor berputar sampai sejajar dengan stator. Pada saat rotor mencapai kesejajaran, sikat pada motor akan mengenai kontak pada komutator dan menginduksi lilitan berikutnya (Freescale Semiconductor, 2004-2005).

Prinsip kerja motor DC dapat dilihat pada gambar 2.23. Ketika arus listrik yang dialirkan melalui kawat penghantar berada di dalam suatu medan magnet maka kawat akan mengalami gaya magnet. Apabila kawat pengahantar tersebut berbentuk suatu kalang (loop) maka kedua sisi dari kalang yang berada pada sudut yang tepat terhadap arah medan magnet akan mengalami gaya yang saling berlawanan. Pasangan gaya yang saling berlawanan tersebut akan menciptakan efek berputar atau torsi untuk memutar lilitan. Komutator akan membalik arah arus kalang setiap setengah putaran untuk menjaga supaya arah putar motor tetap sama (Nave, ---).

Gambar 2.23. Prinsip kerja motor DC (Nave, ---)

Dua tipe lain dari motor DC adalah motor DC kumparan seri dan motor DC kumparan paralel. Motor-motor ini juga menggunakan rotor yang sama yakni memakai sikat dan komutator. Namun, stator-nya menggunakan lilitan bukan magnet permanen. Prinsip kerjanya tidak berbeda dengan motor sebelumnya. Motor DC kumparan seri memiliki lilitan stator yang terhubung secara seri dengan rotor sedangkan motor DC kumparan paralel mempunyai lilitan stator yang terhubung secara paralel dengan lilitan

mampu beroperasi sama baiknya menggunakan sumber tegangan DC ataupun AC (Freescale Semiconductor, 2004-2005).

Dokumen terkait